15 telah memberikan yang dibutuhkan manusia, makanan dari berbagai tumbuhan
dan hewan. Air, tanah dan udara sebagai sumber penghidupan bagi manusia telah diciptakan begitu sempurna yang tentunya memberikan kebahagian dan
kesejahteraan. Namun dalam pergumulan kehidupannya, sering kali manusia kurang memperhatikan akibat yang dilakukan terhadap alam ciptaan sehingga
banyak kerugian yang dirasakan sendiri oleh manusia. Buntaran 1996: 15 mengungkapkan: “kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh banjir, misalnya,
sering kali disebabkan oleh pengelolaan ekosistem yang salah oleh manusia”.
2. Arti Katekese Hijau
Daniel Stefanus mengemukakan pendapat Groome 2010: 39 tentang arti katekse yakni “kegiatan menggemakan kembali atau menceritakan kembali cerita
iman Kristen yang telah diberi tahu”. Kegiatan menggemakan cerita iman Kristen membentuk sebuah komunitas yang memungkinkan terjadi komunikasi iman.
Lalu 2007: 12 mendeskripsikan katekese ialah “komunikasi iman atau tukar pengalaman iman penghayatan iman antara anggota jemaat atau kelompok”. Di
satu sisi Lalu juga mengemukakan pandangan Hardawiryana, yakni katekese merupakan kegiatan seluruh umat “Katekese oleh umat, dari umat dan untuk
umat”. Lalu 2007: 10. Dengan paham katekese sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seluruh umat,
maka katekese hijau juga merupakan gerakan pembinaan iman yang lakukan oleh seluruh umat Kristiani untuk peduli pada alam ciptaan. Senada dengan paham di
atas beberapa kali Magisterium Gereja Katolik mengajak dan menghimbau agar manusia menyadari aneka masalah lingkungan hidup. Ajakan yang dikeluarkan
16 oleh Vatikan memang sangat relevan dan sangat baik bila dilaksanakan. Di
Indonesia, ajakan serupa juga dilakukan oleh pihak Gereja yang diterbitkan dalam surat gembala KWI 2001 tentang lingkungan hidup. Inti pembicaraan tersebut
ialah keadaan tanah air yang semakin hari semakin memperihatinkan. Menyadari aneka masalah lingkungan, manusia sebagai pelaku dan korban atas kerusakan
alam ciptaan, mengajak untuk hidup bersama dalam persaudaraan sejati. Alam yang diciptakan Allah baik adanya, dengan kesuburan, kemakmuran dan
kesejahteraan. Menanggapi ajakan dan seruan dari Magisterium Gereja Katolik dan Surat
Gembala KWI di atas, Paroki Santo Thomas Rasul Bedono dengan kesadaran akan keberadaan lingkungan yang sudah terkontaminasi oleh kegiatan manusia
yang merugikan telah memikirkan bentuk kegiatan umat yang peduli pada lingkungan. Kegiatan yang dilakukan oleh umat paroki ini pada akhirnya diartikan
sebagai katekese hijau. Katekese hijau diartikan sebagai kegiatan pembinaan iman yang dilakukan oleh seluruh umat untuk menyadari dan menanggapi kehadiran
Kristus dalam lingkungan hidup yang pada akhirnya menjadikan manusia berperilaku baik dan peduli terhadap bumi beserta isinya sebagai tempat
tinggalnya. Pokok permasalahan dalam katekese hijau adalah masalah lingkungan yang mengalami kerusakan yang merugikan manusia. Kerinduan akan hijaunya
alam menjadi tujuan akhir dari proses pembinaan iman ini yang disertai dengan perubahan sikap manusia terhadap lingkungannya. Hijau diartikan sebagai warna
bumi, penyembuhan fisik, kelimpahan, keajaiban, tanaman dan pohon, kesuburan, pertumbuhan, muda, kesuksesan, pembaharuan, daya tahan, keseimbangan,
17 ketergantungan dan persahabatan. Dari pemahaman kata hijau inilah katekese
hijau digunakan untuk pembiaan iman umat melalui komunikasi iman yang akhirnya membawa umat pada sebuah aksi nyata untuk mengembalikan warna
yang identik dengan bumi, yakni hijau yang juga berarti lestari. Ketika penulis melakukan wawancara, Patricius Hartono sebagai Pastor
paroki mengungkapkan berbagai kegiatan yang dilakukan dalam katekese hijau di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono. Dalam penuturannya tersebut, katekese hijau
dibagi menjadi dua kegiatan, yakni alam dibawa ke Gereja dan Gereja dibawa ke alam. Alam dibawa ke Gereja berarti segala apa yang dimiliki di wilayah Bedono
terlebih hasil-hasil bumi dibawa sebagai persembahan bagi Allah sedangkan Gereja dibawa ke alam berarti Gereja melakukan kegiatan nyata yang dilakukan di
luar gedung Gereja. Sebagai contoh Gereja dibawa ke alam adalah adanya perayaan Ekaristi maupun ibadat yang dilaksanakan di alam terbuka sebagai
sarana membawa umat melihat kebesaran Tuhan yang menghidupi dan menjaga manusia melalui alam.
3. Tujuan Katekese Hijau
Dengan melihat dan merasakan langsung dampak dari kerusakan alam ciptaan saat ini, dalam wawancara Rm. Patrisius Hartono, Pr mengungkapkan
katekese hijau sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh umat untuk menjaga keutuhan alam ciptaan memiliki tujuan sebagai berikut: a. agar manusia
mengetahui fungsi alam ciptaan dan mampu mengembangkannya sebagai tuntutan moral Kristiani, b. mengembangkan hidup yang bertanggungjawab, dan, c.
prakarsa menjaga dan melesatarikan alam ciptaan.
18 a.
Manusia Mengetahui Fungsi Alam Ciptaan dan Mampu Mengembangkannya Alam ciptaan yang diberikan Allah kepada manusia untuk dipelihara seperti
yang tertulis dalam Kitab Kejadian merupakan tanggungjawab yang harus diperhatikan dengan seksama. Alam ciptaan saat ini dimengerti bukan lagi karena
fungsinya, melainkan isi dari alam tersebut yang dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, katekese hijau hendak mengajak umat agar tahu dan menyadari bahwa alam
ciptaan juga memiliki martabat yang harus dihormati. Salah satu tuntutan kepada manusia adalah memiliki rasa hormat, bukan hanya kepada sesama manusia saja,
tetapi juga kepada alam ciptaan lain baik benda hidup maupun yang mati serta tanah sebagai tempat tinggalnya.
Sunarko 2008: 143 mengungkapkan sebuah gagasan yakni “manusia tidak seenaknya saja bertindak atas alam semesta, melainkan harus menghargai inherent
value nilai bawaan yang ada dalam setiap ciptaan“. Dari ungkapan tersebut, dapat dipahami bahwa manusia harus memperlakukan alam ciptaan sebagai
subyek yang harus dihormati. Alam ciptaan harus mendapat penghormatan khusus dari manusia. Dengan rasa hormat itulah manusia tidak bisa berbuat semaunya
sendiri. Chang 2008: 69 mengungkapkan sebuah gagasan bagaimana seharusnya
manusia bertindak terhadap alam ciptaan, yakni “sebagai bagian kecil dari seluruh sistem ekologis, manusia memang seharusnya bertanggungjawab atas tindakannya
terhadap diri, sesama, dan lingkungan hidup”. Dari gagasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sistem kehidupan, manusia tidak dapat betindak
19 semaunya sendiri, melainkan perlu memikirkan mahluk lainnya dan
lingkungannya jika tidak mau ekosistem yang sudah ada menjadi rusak. Dengan katekese hijau, perubahan cara pandang manusia tentang alam
ciptaan akan terwujud. Manusia meninggalkan pemikiran lama yang memandang alam semesta hanya dari sudut pandang manusia saja yang berarti manusia
sebagai pusat atas alam ciptaan dan memandang alam ciptaan yang lain harus mengabdi kepada manusia.
b. Mengembangkan Budaya Hidup yang Bertanggungjawab
Sunarko 2008: 179 mengungkapkan pandangan Raymundus Sudhiarsa bahwa “manusia pada umumnya berpikiran pendek dan hampir selalu memikirkan
keuntungan dan kepentingan diri sendiri”. Pandangan Raymundus Sudhiarsa menegasakan bahwa sifat egoisme ada dalam diri setiap manusia. Selain itu, dapat
dipahami pula bahwa kebiasaan acuh terhadap lingkungan dengan alasan apapun selalu ada dalam kehidupan manusia yang mencari keuntungan untuk dirinya
sendiri. Sunarko juga mengemukakan pandangan Raymundus Sudhiarsa yang
mengungkapkan bahwa melihat dari sudut historis, telah lama berkembang pemahaman “manusia adalah pusat dari segala alam ciptaan antroposentrisme
dan ketidakpedulian terhadap kelestarian lingkungan Ekologi” 2008: 179. Pola pikir seperti itu masih saja terjadi dalam diri manusia yang terlihat dari sikap masa
bodoh, walaupun dampaknya sungguh terasa. Berdasarkan tindakan manusia yang hanya memikirkan keuntungan dan kepentingan pribadi, katekese hijau mengajak
seluruh umat untuk merubah cara pandang terhadap alam ciptaan dengan
20 menempatkan diri manusia sebagai bagian ciptaan lainnya. Hidup dengan respek
dan sikap bijak terhadap alam ciptaan merupakan dua hal yang harus dihidupi oleh manusia mulai saat ini. Hidup respek mengartikan bahwa manusia
semestinya tidak menggunakan alam ciptaan sebagai kepuasan untuk mencari keuntungan, melainkan menunjukkan sikap peduli terhadap keberadaan
lingkungan dengan berani bertanggungjawab atas apa yang sudah dilakukan terhadap alam ciptaan. Sedangkan bijak lebih menekankan pada pengambilan
keputusan yang sekiranya tidak merugikan semua ciptaan Allah. c.
Prakarsa Menjaga dan Melestarikan Alam Ciptaan. Manusia saat ini sudah berhadapan dengan berbagai masalah lingkungan
hidup. Masalah pencemaran air, udara polusi, sampah, tanah longsor, banjir, cuaca ekstrim dan lain sebagainya merupakan masalah-masalah yang ada di
hadapan manusia. Maka yang saat mendesak adalah tindakan nyata dalam menjaga keutuhan alam ciptaan.
Pentingnya penegakan rentetan norma dan peraturan universal dalam menyelamatkan dan pelestarian lingkungan hidup sama sekali tidak dapat
diabaikan, sebab norma dan peraturan akan memberikan arahan dan malah menuntut manusia kepada tindakan yang semestinya Chang, 2001: 107.
Dari pernyataan di atas, Chang mengajak manusia untuk hidup sesuai dengan aturan yang sudah ada. Mematuhi aturan sebagai sebuah keharusan dalam
menciptakan alam ciptaan yang lestari. Sikap manusia yang sering merusak dan tidak mematuhi aturan menjadi penyebab rusaknya alam ciptaan dan inilah yang
menjadi perhatian khusus untuk merubah sikap dan tindakan manusia.
21 Gereja melalui seruan dari Vatikan dan Gereja-gereja lokal mengajak umat
untuk kembali mengagumi alam ciptaan sebagai karya Allah yang agung. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia tanggal 1-5 November 2010
dengan tema “Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”, mendorong Gereja untuk lebih berkomitmen dalam
mewujudkan aksi solidaritas. Dalam salah satu butir Pernyataan Akhir dan Rekomendasi, para Waligereja menekankan pentingnya pelayanan
pastoral untuk para petani, nelayan, buruh, kelompok yang terabaikan dan terpinggirkan serta upaya pemeliharaan lingkungan hidup Ekopastoral no.
19
Jelas bahwa semua anggota Gereja harus melibatkan diri untuk menjadi pionir dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan menjaga dan
melestarikan alam ciptaan. Gereja harus menjadi yang terdepan dalam menanggapi dan menanggulangi masalah alam ciptaan yang memprihatinkan ini
melalui pelayanan-pelayanan pastoralnya baik melalui pendidikan, penyuluhan dan tindakan nyata
dalam menjaga keutuhan alam ciptaan.
4. Isi Katekese Hijau
Dalam memahami isi katekese hijau, penulis terlebih dahulu akan memaparkan apa yang terjadi di bumi sebagai tempat tinggal manusia. Berkaitan
dengan pemahaman seperti itu, penulis akan menjabarkan juga mengenai warta Kitab Suci atas alam ciptaan serta memperdalam tugas manusia sebagai mahluk
berbudi yang ditugaskan oleh Allah untuk memelihara bumi. Secara terperinci penulis akan memaparkan sebagai berikut.
a. Krisis Ekologi
Chang mengungkapkan istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu. Maka ekologi diartikan
22 “sebagai sebuah ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan
juga sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup”. 2001: 13. Sekarang krisis ekologi terjadi di mana-mana, bukan hanya di Indonesia saja. Masing-
masing kerusakan alam ciptaan memiliki ciri-ciri tersendiri baik karena ciri geografisnya, ras, budaya dan etnis, politik dan pemeritahan suatu negara. PBB
Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai lembaga internasional dan tahta Suci Vatikan telah memikirkan cara mengatasi masalah lingkungan hidup ini.
Komisi Teologi KWI memuat pandangan Hadisumarta 2008: 53 yakni “Allah memberikan akal budi ratio untuk memikirkan pemeliharaan,
pengelolaan dan pemanfaatan bumi sebagai tempat tinggalnya oikos”. Ungkapan di atas menjelaskan bahwa manusia memiliki hak untuk mengolah dan
memanfaatkan bumi untuk kelangsungan hidupnya. Tetapi kenyataannya saat ini, manusia meninggalkan tugas untuk memelihara bumi. Manusia juga diberikan
iman fides agar manusia mampu mengenal Allahnya dan kehendakNya untuk membawa manusia pada kebahagiaan seperti yang direncanakanNya. Dalam
Perjanjian Lama Allah mewahyukan diri melalui para nabi untuk rencana keselamatannya hingga disempurnakan oleh puteraNya dalam Perjanjian Baru
yaitu Yesus Kristus. Selain itu, Komisi Teologi KWI 2008: 54 juga mengemukakan pandangan
Hadisumarta, yakni “ajaran Kitab Suci mengajak manusia untuk menghadapi masalah lingkungan hidup atau ekologi dengan berusaha dan melihat, membaca,
memahami dan bertindak sesuai dengan terang cahaya Kitab Suci”.
23 Sabda Allah dalam Kitab Suci telah menyadarkan bahwa alam ciptaan perlu
diperhatikan melaui tindakan nyata. Untuk menyelamatkan alam ciptaan, ajakan atau seruan dari tahta suci Vatikan maupun PBB sebagai lembaga dunia perlu
dilaksanakan dengan tindakan nyata. b.
Warta Kitab Suci atas Alam Ciptaan Kenyataan bahwa alam ciptaan sebagai tempat tinggal manusia semakin hari
semakin rusak. Penggundulan hutan, pencemaran air, tanah dan udara terjadi di mana-mana. Akibatnya dari semua itu adalah kehidupan manusia merasa tidak
bahagia dan sejahtera. Selain itu, aneka satwa juga mengalami kepunahan. Dewasa ini disadari pula bahwa keterkaitan antara kehidupan rohani dan
jasmani semakin kurang mendapat perhatian. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya manusia yang berkegiatan dan kurang memperhatikan sisi rohaninya.
Hal-hal kerohanian akhir-akhir ini jarang dibicarakan, padahal dalam hal-hal rohani itulah banyak terdapat sumber tradisi ajaran yang kaya tentang bumi, yang
tertulis dalam Kitab Kejadian 2:15 “Tuhan menempatkan manusia di taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara”, Deutero-Yesaya 45:8 “Baiklah
bumi membukakan diri dan bertunaskan keselamatan, dan baiklah ditumbuhkannya keadilan Akulah TUHAN yang menciptakan semuanya ini.,
dan Mazmur 25:13 “Orang itu sendiri akan menetap dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan mewarisi bumi”. Dengan pemikiran seperti itu, timbullah
pemikiran tentang teologi baru yang menitikberatkan pada masalah-masalah bumi tempat tinggal manusia yang dimulai oleh pemikiran Pierre Teihard de Chardin SJ
1881-1955 dan Komisi Teologi KWI 2008: 56 yang berpendapat bahwa jarak
24 perhatian dunia manusia dan dunia alam diperdekat. Dengan pemahaman tentang
masalah lingkungan yang mendesak, Komisi Teologi KWI mengungkap pandangan Hadisumarta yakni “timbullah usaha menyusun suatu teologi baru
tentang ciptaan, sebagai hasil kerja sama kreatif antar para filsuf, teolog, ilmuwan, cendikiawan dan para penganut tradisi rohani Ibrani dan Kristen” 2008: 56.
Pemahaman yang baru dalam memahami sabda Allah yang disusun oleh para cendikiawan diharapakan membawa perubahan dalam memahami fungsi alam
ciptaan, bukan hanya untuk dijadikan tempat tinggal semata dengan menguras isinya, tetapi yang lebih tepat mengajak untuk memelihara alam ciptaan.
c. Manusia Ditugaskan Memelihara Bumi
Tugas memelihara, mengurus dan mengelola bumi diturunkan oleh Allah kepada manusia seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian. Tanggungjawab
diberikan kepada laki-laki maupun perempuan Kej 1:28 Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-
ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan ada hubungan yang erat antara
manusia dan bumi. Manusia baik perempuan maupun laki-laki harus “mengusahakan dan memeliharanya”. Wewenang yang diberikan Allah kepada
manusia membuat manusia tidak bisa berbuat semuanya sendiri, karena setiap ciptaan Allah memiliki hubungan yang tidak mungkin terpisahkan. Dalam Kej
1:29-30 tertulis sabda Allah yaitu: Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji
di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan
25 segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa,
Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya. Kutipan tersebut menjelaskan ada hubungan ekosistem antara manusia dan
ciptaan yang harus terus menerus dipelihara untuk kelangsungan hidup manusia dan ciptaan lainnya.
d. Hidup yang Harmonis
Sangat disayangkan dengan hadirnya jaman modern seperti saat ini, yang ditandai berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membuat tanah milik
Allah menjadi rusak. Manusia tidak bertanggungjawab atas perintah Allah dan melanggar perjanjian dengan Allah. Bagi orang kaya, atau yang berkecimpung
dalam industri pertanian, pertambangan, perminyakan dan sebagainya dicambuk oleh keinginan untuk berkuasa dan memperoleh hasil yang sebesar-besarnya.
Kehadiran ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa keberuntungan dan kesejahteraan bagi manusia. Terbukti, hadirnya pengetahuan
dan teknologi yang modern, tanah, air, dan udara mengalami kehancuran walaupun tidak semua ilmu pengetahuan dan teknologi ikut terlibat langsung
terhadap kerusakan lingkungan, tetapi dapat dikatakan sebagian besar sumbangan ilmu-ilmu tersebut berperan dalam kerusakan alam ciptaan. Dalam Im 25:4-7
dijelaskan bahwa semua butuh istirahat, bukan hanya manusia yang butuh waktu istirahat untuk memuliakan Tuhan, tetapi semua ciptaan juga butuh istirahat.
Tanah dan air butuh istirahat.
26
5. Pelaku Katekese Hijau
Kehidupan umat Kristiani tidak lepas dari katekese. Katekese dimengerti sebagai komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat,
yang bersaksi tentang iman mereka. Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara
pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih mamahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi pun pola kehidupan kelompok;
jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok basis, maupun di sekolah atau perguruan tinggi Lalu, 2007: 92.
Dari penjelasan di atas, sangat tepat dinyatakan pelaku katekese adalah umat
itu sendiri. Umat adalah pemilik katekese, begitu pula katekese hijau merupakan milik seluruh umat yang berkumpul dan berkomunikasi tentang alam ciptaan
sebagai salah satu upaya untuk memahami Kristus sebagai pilihan yang diimaninya. Pelaku katekese tidak hanya dilaksanakan oleh katekis semata,
melainkan semua anggota Gereja. Katekese tidak menuntut pengelompokan umat yang khusus, setiap kesempatan berkumpul di dalam lingkup apa pun juga dapat
dilaksanakannya katekese. Katekese hijau tidak menuntut orang berkumpul dalam satu ruangan khusus untuk membahas satu topik tertentu. Katekese hijau dapat
dilakukan di lingkungan tempat tinggal dengan melaksanakan gerakan hijau sebagai perwujudan iman tanpa meninggalkan Kristus sebagai pokok katekese itu
sendiri. PKKI II merumuskan katekese sebagai komunikasi iman Lalu, 2008: 94.
Setiap umat memiliki hak untuk mendengarkan dan mengungkapkan sebagai sumbangan pengalaman imannya. Dalam berkatekese, perlu
dibangun suasana tobat, artinya meninggalkan nafsu untuk mencari kedudukan dan gengsi, serta tidak meremehkan apa yang disampaikan oleh
anggota katekese tersebut
27 Rumusan di atas secara jelas memberikan pemahaman mengenai pelaku
katekese. Katekese dimengerti sebagai milik semua umat dan tidak ada pengecualian. Dalam berkatekese, semua dianggap sama tidak ada yang dibeda-
bedakan, baik suku, budaya, harta dan kedudukan. Yang perlu dibangun melalui katekese ialah sikap tobat untuk memperoleh pembaruan dalam hidup.
Dalam Seri Dokumen Gerejawi 2014: 70 yang berjudul Lingkungan Hidup, Paus Yohanes Paulus II menyampaikan sebuah gagasan, sbb:
Menempatkan kesejahteraan manusia di pusat kepedulian terhadap lingkungan merupakan jalan paling aman untuk mempelihara ciptaan;
karena dengan itu kesadaran akan tanggungjawab setiap orang terhadap sumber daya alam serta pemanfaatannya yang bijaksana diperkuat.
Gagasan Paus Yohanes Paulus II tersebut mengajak semua orang untuk peduli pada lingkungan. Peduli berarti bersikap bijaksana dalam memanfaatkan
sumber daya alam. Maka katekese hijau mengajak semua umat untuk memiliki kesadaran dalam pemanfaatan sumber daya alam.
6. Meneladan Hidup Santo Fransiskus Asisi yang Mencintai Lingkungan
Hidup Kenyataan bahwa keadaan alam ciptaan mengalami perubahan ke arah yang
lebih buruk, maka baiklah bila manusia belajar dari pribadi Santo Fransiskus Asisi yang begitu mencintai dan menghormati alam ciptaan. Ketaatannya kepada Allah
membawanya pada kesadaran untuk hidup saling menghormati, bukan hanya dengan manusia saja, melainkan dengan seluruh ciptaan Allah. Tidak salah
apabila Paus Yohanes Paulus II pada tahun 29 November 1979 meneguhkan santo Fransisikus Asisi sebagai pelindung ekologi atau lingkungan hidup Chang 2001:
103.
28 Chang 2001: 103 mengungkapkan pandangan Prof. White yakni “manusia
dipanggil untuk mewujudkan kesatuan kosmik dengan jagat raya, manusia dan Tuhan yang tidak memandang diri mereka serba terpisah dari yang lain”.
Ungkapan Prof. White mengajak semua orang untuk berpandangan yang sama mengenai alam ciptaan, yakni semua yang ada di alam ini tidak mungkin
dipisahkan. Oleh karena itu, manusia sebagai mahluk berakal terpangil untuk menjadi penyatu yang ada di alam ciptaan.
Belajar dari hidup Santo Fransiskus yang mendambakan suatu persaudaraan yang mencakup semua lapisan manusia dan segala ciptaan. Maka kita dapat
belajar untuk bertingkah laku yang baik terhadap segala ciptaan dan merasa kagum.
Dalam kidung rohaninya, Gita Sang Surya, Chang juga menuliskan pandangan Santo Fransiskus, sbb:
Sebab dia menyapa segala kenyataan dengan julukan saudara-saudari. Dia memberikan kesaksian mendalam bahwa setiap ciptaan memiliki kebenaran
yang khas dan berada dalam suatu kebersamaan dengan alam semesta. Masing-masing mempunyai tempat dan perannya dalam alam semesta; ada
yang di atap bintang-gemintang, matahari, benda-benda di langit, dlsb., dikagumi keindahan, kedahsyatan, alam, dlsb dan bila perlu digunakan
dalam hidup manusia tumbuhan dan hewan 2001: 106.
Dari kidung tersebut, Fransiskus mengajak kita semua untuk menghormati semua mahluk ciptaan. Hal ini terlihat dengan sapaan Fransiskus terhadap ciptaan
lainnya, yakni menyebut saudara-saudari. Saat ini manusia kurang begitu menghargai alam ciptaan lainnya, yang dianggap saudara atau saudari hanyalah
sesama manusia saja. Kidung tersebut juga mengajarkan kepada kita semua untuk menyadari bahwa semua mahluk ciptaan sudah memiliki nilai sendiri yang harus
29 dihormati, sebab bukan manusia yang memberikan nilai tersebut melainkan Tuhan
sendirilah yang memberikannya. Maka, patutlah manusia untuk menghormatinya.
B. Hubungan Katekese Hijau dan Keutuhan Alam Ciptaan
Alam ciptaan telah mengalami perubahan yang ekstrim. Perubahan yang terjadi pada alam ciptaan merupakan buah dari tindakan manusia sendiri yang
kurang memperhatikan lingkungannya. Begitu banyak kerugian-kerugian yang dialami manusia dengan rusaknya alam ciptaan. Maka, manusia perlu memahami
hakikat alam ciptaan itu sendiri. Dalam hal ini, penulis memperdalam tentang lingkup perhatian mengenai alam ciptaan, paham tentang alam ciptaan menurut
terang Kitab Suci, manusia dan lingkungannya serta Gereja dan alam ciptaan.
1. Lingkup Perhatian Mengenai Alam Ciptaan
a. Pandangan Manusia tentang Alam Ciptaan
Berbagai pandangan manusia tentang alam ciptaan hadir sejak bumi terbentuk beserta isinya. Allah menciptakan manusia sebagai mahluk paling luhur
di antara ciptaan lainnya yang ditandai dengan akal budi sebagai ciri manusia. Dari kemampuan itu manusia memandang dirinya sebagai pengusa alam ciptaan
seperti yang tertulis “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan segala binatang yang merayap di bumi” Kej 1:28. Perintah untuk berkuasa atas segala ciptaan menjadikan manusia lupa untuk memikirkan generasi yang
akan datang. Perintah yang tertulis dalam Kejadian di atas membuat manusia berkuasa dan menghabiskan mahluk lainnya.
30 Pandangan manusia untuk berkuasa atas alam ciptaan sampai saat ini tetap
ada. Dalam bukunya, Chang mengukapkan gagasan Anderson yakni “Hingga kini masih hidup dan berkembang pikiran dan kecenderungan manusia megobjekkan
alam” 2008: 38. Manusia menempatkan dirinya sebagai pengamat alam, manusia bukan lagi menempatkan diri sebagai bagian yang ada di dalam alam.
Oleh karena itu, manusia terus berpikiran dan berpandangan bagaimana memanfaatkan alam semaksimal mungkin untuk menghasilkan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Manusia modern saat ini secara umum cenderung kurang melihat mahluk lainnya sebagai sebuah kesatuan organisme. Pandangan seperti ini
menjadikan manusia sebagai penguasa atas ciptaan lainnya yang ditandai dengan seringnya manusia memanfaatkan dan memakai mahluk ciptaan lainnya.
b. Pelebaran dan Perluasan Komunitas Moral
Semua mahluk hidup yang ada di jagat raya akan mengalami perkembangan. Dalam perkembangan itu, semua makhluk memiliki fungsi dan
kedudukan tersendiri, maka dapat dikatakan bahwa semua makhluk yang ada memiliki status moral. Dengan menyandang status moral inilah akan muncul
perhatian untuk masa depan atau generasi yang akan datang. Komunitas moral tidak boleh berhenti pada diri manusia saja melainkan mencakup semua mahluk
yang ada di jagad raya ini, karena semua yang ada di jagat raya merupakan satu kesatuan yang tunggal. Chang 2008: 39 mengemukakan ”yang akan mendapat
pertimbangan moral bukan hanya manusia, melainkan semua makhluk ciptaan” Sebagai kesatuan tunggal, semua mahluk mendapat status moral yang tidak
hanya bergantung pada manusia. Manusia sebagai mahluk berakal setidaknya
31 menghormati dan menghargai keberadaan mahluk lainnya sebagai sebauh
kesatuan.
c. Dampak Tindakan Manusia
Perilaku manusia menimbulkan dampak, pengaruh dan konsekuensi. Dengan demikian, manusia semestinya berpikir ulang ketika mau melakukan
sebuah tindakan, apalagi bila tindakan itu menyangkut keberadaan sesama dan lingkungan. Dalam hal ini Chang 2008: 40 menegaskan “Pertimbangan mesti
dilakukan sambil memperhatikan masa depan generasi mendatang”. Semua tindakan memerlukan pertimbangan yang matang. Memang
perkembangan teknologi saat ini berkembang dengan pesat dan membantu manusia dalam melakukan tindakan, namun tidak dipungkiri juga bahwa
pertimbangan yang dilakukan dengan bantuan teknologi dapat salah atau meleset. Oleh karena itu perlu pertimbangan yang matang dan seksama ketika melakukan
sebuah tindakan yang berkaitan dengan sesama dan lingkungan.
d. Norma-norma Moral
Untuk memikirkan kehidupan generasi yang akan mendatang, perlu dipikirkan dan dikembangkan norma-normal moral objektif agar manusia
bertanggungjawab. “Sebagai aturan yang mengandung rentetan nilai hakiki, norma moral berperan kunci dalam dunia lingkungan hidup” Chang 2008: 40.
Norma-norma moral yang dihasilkan oleh refleksi pengalaman manusia digambarkan sebagai prinsip umum dalam hidup manusia. Dalam hidup sehari-
hari, norma berfungsi ganda, yakni mengatur keputusan yang akan diambil
32 sesorang sebelum bertindak dan yang kedua norma memberikan penilaian atas
tindakan yang telah dilakukan oleh manusia. Dengan norma-norma moral tersebut, sebagai mahluk sosial semestinya manusia juga memperhatikan
kehidupan di sekitar lingkungan sebab manusia tidak hidup sendiri dan hidup hanya untuk diri sendiri.
e. Keputusan Politik
Dunia politik juga ikut ambil bagian dalam kelangsungan lingkungan melalui keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Maka, keputusan
yang dikeluarkan haruslah bermanfaat untuk semua, bukan hanya untuk sebagian kelompok kecil saja. “Segala bentuk KKN Korupsi, Kolusi dan Nepotisme harus
disingkirkan, sebab KKN merupakan virus sosial yang akan meremukkan ekologi yang bersih, benar dan jujur” Chang, 2008: 41. Beliau bermaksud agar lembaga
hukum yang mengawasi penerapan Undang-undang Lingkungan Hidup harus konsisten dalam menjalankan tugasnya, agar KKN benar-benar hilang dan
lingkungan yang asri terus terjaga dengan baik dan terus lestari.
2. Paham tentang Alam Ciptaan Menurut Kitab Suci
Sekarang ini kehidupan manusia sudah dihadapakan pada kenyataan lingkungan yang rusak yang sewaktu-waktu menjadi ancaman bagi kehidupan
manusia sendiri. Bila keadaan yang bersifat mendesak seperti ini tidak segera dibenahi, kemungkinan besar terjadi kehancuran yang hebat yang akan dirasakan
manusia. Oleh karena itu, perlu adanya keasadaran dalam diri manusia dalam memahami maksud Allah menciptakan alam semesta sebagai tempat tinggal
33 manusia. Dengan keadaan yang seperti ini, perlu adanya sebuah refleksi yang
dalam mengenai pandangan tentang alam ciptaan menurut terang Kitab Suci. Dalam Kej 1-3 tertulis “Dan Allah melihat, semua itu baik”. Pemahaman
mengenai alam ciptaan hendaknya bersumber dari sabda Allah sebagai pencipta yang menjadikan semua ciptaan baik adanya, semua terlihat baik. Setelah Allah
menciptakan langit, bumi, laut dan segala isinya, Allah menciptaka pria dan wanita. Dalam sabda selanjutnya, ada tertulis “Maka Allah melihat segala yang
dijadikanNya itu, sungguh amat baik” Kej 1:31. Allah memberikan kemampuan yang lebih kepada Adam dan Hawa
dibandingkan dengan ciptaan lainnya yang pada hakikatnya membedakan manusia dengan ciptaan lainnya. Kisah tersebut menegaskan bagaimana seharusnya
manusia menciptakan relasi yang baik dengan ciptaan lainnya. Kej 1:28 menegaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, oleh
karena itu manusia diberikan tugas untuk melaksanakan kekuasaan atas alam ciptaan dengan bijaksana dan penuh cinta. Apabila tugas itu tidak dilaksanakan
dengan baik, maka keharmonisan yang diperintahkan oleh Allah akan rusak dan manusia akan jatuh dalam dosa, sebab manusia merusak rencana Allah sendiri.
Orang Kristiani percaya bahwa peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus menggenapkan karya perdamaian antara manusia dan Bapa. Surat Paulus kepada
jemaat di Kolose 1:1-19 menegaskan bahwa Kristus berkenan memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya, baik yang ada di bumi maupun yang surga,
sesudah Yesus mengadakan perdamian oleh darah salib Kristus. Setelah peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus, lantas ciptaan dijadikan baru Why 21:5. Surat
34 Paulus kepada jemaat di Roma 8:21 menggambarkan bahwa ciptaan takhluk
kepada dosa dan kebinasaan, maka sekarang memperoleh kehidupan baru sambil menantikan langit dan bumi baru yang di dalamnya terdapat kebenaran 2 Pet 3:
13. Surat Paulus kepada jemaat di Efesus 1:9 menegaskan bahwa Bapa telah menyatakan rahasia kehendakNya kepada kita, yakni rencana kerelaan yang
ditetapkanNya dari semua dalam Kristus, sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu yang baik
yang di surga maupun yang di bumi. Terang Kitab Suci telah membantu kita untuk menyadari betapa Allah
sungguh baik kepada manusia. Oleh karena itu, manusia harus menyadari dan berperilaku baik kepada segala ciptaan Allah dengan menciptakan suatu relasi
yang harmonis. Apabila kedaan seperti sekarang ini terus terjadi dan berlanjut, maka tidak ada kedamaian di bumi dan tidak ada kedamaian dengan Allah.
Ketidakdamaian yang tercipta seperti saat ini pada akhirnya akan menjadikan manusia merana. Hos 4:3 menggambarkan sebuah peristiwa yang akan terjadi bila
tidak ada kedamaian, yakni “sebab itu negeri ini akan berkabung, dan seluruh penduduk akan merana; juga binatang-binatang di padang dan burung-burung di
udara bahkan ikan-ikan di laut akan mati lenyap”. Penderitaan manusia harus dihentikan dengan cara memperbaiki sikap dan moral terhadap segala ciptaan
Allah untuk mendapat kedamian di bumi dan di surga.