M arjinalisasi Perempuan dalam Relasi dengan Laki-laki

71 selam a ini t elah m enkonst ruksi relasi laki-laki dan perem puan sehingga perem puan m enjadi objek dan karena itu sist em pat riarki m erasa lebih berhak at as t ubuh perem puan, sehingga baik at au buruknya dit entukan oleh sist em t ersebut . Pert anyaannya, pada relasi model apa saja sist em pat riarki t elah beroperasi? Tent u banyak sekali varian yang dapat diungkap. Pada bab ini, penulis akan mencoba m em aparkan bent uk-bentuk relasi-relasi laki-laki dan perem puan lew at t em a-t ema yang diusung Djenar.

3.1 M arjinalisasi Perempuan dalam Relasi dengan Laki-laki

Adakah manusia yang m engalami penindasan yang berkali-kali? Barangkali jika disebut kan, pelacur adalah salah sat unya. Ia t idak hanya m enjadi objek laki-laki, t api juga dipandang rendah oleh kaum perempuan sendiri. Art inya, pelacur mengalami perendahan bert ubi-tubi oleh lingkungannya. Beberapa cerpen Djenar M aesa Ayu m enjadikan perem puan pekerja seks komersial PSK sebagai t okoh ut ama. Dalam beberapa cerpen ini, Djenar mencoba m engungkapkan bahw a posisi perem puan PSK tidak selalu rendah. Di balik kemarjinalannya di dalam masyarakat it u, perem puan PSK sebenarnya memiliki kuasa. Di antara beberapa cerpen t ersebut adalah “ Saya Adalah Seorang Alkoholik” disingkat SASA, “ Ting” , dan “ M andi Sabun M andi” disingkar M SM . 72 Pada cerpen SASA, kat a perempuan PSK t ersebut t idak dijelaskan secara verbal. Akan t et api, beberapa kalim at yang dinarasikan berupaya m embent uk identit as t okoh. Tak lama set elah ponsel saya akt ifkan, di layar t erpampang beberapa pesan. Baru saja hendak m embaca pesan, nada panggil berbunyi, namun membaca nama yang t ert era di layar, membuat saya enggan lant as m emut uskan unt uk memat ikannya kembali SASA, hlm. 58-59. Baru di beberapa paragraf selanjutnya, tokoh mulai ditampakkan identit asnya. Namun, penyebut an identit as t ersebut t idak berdiri sendiri, namun dikait kan dengan hal lain yang just ru m enjadi int i persoalan. Lagi-lagi, begit u banyak kemungkinan. Namun bagi saya, hanya ada sat u hal yang past i. Ia t ak akan bahagia. Karena ia akan t erlahir t anpa pernah mengenal ayahnya, t erlahir sebagai anak haram, t erlahir dari seorang pelacur SASA, hlm.59. Pada bagian di at as, t okoh ut ama bukan bermaksud untuk m enunjukkan identit asnya, t etapi ident it asnya t ersebut untuk menunjukkan hubungan dirinya dengan anak-anaknya, lebih dikait kan pada identitasnya sebagai seorang ibu. Pada “ Ting” , ident it as tokoh juga tidak digam barkan secara verbal. Pembaca hanya diajak m engkonstruksi sendiri mengenai ident itas t okoh dengan cara m engikut i tindakan tokoh, pikiran tokoh, sert a pandangan orang-orang di sekit arnya mengenai tokoh. Judul “ Ting” yang berasosiasi pada bunyi bel di set iap pem berhent ian lift juga memberikan dampak psikologis pada t erbent uknya persepsi mengenai tokoh. Ting Pint u elevat or t erbuka. Ia masuk dan langsung mem encet sebuah t ombol. Elevat or segera meluncur ke baw ah. Suara t ing secar a ot omat is berbunyi di set iap pergant ian lant ai. Suara t ing yang begit u akrab di pendengarannya selam a lima t ahun ini. Suara t ing yang sering m embuat perasaannya nyeri. Tapi, selalu 73 ada suara t ing yang bisa m embuat perasaannya hangat dan berget ar, sepert i selama ini Ting, hlm.85. Set iap kat a “ t ing” , pintu elevat or t erbuka. M aka, pada set iap pintu yang t erbuka dan orang lain m asuk, dan berbagai realit as di luar dirinya t ercerap ke dalam dirinya. Tokoh sudah m emaham i set iap pandangan laki-laki yang mengerling pada t ubuhnya. Juga dapat m enangkap pandangan m erendahkan dan angkuh dari seorang pet ugas keam anan at as dirinya. Pada SASA, identit as dirinya yang disebut kan secara verbal sebagai perem puan PSK bukan m enjadi persoalan ut ama. Just ru penggam baran identit as t ersebut hanyalah m enjadi pintu masuk untuk mem asuki persoalan yang sesungguhnya. Tapi, banyak pula nama-nama yang kerap singgah dalam angan, idaman, harapan, namun t ak pernah hadir di dalam kenyat aan. Nama-nama yang kini mungkin sudah berusia dua belas t ahun, sepuluh t ahun, t ujuh t ahun, lima t ahun, t iga t ahun, set ahun, sebulan...? t anpa t erasa, t angan saya mengelus-elus kulit perut saya. Perut yang masih rat a t api sebent ar lagi akan membuncit mengikut i pert umbuhan di dalamnya. Akankah ia menjadi seorang laki-laki at au per empuan? akankah ia t erlahir normal at au cacat ? SASA, hlm.59 Di sinilah let ak persoalan yang diangkat oleh Djenar. Tokoh tidak t erlalu mempersoalkan st at usnya dirinya sebagai PSK, t api lebih m engkhaw atirkan kondisi janin yang tum buh di dalam perutnya, akibat dari st at usnya t ersebut . Sehingga, lew at alur yang sebagian m enggunakan flashback ini diakhiri dengan kalimat : Saya berkat a lant ang, “ HUNUBM EP GNAROES HALADA AYAS” kalim at t erbalik yang berart i Saya Seorang Pem bunuh, bukan Saya Seorang PSK. Di sana t erlihat bahw a pergolakan pada diri t okoh ut am a bukan pada st at usnya sebagai perempuan PSK, t et api pada ket erkait annya dengan anak-anak 74 yang t idak pernah sempat dilahirkannya. Art inya, sejauh identit as dirinya, ia t idak t erlalu mem perm asalahkan. Akan t et api, ket ika m enyangkut anak-anak, ia melihatnya sebagai m asalah yang rumit. Ada kompleksit as pada diri t okoh ut ama, sebagai ibu. Sebagai seorang perem puan, ia t elah melepaskan dirinya dari norm a-norm a m asyarakat yang m engikat nya. St at us sebagai perem puan PSK t ersebut t idak membuat nya menjadi t idak m enghargai dirinya. Tapi dalam hubungannya sebagai ibu, ia t idak ingin anak-anaknya t ermarjinalkan dari masyarakat hanya karena st at usnya yang t idak jelas. Jika si kap t ersebut dapat dikompromikan, m aka dapat dikat akan bahw a hal t ersebut dipandang sebagai hubungan ibu dan anak, di m ana naluri sebagai seorang ibu yang selalu ingin anaknya dalam keadaan yang nyaman. Ada et ika kepedulian yang muncul di sini. Tema perem puan PSK di dalam beberapa cerpen Djenar m engandung kompleksit as. Di satu sisi, ident itas perem puan PSK di dalam m asyarakat t et ap dipandang sebagai st at us yang rendah, dan itu menjadi kesadaran yang m eresap di dalam kesadaran. Namun, di balik st at us yang rendah itu, tokoh ut am a memperlihat kan daya t aw arnya. Pada cerpen “ M andi Sabun M andi” selanjutnya disingkat M SM , misalnya, tokoh ut am a dapat m enjadikan dirinya lebih berkuasa t erhadap laki-laki. Dengan st rat eginya, t okoh utam a dapat m enjadikan laki-laki yang dipanggil M as memiliki ket ergant ungan yang t inggi at as dirinya. M eskipun seakan-akan laki-laki mem iliki kuasa at as t ubuhnya, sebenarnya t okoh ut ama t elah mem ainkan peranan bahw a dirinya juga mem iliki kekuasaan. Ia dapat bermain-main dengan posisinya yang dapat m engancam 75 otorit as laki-laki. M isalnya, tokoh dapat m enarik ulur sejauh m ana kekuasaan laki-laki at as lingkungannya, dengan menant angnya untuk m enggunakan sabun mandi hot el. “ Kenapa, M as, t akut ket ahuan ist ri kalau bau sabunnya beda?” mimik muka per empuan indo cemberut . “ Bukan begit u, aku alergi kalau sembarang pakai sabun.” “ Kamu memang paling pint ar cari alasan, M as.” “ Aku bukannya banyak lalasan, memang alasannya cuma sat u, aku alergi sabun murahan ” t ukasnya sambil memat ikan keran show er lant as mengeringkan badannya dengan handuk. “ Coba bukt ikan kalau berani. Aku mau lihat apa M as benar-benar aler gi.” M SM , hlm.18-19 Tokoh ut am a sangat menyadari, m eskipun posisinya yang t am pak lemah, namun ia dapat berpot ensi untuk m em bahayakan posisi laki-laki. Karena sadar akan kekuasaan dirinya, tokoh ut am a dapat bermain-m ain unt uk melihat sejauh mana kekuasaan laki-laki, t erut am a di dalam inst itusi keluarga di mana laki-laki memiliki kuasa. Sang ist ri mer ogoh kant ong celana suaminya yang t er pur uk di lant ai. Tangannya menyent uh sebuah benda kecil keras di dalam kant ong. Ia menariknya keluar. Dahinya berker ut ket ika menat ap pembungkus benda di t angannya yang bert uliskan, Soap-Bukit Indah Inn, Bar and Rest aurant M SM , hlm.22-23. Dengan perm ainan yang dilakukan oleh tokoh ut am a, otorit as laki-laki sedang digerogot i. Ot orit as laki-laki t ersebut bisa dilihat dari kekuasaannya at as sebuah intitusi keluarga, yang dalam hal ini bangunannya sedang t erancam. Ket erancam an pada laki-laki pada akhirnya akan m em buat dirinya berusaha unt uk mem pert ahankan at au m erebut kem bali kekuasaannya. Tiba-t iba kesunyian pecah oleh suara der ing ponsel. Tangan per empuan it u mencari-cari ponsel sement ara t ubuhnya masih berada di baw ah pasangannya. “ Sophie Kit a harus bicara ” 76 “ Tak bisa sekarang.” “ Jangan menghindar, ini pent ing Kuhubungi kamu set engah jam lagi set elah aku dapat nomor kamar ” Sophie t er t aw a geli dalam hat i, lalu t er senyum m esra menat ap sang pria. “ Aku harus segera pergi, ada pekerjaan yang t ak bisa dit unda.” M SM , hlm.24 M eskipun dalam dialog t ersebut, t ampak kekuasaan sedang dipegang laki-laki, namun sebenarnya posisi laki-laki sedang t erancam oleh t okoh ut ama. Di balik posisinya yang t ak t erpet akan karena di luar sist em, just ru t okoh ut am a memiliki kem ampuan untuk bermain-main dengan kebebasannya. Dengan cara itu, kekuasaan laki-laki sulit unt uk merangkumnya, dan karena it u kekuasaan laki- laki menjadi t erancam . Pada “ Ting” Terlihat jelas posisi tokoh ut ama yang m em andang dirinya memiliki kuasa at as diri sendiri. M eskipun dalam pandangan lingkungan masyarakat ia diposisikan dalam st atus yang rendah, tokoh utama memandang dirinya lebih m em iliki harga dibandingkan dengan perempuan yang m erasa am an dengan st atusnya di bawah kekuasaan laki-laki. Di sini ada sebent uk kesadaran yang t elah dit anamkan tokoh atas dirinya sendiri, dengan m elepaskan diri dari penilaian masyarakat . Si suami melangkah keluar lebih dulu dan w anit a it u t er gopoh-gopoh di belakang seraya berusaha m enggamit t angan si suam i. Barbie... bisiknya dalam hat i sambil memegang erat t as t angan di bahunya seper t i t akut ada yang mencuri Ting, hlm.89. Teks di at as m erefleksikan sikap t okoh atas keberadaan dirinya. Baginya, meskipun st at usnya direndahkan dalam masyarakat , namun ia mem iliki kekuasaan at as dirinya sendiri. Kont ras sekali dengan perem puan yang 77 dipandang t okoh ut ama sebagai barbie, m em iliki segalanya, nam un sebenarnya ia t idak m emiliki kuasa apa pun at as dirinya. Analogi burung di dalam sangkar em as t am paknya t epat sekali untuk m enggam barkan perempuan yang yang memiliki kehidupan yang berlimpah, namun sebenarnya t idak m em iliki kekuasaan apa pun at as dirinya, karena kehadiran dirinya hanyalah sebagai pelengkap laki-laki. Wanit a sebagai pelengkap, m enurut Simone Beauvoir, sengaja dicipt akan laki-laki agar mereka t et ap dapat menguasai perem puan. Seiring dengan gagasan t ent ang Liyan m uncul, seiring it u pula laki-laki mencipt akan mitos agar perem puan t et ap berada nyaman di dalam posisi Liyan. Secara ringkas, perem puan yang ideal, perem puan yang dipuja laki-laki, adalah perempuan yang percaya bahw a t ugas m ereka untuk m engorbankan diri agar m enyelamat kan laki-laki Tong, 2004:267. Pelembagaan keliyanan yang paling efekt if, m enurut Beauvoir, salah sat unya adalah lew at lembaga perkaw inan. Dalam pengam at an Beauvoir, peran sebagai ist ri m em bat asi kebebasan perem puan. Perkaw inan m entransform asi perasaan yang t adinya dim iliki, yang diberikan secara t ulus, menjadi kew ajiban dan hak yang diperoleh dengan cara yang m enyakit kan. Perkaw inan menaw arkan perem puan kenyam anan, ket enangan dan keam anan, t etapi perkaw inan juga m erampok perempuan at as kesem pat an untuk m enjadi hebat Tong, 2004:269-270. Karena itu, perem puan dianjurkan oleh Beauvoir untuk bekerja di luar rum ah, sebagai cara unt uk m entransendensi dirinya. M eskipun 78 demikian, bekerja bukan berarti menghapuskan diri perem puan dari t indakan eksploit at if, karena bekerja di luar rumah pun m asih berada dalam ancaman bayang-bayang sist em pat riarki. Posisi perem puan pekerja seks dalam ket iga cerpen ini m em iliki posisi yang “ unik” . M eskipun dalam penilaian m asyarakat , st at us mereka sangat rendah, namun tokoh utam a dapat m em beri nilai at as dirinya mereka sendiri. M ereka m eyakini, bahw a mereka m em iliki kuasa at as dirinya sendiri. Dengan memiliki kesadaran itu, mereka dapat bermain-main dalam posisinya dengan t idak m enjadi objek kekuasaan dari laki-laki. Dalam pandangan Beauvoir, perempuan pekerja seks dianggap sebagai salah sat u jenis perem puan yang dapat m em ainkan peran “ perempuan” sampai ke puncaknya Tong, 2004:271. Di sisi lain, perempuan pekerja seks adalah liyan, seseorang yang dieksploit asi. Nam un, di balik keliyanannya itu, ia juga adalah subjek, seseorang yang mengekploitasi. Itu bisa dit angkap dengan jelas pada t okoh ut am a dalam M SM , yang m em anfaat kan kebut uhan laki-laki at as dirinya sebagai daya t aw arnya unt uk mengeksploit asi laki-laki.

3.2 Objektivikasi Tubuh dan Seksualitas Perempuan