Landasan Teori KAJIAN PUSTAKA

17

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Loyalitas Konsumen Loyalitas konsumen terjadi karena ada hubungan harmonis antara pelanggan dengan perusahaan dan hubungan harmonis ini tercipta karena adanya kepuasan konsumen. Menurut Assel 1992 : 187 loyalitas konsumen ditandai dengan adanya pembelian kembali karena adanya komitmen untuk yakin terhadap merek atau perusahaan karena kepuasan akan menimbulkan loyalitas konsumen. Loyalitas terhadap suatu merek menggambarkan perilaku dari proses pengambilan keputusan dan tindakan pembelian yang dilakukan, di mana hal tersebut memiliki kaitan dengan proses pembelajaran. Terdapat dua indikator yang merupakan dimensi sikap dari loyalitas konsumen: a. Lama penggunaan Lama waktu pengguna dikatakan loyal terhadap suatu pilihan produk adalah lebih dari satu tahun. Hal ini di karenakan dalam satu tahun saja, perusahaan telepon seluler khususnya dapat meluncurkan beberapa tipe telepon seluler. b. komitmen Konsumen memiliki suatu ikatan terhadap suatu produk dan hanya menggunakan salah satu pilihan produk telepon seluler dari banyaknya pilihan dalam satu kategori produk. Kesetiaan pelanggan adalah aset yang bernilai strategik, maka peneliti perilaku konsumen tertarik untuk mengembangkan dan memformulasikan konsep beserta pengukurannya. Masalah pokok yang timbul bagi para peneliti adalah bagaimana mendefinisikan istilah kesetiaan, apakah istilah tersebut dikaitkan dengan prilaku konsumen ataukah sikap konsumen. Pada awal perkembangannya kesetiaan pelanggan lebih dikaitkan dengan perilaku. Ini dapat dilihat dari teori belajar tradisional Classical dan Instrumental Conditioning yang cenderung melihat kesetiaan dari aspek perilaku. Konsumen dianggap mempunyai kesetiaan terhadap suatu merek tertentu jika ia telah membeli merek yang sama tersebut sebanyak tiga kali berturut-turut. Kendalanya adalah kesulitan dalam membedakan antara yang benar-benar setia dengan yang palsu meskipun perilakunya sama. Hampir sama dengan konsep kesetiaan dari teori belajar tradisional, Jacoby dan Keyner dalam Dharmesta 1999 mendefinisikan kesetiaan pelanggan sebagai berikut : “Brand loyalty is : 1 the biased i.e. non random, 2 behavioral responses i.e. purchase, 3 expressed over time, 4 by some decission making unit, 5 with respect to one more alternative brands out of set of such brands and is 6 a fuction of psychological e.i. decission making evaluative processes”. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat empat unsur karakteristik pelanggan. 1 Kesetiaan pelanggan dipandang sebagai kejadian non random. Maksutnya adalah apabila pelanggan mengetahui manfaat dari merek- merek tertentu dan manfaat ini sesuai dengan kebutuhannya, maka dapat dipastikan ia akan setia terhadap merek tersebut. 2 Kesetiaan terhadap merek merupakan respon perilaku yang ditunjukkan sepanjang waktu selama memungkinkan. Respon perilaku ini menggambarkan adanya komitmen atau keterlibatan terhadap merek tertentu sepanjang waktu. Dalam hal ini apabila konsumen memandang merek tersebut memili arti penting bagi dirinya, biasanya jenis produk yang berhubungan dengan konsep diri, maka kesetiaan akan menjadi lebih kuat. 3 Kesetiaan terhadap merek dikarakteristikkan dengan adanya proses pengambilan keputusan yang melibatkan alternatif-alternatif merek yang tersedia. Konsumen memiliki looked set, yaitu merek-merek tertentu yang turut diperhitungkan berkaitan dengan keputusan pembelian. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan konsumen akan setia terhadap lebih dari satu merek dalam satu jenis produk. 4 Kesetiaan terhadap merek melibatkan fungsi dari proses-proses psikologis yang menunjukkan bahwa ketika pelanggan setia terhadap merek-merek tertentu, pelanggan secara aktif akan memilih merek, terlibat dengan merek dan mengembangkan sikap positif terhadap merek. Kini konsep kesetiaan pelanggan yang dalam perkembangan awalnya lebih menitikberatkan pada aspek perilaku, dikembangkan lebih luas lagi dengan melibatkan dimensi sikap dan perilaku. Konsep ini dikembangkan oleh Basu 1994, kesetiaan dipandang sebagai hubungan antara sikap relatif dengan perilaku pembelian ulang. Pandangan yang mendasarkan antara sikap perilaku ini amat bermanfaat bagi pemasar. Pertama, dari segi validitas akan lebih baik, terutama dapat digunakan untuk memprediksi apakah kesetiaan yang terlihat dari perilaku pembelian ulang terjadi karena memang sikapnya yang positif senang terhadap produk tersebut ataukah hanya karena situasi tertentu yang memaksa spurious loyalty. Kedua, memungkinkan pemasar melakukan identifikasi terhadap faktor yang dapat menguatkan atau melemahkan konsisten kesetiaan. Loyalitas akan berkembang mengikuti tiga tahap yaitu tahap kognitif, afektif dan konatif. Konsumen akan loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian aspek afektif dan akhirnya pada aspek konatif Oskamp, 1991 seperti yang dikutip Dharmmesta, 1999. 1 Kognitif Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup accesibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang dapat mengingat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan pelanggan. 2 Afektif Kondisi emosional perasaan pelanggan yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan pelanggan. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasan yang didapatkan setelah menggunakan produk, akan membentuk kesetiaan pelanggan. 3 Konatif Kondisi merupakan kecenderungan yang ada pada pelanggan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kecenderungan pelanggan untuk berperilaku yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merk yaitu biaya peralihan, harapan dan sunk cost. Selain itu norma- norma sosial dan faktor situasional turut berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Norma- norma sosial berisi batasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pelanggan yang berasal dari lingkungan sosialnya teman, keluarga, tetangga dan lain-lain memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kesetiaan pelanggan. Seorang pelanggan dapat dengan tiba-tiba menghentikan pembelian ulang suatu merek tertentu atau enggan menyampaikan aspek positif dari merek tertentu karena teman dekatnya kurang menerima merek tersebut. Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang relatif sulit dikendalikan oleh pemasar dalam kondisi tertentu memiliki pengaruh yang cukup besar. Konsep kesetiaan pelanggan yang mengkaitkan antara sikap dan perilaku ini hingga sekarang dianggap lebih komprehensif dan lebih bermanfaat bagi pemasar. Karena itu pengukuran mengenai kesetiaan pelanggan sebaiknya menggunakan aspek sikap dan perilaku sebagai parameternya. 2. Faktor-faktor yang dapat membangun loyalitas konsumen: a. Care Service Pelayanan didasarkan pada kebutuhan pasar yang utama. Dari situ hubungan pelanggan dibangun karena pelayanan inti yang memuaskan, pelanggan benar-benar mulai percaya dan puas. b. Customizing the Relationship Perusahaan sangat fleksibel dalam memperoleh keuntungan, karena masing-masing perusahaan mempunyai pelanggan yang berbeda dan dengan masalah yang berbeda pula. c. Service Augmentation Pelayanan plus yang menjadi ciri khas dari perusahaan. d. Relationship Pricing Harga sangat mempengaruhi orang untuk membeli barang. Perusahaan dapat memberi potongan-potongan bagi pelanggan sebagai wujud perhatian. e. Internal Marketing Perusahaan mampu mengelola karyawannya agar mengerti dengan sungguh-sungguh prinsip pemasaran dan melaksanakannya dalam tugas. 3. Tujuh tahap menumbuhkan pelanggan yang loyal menurut Griffin, 2003:35, yaitu : a. Masyarakat adalah orang yang mungkin membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. b. Konsumen adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa dan memiliki kemampuan membeli produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. c. Konsumen yang didiskualifikasi adalah konsumen yang telah cukup dipelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan atau tidak memiliki kemampuan membeli produk atau jasa. d. Pelanggan pertama kali adalah orang yang telah membeli dari satu kali, bisa merupakan pelanggan atau bisa menjadi pelanggan pesaing. e. Pelanggan berulang adalah orang yang telah membeli dua kali atau lebih produk atau jasa yang sama. f. Klien adalah orang yang membeli apapun yang dijual dan dapat ia gunakan, orang ini membeli secara teratur. g. Penganjur advocate adalah seperti klien atau pendukung membeli apapun yang dijual dan dapat ia gunakan serta membelinya secara teratur. Tetapi penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli dari anda. 4. Mengukur loyalitas pelanggan Menurut Storm dan Thiry dalam Griffin, 2003:31 pelanggan yang loyal : a. Frekuensi melakukan pembelian atau kunjungan berulang secara teratur dalam periode tertentu. b. Membeli antar lini barang atau jasa. c. Merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan barang atau jasa. d. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. Model pengukuran dan loyalitas pelanggan secara sederhana dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.1 Model Pengukuran Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan. 5. Harga Harga adalah jumlah uang kemungkinan ditimbang beberapa barang yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya Kotler dan Keller, 2007. Variabel ini merupakan hal yang dapat dikendalikan dan menentukan diterima atau tidaknya suatu produk oleh konsumen. Harga semata-mata tergantung pada kebijakan perusahaan tetapi tentu saja dengan mempertimbangkan berbagai hal. Murah atau mahalnya harga suatu produk sangat relatif sifatnya. Oleh karena itu, perlu dibandingkan terlebih dahulu dengan harga produk serupa yang diproduksi atau dijual oleh perusahaan lain. Dengan kata lain, perusahaan harus selalu memonitor harga yang ditetapkan oleh para Exp ectations P erceived Performanc Customer Satisfaction L oyalty Switching Barriers Voice pesaing, agar harga yang ditentukan oleh perusahaan tersebut tidak terlalu tinggi atau sebaliknya. Bagi perusahaan, penetapan harga bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Seringkali perusahaan menetapkan harga terlalu berorientasi pada biaya dan kurang meninjau perubahan pasar. Prosedur penetapan harga ini untuk masing-masing perusahaan berbeda-beda. Pada perusahaan kecil, harga ditetapkan oleh manajemen puncak, sedangkan pada perusahaan besar penetapan harga bisa ditangani oleh manajer devisi atau manajer pemasaranpenjualan. Suatu harga ditetapkan pada umumnya bertujuan untuk: a. Meningkatkan penjualan, b. Mempertahankan dan memperbaiki market share, c. Menstabilkan harga, d. Mengembalikan investasi, dan e. Mencapai laba maksimum. Selain beberapa hal di atas, tujuan penetapan harga di antaranya adalah: a. Suatu sasaran memaksimalkan keuntungan b. Suatu sasaran hasil target merupakan tujuan yang berorientasi pada keuntungan yang umum di mana perusahaan menetapkan harga untuk produknya. c. Suatu sasaran yang berorientasi pada penjualan yang menyatakan bahwa perusahaan berusaha memperoleh beberapa tingkat penjualan akan bagian pasar tanpa menghubungkan dengan keuntungan. d. Mempertahankan atau meningkatkan bagian pasar, perusahaan memusatkan bagian pasarnya. Penetapan harga bagi perusahaan perdagangan yang membeli barang jadi dan menjualnya dalam bentuk yang sama tidak serumit seperti pada perusahaan industri yang memproses bahan mentah sampai produk jadi. Pada perusahaan perdagangan, harga bisa ditetapkan dari harga beli tiap kesatuan produk, ditambah biaya penyimpanan dan biaya distribusi produk. Selanjutnya jumlah tersebut ditambah dengan suatu persentase keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan.Sedangkan dalam perusahaan industri, maka penetapan harga jual produk biasanya didasarkan pada perhitungan pokok pembuatan produk mulai saat bahan mentah sampai barang jadi, ditambah persentase keuntungan yang diinginkan perusahaan. Indikator yang digunakan untuk mengukur Harga sebagai variabel adalah: harga produk tersebut yang berarti nilai dari produk telepon seluler Nokia yang digunakan sesuai harga pasar. Bagi pelanggan harga merupakan hal yang penting karena mampu membuat pelanggan dari pasar industri memperoleh keuntungan. Biong 1993 mengutarakan bahwa produk yang mampu memberikan keuntungan, harga jual yang kompetitif dan skema pembayaran yang lunak akan memungkinkan pengguna memperoleh margin keuntungan yang lebih tinggi. Harga merupakan faktor ekstrinsik sebagai fungsi pengganti kualitas ketika pelanggan tidak memiliki informasi yang cukup mengenai atribut intrinsik sehingga pelanggan menggunakan harga untuk menduga kualitas ketika hanya hargalah yang diketahui. Namun ketika kualitas produk secara intrinsik diketahui maka dugaan ini kurang meyakinkan Zeithami, 1988. Chapman 1986; Mazumdar 1986; Monroe dan Krishnan 1985 dalam Zeithami 1988 menyatakan bahwa harga adalah pengorbanan pelanggan untuk mendapatkan produk atau jasa yang diinginkan. Zhang 2001 menyatakan bahwa persaingan membuat dunia usaha berusaha untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dengan harga yang rendah. 6. Kualitas Kualitas telah menjadi harapan dan impian bagi semua orang baik konsumen maupun produsen. Menurut Davis dalam Yamit, 2005:8 kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang beruhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan oleh Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses berkualitas. 7. Pengertian Kualitas Produk Perusahaan selalu berusaha memuaskan konsumen mereka dengan menawarkan produk berkualitas. Produk yang berkualitas adalah produk yang memiliki manfaat bagi pemakainya konsumen. Seseorang yang membutuhkan suatu produk akan membayangkan manfaat apa saja yang bisa diperoleh dari yang akan dipergunakan. Manfaat suatu produk merupakan konsekuensi yang diharapkan konsumen ketika membeli dan menggunakan suatu produk. Menurut Kotler 2007, kualitas produk merupakan ciri dan karakteristik suatu barang atau jasa yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Produk yang berkualitas tinggi sangat diperlukan agar keinginan konsumen dapat dipenuhi. Keinginan konsumen yang terpenuhi sesuai dengan harapannya akan membuat konsumen menerima suatu produk bahkan bisa sampai membuat konsumen loyal terhadap produk tersebut. 8. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk Secara umum faktor yang memengaruhi kualitas produk tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua hal, yaitu: a. Faktor yang berkaitan dengan teknologi, yaitu, bahan dan perusahaan. b. Faktor yang berkaitan dengan human resources, yaitu operator, mandor dan personal lain dari perusahaan. Faktor terpenting bagi perusahaan adalah pada manusia sumber daya manusia, karena dengan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi perusahaan dapat menciptakan suatu produk yang berkualitas tinggi pula. Dipandang dari sisi konsumen Juran dalam Prawirosentono, 2007:5 berpendapat bahwa kualitas mutu produk berkaitan dengan enaknya barang tersebut digunakan. Artinya, bila suatu barang secara layak dan baik digunakan berarti barang tersebut bermutu baik. Dipandang dari sisi produsen, ternyata pengertian kualitas lebih rumit, karena menyangkut berbagai segi, sebagai berikut: a. Merancang produk, b. Memproduksi secara baik sesuai dengan rencana, c. Mengirim produk ke konsumen dalam konsisi baik, d. Pelayanan yang baik kepada konsumen. Jadi, ditinjau dari produsen definisi kualitas sebagai berikut, kualitas suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan. Dimensi kualitas berfokus pada pemenuhan keinginan dan kebutuhan konsumen Juran dalam Tjiptono dan Diana, 2003:24 berpendapat bahwa kualitas mempunyai dua aspek utama, yaitu: a. Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan serta dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. b. Bebas dari kekurangan Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar, menigkatkan hasil dan kapasitas serta memperbaiki kinerja penyampaian produk dan jasa. Berdasarkan dari dua aspek kualitas di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan produk yang berkualitas tidak hanya menguntungkan konsumen tetapi juga bermanfaat bagi perusahaan. Tersedianya fasilitas- fasilitas yang memadai dengan kondisi yang baik dan kinerja karyawan dalam memberikan pelayanan pada konsumen akan menciptakan interaksi yang menguntungkan bagi perusahaan. Berdasarkan pada perspektif kualitas, maka Indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas produk menurut Tjiptono 2007 meliputi: 1 Kinerja performance karakteristik operasi dari produk inti core product yang dibeli. 2 Ciri-ciri atau keisitimewaan tambahan features, yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. 3 Keandalan reliability, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. 4 Kesesuaian dengan spesifikasi conformance to specification yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar- standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5 Daya tahan durability yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan produk. 6 Estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. 7 Mutu yang dipersepsikan perceives quality yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. 9. Merek Merek adalah salah satu atribut yang penting dari sebuah produk yang penggunaannya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan dimana memberikan merek pada suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut. Merek tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan identitas untuk membedakan dari produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu akan lebih mudah dikenali oleh konsumen dan akan memudahkan pada saat pembelian ulang produk. Tujuan perusahaan adalah menciptakan pembelian ulang konsumen terhadap produk yang dihasilkannya dan pemberian merek memberikan kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang baik dengan konsumen. Dengan demikian hubungan itu diharapkan dapat menghasilkan pangsa pasar market share yang lebih besar dan meningkatkan kemampuan menghasilkan keuntungan. Merek merupakan atribut produk yang dianggap penting terutama dalam menumbuhkan persepsi yang positif dan konsumen akan percaya setelah menilai atribut yang dimiliki suatu merek. Persepsi positif dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek tersebut akan menciptakan citra merek, yang merupakan salah faktor yang mempengaruhi minat untuk membeli. Kotler 2004:404 mengemukakan ”A brand is name, term, sign, symbol, design, or combination of them, intended to identity the goods or service of one seller or group of sellers and to differentiate them from these of competitors” . Sedangkan menurut Tjiptono 2001:104 merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol atau lambang, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan indentitas dan diferensiasi terhadap produk asing. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semua definisi mempunyai pengertian yang sama mengenai merek. Pada dasarnya merek terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dapat diucapkan yaitu nama merek, dan bagian yang dapat dikenali tapi tidak dapat diucapkan yaitu tanda merek. Selain itu ada merek dagang dan hak cipta yang merupakan bagian dari merek yang dilindungi hukum. Merek dapat dikatakan sebagai janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat tertentu kepada konsumen. Merek yang baik akan menunjang suatu jaminan kualitas. Tetapi lebih dari itu, merek merupakan simbol yang kompleks. Ada 3 indikator yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: a. Popularity, merek yang memiliki reputasi tertentu di benak masyarakat konsumen, bisa positif dan juga negatif. b. Personality, merek yang memproyeksikan suatu kepribadian tertentu bagi penggunanya. Diharapkan dengan merek , kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang digunakannya. c. User, merek menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut, itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan mereknya. 10. Karakteristik dan Manfaat Merek Setiap perusahaan tentu menginginkan merek produknya unggul dalam bersaing dengan merek produk pesaing yang beredar di pasaran, sehingga kemudian produknya akan mendapat tempat di dalam benak konsumen. Untuk itu sebuah merek harus memenuhi beberapa karakteristik seperti yang disebutkan oleh Kotler 2000:470 : a. Merek harus menyatakan sesuatu tentang manfaat produk. b. Merek harus menyatakan kualitas produk seperti tindakan atau warna. c. Merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat. d. Merek harus berbeda dan khas. e. Merek tidak berarti buruk di negara dan bahasa lain. Sebuah merek yang baik harus memiliki karakteristik yang disebutkan di atas, meskipun pada kenyataannya tidak semua karakteristik itu dapat dipenuhi dalam sebuah merek, tetapi bagaimanapun perusahaan harus berusaha untuk memenuhi karakteristik tersebut 11. Tujuan Merek Penggunaan merek mempunyai beberapa tujuan, yaitu: a. Sebagai indentitas perusahaan yang membedakannya dengan produk pesaing sehingga konsumen mudah untuk mengenali dan melakukan pembelian ulang. b. Sebagai alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk. c. Untuk membina citra yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan, kualitas, serta citra prestis tertentu terhadap konsumen. d. Untuk mengendalikan dan mendominasi pasar, artinya dengan membangun merek yang terkenal, image yang baik dan dilindungi oleh hak eksklusif berdasarkan hak ciptapaten, maka perusahaan dapat meraih dan mempertahankan loyalitas konsumen. 12. Citra Merek Brand Image Citra merek merupakan hasil penilaian persepsi konsumen terhadap suatu merek baik itu positif atau negatif. Citra merek yang baik akan mempunyai dampak yang menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan citra merek yang buruk akan merugikan perusahaan. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan atau menyeleksi dengan membandingkan perbedaan yang terdapat pada beberapa merek, sehingga merek yang penawarannya sesuai dengan kebutuhan akan terpilih. Maka konsumen akan memiliki penilaian yang lebih baik pada merek tersebut. Kotler Simamora, 2004:63 mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Citra merek mempersentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Menurut Kotler 1997;259 mendefiniskan citra adalah “persepsi masyarakat terhadap perusahaan dan produknya”. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap berupa keyakinan terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra merek positif lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian, oleh karena itu kegunaan dari iklan adalah untuk membangun citra positif terhadap merek tersebut. Ada beberapa pengertian citra merek dari beberapa ahli. Menurut Kotler 2000:180 “The set of beliefs about a particular brand is known as the brand image” . Sedangkan menurut J.Paul Peter dan Jerry C. Olson yang dialihbahasakan oleh Sihombing 2000:44 “Citra merek terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan terhadap ciri merek, konsekuensi penggunaan merek, dan situasi pemanfaatan yang tepat, di samping evaluasi, perasaan dan emosi sehubungan dengan suatu merek”. Menurut Kanuk 2000:193, Brand image adalah sekumpulan asosiasi mengenai suatu merek yang tersimpan dalam benak atau ingatan konsumen. Mereka juga menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut: a. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualiatas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu. b. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi. c. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen. d. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya. e. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen. f. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang. g. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu. Garry Hamel dan C.K. Prahalad 1994:258 berpendapat bahwa brand merupakan banner yang dapat digunakan untuk memayungi semua produk yang menggunakannya. Ada empat hal pokok yang harus diperhatikan dalam sebuah merek, yaitu: a. Recognition, yaitu tingkat dikenalnya sebuah merek oleh konsumen. Jika sebuah merek tidak dikenal maka produk dengan merek tersebut harus dijual dengan mengandalkan harga yang murah. Recognition paralel dengan brand awarness dimana brand awarness ini mempunyai 4 tingkatan yaitu Top mind, Brand recall, Brand recognition dan Unrecognition brand. b. Reputation, yaitu suatu tingkat atau status yang cukup tinggi bagi sebuah merek karena lebih terbukti memiliki track-record yang baik. Reputation ini berparalel dengan perceived quality. c. Affinity, yaitu suatu emotional relationship yang timbul antara sebuah merek dengan konsumennya. Sebuah produk dengan merek yang disukai oleh konsumen akan lebih mudah dijual dan sebuah produk yang dipersepsikan memiliki kualitas yang tinggi akan memiliki reputasi yang baik. Affinity ini berparalel dengan positive association yang membuat konsumen menyukai suatu produk.

d. Domain, yaitu menyangkut seberapa lebar scope dari suatu produk

yang ingin menggunakan merek yang bersangkutan. Dari konsep di atas dapat dirumuskan citra merek merupakan penilaian atau persepsi konsumen mengenai suatu merek secara rasional dan emosional, atau kepercayaan terhadap merek, dan bagaimana pandangan konsumen tentang suatu merek tersebut. Citra merek sangat penting bagi perusahaan untuk strategi pemasarannya karena: a. Citra merek dapat dibuat sebagai tujuan dalam strategi pemasaran. b. Citra merek dapat dipakai sebagai dasar untuk bersaing dengan merek lain dari produk sejenis. c. Citra merek dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan volume penjualan. d. Citra merek dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas dari strategi pemasaran yang digunakan. Agar citra merek dapat terbentuk sesuai identitas merek yang diharapkan oleh perusahaan, maka perusahaan harus mampu untuk memahami dan mengeksploitasi unsur-unsur yang membentuk suatu merek menjadi merek yang memiliki citra baik. Citra merek ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kualitas yang penting menurut persepsi konsumen. Inilah yang disebut perceived quality.

B. Penelitian yang Relevan