44 im ort al. Pada akhirnya, yang hendak dicapai adalah sem acam kepast ian
penget ahuan. Pembukt ian ini menyum bangkan pemikiran yang luar biasa dalam filsafat , yakni bahw a penget ahuan hanya dapat dicapai lew at akal dan
penget ahuan empiris m erupakan penget ahuan yang sekunder. Perdebat an ini t ent unya berjalan t erus hingga ratusan t ahun kem udian Arivia, 2003:38.
Filsafat Descart es m em punyai pengaruh yang besar t erhadap konsep perem puan pada zam an m odern. Descart es sebagai “ bapak” dari filsafat M odern
memang berhasil m em baw a filsafat keluar dari t embok paradigma Abad Pert engahan ke t embok skolast ik. Descart es m enaw arkan sebuah fondasi yang
didasarkan pada rasio, m engubah pandangan t eologgi pada kebebasan manusia unt uk bert indak dan bert anggung jaw ab secara m oral sert a pada pasangan
ilmiahnya yang compat ible dengan Tuhan. Pandangannya m engenai subst ansi mind
dan mat t er t elah m em buka j endela dunia pada perbedaan ilmu penget ahuan dan t eologi sert a segala “ rekonsiliasinya” . Akan t et api, dualism e ini
yang juga membaw a asosiasi dan oposisi yang tajam dalam perbedaan seksual Arivia, 2003:40.
Pandangan dikotom ik - dimana perem puan dihubungkan dengan alam sedangkan laki-laki diasosiasikan sebagai manusia – m em baw a hubungan laki-
laki dan perem puan sebagai subjek-objek. Laki-laki sebagai subjek yang it u berart i menguasai dan perem puan sebagai objek yang dikuasai.
2.3. 5 Sigmund Freud
45 Posisi Sigmund Freud sangat ambigu dalam kajian-kajian perempuan,
t erut am a dalam hubungannya dengan fem inisme. Di sisi lain, pem ikirannya t ent ang seksualit as m embuka t elah m embuka jalan bagi feminis dalam
membongkar lebih dalam hubungan laki-laki dan perempuan t erut am a dalam kait annya dengan seks dan seksualit as. Namun, di sisi lain, Freud diangggap
melanggengkan pemikiran pat riarkis yang m enem pat kan posisi laki-laki lebih segala-galanya dibandingkan dengan perempuan.
Freud lahir dalam sebuah keluarga Yahudi pada t ahun 1856 di Freiburg. Pada tahun 1881 ia m endapat kan gelar dokt ernya dari Universit as W ina, dan
pada t ahun 1885 m emenangkan beasisw a untuk m elanjut kan studinya di Paris. Di sana ia belajar di baw ah pe
ngawasan Jean M art in Charcot yang membukakannya jalan untuk belajar t ent ang sakit jiw a secara serius Lecht e,
2001:44-45. Teori Freud t ent ang posisi laki-laki dan perempuan berpusat pada
perhat ian adanya kecem buruan perempuan t erhadap penis laki-laki penis envy. Ia m engat akan, pada saat perkembangan t ahap falik berlangsung, anak
perem puan segera m engalihkan perhat iannya dari klitorisnya ket ika ia sadar bahw a alat kelam in laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan. Pada saat
itu, ia beralih dari pengidolaan ibu ke pengidolaan ayah. Di sini t erjadi apa yang disebut Oedipus Complex, ket ergant ungan pada ayahnya. M enurut dokt rin
psikoanalisis, bahw a laki-laki m em punyai penis dan perem puan tidak m em punyai penis, m em pengaruhi cara laki-laki dan perempuan meneruskan penyelesaian
46 kompleks pada t ahapan falik. Freud m engajarkan bahw a perjalanan anak
perem puan melalui Oedipus dan kat rasi, menciderai perempuan dangn beberapa sifat gender yang t idak disukai, bersam aan dengan perkem bangannya m enjadi
perem puan dew asa Tong, 2004:190. Sem ua penjelasan ini, m enurut Freud, memberi kan pemahaman baru m engapa perem puan adalah m akhluk inferior
karena ia sebenarnya ada makhluk yang t erkat rasi Arivia, 2003:58. Pada t it ik inilah Freud banyak m endapat kan krit ik, t erut am a dari kalangan
fem inis. Dalam pandangan kaum fem inis, alih-alih m em berikan sebuah pemahaman baru, Freud dianggap malah m elanggengkan ket impangan
hubungan ant ara laki-laki dan perem puan. Penjelasan Freud di at as sam a saja memberi kan jalan bagi laki-laki untuk m ensubirdinasi perempuan.
Beberapa feminis angkat bicara m engenai t eori Freud ini. M ereka berargum ent asi bahw a posisi sert a ket idakberdayaan sosial perem puan t erhadap
laki-laki kecil hubungannya dengan biologi perem puan, dan sangat berhubungan dengan konst ruksi sosial at as fem ininitas Tong, 2004:196.
2.4 Konsep Dikotomik Laki-laki Perempuan