Katekese hijau sebagai wujud keterlibatan umat dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang.

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi KATEKESE HIJAU SEBAGAI WUJUD KETERLIBATAN

UMAT DALAM UPAYA MENJAGA KEUTUHAN ALAM CIPTAAN DI PAROKI

SANTO THOMAS RASUL BEDONO KABUPATEN SEMARANG dipilih karena

model katekese seperti ini terbilang baru dan sangat relevan untuk jaman sekarang.

Melihat keadaan alam ciptaan yang begitu memprihatinkan saat ini, umat mulai

menyadari pentingnya menjaga alam ciptaan sebagai sebuah tuntutan moral. Salah

satu upaya yang dilakukan untuk menjaga keutuhan alam ciptaan yakni dengan mulai

melaksanakan gerakan hijau. Berangkat dari hadirnya katekese hijau sebagai model

dan cara baru dalam berkatekese, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu umat

sebagai pelaku katekese hijau dapat semakin giat menghidupi katekese model ini. Hal

lain juga dimaksudkan agar pembaca skripsi ini mampu menyadari pentingnya

menjaga keutuhan alam ciptaan yang pada akhirnya melaksanakan aksi nyata untu

menjaga keutuhan alam ciptaan

Yang menjadi pokok persoalan dalam skripsi ini bagaimana katekese hijau

dapat meningkatkan kesadaran umat dalam meningkatkan dan mengelola keutuhan

alam ciptaan. Paroki Santo Thomas Rasul Bedono sebagai salah satu paroki yang ada

di bawah Keuskupan Agung Semarang (KAS) memiliki satu arah pastoral yang

berisikan melestarikan lingkungan hidup. Untuk mengkaji lebih mendalam persoalan

di atas, penulis melakukan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen

Gereja, pemikiran para tokoh mengenai katekese dan lingkungan hidup. Dalam

rangka memperoleh data mengenai pelaksanaan kegiatan katekese hijau di paroki

Santo Thomas Rasul Bedono, penulis melakukan penelitian dengan cara pengamatan,

menyebarkan angket yang diperkuat dengan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umat memerlukan pengayaan

tentang ajaran Gereja sebagai dasar keterlibatan umat dalam upaya menjaga keutuah

alam ciptaan. Untuk menanggapi hal tersebut, maka penulis mengusulkan katekese

yang dikemas dalam bentuk sarasehan untuk mendalami ajaran Gereja mengenai

alam ciptaan. Kegiatan ini dilakukan agar membatu umat menghayati, memotivasi

dan memaknainya. Pada akhirnya umat semakin menghayati panggilannya sebagai

penjaga alam ciptaan.


(2)

ABSTRACT

THE GREEN CATECHESIS AS PARISHIONERS PARTICIPATION IN

PRESERVING THE CREATED NATURE IN ST. THOMAS APOSTLE PARISH,

BEDONO, SEMARANG is chosen as the title of the thesis because this catechesis is

fairly new and relevant to be applied in this era. Looking the anxious circumtances of

nature today, parishioners start to realize the importance of preserving nature as a

moral demand. One of the efforts in preserving nature is by starting the green

movement. Departing from the presence of green catechesis as a new way to

cachectic, this thesis aims to help parishioners live this green catechesis and be the

actors of it. Besides, this thesis also intends to help the readers to realize the

importance of preserving the whole created nature. At the end, they are expected to

make concrete actions in term of efforts to preserve the whole created nature.

The main problem of this thesis is how the presence of green catechesis is able

to increase parishioners awareness especially in preserving nature.

St. Thomas

Apostle Parish Bedono is one of the parish in Archdiocese of Semarang which has a

programmatic concern which is to preserve the environment. Therefore, in order to

examine the problem deeper, the writer conducted a library study which used some

main sources such as the Holy Bible, Church documents, and some figures’ thought

about the catechesis and environment. Meanwhile, in order to gather data about the

implementation of green catechesis in St. Thomas Apostle Parish Bedono, the writer

conducted a study by observing and distributing questionnaires which were

strengthened by interviews.

The research shows that parishioners need the deep understanding about the

created nature as part of Church teaching. In order to answer the problem, the writer

proposes a catechesis in form of informal discussion about the created nature as part

of the Church teaching. This activity as held to help parishioners comprehend,

motivate, and interpret it. Finally, this activity aims to help parishioners understand

their vocations as the preserver of the created nature.

   


(3)

  KAT DALAM SAN Program   TEKESE H M UPAYA M

NTO THOM

Diaj M m Studi Ilm

PR KEKHU FAKULT HIJAU SEB MENJAGA MAS RASU

S

jukan untu Memperole mu Pendidi Corn ROGRAM USUSAN P JURUSA TAS KEGU UNIVERS Y i AGAI WU A KEUTUH UL BEDON  

S K R I

uk Memenu h Gelar Sa ikan Kekhu               Oleh nelius Agus NIM: 1111 STUDI ILM ENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGYAKA 2015 UJUD KETE HAN ALAM NO KABUP

P S I

uhi Salah Sa arjana Pend ususan Pen   : s Sumarno 124031 MU PEND AN AGAM PENDIDIK AN ILMU NATA DHA ARTA 5 ERLIBATA M CIPTAA PATEN SE atu Syarat didikan ndidikan A IDIKAN MA KATOL KAN PENDIDIK ARMA AN UMAT AN DI PAR

MARANG gama Kato LIK KAN T ROKI olik 


(4)

SKRIPSI

KATEKESE HIJAU SEBAGAI WUJUD KETERLIBATAN UMAT

DALAM UPAYA MENJAGA KEUTUHAN

ALAM

CIPTAAN

DI PAROKI SANTO

THOMAS

RASUL

BEI}ONO

KABUPATEN SEMARANG

Oleh:

Cornelius Agus Sumarno

NIM:

llll2403l

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

4t


(5)

(6)

iv  

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini kupersembahkan

kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

kepada Kedua Orang Tuaku atas dukungan, motivasi dan doa


(7)

v  

MOTTO

“Segala sesuatu diciptakan melalui Dia dan untuk Dia”


(8)

(9)

(10)

viii  

ABSTRAK

Judul skripsi KATEKESE HIJAU SEBAGAI WUJUD KETERLIBATAN UMAT DALAM UPAYA MENJAGA KEUTUHAN ALAM CIPTAAN DI PAROKI SANTO THOMAS RASUL BEDONO KABUPATEN SEMARANG dipilih karena model katekese seperti ini terbilang baru dan sangat relevan untuk jaman sekarang. Melihat keadaan alam ciptaan yang begitu memprihatinkan saat ini, umat mulai menyadari pentingnya menjaga alam ciptaan sebagai sebuah tuntutan moral. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga keutuhan alam ciptaan yakni dengan mulai melaksanakan gerakan hijau. Berangkat dari hadirnya katekese hijau sebagai model dan cara baru dalam berkatekese, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu umat sebagai pelaku katekese hijau dapat semakin giat menghidupi katekese model ini. Hal lain juga dimaksudkan agar pembaca skripsi ini mampu menyadari pentingnya menjaga keutuhan alam ciptaan yang pada akhirnya melaksanakan aksi nyata untu menjaga keutuhan alam ciptaan

Yang menjadi pokok persoalan dalam skripsi ini bagaimana katekese hijau dapat meningkatkan kesadaran umat dalam meningkatkan dan mengelola keutuhan alam ciptaan. Paroki Santo Thomas Rasul Bedono sebagai salah satu paroki yang ada di bawah Keuskupan Agung Semarang (KAS) memiliki satu arah pastoral yang berisikan melestarikan lingkungan hidup. Untuk mengkaji lebih mendalam persoalan di atas, penulis melakukan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen Gereja, pemikiran para tokoh mengenai katekese dan lingkungan hidup. Dalam rangka memperoleh data mengenai pelaksanaan kegiatan katekese hijau di paroki Santo Thomas Rasul Bedono, penulis melakukan penelitian dengan cara pengamatan, menyebarkan angket yang diperkuat dengan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umat memerlukan pengayaan tentang ajaran Gereja sebagai dasar keterlibatan umat dalam upaya menjaga keutuah alam ciptaan. Untuk menanggapi hal tersebut, maka penulis mengusulkan katekese yang dikemas dalam bentuk sarasehan untuk mendalami ajaran Gereja mengenai alam ciptaan. Kegiatan ini dilakukan agar membatu umat menghayati, memotivasi dan memaknainya. Pada akhirnya umat semakin menghayati panggilannya sebagai penjaga alam ciptaan.


(11)

ix  

ABSTRACT

THE GREEN CATECHESIS AS PARISHIONERS PARTICIPATION IN PRESERVING THE CREATED NATURE IN ST. THOMAS APOSTLE PARISH, BEDONO, SEMARANG is chosen as the title of the thesis because this catechesis is fairly new and relevant to be applied in this era. Looking the anxious circumtances of nature today, parishioners start to realize the importance of preserving nature as a moral demand. One of the efforts in preserving nature is by starting the green movement. Departing from the presence of green catechesis as a new way to cachectic, this thesis aims to help parishioners live this green catechesis and be the actors of it. Besides, this thesis also intends to help the readers to realize the importance of preserving the whole created nature. At the end, they are expected to make concrete actions in term of efforts to preserve the whole created nature.

The main problem of this thesis is how the presence of green catechesis is able to increase parishioners awareness especially in preserving nature. St. Thomas Apostle Parish Bedono is one of the parish in Archdiocese of Semarang which has a programmatic concern which is to preserve the environment. Therefore, in order to examine the problem deeper, the writer conducted a library study which used some main sources such as the Holy Bible, Church documents, and some figures’ thought about the catechesis and environment. Meanwhile, in order to gather data about the implementation of green catechesis in St. Thomas Apostle Parish Bedono, the writer conducted a study by observing and distributing questionnaires which were strengthened by interviews.

The research shows that parishioners need the deep understanding about the created nature as part of Church teaching. In order to answer the problem, the writer proposes a catechesis in form of informal discussion about the created nature as part of the Church teaching. This activity as held to help parishioners comprehend, motivate, and interpret it. Finally, this activity aims to help parishioners understand their vocations as the preserver of the created nature.

 


(12)

x  

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan karena rahmatMu telah mengantarkan penulis pada ketenangan, ketekunan dan kejernihan pikiran untuk menyelesaikan skiripsi yang berjudul “Katekese Hijau Sebagai Wujud Keterlibatan Umat Dalam Upaya Menjaga Keutuhan Alam Ciptaan Di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang”. Skirpsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Skirpsi ini lahir karena keprihatinan penulis terhadap alam ciptaan yang mengalami kerusakan. Kerusakan alam yang terjadi merupakan potret nyata keadaan manusia yang hampir tidak merasakan kebahagian dan kesejahteraan melalui alam ciptaan yang diciptakan begitu sempurna oleh Allah. Dalam skirpsi ini, penulis telah berjumpa dengan umat di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono yang tergerak hatinya untuk peduli pada lingkungannya melaui katekese hijau.

Skripsi ini terselesaikan karena banyak dukungan dari orang-orang yang ikut ambil bagian dalam pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan rasa terima kasih penulis akan menghadirkan kembali nama-nama yang sangat berharga sebagai berikut:

1. Rm. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ. M. Ed selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma, dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing akademik. Terima kasih telah membimbing dengan begitu


(13)

xi  

murah hati dan sabar dengan segala pengertian, waktu dan pemikiran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Rm. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji kedua yang telah memberikan banyak perhatian, semangat dan dukungan selama penulis menjalanni studi di Prodi IPPAK.

3. Bapak Drs. L. Bambang Hendarto Y., M. Hum selaku dosen penguji ketiga yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas semangat yang sudah diberikan kepada penulis.

4. Rm. Patricius Hartono, Pr selaku pastor paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendalami katekese hijau yang dikembangkan di paroki ini. Terima kasih pula untuk masukan dan tempat yang layak selama melaksanakan penelitian skripsi ini.

5. Segenap umat lingkungan Herman Yosef Sodong dan kelompok paguyuban Biji Sesawi yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu kelancaran penulisan skripsi ini dengan mengisi angket yang diberikan oleh penulis. 6. Segenap Romo, Bapak dan Ibu dosen dan seluruh staf karyawan Prodi

IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran studi dengan teladan dan ilmu yang diberikan.

7. Kepada Bapak dan Ibuku yang selalu memberikan dukungan doa, semangat, motivasi dan finansial dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga Yustinus Tyasmanto yang telah memberikan dukungan, doa, dan tempat yang nyaman selama menyelesaikan skripsi ini.


(14)

(15)

xiii  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II POKOK-POKOK KATEKESE HIJAU DAN URGENSINYA... 12

A. Pokok-pokok Katekse hijau ... 13

1. Latar Belakang Katekese Hijau ... 13

2. Arti Katekese Hijau ... 15

3. Tujuan Katekese Hijau ... 17

4. Isi Katekese Hijau …... 21

5. Pelaku Katekese Hijau …... 26

6. Meneladan Hidup Santo Fransiskus yang Mencintai Lingkungan Hidup ... 27


(16)

xiv  

B. Hubungan Katekese Hijau dan Keutuhan Alam Cipataan ... 29

1. Lingkup Perhatian tentang Alam Ciptaan ... 29

2. Paham tentang Alam Ciptaan Menurut Kitab Suci ... 32

3. Manusia dan Lingkungannya ... ... 35

4. Gereja dan Alam Ciptaan ... ... 36

C. Urgensi Katekese Hijau dalam Upaya Menjaga Keutuhan Alam Ciptaan ... 38

1. Kerusakan Alam Ciptaan Semakin Terlihat Sacara Global ... 38

2. Praktik Hidup yang Merusak ... 40

3. Tekanan Tanggungjawab Moral Terhadap Pelestarian Lingkungan ... 45

4. Menciptakan Kehidupan yang Selaras dengan Kehendak Allah ... 47

BAB III KEGIATAN PAROKI SANTO THOMAS RASUL BEDONO DALAM UPAYA MENJAGA KEUTUHAN ALAM CIPTAAN ... 48

A. Gambaran Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang ... 48

1. Letak Geografis Paroki ... 48

2. Sejarah Menjadi Paroki Mandiri Paroki Santo Thomas Rasul Bedono ... 50

3. Data Umat dan Kewilayahan ... 52

4. Situasi Paroki Santo Thomas Rasul Bedono ... 54

5. Menjadi Gereja yang semakin Membumi Di Tengah-tengah Masyarakat ... 56

a. Iman yang Semakin Mendalam ... 56

b. Iman yang Melestarikan Bumi ... 57

c. Iman yang Membudaya ... 57

d. Iman yang Peduli ... 58

e. Gereja sebagai Pelopor Perubahan dalam Masyarakat ... 58

B. Penelitian tentang Partisipasi Umat Paroki Santo Thomas Rasul Bedono dalam Upaya Menjaga Keutuhan Alam Ciptaan ... 60

1. Desain Penelitian ... 60


(17)

xv  

b. Tujuan Penelitian ... 62

c. Jenis Penelitian ... 62

d. Instrumen Pengumpulan Data ... 63

e. Responden Penelitian ... 64

f. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

g. Variabel Penelitian ... 64

2. Laporan Hasil Penelitian dan Tehnik Pembahasan ... 66

a. Identitas Responden ... 67

b. Tingkat Persepsi Umat Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Mengenai Katekese Hijau ... 70

c. Gambaran Pelaksanaan Katekese Hijau di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono ... 77

d. Dampak Pelaksanaan Katekese Hijau terhadap Keutuhan Alam Ciptaan ... ... 83

3. Laporan dan Pembahasan Hasil Wwancara terhadap Kelompok Paguyuban Biji Sesawi Paroki Santo Thomas Rasul Bedono ... 89

a. Identitas Responden ... 89

b. Arti dan Tujuan Katekese Hijau ... 90

c. Gambaran Pelaksanaan Katekese Hijau ... 91

d. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Katekese Hijau Terhadap Alam Ciptaan ... 93

4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 95

5. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 100

BAB IV USULAN PROGRAM KEGIATAN PENINGKATAN PARTISIPASI UMAT PAROKI SANTO THOMAS RASUL BEDONO DALAM MENJAGA KEUTUHAN ALAM CIPTAAN MELALUI KATEKESE HIJAU ... 103

A. Latar Belakang Program ... 103

B. Tujuan Program ... 104

C. Usulan Program ... 105

D. Bentuk Program ... 106


(18)

xvi  

F. Satuan Persiapan (SP) ... 111

1. Satuan Persiapan (SP) 1 ... 111

2. Satuan Persiapan (SP) 2 …... 118

3. Satuan Persiapan (SP) 3 ... 127

BAB V PENUTUP ... 136

A. Kesimpulan ... 136

B. Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 140

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Angket Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Contoh Jawaban Responden ... (11)

Lampiran 4: Daftar Panduan Pertanyaan Wawancara ... (21)

Lampiran 5: Transkip Hasil Wawancara ... (21)

Lampiran 6: Lampiran Satuan Persiapan (SP) ... (28)  


(19)

xvii  

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Teks Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.

Kej : Kejadian

Im : Imamat

Hos : Hosea

Mat : Matius

Luk : Lukas

2 Pet : 2 Petrus

Why : Wahyu

B. Singkatan Lain ARDAS : Arah Dasar

CAFOD : Catholic Agency For Overseas Development

(Asosiasi Katolik untuk pengembangan di luar negeri)

Dpl : Di atas Permukaan Laut

FAO : Food and Agriculture Organization

(Organisasi Pangan dan Pertanian) HPS : Hari Pangan Sedunia

IUP : Ijin Usaha Pertambangan


(20)

xviii  

KalTim : Kalimantan Timur

KAS : Keuskupan Agung Semarang

KKN : Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme KLH : Kementerian Lingkungan Hidup KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

MI : Media Indonesia

NTT : Nusa Tenggara Timur

PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PNS : Pegawai Negeri Sipil

PSE : Pengembangan Sosial Ekonomi

PTPN : Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

WHO : World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia) WWF : World Wide Fund For Nature

(Organisasi non-Pemerintah Internasional yang menangani tentang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan).


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerusakan lingkungan di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kerusakan lingkungan mendapat perhatian lebih dari negara melalui menteri Negara dan Lingkungan Hidup. Berikut pernyataan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup yang disampaikan di Jakarta, 8/9 2014.

Kerusakan lingkungan menjadi penyebab utama peningkatan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di sejumlah daerah. Ironisnya, kehancuran ekologi sejumlah kawasan di Tanah Air adalah karena hutan, pesisir, dan daerah aliran sungai yang dieksploitasi habis-habisan. Bahkan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya menjelaskan bahwa tahun ini angka kerusakan lingkungan di Indonesia meningkat dua persen dari tahun sebelumnya. "Angka kerusakan lingkungan di negeri ini setiap tahunnya meningkat. Jika tahun lalu kerusakannya sebesar 59 persen, maka tahun ini menjadi 61 persen," kata Balthasar di Universitas Mercu Buana, Meruya, Jakarta, Sabtu (8/9). Berdasarkan data FAO, Indonesia termasuk negara perusak hutan terbesar di dunia dengan laju kerusakan dua persen atau 1,87 juta hektare per tahun yang berarti setiap hari terjadi kerusakan hutan seluas 51 kilometer persegi. WWF dan

Greenpeace menempatkan Indonesia di peringkat tertinggi pembabatan hutan dunia dengan rekor 1,6 juta hektare per hari di Kalimantan, Papua, dan Sumatra.

Kerusakan lingkungan terus terjadi di bumi ini terlebih di bumi Indonesia yang mengalami peningkatan seperti yang telah dikatakan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Data yang disampaikan di atas semakin jelas bahwa kerusakan alam di Indonesia menempatkan diri pada urutan atas. Pembabatan hutan sepertinya sudah menjadi sebuah rumusan baku yang semua orang sudah bisa memahami apa yang akan terjadi di bumi Indonesia ini. Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup juga mengungkapkan bahwa sangat mudah menghindari


(22)

kerusakan lingkungan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi bencana yang merugikan masyarakat sendiri. Kerugian ekonomi sungguh jelas terasa dengan hancurnya alam ciptaan. Kerugian lain yang mendasar adalah hilangnya kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan ini. Kunci untuk mencegah kerusakan lingkungan adalah memberikan waktu untuk memperhatikan dan peduli lingkungan sekitar dan semakin mencintai lingkungan.

Berita kerusakan alam seperti di atas bukan lagi berita yang baru. Berita seperti ini seakan sudah menjadi topik pembicaraan di mana-mana. Berita kerusakan alam sudah terlalu sering dilihat, dibaca, disaksikan bahkan dirasakan sendiri. Seperti halnya sebuah film Burning Season karya John Frankenheimer di tahun 1994 yang mengisahkan kerusakan hutan di Brazil karena ulah manusia yang ingin mengusai hutan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari kerusakan hutan. Kerusakan hutan seperti yang dikisahkan dalam film tersebut rupa-rupanya tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di bumi Indonesia, di mana-mana terjadi kerusakan alam lingkungan. Banjir (di Jakarta, sebagian Jawa Timur) pencemaran air karena industri rumahan di Jawa Barat, penggundulan hutan di Sumatera dan Kalimantan, polusi udara, tanah longsor di Banjarnegara merupakan bencana-bencana yang sering terjadi di bumi Indonesia. Bumi Indonesia yang dijadikan sebagai paru-paru dunia mungkin sudah tidak lagi layak apabila kerusakan alam terus berlangsung.

Kebutuhan hidup manusia dan perkembangan zaman seperti kebutuhan industri yang menjadikan kekayaan alam sebagai sumber produksi juga


(23)

mempengaruhi kerusakan lingkungan. Manusia hidup dengan berbagai keinginan dan nafsu untuk berkuasa merupakan sifat manusia yang susah dikendalikan. Sifat dasar inilah yang juga mempengaruhi peribadi-pribadi manusia untuk terus berkuasa guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Sifat ini juga menimbulkan persaingan antar manusia, sehingga mau tidak mau manusia akan selalu ingin menguasai apa yang ada di hadapannya, yaitu dengan menguasai hutan, air, tanah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Persaingan yang ditimbulkan oleh sifat dasar manusia juga terus berlangsung sampai saat ini dan mungkin akan selalu terjadi.

Dengan apa manusia sekarang ini menguasi alam ciptaan? Berdirinya industri-industri dan beberapa perusahan-perusahaan juga turut andil dalam rusaknya alam ciptaan di bumi Indonesai ini. Eksploitasi kekayaan alam secara besar-besaran yang dilakukan oleh banyak perusahaan merupakan fenomena yang terus berlangsung. Memang alam menyediakan kebutuhan manusia untuk hidup sejahtera dan bahagia tetapi dengan melihat keadaan seperti saat ini, timbulah pertanyaan yang mendasar: apakah alam ciptaan masih menjadi jaminan bagi manusia dan ciptaan lainnya untuk hidup sejahtera dan bahagia?

Begitu banyak kerugian yang diakibatkan oleh perilaku munusia yang tidak wajar terhadap lingkungannya. Mengapa manusia yang menjadi penyebab terjadinya semua ini? Di manakah pertangungjawaban manusia atas kerusakan ini? Ataukah manusia semakin tidak peduli dengan lingkungan yang semakin hari menjadi tidak nyaman ini? Berbahagia dan sejahterakah manusia dengan kehidupannya saat ini?


(24)

Keraf (2014: 151) mengungkapkan sebuah gagasan, yaitu “Ada kesalahan pemahaman paradigmatik yang sudah sangat lama terjadi sepanjang perkembangan ilmu ilmu pengetahuan, khususnya ilmu ekonomi dan ekologi”. Keraf menegaskan bahwa ada kesalahan dalam memahami ilmu ekonomi dan ekologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan. Keraf juga menegaskan bahwa kedua ilmu pengetahuan ini menjadi satu kesatuan yang memiliki objek yang sama yakni rumah tangga (oikos), yang mana kedua ilmu pengetahuan tersebut tidak dapat dipisahkan. Ilmu ekonomi tidak dapat dipisahkan dari ekologi dan sebaliknya. Kesalahan pemahaman kedua ilmu ini masih terjadi sampai saat ini, di mana manusia sebagai makhluk yang berkuasa atas kekayaan alam ciptaan selalu memikirkan ekomomi yang dapat memenuhi kebutuhan hidup (keluarga) dan tidak memikirkan ilmu ekologi dengan pemahaman tempat tinggal (keluarga) saat ini dan pemahaman ekologi pada masa yang akan datang.

Dari semua peristiwa alam yang berupa bencana bagi manusia tersebut, maka dapat dilihat bagaimana manusia memperlakukan alam ciptaan. Andang Binawan (2012: 21) mengungkapkan “tiga ciri kelemahan naluriah manusia, yaitu pelupa, malas atau tidak mau repot, dan egosentris atau hanya memperhatikan kepentingan atau keselamatan diri sendiri”. Dari ungkapan Binawan dapat dipahami bahwa kelemahan naluri manusia perlu mendapat perhatian yang khusus dengan membuat gerakan habitus baru, yakni dengan disiplin diri dengan pemaksaan. Dengan disiplin diri dan pemaksaan diharapkan manusia semakin menyadari dirinya untuk menjadi manusia yang disiplin terhadap segala sesuatu, terlebih disiplin diri terhadap alam ciptaan. Pemaksaan untuk membentuk habitus


(25)

baru dengan kegiatan-kegiatan penyadaran seperti membuat gerakan peduli lingkungan dengan memberikan perhatian pada sampah yang dibuang di sungai dan memperhatikan keadaan hutan sebagai kegiatan sederhana akan meminimalisir bencana banjir yang sering dialami oleh masyarakat saat ini.

Allah menciptakan manusia dengan kemampuan lebih dibandingkankan dengan ciptaan lain ditugaskan untuk merawat alam ciptaan dengan segala aspeknya yang mengagumkan seperti langit, bumi, dan laut. Demikian yang tertulis dalam Kitab Kejadian. Kardinal Angelo Sodano dalam intervensi tentang lingkungan hidup dan pengembangan di Rio Jeneiro, Brazil (Dokumen KWI 2014: 53) menegaskan bahwa ”manusia yang menduduki tempat sentral dalam dunia diperintahnya untuk berprilaku bijaksana, tanggung jawab dan respek terhadap tatanan yang ditetapkan Allah dalam ciptaan-Nya”.

Penegasan dari Kardinal Angelo Sodano tersebut semakin jelas bahwa manusia sebagai raja haruslah bersikap bijaksana dan hormat terhadap seluruh ciptaan Allah. Berkuasa sebagai raja bukan semata-mata menghabiskan apa yang sudah diberikan tanpa memikirkan yang lain. Kenyataan yang terjadi adalah saat krisis moral yang ditandai dengan semakin menderitanya bumi karena sifat egois manusia.

Keempat Injil dengan gamblang mengisahkan beberapa peristiwa Yesus yang sungguh berkaitan dengan alam ciptaan. Kisah yang ada dalam keempat Injil begitu jelas menggambarkan bagaimana situasi alam pada waktu itu, keadaan danau yang masih terjaga dengan ditandai banyaknya ikan (Luk 5:4), pegunungan yang masih terjaga yang ditandai dengan keheningan yang sangat baik untuk


(26)

membangun sikap doa (Mat 14:23), taman yang nyaman untuk berdoa (Mat 26:36). Begitu juga dengan kedamaian yang tercipta oleh keindahan alam tempat Yesus mengajar (Luk 5:3). Jelas bahwa keberadaan alam tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Sejak semula keberadaan manusia dan alam memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan sebagai sebuah ekosistem.

Dari inspirasi Kitab Suci terlebih keempat Injil Tuhan dan seruan dari Tahta Suci hendaknya ditanggapi dengan serius dan dilaksanakan secara nyata untuk sebuah perubahan pada masa sekarang dan masa depan. Perwujudan iman tidak terhenti pada membaca dan mengerti pesan-pesan dalam Kitab Suci maupun pemahaman pada seruan-seruan dari Tahta Suci Vatikan belaka. Perwujudan iman memerlukan tindakan nyata. Tindakan yang membawa manusia memiliki hubungan yang lebih intim dengan Allah yang tercermin dengan saling menghargai segala ciptaan Allah, bumi beserta isinya.

Paroki Santo Thomas Rasul Bedono merupakan salah satu dari beberapa Paroki yang ada di bawah naungan Keuskupan Agung Semarang yang menyadari pentingnya memperhatikan lingkungan hidup demi masa yang akan datang. Paroki ini telah memulai gerakan hijau sejak tahun 2013 berdasarkan arah dasar Keuskupan Agung Semarang (KAS) yang berisikan empat pilar utama yang salah satunya berisikan tentang pelestarian lingkungan. Dengan keadaan lingkungan yang sudah banyak dipengaruhi oleh bahan-bahan kimia, paroki mengembangkan gerakan ini dengan visinya, yaitu “Gereja yang Semakin Membumi (2013), Membumi dan Membudaya (2014) dan Mengembangkan Budaya Hidup (2015)”.


(27)

Dengan visinya tersebut Gereja Paroki Santo Thomas Rasul Bedono ingin mengaktualisasikan arah dasar Keuskupan Agung Semarang.

Gerakan hijau yang telah dilaksanakan di paroki Santo Thomas Rasul Bedono dimulai sejak tahun 2013 oleh Rm. Patricius Hartono, Pr yang menganggap pentingnya memperhatikan tempat tinggal saat ini dan memikirkan masa yang akan datang. Gereja menanggapi baik gerakan ini dan dijadikan sebagai salah satu program dewan paroki yang berada dalam naungan bidang pewartaan. Oleh karena itu, gerakan hijau dilakukan untuk membantu umat menyadari pentingnya menjaga alam ciptaan dengan penuh tanggungjawab. Menyadari kehadiran Kristus di dalam lingkungan hidup manusia merupakan salah satu bentuk perwujudan iman. Maka, katekese hijau diartikan sebagai kegiatan pembinaan iman yang dilakukan oleh seluruh umat untuk menyadari dan menanggapi kehadiran Kristus melalui alam ciptaan yang pada akhirnya menjadikan manusia berperilaku baik dan peduli terhadap bumi beserta isinya sebagai tempat tinggalnya

Sebagai mahasiswa Kateketik, penulis merasa kerusakan alam ciptaan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Laju kerusakan alam ciptaan harus dihentikan dengan cara membangun sikap cinta dan tanggungjawab terhadap lingkungan yang dimulai dari dalam diri setiap manusia. Maka melaui tulisan yang berjudul “Katekese Hijau sebagai Wujud Keterlibatan Umat dalam Upaya Menjaga Keutuhan Alam Ciptaan di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang”, penulis mengajak semua pembaca tulisan ini untuk memberikan waktu memperhatikan alam ciptaan dengan gerakan cinta dan peduli lingkungan


(28)

untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan katekese hijau dan urgensinya bagi keutuhan alam ciptaan?

2. Sejauh mana umat Paroki Santo Thomas Rasul Bedono terlibat aktif dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan?

3. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh umat Paroki Santo Thomas Rasul Bedono untuk meningkatkan keutuhan dan keindahan alam ciptaan?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapat gambaran katekese hijau serta urgensinya dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan.

2. Mengetahui sejauh mana umat Paroki Santo Thomas Rasul Bedono aktif dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan.

3. Merumuskan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh umat dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan.

D. Manfaat Penulisan

Dengan melihat, merasakan dan menyadari berbagai masalah ligkungan hidup yang pada saat ini kurang memberikan kebahagian dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia, maka dengan tulisan ini penulis menyediakan sumbangan


(29)

pemikiran program berupa usulan katekese hijau yang bertujuan untuk memberikan penyadaran bagi umat paroki Santo Thoams Rasul Bedono Kabupaten Semarang untuk semakin mencintai lingkungan hidupnya dan secara luas untuk seluruh pembaca tulisan ini. Manfaat tulisan ini secara terperinci sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

Melalui tulisan ini, penulis semakin menyadari bahwa alam ciptaan perlu perhatian yang lebih di jaman sekarang ini. Oleh karena itu, melalui tulisan ini pula penulis semakin yakin bahwa katekese hijau akan sangat membantu penulis untuk berkarya di manapun tempatnya nanti sebagai upaya untuk kembali mengupayakan keberadaan alam ciptaan yang membahagiakan dan menyejahterakan umat.

b. Bagi Umat di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono

Melalui tulisan ini, umat paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang sudah memiliki panduan katekese hijau baik dari segi teologis maupun dari segi ekologisnya.

c. Bagi semua pembaca pada umumnya

Melalui tulisan ini, pembaca akan semakin menyadari betapa rusaknya dan menderitanya lingkungan hidup saat ini. oleh karena itu, tulisan ini mengajak semua pembaca untuk memberikan waktu untuk lingkungan atau alam ciptaan.


(30)

E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif analitis. Dalam tulisan ini penulis akan memberikan gambaran tentang katekese hijau, menjelaskan serta memberikan pemahaman tentang katekese hijau dan urgensinya dengan cara studi pustaka yang juga akan diperkuat dengan adanya penelitian kualitatif di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penulis akan terjun langsung dalam kegiatan-kegiatan katekese hijau dan melaksanakan penelitian kualitatif di Paroki yang bersangkutan. Melalui data yang yang diperoleh, penulis mencoba mengalisis dan merumuskan sumbangan pemikiran kegiatan yang bertujuan untuk memotivasi umat dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan.

F. Sistematika Penulisan

Pada bab I, penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II membahas katekese hijau sebagai wujud keterlibatan umat dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan di paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang. Bab ini berisi pokok-pokok katekese hijau yang meliputi latar belakang katekese hijau, arti katekese hijau, tujuan katekese hijau, isi katekese hijau, pelaku katekese hijau dan umat yang semakin meneladan hidup Santo Fransiskus yang mencintai lingkungan hidup. Selain itu juga akan dijabarkan mengenai hubungan katekese hijau dan keutuhan alam ciptaan. Pada pembahasan ini diperdalam dengan kajian tentang lingkup perhatian akan alam


(31)

ciptaan, paham tentang alam ciptaan menurut Kitab Suci, manusia dan lingkungannya, dan Gereja dan alam ciptaan. Kemudian urgensi katekese hijau yang meliputi kerusakan alam ciptaan semakin terlihat secara global, praktik hidup yang merusak, tekanan tanggungjawab moral terhadap lingkungan dan menciptakan kehidupan yang selaras dengan kehendak Allah.

Bab III memberikan gambaran paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang yang berisikan letak Geografis paroki, sejarah paroki, data umat dan kewilayahan, situasi paroki dan gambaran paroki yang menjadi Gereja semakin membumi di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya penelitian yang meliputi rencana penelitian, laporan hasil penelitian dan teknik pembahasan, laporan hasil wawancara, pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan hasil penelitian.

Bab IV membahas program kegiatan peningkatan parrtisipasi umat dalam menjaga keutuhan alam ciptaan. Bab ini memaparkan latar belakang program, tujuan program, usulan program, bentuk program, matriks program dan satuan persiapan program.

Bab V berisikan penutup yang mencakup dua bagian. Bagian pertama membahas kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi serta didukung oleh data hasil penelitian. Bagian kedua berisikan saran yang ditujukan kepada kelompok Biji Sesawi.

       


(32)

BAB II

POKOK-POKOK KATEKESE HIJAU DAN URGENSINYA

Pada bab sebelumnya, penulis telah memaparkan latar belakang penulisan topik katekese hijau, rumusan masalah yang digunakan, tujuan penulisan karya ilmiah, manfaat penulisan yang dilihat dari beberapa sudut pandang, metode penulisan dan sisitematika yang akan digunakan untuk mengembangkan tulisan ini. Pada bab II ini, penulis akan membahas secara mendalam katekese hijau dalam tiga bagian, yakni: pokok-pokok katekese hijau, hubungan katekese hijau dan keutuhan alam ciptaan serta urgensi katekese hijau dalam upaya menjaga keutuhan alam ciptaan.

Secara keseluruhan bab ini berisikan kajian pustaka dari berbagai sumber yang berhubungan dengan katekese hijau, alam ciptaan dan pentingnya katekese hijau untuk saat ini. Bagian pertama berisi latar belakang adanya katekese hijau, arti katekese hijau, tujuan katekese hijau, isi katekese hijau, pelaku katekese hijau dan meneladan hidup santo Fransiskus Asisi. Pokok bahasan kedua, penulis akan memaparkan lingkup perhatian terhadap alam ciptaan, paham tentang alam ciptaan menurut Kitab Suci, manusia dan lingkungannya serta Gereja dan alam ciptaan yang akan disatukan menjadi pokok bahasan hubungan katekese hijau dan alam ciptaan. Bagian ketiga mencakup urgensi katekese hijau sebagai upaya menjaga keutuhan alam ciptaan, penulis akan memperdalam sub bab ini dengan melihat kerusakan alam ciptaan semakin terlihat secara global, praktik hidup yang merusak, tekanan tanggungjawab moral terhadap lingkungan, dan menciptakan


(33)

kehidupan yang selaras dengan kehendak Allah. Secara lengkap, penulis akan menguraikan pokok-pokok bahasan di atas sebagai berikut:

A. Pokok-Pokok Katekese Hijau

Adapun yang akan didalami dalam pokok-pokok katekese hijau adalah: latar belakang katekese hijau, arti katekese hijau, tujuan katekese hijau, pewartaan sabda Allah dan perlindungan alam ciptaan, meneladan Hidup Santo Fransiskus Asisi dan pelaku katekese hijau.

1. Latar Belakang Katekese Hijau

Kegiatan manusia yang merusak alam ciptaan terjadi hampir di setiap daerah. Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan alam ciptaan. Kebutuhan hidup yang terus meningkat dan hasil bumi yang mengalami penurunan mengakibatkan manusia berusaha mencari materi dengan cara apapun tidak terkecuali dengan merusak alam ciptaan. Memang manusia selalu membutuhkan materi, namun ada jalan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa merusak keutuhan alam ciptaan. Berdasarkan pada kasus-kasus kerusakan alam ciptaan yang terjadi di berbagai daerah, maka Gereja mulai memikirkan untuk mencari jalan keluar atas masalah kerusakan lingkungan hidup.

Menanggapi masalah alam ciptaan, Andang Binawan mengungkapkan “Kalau Takhta Suci (Vatikan) ikut berperan aktif dalam masalah ini, hal itu dilakukan sebagai kerangka upaya global. Hanya saja, peran pada level golobal ini tidak akan banyak berarti bila tidak dikuti oleh upaya-upaya pada level nasional dan akhirnya level personal” (2012: 9). Ungkapan tersebut menyadarkan kita


(34)

semua bahwa kesadaran kita sebagai umat beriman terhadap alam ciptaan belum begitu terlihat nyata. Ini juga mengartikan bahwa seruan yang diupayakan oleh Vatikan belum sampai pada pribadi-pribadi umat Kristiani. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya masalah kerusakan alam ciptaan di berbagi belahan bumi. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan nyata dalam Gereja dan seluruh umat dalam menanggulangi masalah lingkungan.

Paroki Santo Thomas Rasul Bedono merupakan salah satu dari beberapa paroki di bawah naungan Keuskupan Agung Semarang yang memiliki arah dasar pada tahun 2011-2015 yang salah satu arah dasar tersebut bersama Paroki-paroki hendak memperhatikan kelestarian alam ciptaan. Dengan arah dasar tersebut, Paroki ini memilih katekese hijau dengan berbagai kegiatan yang dikembangkan sebagai tindakan nyata untuk kembali memperhatikan alam ciptaan.

Dengan melihat kenyataan banyaknya bencana yang terjadi, banyak tokoh agama yang sudah berpikir dan bertindak untuk memulai pembaharuan cara pandang mengenai alam ciptaan. Sunarko (2008: 52) mengemukakan pandangan Paus Yohanes Paulus II, yakni: “Dalam menyaksikan kemuliaan Allah Tritunggal di dalam karya ciptaan-Nya kita harus mengagumi, merenungkan, menyanyi dan merasa terpesona”. Ungkapan dari Paus Yohanes Paulus II di atas merupakan sebuah ajakan kepada kita semua untuk terus merasa kagum terhadap alam ciptaan yang pada akhirnya akan menimbulkan tindakkan nyata untuk menjaga, merawat dan terus melestarikan alam ciptaan.

Alam ciptaan yang tercipta dengan amat baik memberikan kelangsungan kehidupan yang layak bagi manusia. Kekayaan yang terkandung di dalamnya


(35)

telah memberikan yang dibutuhkan manusia, makanan dari berbagai tumbuhan dan hewan. Air, tanah dan udara sebagai sumber penghidupan bagi manusia telah diciptakan begitu sempurna yang tentunya memberikan kebahagian dan kesejahteraan. Namun dalam pergumulan kehidupannya, sering kali manusia kurang memperhatikan akibat yang dilakukan terhadap alam ciptaan sehingga banyak kerugian yang dirasakan sendiri oleh manusia. Buntaran (1996: 15) mengungkapkan: “kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh banjir, misalnya, sering kali disebabkan oleh pengelolaan ekosistem yang salah oleh manusia”.

2. Arti Katekese Hijau

Daniel Stefanus mengemukakan pendapat Groome (2010: 39) tentang arti katekse yakni “kegiatan menggemakan kembali atau menceritakan kembali cerita iman Kristen yang telah diberi tahu”. Kegiatan menggemakan cerita iman Kristen membentuk sebuah komunitas yang memungkinkan terjadi komunikasi iman. Lalu (2007: 12) mendeskripsikan katekese ialah “komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman antara anggota jemaat atau kelompok)”. Di satu sisi Lalu juga mengemukakan pandangan Hardawiryana, yakni katekese merupakan kegiatan seluruh umat “Katekese oleh umat, dari umat dan untuk umat”. (Lalu 2007: 10).

Dengan paham katekese sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seluruh umat, maka katekese hijau juga merupakan gerakan pembinaan iman yang lakukan oleh seluruh umat Kristiani untuk peduli pada alam ciptaan. Senada dengan paham di atas beberapa kali Magisterium Gereja Katolik mengajak dan menghimbau agar manusia menyadari aneka masalah lingkungan hidup. Ajakan yang dikeluarkan


(36)

oleh Vatikan memang sangat relevan dan sangat baik bila dilaksanakan. Di Indonesia, ajakan serupa juga dilakukan oleh pihak Gereja yang diterbitkan dalam surat gembala KWI 2001 tentang lingkungan hidup. Inti pembicaraan tersebut ialah keadaan tanah air yang semakin hari semakin memperihatinkan. Menyadari aneka masalah lingkungan, manusia sebagai pelaku dan korban atas kerusakan alam ciptaan, mengajak untuk hidup bersama dalam persaudaraan sejati. Alam yang diciptakan Allah baik adanya, dengan kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan.

Menanggapi ajakan dan seruan dari Magisterium Gereja Katolik dan Surat Gembala KWI di atas, Paroki Santo Thomas Rasul Bedono dengan kesadaran akan keberadaan lingkungan yang sudah terkontaminasi oleh kegiatan manusia yang merugikan telah memikirkan bentuk kegiatan umat yang peduli pada lingkungan. Kegiatan yang dilakukan oleh umat paroki ini pada akhirnya diartikan sebagai katekese hijau. Katekese hijau diartikan sebagai kegiatan pembinaan iman yang dilakukan oleh seluruh umat untuk menyadari dan menanggapi kehadiran Kristus dalam lingkungan hidup yang pada akhirnya menjadikan manusia berperilaku baik dan peduli terhadap bumi beserta isinya sebagai tempat tinggalnya. Pokok permasalahan dalam katekese hijau adalah masalah lingkungan yang mengalami kerusakan yang merugikan manusia. Kerinduan akan hijaunya alam menjadi tujuan akhir dari proses pembinaan iman ini yang disertai dengan perubahan sikap manusia terhadap lingkungannya. Hijau diartikan sebagai warna bumi, penyembuhan fisik, kelimpahan, keajaiban, tanaman dan pohon, kesuburan, pertumbuhan, muda, kesuksesan, pembaharuan, daya tahan, keseimbangan,


(37)

ketergantungan dan persahabatan. Dari pemahaman kata hijau inilah katekese hijau digunakan untuk pembiaan iman umat melalui komunikasi iman yang akhirnya membawa umat pada sebuah aksi nyata untuk mengembalikan warna yang identik dengan bumi, yakni hijau yang juga berarti lestari.

Ketika penulis melakukan wawancara, Patricius Hartono sebagai Pastor paroki mengungkapkan berbagai kegiatan yang dilakukan dalam katekese hijau di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono. Dalam penuturannya tersebut, katekese hijau dibagi menjadi dua kegiatan, yakni alam dibawa ke Gereja dan Gereja dibawa ke alam. Alam dibawa ke Gereja berarti segala apa yang dimiliki di wilayah Bedono terlebih hasil-hasil bumi dibawa sebagai persembahan bagi Allah sedangkan Gereja dibawa ke alam berarti Gereja melakukan kegiatan nyata yang dilakukan di luar gedung Gereja. Sebagai contoh Gereja dibawa ke alam adalah adanya perayaan Ekaristi maupun ibadat yang dilaksanakan di alam terbuka sebagai sarana membawa umat melihat kebesaran Tuhan yang menghidupi dan menjaga manusia melalui alam.

3. Tujuan Katekese Hijau

Dengan melihat dan merasakan langsung dampak dari kerusakan alam ciptaan saat ini, dalam wawancara Rm. Patrisius Hartono, Pr mengungkapkan katekese hijau sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh umat untuk menjaga keutuhan alam ciptaan memiliki tujuan sebagai berikut: a. agar manusia mengetahui fungsi alam ciptaan dan mampu mengembangkannya sebagai tuntutan moral Kristiani, b. mengembangkan hidup yang bertanggungjawab, dan, c. prakarsa menjaga dan melesatarikan alam ciptaan.


(38)

a. Manusia Mengetahui Fungsi Alam Ciptaan dan Mampu Mengembangkannya Alam ciptaan yang diberikan Allah kepada manusia untuk dipelihara seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian merupakan tanggungjawab yang harus diperhatikan dengan seksama. Alam ciptaan saat ini dimengerti bukan lagi karena fungsinya, melainkan isi dari alam tersebut yang dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, katekese hijau hendak mengajak umat agar tahu dan menyadari bahwa alam ciptaan juga memiliki martabat yang harus dihormati. Salah satu tuntutan kepada manusia adalah memiliki rasa hormat, bukan hanya kepada sesama manusia saja, tetapi juga kepada alam ciptaan lain baik benda hidup maupun yang mati serta tanah sebagai tempat tinggalnya.

Sunarko (2008: 143) mengungkapkan sebuah gagasan yakni “manusia tidak seenaknya saja bertindak atas alam semesta, melainkan harus menghargai inherent value (nilai bawaan) yang ada dalam setiap ciptaan“. Dari ungkapan tersebut, dapat dipahami bahwa manusia harus memperlakukan alam ciptaan sebagai subyek yang harus dihormati. Alam ciptaan harus mendapat penghormatan khusus dari manusia. Dengan rasa hormat itulah manusia tidak bisa berbuat semaunya sendiri.

Chang (2008: 69) mengungkapkan sebuah gagasan bagaimana seharusnya manusia bertindak terhadap alam ciptaan, yakni “sebagai bagian kecil dari seluruh sistem ekologis, manusia memang seharusnya bertanggungjawab atas tindakannya terhadap diri, sesama, dan lingkungan hidup”. Dari gagasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sistem kehidupan, manusia tidak dapat betindak


(39)

semaunya sendiri, melainkan perlu memikirkan mahluk lainnya dan lingkungannya jika tidak mau ekosistem yang sudah ada menjadi rusak.

Dengan katekese hijau, perubahan cara pandang manusia tentang alam ciptaan akan terwujud. Manusia meninggalkan pemikiran lama yang memandang alam semesta hanya dari sudut pandang manusia saja yang berarti manusia sebagai pusat atas alam ciptaan dan memandang alam ciptaan yang lain harus mengabdi kepada manusia.

b. Mengembangkan Budaya Hidup yang Bertanggungjawab

Sunarko (2008: 179) mengungkapkan pandangan Raymundus Sudhiarsa bahwa “manusia pada umumnya berpikiran pendek dan hampir selalu memikirkan keuntungan dan kepentingan diri sendiri”. Pandangan Raymundus Sudhiarsa menegasakan bahwa sifat egoisme ada dalam diri setiap manusia. Selain itu, dapat dipahami pula bahwa kebiasaan acuh terhadap lingkungan dengan alasan apapun selalu ada dalam kehidupan manusia yang mencari keuntungan untuk dirinya sendiri.

Sunarko juga mengemukakan pandangan Raymundus Sudhiarsa yang mengungkapkan bahwa melihat dari sudut historis, telah lama berkembang pemahaman “manusia adalah pusat dari segala alam ciptaan (antroposentrisme) dan ketidakpedulian terhadap kelestarian lingkungan (Ekologi)” (2008: 179). Pola pikir seperti itu masih saja terjadi dalam diri manusia yang terlihat dari sikap masa bodoh, walaupun dampaknya sungguh terasa. Berdasarkan tindakan manusia yang hanya memikirkan keuntungan dan kepentingan pribadi, katekese hijau mengajak seluruh umat untuk merubah cara pandang terhadap alam ciptaan dengan


(40)

menempatkan diri manusia sebagai bagian ciptaan lainnya. Hidup dengan respek dan sikap bijak terhadap alam ciptaan merupakan dua hal yang harus dihidupi oleh manusia mulai saat ini. Hidup respek mengartikan bahwa manusia semestinya tidak menggunakan alam ciptaan sebagai kepuasan untuk mencari keuntungan, melainkan menunjukkan sikap peduli terhadap keberadaan lingkungan dengan berani bertanggungjawab atas apa yang sudah dilakukan terhadap alam ciptaan. Sedangkan bijak lebih menekankan pada pengambilan keputusan yang sekiranya tidak merugikan semua ciptaan Allah.

c. Prakarsa Menjaga dan Melestarikan Alam Ciptaan.

Manusia saat ini sudah berhadapan dengan berbagai masalah lingkungan hidup. Masalah pencemaran air, udara (polusi), sampah, tanah longsor, banjir, cuaca ekstrim dan lain sebagainya merupakan masalah-masalah yang ada di hadapan manusia. Maka yang saat mendesak adalah tindakan nyata dalam menjaga keutuhan alam ciptaan.

Pentingnya penegakan rentetan norma dan peraturan universal dalam menyelamatkan dan pelestarian lingkungan hidup sama sekali tidak dapat diabaikan, sebab norma dan peraturan akan memberikan arahan dan malah menuntut manusia kepada tindakan yang semestinya (Chang, 2001: 107).

Dari pernyataan di atas, Chang mengajak manusia untuk hidup sesuai dengan aturan yang sudah ada. Mematuhi aturan sebagai sebuah keharusan dalam menciptakan alam ciptaan yang lestari. Sikap manusia yang sering merusak dan tidak mematuhi aturan menjadi penyebab rusaknya alam ciptaan dan inilah yang menjadi perhatian khusus untuk merubah sikap dan tindakan manusia.


(41)

Gereja melalui seruan dari Vatikan dan Gereja-gereja lokal mengajak umat untuk kembali mengagumi alam ciptaan sebagai karya Allah yang agung.

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia tanggal 1-5 November 2010 dengan tema “Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”, mendorong Gereja untuk lebih berkomitmen dalam mewujudkan aksi solidaritas. Dalam salah satu butir Pernyataan Akhir dan Rekomendasi, para Waligereja menekankan pentingnya pelayanan pastoral untuk para petani, nelayan, buruh, kelompok yang terabaikan dan terpinggirkan serta upaya pemeliharaan lingkungan hidup (Ekopastoral no. 19)

Jelas bahwa semua anggota Gereja harus melibatkan diri untuk menjadi

pionir dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan menjaga dan melestarikan alam ciptaan. Gereja harus menjadi yang terdepan dalam menanggapi dan menanggulangi masalah alam ciptaan yang memprihatinkan ini melalui pelayanan-pelayanan pastoralnya baik melalui pendidikan, penyuluhan dan tindakan nyata dalam menjaga keutuhan alam ciptaan.

4. Isi Katekese Hijau

Dalam memahami isi katekese hijau, penulis terlebih dahulu akan memaparkan apa yang terjadi di bumi sebagai tempat tinggal manusia. Berkaitan dengan pemahaman seperti itu, penulis akan menjabarkan juga mengenai warta Kitab Suci atas alam ciptaan serta memperdalam tugas manusia sebagai mahluk berbudi yang ditugaskan oleh Allah untuk memelihara bumi. Secara terperinci penulis akan memaparkan sebagai berikut.

a. Krisis Ekologi

Chang mengungkapkan istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu


(42)

“sebagai sebuah ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup”. (2001: 13). Sekarang krisis ekologi terjadi di mana-mana, bukan hanya di Indonesia saja. Masing-masing kerusakan alam ciptaan memiliki ciri-ciri tersendiri baik karena ciri geografisnya, ras, budaya dan etnis, politik dan pemeritahan suatu negara. PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) sebagai lembaga internasional dan tahta Suci Vatikan telah memikirkan cara mengatasi masalah lingkungan hidup ini.

Komisi Teologi KWI memuat pandangan Hadisumarta (2008: 53) yakni “Allah memberikan akal budi (ratio) untuk memikirkan pemeliharaan, pengelolaan dan pemanfaatan bumi sebagai tempat tinggalnya (oikos)”.

Ungkapan di atas menjelaskan bahwa manusia memiliki hak untuk mengolah dan memanfaatkan bumi untuk kelangsungan hidupnya. Tetapi kenyataannya saat ini, manusia meninggalkan tugas untuk memelihara bumi. Manusia juga diberikan iman (fides) agar manusia mampu mengenal Allahnya dan kehendakNya untuk membawa manusia pada kebahagiaan seperti yang direncanakanNya. Dalam Perjanjian Lama Allah mewahyukan diri melalui para nabi untuk rencana keselamatannya hingga disempurnakan oleh puteraNya dalam Perjanjian Baru yaitu Yesus Kristus.

Selain itu, Komisi Teologi KWI (2008: 54) juga mengemukakan pandangan Hadisumarta, yakni “ajaran Kitab Suci mengajak manusia untuk menghadapi masalah lingkungan hidup atau ekologi dengan berusaha dan melihat, membaca, memahami dan bertindak sesuai dengan terang cahaya Kitab Suci”.


(43)

Sabda Allah dalam Kitab Suci telah menyadarkan bahwa alam ciptaan perlu diperhatikan melaui tindakan nyata. Untuk menyelamatkan alam ciptaan, ajakan atau seruan dari tahta suci Vatikan maupun PBB sebagai lembaga dunia perlu dilaksanakan dengan tindakan nyata.

b. Warta Kitab Suci atas Alam Ciptaan

Kenyataan bahwa alam ciptaan sebagai tempat tinggal manusia semakin hari semakin rusak. Penggundulan hutan, pencemaran air, tanah dan udara terjadi di mana-mana. Akibatnya dari semua itu adalah kehidupan manusia merasa tidak bahagia dan sejahtera. Selain itu, aneka satwa juga mengalami kepunahan.

Dewasa ini disadari pula bahwa keterkaitan antara kehidupan rohani dan jasmani semakin kurang mendapat perhatian. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya manusia yang berkegiatan dan kurang memperhatikan sisi rohaninya. Hal-hal kerohanian akhir-akhir ini jarang dibicarakan, padahal dalam hal-hal rohani itulah banyak terdapat sumber tradisi ajaran yang kaya tentang bumi, yang tertulis dalam Kitab Kejadian (2:15) “Tuhan menempatkan manusia di taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara”, Deutero-Yesaya (45:8) “Baiklah bumi membukakan diri dan bertunaskan keselamatan, dan baiklah ditumbuhkannya keadilan! Akulah TUHAN yang menciptakan semuanya ini.", dan Mazmur (25:13) “Orang itu sendiri akan menetap dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan mewarisi bumi”. Dengan pemikiran seperti itu, timbullah pemikiran tentang teologi baru yang menitikberatkan pada masalah-masalah bumi tempat tinggal manusia yang dimulai oleh pemikiran Pierre Teihard de Chardin SJ (1881-1955 dan Komisi Teologi KWI 2008: 56) yang berpendapat bahwa jarak


(44)

perhatian dunia manusia dan dunia alam diperdekat. Dengan pemahaman tentang masalah lingkungan yang mendesak, Komisi Teologi KWI mengungkap pandangan Hadisumarta yakni “timbullah usaha menyusun suatu teologi baru tentang ciptaan, sebagai hasil kerja sama kreatif antar para filsuf, teolog, ilmuwan, cendikiawan dan para penganut tradisi rohani Ibrani dan Kristen” (2008: 56). Pemahaman yang baru dalam memahami sabda Allah yang disusun oleh para cendikiawan diharapakan membawa perubahan dalam memahami fungsi alam ciptaan, bukan hanya untuk dijadikan tempat tinggal semata dengan menguras isinya, tetapi yang lebih tepat mengajak untuk memelihara alam ciptaan.

c. Manusia Ditugaskan Memelihara Bumi

Tugas memelihara, mengurus dan mengelola bumi diturunkan oleh Allah kepada manusia seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian. Tanggungjawab diberikan kepada laki-laki maupun perempuan (Kej 1:28) "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan ada hubungan yang erat antara manusia dan bumi. Manusia baik perempuan maupun laki-laki harus “mengusahakan dan memeliharanya”. Wewenang yang diberikan Allah kepada manusia membuat manusia tidak bisa berbuat semuanya sendiri, karena setiap ciptaan Allah memiliki hubungan yang tidak mungkin terpisahkan. Dalam Kej 1:29-30 tertulis sabda Allah yaitu:

Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan


(45)

segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.

Kutipan tersebut menjelaskan ada hubungan ekosistem antara manusia dan ciptaan yang harus terus menerus dipelihara untuk kelangsungan hidup manusia dan ciptaan lainnya.

d. Hidup yang Harmonis

Sangat disayangkan dengan hadirnya jaman modern seperti saat ini, yang ditandai berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membuat tanah milik Allah menjadi rusak. Manusia tidak bertanggungjawab atas perintah Allah dan melanggar perjanjian dengan Allah. Bagi orang kaya, atau yang berkecimpung dalam industri pertanian, pertambangan, perminyakan dan sebagainya dicambuk oleh keinginan untuk berkuasa dan memperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Kehadiran ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa keberuntungan dan kesejahteraan bagi manusia. Terbukti, hadirnya pengetahuan dan teknologi yang modern, tanah, air, dan udara mengalami kehancuran walaupun tidak semua ilmu pengetahuan dan teknologi ikut terlibat langsung terhadap kerusakan lingkungan, tetapi dapat dikatakan sebagian besar sumbangan ilmu-ilmu tersebut berperan dalam kerusakan alam ciptaan. Dalam Im 25:4-7 dijelaskan bahwa semua butuh istirahat, bukan hanya manusia yang butuh waktu istirahat untuk memuliakan Tuhan, tetapi semua ciptaan juga butuh istirahat. Tanah dan air butuh istirahat.


(46)

5. Pelaku Katekese Hijau

Kehidupan umat Kristiani tidak lepas dari katekese. Katekese dimengerti sebagai komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang bersaksi tentang iman mereka.

Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih mamahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi pun pola kehidupan kelompok; jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok basis, maupun di sekolah atau perguruan tinggi (Lalu, 2007: 92).

Dari penjelasan di atas, sangat tepat dinyatakan pelaku katekese adalah umat itu sendiri. Umat adalah pemilik katekese, begitu pula katekese hijau merupakan milik seluruh umat yang berkumpul dan berkomunikasi tentang alam ciptaan sebagai salah satu upaya untuk memahami Kristus sebagai pilihan yang diimaninya. Pelaku katekese tidak hanya dilaksanakan oleh katekis semata, melainkan semua anggota Gereja. Katekese tidak menuntut pengelompokan umat yang khusus, setiap kesempatan berkumpul di dalam lingkup apa pun juga dapat dilaksanakannya katekese. Katekese hijau tidak menuntut orang berkumpul dalam satu ruangan khusus untuk membahas satu topik tertentu. Katekese hijau dapat dilakukan di lingkungan tempat tinggal dengan melaksanakan gerakan hijau sebagai perwujudan iman tanpa meninggalkan Kristus sebagai pokok katekese itu sendiri.

PKKI II merumuskan katekese sebagai komunikasi iman (Lalu, 2008: 94). Setiap umat memiliki hak untuk mendengarkan dan mengungkapkan sebagai sumbangan pengalaman imannya. Dalam berkatekese, perlu dibangun suasana tobat, artinya meninggalkan nafsu untuk mencari kedudukan dan gengsi, serta tidak meremehkan apa yang disampaikan oleh anggota katekese tersebut


(47)

Rumusan di atas secara jelas memberikan pemahaman mengenai pelaku katekese. Katekese dimengerti sebagai milik semua umat dan tidak ada pengecualian. Dalam berkatekese, semua dianggap sama tidak ada yang dibeda-bedakan, baik suku, budaya, harta dan kedudukan. Yang perlu dibangun melalui katekese ialah sikap tobat untuk memperoleh pembaruan dalam hidup.

Dalam Seri Dokumen Gerejawi (2014: 70) yang berjudul Lingkungan Hidup, Paus Yohanes Paulus II menyampaikan sebuah gagasan, sbb:

Menempatkan kesejahteraan manusia di pusat kepedulian terhadap lingkungan merupakan jalan paling aman untuk mempelihara ciptaan; karena dengan itu kesadaran akan tanggungjawab setiap orang terhadap sumber daya alam serta pemanfaatannya yang bijaksana diperkuat.

Gagasan Paus Yohanes Paulus II tersebut mengajak semua orang untuk peduli pada lingkungan. Peduli berarti bersikap bijaksana dalam memanfaatkan sumber daya alam. Maka katekese hijau mengajak semua umat untuk memiliki kesadaran dalam pemanfaatan sumber daya alam.

6. Meneladan Hidup Santo Fransiskus Asisi yang Mencintai Lingkungan Hidup

Kenyataan bahwa keadaan alam ciptaan mengalami perubahan ke arah yang lebih buruk, maka baiklah bila manusia belajar dari pribadi Santo Fransiskus Asisi yang begitu mencintai dan menghormati alam ciptaan. Ketaatannya kepada Allah membawanya pada kesadaran untuk hidup saling menghormati, bukan hanya dengan manusia saja, melainkan dengan seluruh ciptaan Allah. Tidak salah apabila Paus Yohanes Paulus II pada tahun 29 November 1979 meneguhkan santo Fransisikus Asisi sebagai pelindung ekologi atau lingkungan hidup Chang (2001: 103).


(48)

Chang (2001: 103) mengungkapkan pandangan Prof. White yakni “manusia dipanggil untuk mewujudkan kesatuan kosmik dengan jagat raya, manusia dan Tuhan yang tidak memandang diri mereka serba terpisah dari yang lain”. Ungkapan Prof. White mengajak semua orang untuk berpandangan yang sama mengenai alam ciptaan, yakni semua yang ada di alam ini tidak mungkin dipisahkan. Oleh karena itu, manusia sebagai mahluk berakal terpangil untuk menjadi penyatu yang ada di alam ciptaan.

Belajar dari hidup Santo Fransiskus yang mendambakan suatu persaudaraan yang mencakup semua lapisan manusia dan segala ciptaan. Maka kita dapat belajar untuk bertingkah laku yang baik terhadap segala ciptaan dan merasa kagum.

Dalam kidung rohaninya, Gita Sang Surya, Chang juga menuliskan pandangan Santo Fransiskus, sbb:

Sebab dia menyapa segala kenyataan dengan julukan saudara-saudari. Dia memberikan kesaksian mendalam bahwa setiap ciptaan memiliki kebenaran yang khas dan berada dalam suatu kebersamaan dengan alam semesta. Masing-masing mempunyai tempat dan perannya dalam alam semesta; ada yang di atap (bintang-gemintang, matahari, benda-benda di langit, dlsb., dikagumi (keindahan, kedahsyatan, alam, dlsb) dan bila perlu digunakan dalam hidup manusia (tumbuhan dan hewan) ( 2001: 106).

Dari kidung tersebut, Fransiskus mengajak kita semua untuk menghormati semua mahluk ciptaan. Hal ini terlihat dengan sapaan Fransiskus terhadap ciptaan lainnya, yakni menyebut saudara-saudari. Saat ini manusia kurang begitu menghargai alam ciptaan lainnya, yang dianggap saudara atau saudari hanyalah sesama manusia saja. Kidung tersebut juga mengajarkan kepada kita semua untuk menyadari bahwa semua mahluk ciptaan sudah memiliki nilai sendiri yang harus


(49)

dihormati, sebab bukan manusia yang memberikan nilai tersebut melainkan Tuhan sendirilah yang memberikannya. Maka, patutlah manusia untuk menghormatinya.

B. Hubungan Katekese Hijau dan Keutuhan Alam Ciptaan

Alam ciptaan telah mengalami perubahan yang ekstrim. Perubahan yang terjadi pada alam ciptaan merupakan buah dari tindakan manusia sendiri yang kurang memperhatikan lingkungannya. Begitu banyak kerugian-kerugian yang dialami manusia dengan rusaknya alam ciptaan. Maka, manusia perlu memahami hakikat alam ciptaan itu sendiri. Dalam hal ini, penulis memperdalam tentang lingkup perhatian mengenai alam ciptaan, paham tentang alam ciptaan menurut terang Kitab Suci, manusia dan lingkungannya serta Gereja dan alam ciptaan.

1. Lingkup Perhatian Mengenai Alam Ciptaan a. Pandangan Manusia tentang Alam Ciptaan

Berbagai pandangan manusia tentang alam ciptaan hadir sejak bumi terbentuk beserta isinya. Allah menciptakan manusia sebagai mahluk paling luhur di antara ciptaan lainnya yang ditandai dengan akal budi sebagai ciri manusia. Dari kemampuan itu manusia memandang dirinya sebagai pengusa alam ciptaan seperti yang tertulis “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan segala binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28). Perintah untuk berkuasa atas segala ciptaan menjadikan manusia lupa untuk memikirkan generasi yang akan datang. Perintah yang tertulis dalam Kejadian di atas membuat manusia berkuasa dan menghabiskan mahluk lainnya.


(50)

Pandangan manusia untuk berkuasa atas alam ciptaan sampai saat ini tetap ada. Dalam bukunya, Chang mengukapkan gagasan Anderson yakni “Hingga kini masih hidup dan berkembang pikiran dan kecenderungan manusia megobjekkan alam” (2008: 38). Manusia menempatkan dirinya sebagai pengamat alam, manusia bukan lagi menempatkan diri sebagai bagian yang ada di dalam alam. Oleh karena itu, manusia terus berpikiran dan berpandangan bagaimana memanfaatkan alam semaksimal mungkin untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Manusia modern saat ini secara umum cenderung kurang melihat mahluk lainnya sebagai sebuah kesatuan organisme. Pandangan seperti ini menjadikan manusia sebagai penguasa atas ciptaan lainnya yang ditandai dengan seringnya manusia memanfaatkan dan memakai mahluk ciptaan lainnya.

b. Pelebaran dan Perluasan Komunitas Moral

Semua mahluk hidup yang ada di jagat raya akan mengalami perkembangan. Dalam perkembangan itu, semua makhluk memiliki fungsi dan kedudukan tersendiri, maka dapat dikatakan bahwa semua makhluk yang ada memiliki status moral. Dengan menyandang status moral inilah akan muncul perhatian untuk masa depan atau generasi yang akan datang. Komunitas moral tidak boleh berhenti pada diri manusia saja melainkan mencakup semua mahluk yang ada di jagad raya ini, karena semua yang ada di jagat raya merupakan satu kesatuan yang tunggal. Chang (2008: 39) mengemukakan ”yang akan mendapat pertimbangan moral bukan hanya manusia, melainkan semua makhluk ciptaan”

Sebagai kesatuan tunggal, semua mahluk mendapat status moral yang tidak hanya bergantung pada manusia. Manusia sebagai mahluk berakal setidaknya


(51)

menghormati dan menghargai keberadaan mahluk lainnya sebagai sebauh kesatuan.

c. Dampak Tindakan Manusia

Perilaku manusia menimbulkan dampak, pengaruh dan konsekuensi. Dengan demikian, manusia semestinya berpikir ulang ketika mau melakukan sebuah tindakan, apalagi bila tindakan itu menyangkut keberadaan sesama dan lingkungan. Dalam hal ini Chang (2008: 40) menegaskan “Pertimbangan mesti dilakukan sambil memperhatikan masa depan generasi mendatang”.

Semua tindakan memerlukan pertimbangan yang matang. Memang perkembangan teknologi saat ini berkembang dengan pesat dan membantu manusia dalam melakukan tindakan, namun tidak dipungkiri juga bahwa pertimbangan yang dilakukan dengan bantuan teknologi dapat salah atau meleset. Oleh karena itu perlu pertimbangan yang matang dan seksama ketika melakukan sebuah tindakan yang berkaitan dengan sesama dan lingkungan.

d. Norma-norma Moral

Untuk memikirkan kehidupan generasi yang akan mendatang, perlu dipikirkan dan dikembangkan norma-normal moral objektif agar manusia bertanggungjawab. “Sebagai aturan yang mengandung rentetan nilai hakiki, norma moral berperan kunci dalam dunia lingkungan hidup” (Chang 2008: 40).

Norma-norma moral yang dihasilkan oleh refleksi pengalaman manusia digambarkan sebagai prinsip umum dalam hidup manusia. Dalam hidup sehari-hari, norma berfungsi ganda, yakni mengatur keputusan yang akan diambil


(52)

sesorang sebelum bertindak dan yang kedua norma memberikan penilaian atas tindakan yang telah dilakukan oleh manusia. Dengan norma-norma moral tersebut, sebagai mahluk sosial semestinya manusia juga memperhatikan kehidupan di sekitar lingkungan sebab manusia tidak hidup sendiri dan hidup hanya untuk diri sendiri.

e. Keputusan Politik

Dunia politik juga ikut ambil bagian dalam kelangsungan lingkungan melalui keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Maka, keputusan yang dikeluarkan haruslah bermanfaat untuk semua, bukan hanya untuk sebagian kelompok kecil saja. “Segala bentuk KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) harus disingkirkan, sebab KKN merupakan virus sosial yang akan meremukkan ekologi yang bersih, benar dan jujur” (Chang, 2008: 41). Beliau bermaksud agar lembaga hukum yang mengawasi penerapan Undang-undang Lingkungan Hidup harus konsisten dalam menjalankan tugasnya, agar KKN benar-benar hilang dan lingkungan yang asri terus terjaga dengan baik dan terus lestari.

2. Paham tentang Alam Ciptaan Menurut Kitab Suci

Sekarang ini kehidupan manusia sudah dihadapakan pada kenyataan lingkungan yang rusak yang sewaktu-waktu menjadi ancaman bagi kehidupan manusia sendiri. Bila keadaan yang bersifat mendesak seperti ini tidak segera dibenahi, kemungkinan besar terjadi kehancuran yang hebat yang akan dirasakan manusia. Oleh karena itu, perlu adanya keasadaran dalam diri manusia dalam memahami maksud Allah menciptakan alam semesta sebagai tempat tinggal


(53)

manusia. Dengan keadaan yang seperti ini, perlu adanya sebuah refleksi yang dalam mengenai pandangan tentang alam ciptaan menurut terang Kitab Suci.

Dalam Kej 1-3 tertulis “Dan Allah melihat, semua itu baik”. Pemahaman mengenai alam ciptaan hendaknya bersumber dari sabda Allah sebagai pencipta yang menjadikan semua ciptaan baik adanya, semua terlihat baik. Setelah Allah menciptakan langit, bumi, laut dan segala isinya, Allah menciptaka pria dan wanita. Dalam sabda selanjutnya, ada tertulis “Maka Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat baik” (Kej 1:31).

Allah memberikan kemampuan yang lebih kepada Adam dan Hawa dibandingkan dengan ciptaan lainnya yang pada hakikatnya membedakan manusia dengan ciptaan lainnya. Kisah tersebut menegaskan bagaimana seharusnya manusia menciptakan relasi yang baik dengan ciptaan lainnya. Kej 1:28 menegaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, oleh karena itu manusia diberikan tugas untuk melaksanakan kekuasaan atas alam ciptaan dengan bijaksana dan penuh cinta. Apabila tugas itu tidak dilaksanakan dengan baik, maka keharmonisan yang diperintahkan oleh Allah akan rusak dan manusia akan jatuh dalam dosa, sebab manusia merusak rencana Allah sendiri.

Orang Kristiani percaya bahwa peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus menggenapkan karya perdamaian antara manusia dan Bapa. Surat Paulus kepada jemaat di Kolose 1:1-19 menegaskan bahwa Kristus berkenan memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya, baik yang ada di bumi maupun yang surga, sesudah Yesus mengadakan perdamian oleh darah salib Kristus. Setelah peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus, lantas ciptaan dijadikan baru (Why 21:5). Surat


(54)

Paulus kepada jemaat di Roma 8:21 menggambarkan bahwa ciptaan takhluk kepada dosa dan kebinasaan, maka sekarang memperoleh kehidupan baru sambil menantikan langit dan bumi baru yang di dalamnya terdapat kebenaran (2 Pet 3: 13). Surat Paulus kepada jemaat di Efesus 1:9 menegaskan bahwa Bapa telah menyatakan rahasia kehendakNya kepada kita, yakni rencana kerelaan yang ditetapkanNya dari semua dalam Kristus, sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu yang baik yang di surga maupun yang di bumi.

Terang Kitab Suci telah membantu kita untuk menyadari betapa Allah sungguh baik kepada manusia. Oleh karena itu, manusia harus menyadari dan berperilaku baik kepada segala ciptaan Allah dengan menciptakan suatu relasi yang harmonis. Apabila kedaan seperti sekarang ini terus terjadi dan berlanjut, maka tidak ada kedamaian di bumi dan tidak ada kedamaian dengan Allah. Ketidakdamaian yang tercipta seperti saat ini pada akhirnya akan menjadikan manusia merana. Hos 4:3 menggambarkan sebuah peristiwa yang akan terjadi bila tidak ada kedamaian, yakni “sebab itu negeri ini akan berkabung, dan seluruh penduduk akan merana; juga binatang-binatang di padang dan burung-burung di udara bahkan ikan-ikan di laut akan mati lenyap”. Penderitaan manusia harus dihentikan dengan cara memperbaiki sikap dan moral terhadap segala ciptaan Allah untuk mendapat kedamian di bumi dan di surga.


(55)

3. Manusia dan Lingkungannya

Dewasa ini krisis lingkungan sudah terjadi secara global. Menanggapi krisis lingkungan seperti ini, hal pokok yang mendesak adalah menyadari siapa sesama manusia?

Dalam penghayatan hidup rohani, tema-tema tentang antroposentris dan teosentris sudah melekat pada diri manusia sejak lama. Pada saat ini muncul kesadaran bahwa penghayatan yang bertitik tolak pada antroposentris dan teosentris terasa pincang apabila tidak disertai dengan penghayatan ekologis atau penghayatan tentang lingkungan hidup. Dari penghayatan baru inilah manusia akan semakin memahami siapa sesamanya. Bertolak dari perumpaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37) dapat dipahami krisis ekologis sama halnya dengan penderitaan orang yang turun dari Yeriko ke Yerusalem. Perumpaan itu juga memberikan pertanyaan dasar, yakni siapa sesamamu? Sunarko menegaskan bahwa “Sesama dalam konsep teologi penciptaan adalah sesama mahluk ciptaan di hadapan Sang Pencipta” (2008: 14).

Sunarko dalam hal ini menjelaskan bahwa manusia di hadapan Allah memiliki martabat yang sama sebagai mahluk ciptaan, kendati ada kelebihan yang dimiliki manusia. Di sisi lain, disadari bahwa kehidupan di bumi memiliki suatu ikatan yang kuat dalam bentuk ekosistem. Maka, untuk memahami siapa manusia dan lingkungannya, perlu diperhatikan kedudukan manusia dalam sebuah sistem.


(56)

Ked Gam lainnya, ti dalam gam yang mem memberik dengan ak manusia d sendiri, te kesatuan e

4. Gerej Dala Teologi a

dudukan man

mbar di atas idak di atas mbar di ata mbentuk su kan pengaru kal budi seb

dengan keu etapi harus ekosistem.

ja dan Alam am Gereja K alam ciptaa

nusia dalam

s menunjuk s juga tidak as menunjuk uatu ekosi uh dan su bagai kekha unggulan it memberika m Ciptaan Katolik, teo an masih m keseluruha kkan bahwa k di bawah kkan bahwa istem. Den umbangan u

asannya tida tu tidak b an sumbang ologi menge terdengar an ekosistem (s manusia b yang lain. a ada hubu ngan kata untuk unsu ak bisa lepa oleh meng gan untuk u

enai alam ci asing di t

m:

(sumber: Bu

erada di an Unsur-unsu ungan yang

lain, unsur ur-unsur la as dari unsu ggunakannya unsur-unsur iptaan kuran telinga um untara, 1996 ntara unsur-u ur yang ter

saling berk r-unsur ter ainnya. Ma ur lainya. M a untuk di

lainnya se

ng begitu k mat Katolik 6: 14) unsur rdapat kaitan rsebut anusia Maka, irinya ebagai kental. k bila


(57)

dibandingkan dengan teologi tentang Kristosentris dan anthroposentris. Teologi yang sering didengar oleh umat Katolik kurang memperhatikan masalah-masalah lingkungan. Kebanyakan teologi yang dikembangkan oleh otoritas yang berwenang (magisterium) lebih menekankan pada penderiataan manusia yang diakibatkan oleh ketidakadilan.

Gereja Katolik menyadari betapa penting teologi alam ciptaan atau lingkungan. Kesadaran ini dimulai ketika Paus Paulus VI memberikan pesan pada kesempatan pembukaan konferensi PBB di Stockholm tentang ligkungan hidup pada 01-06-1972 (Seri Dok. Gereja 2014: 19). Dalam kesempatan itu, Paus Paulus VI menyampaikan pesan bahwa manusia harus mengganti daya dorong kamajuan materiil yang sering kali buta dan brutal diganti dengan rasa hormat pada alam ciptaan sebagai satu bumi. Tidak jauh dengan Paus Paulus VI, Paus Yohanes Paulus II juga selalu mengajak manusia sebagai umat Allah untuk memperhatikan alam ciptaan. Paus Benedictus XV bersama Partiarkh Bartolomeus I dari Gererja Ortodok Yunani pada 30 November 2006 juga aktif mengkampanyekan kepedulian pada alam ciptaan sebagai tempat tinggal manusia (Seri Dok. Gereja 2014: 143).

Bersama dengan Vatikan sebagai reprentasi Gereja Katolik universal telah melakukan kegiatan-kegiatan nyata, yaitu dengan mengalokasikan sejumlah dana untuk memelihara hutan seluas 15 hektar di Hongaria. Vatikan juga melengkapi atap bangunan dengan panel tenaga surya supaya konsumsi listrik konvensional bisa dikurangi.


(58)

Gereja Katolik di Indonesia sebenarnya sudah mulai memikirkan permasalahan yang sangat memprihatinkan khususnya masalah martabat manusia dan alam ciptaan melalui surat Gembala KWI 2001 tentang Lingkungan Hidup. Dalam surat Gembala tersebut, para Uskup Indonesia mengajak seluruh umat untuk ikut serta memikirkan dan melakukan usaha-usaha nyata agar umat bertumbuh bersama menuju masyarakat yang lebih manusiawi, adil, demokratis, dan sejahtera (Seri Dok. Gereja 2014: 194)

C. Urgensi Katekese Hijau Dalam Upaya Menjaga Keutuhan Alam Ciptaan 1. Kerusakan Alam Ciptaan Semakin Terlihat Jelas Secara Global

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kerusakan lingkungan di bumi Indonesia secara khusus mengalami peningkatan yang begitu pesat. Kegiatan penggundulan hutan, penambangan, pemakaian pestisida yang berlebihan dan pengrusakan alam bawah laut sering kali menjadi pembicaraan yang tidak ada habisnya. Bila diperhatikan lebih seksama, kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia terjadi hampir di semua negara di bumi ini.

Dari data statistik, di mana sumber daya alam sedang dieksploitasi, maka proses pemiskinanpun terjadi. Dari 10.961 Izin Usaha Pertambangan, 4500 an adalalah izin eksploitasi, maka bisa dipastikan di tempat-tempat itu kemiskinan pasti akan terjadi (Gita Sang Surya, 2014: 10).

Kenyataan yang terjadi di atas menunjukkan bahwa begitu banyaknya perilaku manusia yang sifatnya merusak. Dari data itu pula dapat dipahami bahwa kegiatan seperti penambangan sebetulnya bukanlah proses penyejahteran dan kebahagian bagi manusia sendiri, melainkan sebuah pembodohan diri. Tindakan


(59)

yang tidak bertanggungjawab tersebut akan menghadirkan kemiskinan yang berkepanjangan bila masalah ini tidak segera diatasi.

Kerusakan alam ciptaan pada kenyataannya tidak selalu disebabkan oleh manusia, melainkan juga karena fenomena alam seperti gempa, gunung meletus, badai dan tsunami. Namun fenomena alam tersebut lebih kecil dampaknya dibandingkan dengan apa yang lakukan oleh manusia terhadap lingkungannya. Kerusakan alam ciptaan yang terjadi di seluruh belahan bumi berdampak langsung pada susunan ekosistem yang sudah tersusun dengan rapi. Dampak dari rusaknya susana ekosistem juga akan terasa langsung untuk semua ciptaan yang ada karena kegiatan-kegiatan manusia yang melampaui batas kemampuan lingkungan, sehingga fungsi lingkungan tidak berjalan dengan baik.

Di Indonesia, kerusakan lingkungan sudah cukup memprihatinkan. Perubahan cuaca yang ekstrim, banjir, kebakaran hutan, illegal logging,

penambangan yang tidak terkendali dan pembukaan hutan untuk area perkebunan hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia dan berbagai kasus lainnya yang merusak lingkungan. Dari salah satu situs di Internet, penulis menemukan data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2012 menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Hutan di Kalimantan, Sumatera dan Papua mengalami kerusakan yang parah dan masih banyak kerusakan yang terjadi di daerah-daerah lainnya yang tidak kalah memperihatinkan, seperti banjir di Jawa, kekeringan di wilayah NTT dan lain sebagainya. Keadaan ini menunjukkan dampak kerusakkan lingkungan sudah terasa di berbagai wilayah di Indonesia secara khusus.


(1)

BAB V

PENUTUP

Pada bagian penutup, penulis akan menyampaikan kesimpulan tulisan ini beserta saran berkaitan dengan “Katekese Hijau sebagai Wujud Keterlibatan Umat Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang”. Bagian kesimpulan berisi mengenai gagasan pokok dari keseluruhan tulisan skripsi ini dan pada bagian saran akan berisikan gagasan yang bermaksud untuk meningkatkan gairah umat Paroki Santo Thomas Rasul Bedono dalam menjaga keutuhan alam ciptaan.

A. Kesimpulan

Katekese hijau berarti kegiatan pembinaan iman yang dilakukan oleh seluruh umat untuk menyadari dan menanggapi kehadiran Kristus melalui alam ciptaan yang pada akhirnya menjadikan manusia berperilaku baik dan peduli terhadap bumi beserta isinya sebagai tempat tinggalnya. Melihat keadaan alam ciptaan yang memperihatinkan, maka katekse hijau sangat penting dilaksanakan untuk ikut ambil bagian dalam upaya mengerem laju kerusakan lingkungan. Ketidaksetabilan alam ciptaan ini dirasa perlu mendapat perhatian yang khusus agar kelestarian semua alam ciptaan kembali lestari. Katekese hijau sangat penting dilaksanakan oleh paroki-paroki mengingat keadaan alam ciptaan yang semakin rusak. Katekse hijau mendesak untuk segera dilaksankan karena kerusakan alam ciptaan sudah terjadi secara global. Kerusakan alam ciptaan bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan hampir di seluruh belahan bumi. Hal ini disebabkan oleh praktik hidup manusia yang sering merusak. Penebangan hutan, banjir,


(2)

pencemaran air, kekeringan, pencemaran udara, dan lain sebagainya merupakan dampak yang dihasilkan oleh tindakan manusia. Masalah lingkungan juga menunjukkan msalah moral. Paus Yohanes Paulus II pada hari perdamaian dunia mengungkapkan masalah kerusakan lingkungan hidup menunjukkan masalah moral manusia. Menanggapi masalah ini, diperlukan pengajaran tanggungjawab moral terhadap lingkungan. Hal ini dirasa sangat perlu guna memberikan pemahaman pada diri manusia agar tidak menggunakan alam sebagai tempat mencari keuntungan sebesar-besarnya melainkan alam ciptaan dijadikan tempat tinggal yang dapat menyejahterakan. Selain pengajaran tanggungjawab moral terhadap lingkungan, juga perlu diciptakan kehidupan yang selaras dengan kehendak Allah. Dalam hal ini, manusia sebagai penjaga keutuhan alam ciptaan harus mengembangkan sikap pengahargaan dan tanggungjawab atas tindakannya sehubungan dengan alam ciptaan.

Berdasarkan hasil penelitian, umat paroki Santo Thomas Rasul Bedono yang diwakili paguyuban Biji Sesawi telah melaksanakan katekese hijau sebagai wujud keterlibatan dalam menjaga keutuhan alam ciptaan. Banyak kegiatan yang diprakarsai oleh pastor paroki agar umat menyadari pentingnya menjaga alam ciptaan demi masa depan yang lebih baik untuk genarasi selanjutnya. Salah satu kegiatan itu adalah diadakannya pelatihan bagi kelompok Biji Sesawi dalam mengelola tanah. Hal ini dilakukan karena sebagian besar umat yang hidup di paroki ini bermatapencaharian sebagai petani. Namun, dari kegiatan katekese hijau tersebut, kebanyakan umat belum mendapatkan dasar pengetahuan mengenai


(3)

ajaran Gereja berkaitan dengan alam ciptaan yang mampu mendorong dan memotivasi umat untuk selalu melaksanakan katekese hijau.

Hasil penelitian yang menunjukan umat membutuhkan dasar pemahaman ajaran Gereja tentang alam ciptaan. Dengan pemahaman yang luas maka juga akan menambah wawasan dan keterbukaan pikiran sehingga umat akan semakin termotivasi dan memaknai ajaran Gereja tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Maka diusulkan kegiatan katekese dalam bentuk sarasehan dan pendalaman Ensiklik Ludato Si. Hal ini dirasa penting agar umat semakin mantap dan semakin menyadari bahwa menjadi Katolik juga harus siap sedia menjaga lingkungannya dengan berperilaku baik terhadap semua ciptaan Allah. Usulan pemikiran juga diharapkan agar ketekese hijau semakin tumbuh dan berkembang dan mampu mempengaruhi umat lainnya.

B. Saran

Saran berikut ditujukan kepada kelompok Biji Sesawi dan umat paroki Santo Thomas Rasul Bedono secara umum.

Kelompok Biji Sesawi telah memulai kegiatan katekese hijau yang didukung oleh semua umat dalam menjaga keutuhan alam ciptaan. Maka untuk semakin meningkatkan kegiatan menjaga keutuhan alam ciptaan disarankan beberapa hal berikut:

1. Kelompok Biji Sesawi dan umat secara umum terus melaksanakan katekese hijau sebagai wujud keterlibatanya dalam menjaga keutuhan alam ciptaan. 2. Umat melaksanakan usulan pemikiran program yang sudah dijabarkan oleh


(4)

ingin memiliki pemahaman dan dasar yang kuat mengenai alam ciptaan dari ajaran Gereja. Oleh karena itu, penting bagi umat paroki Santo Thomas Rasul Bedono untuk melaksanakannya.

3. Kelompok Biji Sesawi menjadi pelopor umat di masing-masing lingkungannya berkaitan dengan upaya menjaga keutuhan alam ciptaan.

4. Umat semakin memaknai ajaran Gereja dan semakin termotivasi dalam melaksanakan tugas menjaga alam ciptaan.

5. Semua umat yang terlibat dalam kegiatan katekese hijau saling memotivasi dan memberikan dukungan agar katekese hijau mampu mewujudkan cita-citanya, yakni menyediakan alam yang lebih baik bagi generasi mendatang.

                     


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andang Binawan, L . (2012) Gereja Katolik Indonesia di Tengah Bumi yang Memanas. Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.

Arikunto Suharsimi. 2013. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Buntara, Freddy (1996) Saudari Bumi Saudara Manusia. Yogyakarta: Kanisius Chang, William (2001) Moral Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Kanisius

Groome, Thomas H. (2010) Chritian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen (Daniel Stefanus, Penyandur). Jakarta : Gunung Mulia (Buku asli diterbitkan 1980).

JPIC-OFM (2014) Gita Sang Surya: Merusak Alam sebagai Kejahatan Manusia. Jakarta: Sekretariat JPIC-OFM Indonesia

Komisi Teologi KWI (2008). Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi. Yogyakarta: Kanisius.

KWI (1991) Sidang Paripurna Federasi Konperensi-konperensi Para Uskup Asia (FABC). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.

KWI (1996). Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius

Lalu, Yosef (2007) Katekse Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI

Leenhouwers, P (1988) Manusia dalam Lingkungannya. Jakarta: PT Gramedia Moelong, Lexy. 2007. Dasar Penelitian Kuantitatif: Perbedaan antara

Penelitian Kualititatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: PusatPastoral Bidang Pembangunan Jemaat.

______________ 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset

Resosoedarmo, S. Dkk. (1985). Pengantar Ekologi. Jakarta:

Seri Dokumen Gereja No. 92 (2014). Lingkungan Hidup. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.

Soemarwoto, Otto. (1989). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Percetakan Sapdodadi.

Sonny Keraf, A (2014) Filsafat Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Kanisius Sutrisno Hadi (2004). Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit Andi Tara, Yohanes Kristoforus (2008) Ekologi dlam Kristen dan Islam: Sebuah Perjumpaan Tranformatif Menuju Dialog Ekologis. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama

Telaumbanua, Marinus (1999) Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor

Dari Internet

http://dokumengerejakatolik.blogspot.co.id/2013/04/nota-pastoral-kwi-tahun2013.html Minggu 21 juni 2015. Pukul 14.15 WIB

http://gemaeklesia.blogspot.com/2012/06/sejarah-gereja-paroki-santo-thomas.html Minggu 21 juni 2015. Pukul 13. 53 WIB

http://indonesia.ucanews.com/2015/02/11/paus-desak-umat-beriman-lindungi-lingkungan/ 22 Juni 2015. Pukul 19:11WIB

http://mediaindonesia.com/mipagi/read/11188/Dikeruk-tapi-tidak-Dinikmati/2015/04/30 Pukul 13.19 WIB


(6)

http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lingkungan-hidup-menurut-ahli.html Pukul 21.45 WIB

http://www.pontianak.kapusin.org/2010/04/st-fransiskus-assisi-pelindung.html Pukul 19.00 WIB

http://www.pontianak.kapusin.org/2008/01/fransiskus-assisi-pencinta-damai-dan.html Pukul 19.00 WIB

http://www.pujasumarta.web.id/index.php/kwi/9-kwi/87-keterlibatan-gereja-dalam-melestarikan-keutuhan-ciptaan.23 Maret 2015. Pukul 20.15 WIB  


Dokumen yang terkait

Manfaat video siaran penyejuk imani katolik indosiar sebagai media audio-visual dalam katekese umat di lingkungan Santo Ignatius Loyola Cokrodiningratan Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta.

3 19 178

Upaya meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja di Stasi Santo Lukas, Sokaraja, Paroki Santo Yosep Purwokerto Timur, Jawa Tengah melalui katekese umat model shared christian praxis.

29 354 137

Katekese sebagai usaha untuk meningkatkan penghayatan iman umat di Lingkungan Santo Longinus Naisau B Paroki Santa Sesilia Kotafoun-Atambua.

0 6 125

Sumbangan katekese umat sebagai upaya untuk meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja di Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan.

2 16 158

Peranan sanggar anak sebagai alternatif pendampingan iman anak di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang.

0 6 225

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda stasi Gembala yang Baik Paroki Santo Yusuf Batang dalam hidup menggereja melalui katekese kaum muda.

6 40 156

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda stasi Gembala yang Baik Paroki Santo Yusuf Batang dalam hidup menggereja melalui katekese kaum muda

2 2 154

SKRIPSI POKOK PEWARTAAN PAULUS DALAM SURAT RASUL PAULUS KEPADA JEMAAT DI GALATIA UNTUK KATEKESE UMAT DI LINGKUNGAN SANTO ANTONIUS PADUA PAROKI KALASAN YOGYAKARTA

0 5 171

KETERLIBATAN KAUM AWAM DALAM TUGAS KERASULAN GEREJA SEBAGAI PENGURUS DEWAN PAROKI DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL, PRINGWULUNG, YOGYAKARTA SKRIPSI

0 8 175

Upaya menumbuhkan hidup doa dalam keluarga-keluarga kristiani umat lingkungan Santa Maria stasi Majenang paroki Santo Stefanus Cilacap melalui katekese umat - USD Repository

0 0 137