Objektivikasi Tubuh dan Seksualitas Perempuan

78 demikian, bekerja bukan berarti menghapuskan diri perem puan dari t indakan eksploit at if, karena bekerja di luar rumah pun m asih berada dalam ancaman bayang-bayang sist em pat riarki. Posisi perem puan pekerja seks dalam ket iga cerpen ini m em iliki posisi yang “ unik” . M eskipun dalam penilaian m asyarakat , st at us mereka sangat rendah, namun tokoh utam a dapat m em beri nilai at as dirinya mereka sendiri. M ereka m eyakini, bahw a mereka m em iliki kuasa at as dirinya sendiri. Dengan memiliki kesadaran itu, mereka dapat bermain-main dalam posisinya dengan t idak m enjadi objek kekuasaan dari laki-laki. Dalam pandangan Beauvoir, perempuan pekerja seks dianggap sebagai salah sat u jenis perem puan yang dapat m em ainkan peran “ perempuan” sampai ke puncaknya Tong, 2004:271. Di sisi lain, perempuan pekerja seks adalah liyan, seseorang yang dieksploit asi. Nam un, di balik keliyanannya itu, ia juga adalah subjek, seseorang yang mengekploitasi. Itu bisa dit angkap dengan jelas pada t okoh ut am a dalam M SM , yang m em anfaat kan kebut uhan laki-laki at as dirinya sebagai daya t aw arnya unt uk mengeksploit asi laki-laki.

3.2 Objektivikasi Tubuh dan Seksualitas Perempuan

Sejak lama t ubuh perem puan sepert i bukan dimiliki oleh perem puan secara sah. t ubuh dan seksualitas perempuan dibent uk dalam perspekt if laki-laki. Cara pandang laki-laki yang mengat asnamakan perempuan membuat definisi 79 at as t ubuh perempuan sepenuhnya m ilik laki-laki. Karena itu, ket ika ada perem puan yang mencoba untuk m engeksplorasi t ubuh dan seksualitas, hal ini sepert i menjadi sebuah aib yang perlu dilenyapkan. Salah sat u t okoh feminis yang mem punyai kont ribusi besar bagi pembongkaran t erhadap kuasa p at riarki yang m em buat laki-laki mengobjekt ivikasi at as diri perem puan adalah Simone de Beauvoir. Pemikiran Beauvoir t ent ang konsep t he Ot her liyan t elah m em berikan kont ribusi yang besar bagi krit ik t erhadap sist em pat riarki. Pandangan Engels dan Freud dianggap Beauvoir t idak mem berikan pengaruh signifikan bagi posisi perem puan. Alih-alih memberikan pencerahan bagi posisi perem puan dalam hubungannya dengan laki-laki, pandangan kedua pem ikir t ersebut malah sem akin “ m engajekkan” pandangan bahw a perem puan memang berada di bawah laki-laki. Bagi Beauvoir, jika bukan karena kesadaran, proses opresi t erhadap perem puan t idak akan m ungkin terjadi. Di sinilah Beauvoir mulai m elihat fakt or kesadaran sebagai fakt or pent ing bagi kekeluasaan sist em patriarki – dalam bahasa Lacan “ The Law of The Father” - dalam mengobjekt ivikasi perempuan. M engacu pada konsep Ada pada dirinya, Ada untuk dirinya, sert a Ada unt uk yang lain yang diperkenalkan Jean Paul Sart re, Beauvoir m engemukakan bahw a laki-laki dinam ai “ laki-laki” sang Diri, sedangkan “ perempuan” sang Liyan. Jika Liyan adalah ancaman bagi Diri, maka perem puan adalah ancaman bagi laki- laki. Karena it u, jika laki-laki ingin t et ap bebas, ia harus m ensubordinasi 80 perem puan t erhadap dirinya Tong, 2004:262. Bagaim ana perem puan dit em patkan sebagai Liyan itu muncul, Beauvoir m enyat akan, begit u laki-laki menyat akan dirinya “ sebagai Subjek dan Ada yang bebas, gagasan Liyan pun muncul” . Perem puan m enjadi segala sesuat u yang bukan laki-laki, suatu kekuatan asing lebih baik dikont rol laki-laki karen a kalau t idak, perempuan akan menjadi Diri dan laki-laki m enjadi Liyan Tong, 2004:266. Beberapa cerpen Djenar m engungkap bagaim ana perspekt if m engenai t ubuh perem puan bukan dibent uk oleh perem puan sendiri, melainkan dibentuk oleh keinginan laki-laki. Dalam cerpen-cerpen ini juga t erlihat ada upaya perlaw anan dari tokoh untuk m enyuarakan t ubuh dan seksualit asnya sesuai konst ruksi yang dibangun perem puan. Dalam cerpen “ Payudara Nai Nai” selanjutnya disingkat “ PN” , Nai Nai digambarkan sebagai perem puan yang tidak m emiliki kelebihan apa pun dalam perspekt if laki-laki. Wajahnya biasa-biasa saja dan payudaranya rat a. Apakah orangt uanya punya pert imbangan t er t ent u ket ika menamainya, Nai Nai t idak t ahu menahu. Yang ia t ahu dalam bahasa moyangnya, bahasa M andirin Nai Nai art inya payudara. Yang ia t ahu, payudaranya t idak t umbuh sesuai bert ambahnya usia dan per t um buhan t ubuhnya. Yang ia t ahu, t eman-t eman prianya sering m enam bahkan kata ‘kecil’ di belakang namanya. Yang ia t ahu, t eman-t eman prianya m enyukai payudara t eman-t eman per empuannya, t api t idak payudara Nai Nai “ PN” , 2004:107. Persoalan payudara ini pula yang m em buat Nai Nai selalu m erasa rendah diri. Ukuran yang besar m enjadi cit ra ideal. Lalu kalau t idak ada bagian tubuh yang m enarik perhat ian laki-laki, apalagi yang dapat dibanggakan? Payudara t idak hanya memiliki fungsi m enyusui, t api juga melambangkan cit ra perem puan 81 ideal. Tentunya ini t idak t erlepas dari pandangan pat riarki yang m encipt akan suatu bentuk yang ideal at as perempuan. M aka, ket ika perem puan t idak mem enuhi cit ra ideal t ersebut, ia m erasa dirinya sebagai sesuatu yang menyim pang. Segala sesuat u yang besar m erupakan cit ra yang ideal. M aka, ket ika m endapati payudaranya tidak t umbuh sem ent ara usianya sem akin bert am bah, Nai Nai m erasa rendah diri. Aw alnya Nai Nai t idak m erasa aneh dengan bentuk t ubuhnya. Namun, seiring perkenalan dengan dunia yang lebih luas, Nai Nai baru sadar bahw a ada penilaian yang lain t ent ang tubuh di luar penilaiannya sendiri. Dan pada saat it ulah segala hal mengenai payudar a ment eror hari-hari Nai. Per bincangan t ent ang ukur an kut ang yang sering dibahas t eman-t eman per empuannya. Rit ual gant i baju bersama sebelum dan sesudah pelajaran olahraga yang klimaksnya adalah saling memamerkan model kutang t erbaru. Tidak t erkecuali, sensasi yang m er eka rasakan ket ika pacar per t ama menggerayangi payudara “ PN” , 2004:108. Ident as at as diri Nai Nai t elah dim asuki oleh definisi di luar dirinya. Ukuran besar kecil menjadi sebuah st andar yang t iba-tiba disodorkan pada dirinya. Nai Nai yang selam a ini menjalani hidupnya secara norm al menjadi panik karena ukuran salah sat u bagian t ubuhnya tidak mem enuhi st andar dalam masyarakat pat riarki, di m ana logika phalus dijadikan sebagai acuan. Hari jadinya yang jat uh pada bulan Juni seolah menjadi peringat an bahw a usianya ber t ambah namun payudaranya t idak juga t umbuh. Selain it u sebagian besar kart u ucapan yang dit erimanya t idak per nah luput dari kalimat semisal, “ Semoga payudaramu cepat t um buh” at au “ Semoga payudaramu m embesar.” “ PN” , 2004:108 Selain hari ulang t ahun, pert engahan t ahun juga bert epat an dengan hari kenaikan kelas. Nai selalu gelisah ket ika diharuskan unt uk saling memperkenalkan diri dengan t eman kelasnya yang baru karena ia t idak bisa mengelak dari t at apan spont an semua orang yang memandang ke arah 82 payudaranya set iap kali ia menyebut kan nama. Belum lagi jika t at apan mer eka berakhir dengan senyum t ipis at au kernyit di dahi. Nai Nai malu akan payudaranya, sebesar ia malu akan kehidupannya “ PN” , 2004:109. Nai Nai hidup di dalam at uran sist em pat riarki di mana segala sesuat u dinilai dengan ukuran yang besar. Ia memiliki dua hal yang m embuat posisinya begit u marjinal. Pert am a, ia hanyalah anak seorang pedagang st ensilan, sem ent ara orangt ua t em an-t emannya di sekolah rat a-rat a orang berada. Kedua, ia t erlahir sebagai perem puan dengan tubuh yang t idak m enarik, yang membuatnya harus berjuang m at i-matian agar keberadaannya diakui. Persoalan pert am a, dalam relasi kelas ekonomi dan sosial, t ampaknya t idak t erlalu diperm asalahkan. Sebaliknya, just ru persoalan seks dan gender yang dianggap menjadi titik t olak permasalahan. Pada diri Nai Nai, just ru marjinalisasi yang dialami oleh Nai Nai karena ia t idak memenuhi krit eria yang menjadi st andar sist em pat riarki, di m ana segala sesuat u dilihat dengan ukuran besar dan kecil. M arjinalisasi ini berujung pada pelecehan seksual – yang juga m erupakan bent uk kekerasan seksual - yang dilakukan oleh t eman laki-laki Nai Nai. Ada yang menyerah di dalam sistem t ersebut , ada yang kemudian berusaha berst rat egi untuk t etap dapat bersuara di dalam sist em t ersebut . Kat e M illet , seorang feminis radikal-libert arian, menyat akan bahw a akar opresi t erhadap perem puan sudah t erkubur dalam-dalam di dalam sist em seks gender di dalam sist em pat riarki. Karena it u, bagi M illet , agar perempuan m em peroleh kebebasannya, gender yang m elekat pada laki-laki dan perem puan harus 83 dihapuskan. sehingga, nanti yang akan t erbent uk adalah laki-laki dan perem puan yang m em iliki kat akt er androgini. Dalam cerpen ini, Nai Nai m enem ukan st rat egi agar dirinya t et ap diterim a dalam at uran yang dibuat oleh laki-laki. Nai Nai berusaha m em bangun im ajinasinya dari bacaan-bacaan st ensilan yang dijual oleh ayahnya. Dengan cara itu, Nai Nai berusaha m enyuarakan dirinya. Ia berusaha m enggeser penilaian at as dirinya, dari st andar phallus pada im ajinasi seksualit as yang dibangunnya. Pengalam an kebert ubuhan laki-laki berbeda dengan pengalaman kebert ubuhan perempuan. ini t am paknya yang ingin dijadikan senjat a oleh Nai Nai. M eskipun m em iliki t ubuh yang t idak dalam proporsi ideal dalam pandangan laki-laki, Nai Nai memiliki pengalaman kebert ubuhan: yaitu seksualit as perem puan. Inilah yang menjadi senjat a Nai Nai ket ika t ubuhnya, yang merupakan kepem ilikan privat , just ru menjadikannya dalam posisi m arjinal dalam relasi di wilayah publik. Bagi fem inisme radikal, seksualit as adalah alat bagi laki-laki untuk menguasai perem puan. Penindasan at as seksualitas dan t ubuh perempuan yang merupakan w ilayah privat pada akhirnya juga berart i penindasan at as perem puan di w ilayah publik. Dengan kep em ilikan at as t ubuh itu pula, Nai Nai membangun dirinya lewat im ajinasi liar t ent ang seksualit as. Pengalaman seksualit as ini bukan dialami Nai Nai m elalui pengalaman langsung, t api lew at buku-buku porno st ensilan yang dijual ayahnya. Apakah ini juga pengalaman kebert ubuhan? Bisa jadi iya, karena 84 meskipun tidak m engalaminya secara langsung, Nai Nai mem bang un im ajinasinya t ersebut lew at t ubuhnya. Art inya, im ajininasi yang dilakukan t ubuhnya itu sangat personal, dan t ent u saja akan berbeda dengan pengalaman seksualit as yang dibangun oleh laki-laki. Dengan pengalam an seksualit as yang berbeda it u, Nai Nai menyuarakan dirinya. It ulah ket ika Nai Nai menginjak t ahun ket iga di sekolah menengah per t ama. Sem uanya berubah hanya dengan ber cerit a, dengan m engut ip buku-buku st ensilan. Semua laki-laki yang sudah mendengar perihal pengalaman seksual Nai berlomba-lomba m endapat kan Nai “ PN” , hlm.114-115. Dengan bahasa yang sangat verbal, Djenar m enjadikan st rat egi ini sebagai cara berada diri Nai Nai. Sepert i kat a Djenar, ia m enulis karena ia ingin menyuarakan pengalam annya sebagai perem puan. dengan cara ini pula, sebenarnya Djenar sedang m enerapkan cara bersuara dari sudut pandang perem puan. M emang, t idak sepenuhnya usaha Nai Nai it u berhasil. Fant asi seksnya dapat menarik minat sebagian besar t eman laki-lakinya, t api tidak pada Yongki, laki-laki yang disukainya, t api sekaligus yang paling sering m elecehkannya. Ia harus dat ang dengan cer it a-cerit a baru. Ia harus dat ang dengan cerit a-cerit a yang m encengangkan. Berharap Yongki t erkesima. Berharap Yongki menaruh perhat ian kepadanya. Tapi Yongki adalah Yongki. Yongki yang masih mel edekinya dengan pangggilan Nai Nai kecil. Yongki yang t idak t erpengaruh. M alahan sering sekali bibir Yongki menyeringai sinis set iap kali t eman-t eman bercer it a t ent ang pengalaman-pengalaman Nai yang luar biasa “ PN” , hlm.115. Seksualit as yang dibangun dalam kerangka im ajinasi keperem puanannya di satu sisi dapat m em berikannya suara, namun di sisi lain tidak m endapat kan t em pat . Ini menandakan bahw a pengungkapan seksualit as m asih m enjadi hak 85 milik laki-laki. Yang berhak memb ent uk seksualit as adalah laki-laki, sement ara perem puan hanya berhak m enerima apa yang t elah dibentuk oleh laki-laki t ersebut . Akan t et api, meskipun usaha itu t idak sepenuhnya berhasil, Nai Nai t elah bersuara at as dirinya sendiri. Dan ini menjadi satu poin pent ing. Pada cerpen lain yang M enyusu Ayah selanjutnya disingkat “ M N” , usaha menyuarakan seksualit as perempuan t ampak lebih keras. Cerpen ini m em ang cukup provokat if. Tidak hanya judulnya yang sangat berani, t api ada juga ada upaya untuk menguasai yang lain. Jika biasanya perem puan m enjadi objek, m aka dalam cerpen ini perempuan berusaha m enjadi subjek dengan m engobjekkan yang lain. Tokoh ut am a bernama Nayla digambarkan sebagai perempuan yang berbeda dengan perem puan pada umumnya. Sejak awal ia t elah m em posisikan dirinya sebagai perem puan yang t idak lebih lem ah daripada la ki-laki. Penggambaran kekuat an Nayla bahkan sudah dit unjukkannya sejak ia m asih di dalam rahim ibunya. Nama saya Nayla. Saya perempuan, t api saya t idak lebih lemah daripada laki- laki. Sayalah yang membant u Ibu m elahirkan, bukan dokt er kandungan. Ket ika Ibu kehabisan nafas dan sudah t idak dapat lagi mengejan, saya m enggigit i dinding vagina Ibu dengan gusi supaya jalan keluar bagi saya lebih mudah “ M A” , hlm.35-36. Barangkali yang lebih m enarik adalah pada kalimat -kalimat selanjutnya. Saya per em puan, t api saya t idak lebih lemah dari laki-laki. Karena, saya t idak mengisap put ing payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. “ M A” , hlm. 36-37. Kedudukan Nayla yang t idak lebih lem ah dengan laki-laki karena ia tidak mengisap put ing payudara ibunya, melainkan penis ayahnya. M engapa 86 demikian? Apakah m emperlaw ankan t indakan t ersebut m erupakan suat u bentuk perebut an t empat , di mana telah sejak lam a perem puan kehilangan kedudukannya? Dalam cerpen ini , Djenar sedang berusaha menjungkirkanbalikkan konst ruksi dikotomik bahw a laki-laki selalu akt if perem puan pasif, laki-laki subjek dan perem puan objek. Tokoh Nayla sekaligus membongkar bahw a relasi hierarkis ant ara laki-laki dan perem puan m erupakan konst ruksi dan karena itu bisa berubah-ubah. Dalam cerpen ini, Nayla sedang m emposisikan dirinya m enjadi subjek, dan berusaha m engobjekt ivikasi laki-laki. Dengan perem puan m enjadi subjek, maka laki-laki m enjadi objek. Ini adalah bentuk pem bongkaran t erhadap realit as yang sudah m apan sebelum nya, di mana laki-laki m enjadi subjek dan perem puan menjadi objek. Cara yang dilakukan Nayla sebenarnya unt uk memperlihat kan bahw a dalam hubungan subjek-objek, sepert i yang digam barkan oleh Beauvoir, baik laki-laki maupun perem puan dapat m enjadi subjek. Bahw a dalam hubungan subjek-objek, laki-laki dan perem puan bisa bert ukar t em pat . Pengam baran Nayla sebagai perem puan yang ingin m enjadi subjek t am pak pada t indakannya yang selalu m enggunakan kat a kerja akt if, sem ent ara t okoh laki-laki selalu dilet akkan dalam objek kalimat dan dikenai tindakan. Payudara saya t idak unt uk menyusui t et api hanya unt uk dinikmat i lelaki, begit u kat a Ayah. Saya t idak ingin dinikmat i lelaki. Saya ingin menikmat i lelaki… “ M A, hlm.37. Apa yang t am pak pada kut ipan tersebut adalah bahw a apa yang t elah dilekatkan oleh lelaki at as identit as seksual perem puan, dit epis oleh tokoh Nayla 87 dengan menyemat kan sendiri seksualit asnya. Klausa payudara hanya unt uk dinikmat i lelaki dit olak t okoh Nayla dengan m em bentuk konsep sendiri, yakni ‘saya hanya ingin menikmati lelaki’. Penggunaan aw alan di selalu berpret ensi menjadi objek, dan itu selalu berart i dalam kekuasaan orang lain, dalam hal ini laki-laki. Nayla tidak ingin menjadi objek, melainkan menjadi subjek. Bahkan ket ika pada suat u saat dia akan dijadikan objek, Nayla merasakan penolakan yang luar biasa dalam dirinya yang m em buat dia m elakukan t indakan yang brutal. Selain itu, Nayla juga membongkar kont ruksi t ubuh ideal perempuan yang dibentuk oleh laki-laki. Nayla menerim a bent uk t ubuhnya sebagaimana adanya, dengan payudaranya yang kecil, t idak dihegemoni oleh konst ruksi tubuh ideal perem puan yang dibentuk oleh sist em pat riarki. Pot ongan rambut saya pendek. Kulit saya hit am. Wajah saya t idak cant ik. Tubuh saya kurus kering t ak menarik. Payudara saya rat a. Namun saya t idak t erlalu peduli dengan payudara. Tidak ada pent ingnya bagi saya :M A” , hlm.37. Tokoh Nayla berusaha melepaskan dirinya dari cit ra perem puan yang dibentuk oleh laki-laki. Sebagai pem ilik t ubuh, tokoh Nayla sadar bet ul apa arti t ubuh bagi dirinya sendiri. Karena itu, ia t idak t erlalu dirisaukan oleh konstruksi cit ra perem puan yang dibangun laki-laki. Baginya apa yang menjadi m iliknya, hanya dia yang berhak mendefinisikannya. Selama ini, perempuan merasa jijik dengan t ubuhnya sendiri, merasa bahwa itu bukanlah t ubuhnya sendiri. Sehingga t idak ada keberanian untuk menyuarakannya. 88 Nam un ada paradoks pada diri Nayla. Dengan t indakannya yang akt if t erhadap Ayah dan t em an-t eman ayahnya, Nayla just ru m erasa senang dengan julukan sebagai gadis baik yang disemat kan oleh tem an-t em an ayahnya kepadanya. Tampaknya di sini Nayla masih merasa nyam an hidup dalam pandangan kekuasaan sist em “ laki-laki” . M eskipun sedang berusaha mencipt akan sist em sendiri, nam un ada beberapa bagian dalam diri Nayla yang kemudian tidak bisa lepas dari sist em pat riarki, t erut am a pandangan t ent ang gadis baik-baik dan sundal, meskipun kemudian konsep baik dan buruk it u sudah diput arbalikkan oleh tokoh Nayla. Untuk m em perjelas hal t ersebut , penulis coba cuplikkan beberapa bagian. Saya senang jika t eman-t eman Ayah m emangku dan m engelus-elus rambut saya, t idak sepert i t eman-t eman sebaya yang harus saya rayu t erl ebih dahulu. Saya senang set iap kali bibir mereka membisiki t elinga saya bahw a saya adalah anak gadis yang manis. Anak gadis yang baik “ M A” , hlm.39. Dalam hal ini, Nayla sedang m engobjekt ivikasi dirinya dalam pandangan laki-laki. Ia t erperangkap dalam sist em yang dibangun laki-laki. Apakah ini yang dinam akan kesulit an perem puan unt uk benar-benar lepas dari sist em pat riarki sepert i yang disebut kan Lacan? Ket ika ia m emberont ak, sebenarnya Nayla t idak pernah benar-benar lepas dari pandangan sist em pat riarki. Ia m asih m erasa nyam an ket ika dikat egorisasi sebagai gadis baik-baik. Gadis yang baik berart i dilaw ankan dengan gadis yang tidak baik. Sement ara, konsep gadis baik dan gadis yang t idak baik ini m asih dibentuk oleh laki-laki. 89 Terlepas dari it u, Nayla m emang t elah m elakukan pemberont akan yang sangat ekst rem pada kuasa pat riarki at as tubuhnya. Hal itu tampak pada sikap Nayla yang lebih ingin m endominasi, t et api tidak m au didominasi secara fisik. Ket ika t eman-t em an ayahnya m ulai berusaha menguasai tubuhnya, Nayla m ulai merasa gerah. Ia m erasa nyam an ket ika t eman-t eman ayahnya m endominasinya secara sim bolik – dengan menyebut nya sebagai gadis baik-baik-, tapi mulai merasa t erancam ket ika t em an-t em an ayahnya m engobjekt ivikasi Nayla secara fisik. Hingga suat u hari ia m erebahkan t ubuh saya. Saat it u, pancaran mat anya t idak seper t i t eman-t eman Ayah yang lain. Pancaran mat anya begit u mirip Ayah “ M A” , hlm.41-42. Tangan saya m eraih pat ung kepala kuda di at as meja dan menghant amkan ke kepalanya. Tubuhnya m engejang sesaat sebelum ambruk ke t anah “ M A” , hlm. 42. Jika hubungan yang t erjadi antara laki-laki dan perempuan selalu dalam hubungan subjek-objek, dalam cerpen ini Nayla t elah berhasil memperlihat kan superiorit as diri t okoh perempuan. Tokoh Nayla m em iliki kesadaran penuh at as dirinya. Ia t idak m au menjadi objek orang lain, melainkan m enjadi subjek. Tokoh Nayla sepert i ingin m enegaskan sesuat u bahwa perem puan sam a posisinya sepert i laki-laki, karena it u perempuan berhak unt uk menyuarakan hasrat dan keinginannya. Dari paparan di at as, t erut am a jika dihubungkan dengan judul cerpen, dapat dilihat bahw a Djenar sedang berusaha membongkar kekuasaan phallus. Pada judul cerpen itu, bila kit a analisis, ada upaya untuk menjungkarbalikkan 90 logika yang t elah lam a bersem ayam di masyarakat . Ayah m erupakan represent asi dari kekuasaan laki-laki. Kat a menyusu adalah bent uk akt if dari kat a benda. Ayah dalam hal ini menjadi objek. Sem ent ara t okoh Nayla adalah subjek. Jika selama ini perem puan menjadi objek, maka ada saat nya di m ana perem puan pun dapat menjadi subjek. M askulinit as pada diri Nayla sikap agresif dan kuat sepert i menemukan t itik t em unya dengan pandangan feminism e radikal-libert arian. Feminism e radikal-libert arian m enolak asum si bahwa ada hubungan yang pasti antara jenis kelamin seseorang laki-laki dan perempuan dengan gender seseorang m askulin at au feminin Tong, 2004: 72. Karena it u, bagi kalangan ini, cara bagi perem puan untuk m enghancurkan kekuasaan yang t idak layak at as perem puan adalah dengan cara m enyadari bahw a gender t erpisah dari jenis kelamin, hal di mana di dalam sist em pat riarki, ini dijadikan sebagai sist em yang saling berhubungan secara kuat .

3.3 Kekerasan Seksual pada Perempuan