17 ketergantungan dan persahabatan. Dari pemahaman kata hijau inilah katekese
hijau digunakan untuk pembiaan iman umat melalui komunikasi iman yang akhirnya membawa umat pada sebuah aksi nyata untuk mengembalikan warna
yang identik dengan bumi, yakni hijau yang juga berarti lestari. Ketika penulis melakukan wawancara, Patricius Hartono sebagai Pastor
paroki mengungkapkan berbagai kegiatan yang dilakukan dalam katekese hijau di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono. Dalam penuturannya tersebut, katekese hijau
dibagi menjadi dua kegiatan, yakni alam dibawa ke Gereja dan Gereja dibawa ke alam. Alam dibawa ke Gereja berarti segala apa yang dimiliki di wilayah Bedono
terlebih hasil-hasil bumi dibawa sebagai persembahan bagi Allah sedangkan Gereja dibawa ke alam berarti Gereja melakukan kegiatan nyata yang dilakukan di
luar gedung Gereja. Sebagai contoh Gereja dibawa ke alam adalah adanya perayaan Ekaristi maupun ibadat yang dilaksanakan di alam terbuka sebagai
sarana membawa umat melihat kebesaran Tuhan yang menghidupi dan menjaga manusia melalui alam.
3. Tujuan Katekese Hijau
Dengan melihat dan merasakan langsung dampak dari kerusakan alam ciptaan saat ini, dalam wawancara Rm. Patrisius Hartono, Pr mengungkapkan
katekese hijau sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh umat untuk menjaga keutuhan alam ciptaan memiliki tujuan sebagai berikut: a. agar manusia
mengetahui fungsi alam ciptaan dan mampu mengembangkannya sebagai tuntutan moral Kristiani, b. mengembangkan hidup yang bertanggungjawab, dan, c.
prakarsa menjaga dan melesatarikan alam ciptaan.
18 a.
Manusia Mengetahui Fungsi Alam Ciptaan dan Mampu Mengembangkannya Alam ciptaan yang diberikan Allah kepada manusia untuk dipelihara seperti
yang tertulis dalam Kitab Kejadian merupakan tanggungjawab yang harus diperhatikan dengan seksama. Alam ciptaan saat ini dimengerti bukan lagi karena
fungsinya, melainkan isi dari alam tersebut yang dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, katekese hijau hendak mengajak umat agar tahu dan menyadari bahwa alam
ciptaan juga memiliki martabat yang harus dihormati. Salah satu tuntutan kepada manusia adalah memiliki rasa hormat, bukan hanya kepada sesama manusia saja,
tetapi juga kepada alam ciptaan lain baik benda hidup maupun yang mati serta tanah sebagai tempat tinggalnya.
Sunarko 2008: 143 mengungkapkan sebuah gagasan yakni “manusia tidak seenaknya saja bertindak atas alam semesta, melainkan harus menghargai inherent
value nilai bawaan yang ada dalam setiap ciptaan“. Dari ungkapan tersebut, dapat dipahami bahwa manusia harus memperlakukan alam ciptaan sebagai
subyek yang harus dihormati. Alam ciptaan harus mendapat penghormatan khusus dari manusia. Dengan rasa hormat itulah manusia tidak bisa berbuat semaunya
sendiri. Chang 2008: 69 mengungkapkan sebuah gagasan bagaimana seharusnya
manusia bertindak terhadap alam ciptaan, yakni “sebagai bagian kecil dari seluruh sistem ekologis, manusia memang seharusnya bertanggungjawab atas tindakannya
terhadap diri, sesama, dan lingkungan hidup”. Dari gagasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sistem kehidupan, manusia tidak dapat betindak