34 Paulus kepada jemaat di Roma 8:21 menggambarkan bahwa ciptaan takhluk
kepada dosa dan kebinasaan, maka sekarang memperoleh kehidupan baru sambil menantikan langit dan bumi baru yang di dalamnya terdapat kebenaran 2 Pet 3:
13. Surat Paulus kepada jemaat di Efesus 1:9 menegaskan bahwa Bapa telah menyatakan rahasia kehendakNya kepada kita, yakni rencana kerelaan yang
ditetapkanNya dari semua dalam Kristus, sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu yang baik
yang di surga maupun yang di bumi. Terang Kitab Suci telah membantu kita untuk menyadari betapa Allah
sungguh baik kepada manusia. Oleh karena itu, manusia harus menyadari dan berperilaku baik kepada segala ciptaan Allah dengan menciptakan suatu relasi
yang harmonis. Apabila kedaan seperti sekarang ini terus terjadi dan berlanjut, maka tidak ada kedamaian di bumi dan tidak ada kedamaian dengan Allah.
Ketidakdamaian yang tercipta seperti saat ini pada akhirnya akan menjadikan manusia merana. Hos 4:3 menggambarkan sebuah peristiwa yang akan terjadi bila
tidak ada kedamaian, yakni “sebab itu negeri ini akan berkabung, dan seluruh penduduk akan merana; juga binatang-binatang di padang dan burung-burung di
udara bahkan ikan-ikan di laut akan mati lenyap”. Penderitaan manusia harus dihentikan dengan cara memperbaiki sikap dan moral terhadap segala ciptaan
Allah untuk mendapat kedamian di bumi dan di surga.
35
3. Manusia dan Lingkungannya
Dewasa ini krisis lingkungan sudah terjadi secara global. Menanggapi krisis lingkungan seperti ini, hal pokok yang mendesak adalah menyadari siapa sesama
manusia? Dalam penghayatan hidup rohani, tema-tema tentang antroposentris dan
teosentris sudah melekat pada diri manusia sejak lama. Pada saat ini muncul kesadaran bahwa penghayatan yang bertitik tolak pada antroposentris dan
teosentris terasa pincang apabila tidak disertai dengan penghayatan ekologis atau penghayatan tentang lingkungan hidup. Dari penghayatan baru inilah manusia
akan semakin memahami siapa sesamanya. Bertolak dari perumpaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati Luk 10:25-37 dapat dipahami krisis
ekologis sama halnya dengan penderitaan orang yang turun dari Yeriko ke Yerusalem. Perumpaan itu juga memberikan pertanyaan dasar, yakni siapa
sesamamu? Sunarko menegaskan bahwa “Sesama dalam konsep teologi penciptaan adalah sesama mahluk ciptaan di hadapan Sang Pencipta” 2008: 14.
Sunarko dalam hal ini menjelaskan bahwa manusia di hadapan Allah memiliki martabat yang sama sebagai mahluk ciptaan, kendati ada kelebihan yang
dimiliki manusia. Di sisi lain, disadari bahwa kehidupan di bumi memiliki suatu ikatan yang kuat dalam bentuk ekosistem. Maka, untuk memahami siapa manusia
dan lingkungannya, perlu diperhatikan kedudukan manusia dalam sebuah sistem.
Ked
Gam lainnya, ti
dalam gam yang mem
memberik dengan ak
manusia d sendiri, te
kesatuan e
4. Gerej
Dala Teologi a
dudukan man
mbar di atas idak di atas
mbar di ata mbentuk su
kan pengaru kal budi seb
dengan keu etapi harus
ekosistem.
ja dan Alam
am Gereja K alam ciptaa
nusia dalam
s menunjuk s juga tidak
as menunjuk uatu ekosi
uh dan su bagai kekha
unggulan it memberika
m Ciptaan
Katolik, teo an masih
m keseluruha
kkan bahwa k di bawah
kkan bahwa istem. Den
umbangan u asannya tida
tu tidak b an sumbang
ologi menge terdengar
an ekosistem
s manusia b
yang lain. a ada hubu
ngan kata untuk unsu
ak bisa lepa oleh meng
gan untuk u
enai alam ci asing di t
m:
sumber: Bu erada di an
Unsur-unsu ungan yang
lain, unsur ur-unsur la
as dari unsu ggunakannya
unsur-unsur
iptaan kuran telinga um
untara, 1996 ntara unsur-u
ur yang ter saling berk
r-unsur ter ainnya. Ma
ur lainya. M a untuk di
lainnya se
ng begitu k mat Katolik
36
6: 14 unsur
rdapat kaitan
rsebut anusia
Maka, irinya
ebagai
kental. k bila
37 dibandingkan dengan teologi tentang Kristosentris dan anthroposentris. Teologi
yang sering didengar oleh umat Katolik kurang memperhatikan masalah-masalah lingkungan. Kebanyakan teologi yang dikembangkan oleh otoritas yang
berwenang magisterium lebih menekankan pada penderiataan manusia yang diakibatkan oleh ketidakadilan.
Gereja Katolik menyadari betapa penting teologi alam ciptaan atau lingkungan. Kesadaran ini dimulai ketika Paus Paulus VI memberikan pesan pada
kesempatan pembukaan konferensi PBB di Stockholm tentang ligkungan hidup pada 01-06-1972 Seri Dok. Gereja 2014: 19. Dalam kesempatan itu, Paus Paulus
VI menyampaikan pesan bahwa manusia harus mengganti daya dorong kamajuan materiil yang sering kali buta dan brutal diganti dengan rasa hormat pada alam
ciptaan sebagai satu bumi. Tidak jauh dengan Paus Paulus VI, Paus Yohanes Paulus II juga selalu mengajak manusia sebagai umat Allah untuk memperhatikan
alam ciptaan. Paus Benedictus XV bersama Partiarkh Bartolomeus I dari Gererja Ortodok Yunani pada 30 November 2006 juga aktif mengkampanyekan
kepedulian pada alam ciptaan sebagai tempat tinggal manusia Seri Dok. Gereja 2014: 143.
Bersama dengan Vatikan sebagai reprentasi Gereja Katolik universal telah melakukan kegiatan-kegiatan nyata, yaitu dengan mengalokasikan sejumlah dana
untuk memelihara hutan seluas 15 hektar di Hongaria. Vatikan juga melengkapi atap bangunan dengan panel tenaga surya supaya konsumsi listrik konvensional
bisa dikurangi.
38 Gereja Katolik di Indonesia sebenarnya sudah mulai memikirkan
permasalahan yang sangat memprihatinkan khususnya masalah martabat manusia dan alam ciptaan melalui surat Gembala KWI 2001 tentang Lingkungan Hidup.
Dalam surat Gembala tersebut, para Uskup Indonesia mengajak seluruh umat untuk ikut serta memikirkan dan melakukan usaha-usaha nyata agar umat
bertumbuh bersama menuju masyarakat yang lebih manusiawi, adil, demokratis, dan sejahtera Seri Dok. Gereja 2014: 194
C. Urgensi Katekese Hijau Dalam Upaya Menjaga Keutuhan Alam Ciptaan
1. Kerusakan Alam Ciptaan Semakin Terlihat Jelas Secara Global
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kerusakan lingkungan di bumi Indonesia secara khusus mengalami peningkatan yang begitu pesat. Kegiatan penggundulan
hutan, penambangan, pemakaian pestisida yang berlebihan dan pengrusakan alam bawah laut sering kali menjadi pembicaraan yang tidak ada habisnya. Bila
diperhatikan lebih seksama, kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia terjadi hampir di semua negara di bumi ini.
Dari data statistik, di mana sumber daya alam sedang dieksploitasi, maka proses pemiskinanpun terjadi. Dari 10.961 Izin Usaha Pertambangan, 4500
an adalalah izin eksploitasi, maka bisa dipastikan di tempat-tempat itu kemiskinan pasti akan terjadi Gita Sang Surya, 2014: 10.
Kenyataan yang terjadi di atas menunjukkan bahwa begitu banyaknya perilaku manusia yang sifatnya merusak. Dari data itu pula dapat dipahami bahwa
kegiatan seperti penambangan sebetulnya bukanlah proses penyejahteran dan kebahagian bagi manusia sendiri, melainkan sebuah pembodohan diri. Tindakan
39 yang tidak bertanggungjawab tersebut akan menghadirkan kemiskinan yang
berkepanjangan bila masalah ini tidak segera diatasi. Kerusakan alam ciptaan pada kenyataannya tidak selalu disebabkan oleh
manusia, melainkan juga karena fenomena alam seperti gempa, gunung meletus, badai dan tsunami. Namun fenomena alam tersebut lebih kecil dampaknya
dibandingkan dengan apa yang lakukan oleh manusia terhadap lingkungannya. Kerusakan alam ciptaan yang terjadi di seluruh belahan bumi berdampak langsung
pada susunan ekosistem yang sudah tersusun dengan rapi. Dampak dari rusaknya susana ekosistem juga akan terasa langsung untuk semua ciptaan yang ada karena
kegiatan-kegiatan manusia yang melampaui batas kemampuan lingkungan, sehingga fungsi lingkungan tidak berjalan dengan baik.
Di Indonesia, kerusakan lingkungan sudah cukup memprihatinkan. Perubahan cuaca yang ekstrim, banjir, kebakaran hutan, illegal logging,
penambangan yang tidak terkendali dan pembukaan hutan untuk area perkebunan hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia dan berbagai kasus lainnya yang
merusak lingkungan. Dari salah satu situs di Internet, penulis menemukan data dari Kementerian Lingkungan Hidup KLH tahun 2012 menyebutkan bahwa
kerusakan lingkungan di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Hutan di Kalimantan, Sumatera dan Papua mengalami kerusakan yang parah dan masih
banyak kerusakan yang terjadi di daerah-daerah lainnya yang tidak kalah memperihatinkan, seperti banjir di Jawa, kekeringan di wilayah NTT dan lain
sebagainya. Keadaan ini menunjukkan dampak kerusakkan lingkungan sudah terasa di berbagai wilayah di Indonesia secara khusus.
40 Surat kabar Media Indonesia MI memuat pandangan Bernaulus Saragih
yang diterbitkan pada Kamis, 30 April 2015 yakni eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan Timur telah berdampak pada lingkungan. Dari kerusakan
lingkungan itu bila dihitung dalam bentuk uang sudah mencapai nilai Rp 6,3 triliun pertahun. Kerugian atas rusaknya lingkungan juga dirasakan oleh 3,6 juta
penduduk Kalimantan Timur, sebagai contoh ketika musim hujan, wilayah Kalimantan Timur akan terkena bencana banjir.
2. Praktik Hidup yang Merusak
Kebutuhan hidup yang meningkat, persaingan dan ketidakadilan sosial merupakan beberapa penyebab praktik hidup yang merusak. Dalam Nota Pastoral
KWI pada tahun 2013 yang berjudul “Keterlibatan Gereja Dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan” dibahas beberapa praktik-pratik hidup merusak yang
dilakukan oleh manusia seperti: a.
Pertambangan Bersadarkan catatan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
pada tahun 2012 telah dikeluarkan ijin pertambangan sebanyak 10.677 Ijin Usaha Pertambangan IUP. Dari catatan direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam Dirjen PHKA terdapat 1.724 kasus pertambangan ilegal dalam rentang tahun 2004 hingga 2012 yang beroperasi dalam hutan lindung yang
merusak hampir 950.000 hektar Nota Pastoral KWI 2013: 3. Dalam kasus ini, diakui pula bahwa industri-industri yang beroperasi dalam bidang pertambangan
memberikan peningkatan ekonomi, membuka lapangan kerja secara nasional dan regional.
41 Di sisi lain, kegiatan pertambangan menyisakan kerusakan hutan yang
begitu dahsyat. Kenyataan yang terjadi adalah kurang diperhatikannya kelanjutan dari kegiatan pengambilan sumber daya alam yang berlebihan ini. Usaha untuk
mengembalikan keadaan hutan seperti semula tidak akan mungkin dapat dilakukan, sebab wilayah pertambangan telah meninggalkan lobang-lobang besar
yang tidak mungkin untuk dibentuk seperti semula lagi. Oleh karena itu, perlu adanya ketegasan pada diri sendiri untuk berhenti mengeksploitasi hutan dalam
skala besar dan ketegasan dari pemerintah untuk mengerem laju kerusakan hutan melalui pertambangan.
b. Perkebunan
Nota paastoral KWI tahun 2013: 4 menuliskan usaha perkebunan dilakukan oleh beberapa perusahaan terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Bila
dibandingkan dengan usaha perkebunan rakyat, perkebunan yang dikembangkan oleh perusahaan jauh lebih besar. Dari perbandingan tersebut, dipahami bahwa
banyaknya luas tanah yang dirubah untuk dijadikan perkebunan. Data dari Dirjen Perkebunan dalam rentang waktu tahun 2000-2010 mengalami peningkatan
hingga 88 untuk usaha perkebunan kelapa sawit yang mencapai luas tanah sebanyak 7,8 juta hektare. Data di atas menunjukkan hancurnya habitat yang ada
di hutan akibat usaha pekebunan dalam skala besar ini. Akibat lain yang ditimbulkan adalah masalah sosial, dan penderitaan yang dialami manusia dan
alam dengan banyaknya pestisida yang digunakan dalam usaha perkebunan ini.
42 c.
Kehutanan Ketidakbijaksanaan dalam memanfaatkan hutan telah merubah fungsi hutan.
Hutan tidak bisa lagi diandalkan menjadi paru-paru bumi, tetapi berubah menjadi bencana yang merugikan manusia, baik tingkat ekonomi dan sosial. Berdasarkan
data Dirjen Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan, luas lahan kritis dan sangat kritis tahun 2011 telah
mencapai 29,3 juta hektar Nota Pastoral 2013: 5. Sebagian besar kerusakan hutan disebabkan oleh penebangan yang berlebihan, praktik illegal logging dan
semakin luasnya pembukaan hutan untuk area perkebunan, pertambangan dan pemukiman. Pembukaan hutan yang berlebihan tersebut tidak disertai dengan
penanaman sehingga hutan semakin rusak. Akibat dari rusaknya hutan tersebut biaya hidup semakin mahal, biaya ekonomi, sosial dan lingkungan untuk
mengatasi bencana banjir longsor, kekeringan dan krisis air bersih. Jika dilihat dari ekonomi masyarakat saat ini, kemiskinan akan terus melanda negeri ini,
karena pemerintah ada kemungkinan tidak akan sanggup menanggung atau memenuhi biaya hidup masyarakat.
d. Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah dipahami sebagai rusaknya tanah alami yang disebabkan oleh banyaknya bahan-bahan kimia buatan manusia yang masuk ke dalam tanah.
Tanah tempat tinggal manusia, tumbuhan dan hewan mengalami pencemaran oleh limbah-limbah industri yang yang mengandung bahan kimia, limbah pabrik,
limbah rumah tangga yang pada akhirnya berakibat pada kelangsungan hidup. Dengan masuknya limbah-limbah tersebut ke dalam tanah, maka akan
43 memusnahkan spesies dan tentu akan menggangu rantai makanan dalam tubuh
manusia. Pencemaran tanah akan mengubah fungsi tanah itu sendiri sebagai sumber kehidupan yang dibutuhkan oleh semua mahluk hidup. Selain itu, juga
akan terjadi penurunan kualitas hidup manusia akibat dari rusaknya rantai makanan yang tercemar.
e. Pencemaran Udara
Bentuk pencemaran udara yang sering terjadi adalah kebakaran hutan, asap kendaraan, industri, kegiatan rumah tangga dan usaha-usaha komersial. Di kota-
kota besar Indonesia sudah sejak lama dinyatakan sebagai kota dengan pencemaran udara yang paling buruk, melebihi standar WHO.
Sejak tahun 1998, Indonesia telah dinyatakan sebagai negara dengan kondisi pencemaran udara di perkotaan yang terburuk di mana tingkat
konsentrasi dari tiga jenis parameter yang dipantau yaitu kadar timbal, nitrogen dioksida, dan total padatan tersuspensi melebihi standar WHO.
Nota Pastoral 2013: 6
Data di atas menunjukkan bahwa keadaan udara di perkotaan di Indonesia sudah tidak lagi baik untuk kesehatan manusia. Dengan semakin banyaknya asap
yang dihasilkan oleh pabrik dan kendaraan, semakin buruk pula keadaan udara di perkotaan di Indonesia.
Parikel-partikel yang ada dalam udara yang sangat kecil memungkinkan untuk masuk dalam proses pernafasan pada manusia dan hewan. Untuk manusia
bahaya yang ditimbulkan dari pencemaran udara adalah turunnya tingkat kecerdasan pada anak, infeksi saluran pernafasan, asma, radang paru-paru dan
penyakit mata. Oleh karena itu, untuk mengerem laju pencemaran udara diperlukan kebijakan pemerintah dalam menangani masalah pencemaran udara.