Feminisme Gelombang Ketiga Genealogi Feminisme

67 perem puan atau dengan set iap orang m engadopsi suatu gabungan nilai-nilai sert a kebaikan laki-laki dan perempuan. Jelaslah di sini dapat dikat akan bahw a apa yang m enjadi t it ik persoalan fem inisme gelombang pertam a lebih pada persoalan-persoalan sosial yang berhubungan dengan perempuan dan disert ai dengan tindakan-tindakan prakt is unt uk m endapat kan hak-hak sosial, sedangkan pada gelombang kedua, pemikiran fem inisme m ulai m em fokuskan diri pada pert anyaan-pert anyaan konsept ual seput ar pembent ukan identit as perem puan.

2.6.3 Feminisme Gelombang Ketiga

Feminism e gelom bang ket iga dipengaruhi oleh berkem bangnya pemikiran post modern yang berusaha membongkar-bongkar nilai klasik yang t idak sesuai lagi kont eks w aktu. Jika pada t ahapan fem inisme gelombang kedua, ada upaya untuk menemukan ident itas perem puan sert a hubungannya dengan laki-laki. M engacu pada pem ikiran post m odern, feminism e gelombang ket iga berusaha unt uk menghindari set iap t indakan yang akan m engembalikannya pada pemikiran falogosent ris. Karena it u pula, pada pem ikiran feminis gelombang ket iga ini ada upaya untuk m emandang secara krit is – kalau t idak disebut bercuriga - t erhadap pem ikiran feminis yang berusaha m em berikan penjelasan t ert ent u at au m engenai penyebab opresi t erhadap perempuan, s ert a 68 merum uskan langkah yang harus dilakukan perempuan untuk m encapai kebebasan perem puan. Ferguson 1993, m isalnya, m enilai bahw a dalam kebanyakan bent uk penafsiran kaum fem inis, t ermasuk juga dalam sebagian besar usaha membangun suatu sudut pandang yang m engistimew akan kaum perempuan, masih digunakan sudut pandang oposisi biner. Bagi Ferguson, dualism e inilah yang menjadikan prakt ek pat riarki t et ap berlangsung. Alih-alih m em bebaskan perem puan, pert ent angan ant ara sisi laki-laki maskulin dengan sisi w anit a feminine pada akhirnya t et ap berlangsung dan t erus t erpelihara. Tokoh fem inis yang lain, Helene Cixous, m enolak istilah “ fem inis” dan “ lesbian” yang menurut nya masih dit em peli oleh pem ikiran falogent ris karena kedua kat a t ersebut berkonot asi “ penyimpangan dari suat u norm a dan bukannya merupakan pilihan seksual yang bebas at au sebuah ruang unt uk solidarit as perem puan. karena it u pula, dalam tulisan-t ulisannya, Cixous m engajak perem puan menulis dengan bersandarkan pada pengalam annya sendiri dan mencipt akan dunia yang baru, t erlepas dari dunia yang dicipt akan laki-laki. Sem ent ara it u, Luce Irigaray mengajukan persoalan yang dihadapi perem puan dalam m endefinisikan identit as mereka Sarup, 2003:203. Persoalan ini adalah sebuah hal yang rumit jika pendefinisian t ersebut masih menggunakan kerangka kerja pat riarkal. Karena itu, ia m enandaskan bahw a perem puan membutuhkan bahasanya sendiri dalam m en ciptakan identit asnya sendiri. 69 Selama ini, menurut Irigaray, perem puan yang dikenal adalah perem puan yang didapat kan dari sudut pandang laki-laki. M aka, m enurut Irigaray seharusnya ada perempuan yang sebagaimana perem puan yang dilihat perem puan. Untuk itu, agar perem puan t idak m engalam i dirinya sebagai sekadar “ ekses” dari keberadaan laki-laki, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh perem puan. Pert am a, perempuan dapat m encipt akan bahasa perempuan dengan menghindari bahasa yang net ral gender sekuat perempuan m enghindari bahasa laki-laki. Dengan menekankan pada fakt a bahw a perem puan tidak akan menemukan kebebasannya dalam objekt ivit as, Irigaray m enekankan secara t erang-t erang pada perem puan untuk dirinya sendiri sebagai subjek dengan menegaskan kat a “ Saya” , “ Anda”, at au “ Kit a” dalam bahasa ilmu penget ahuan. Kedua, perem puan dapat mencipt akan bahasa perem puan dengan bersandarkan pada organisasi libinal klitoral vaginal perem puan yang plural dan sirkular. Ket iga, dalam usahanya untuk menjadi diri sendiri, perempuan dapat m eniru t irual yang dibebankan laki-laki kepada perempuan kem udian m erefleksikannya kemali kepada laki-laki dalam proporsi yang dibesar-besarkan. Dengan cara t ersebut , t am pak bahw a Irigaray berusaha bermain-main dengan konsep yang diberikan laki-laki kepada perem puan. Dari apa yang dipaparkan di atas, t erlihat bahwa feminism e gelombang ket iga berupaya sekuat t enaga untuk t idak t erjebak pada pemikiran-pemikiran yang masih bias cara pandang pat riarkal yang pada akhirnya dianggap sebagai t indakan yang jatuh kem bali pada pem ikiran pat riarki. Beberapa langkah di 70 ant aranya adalah dengan menghindarkan diri dari cara pandang oposisi biner, melepaskan diri dari kat egorisasi, dan m encipt akan bahasa sendiri untuk perem puan. BAB III KONSTRUKSI RELASI LAKI-LAKI DAN PEREM PUAN DALAM SISTEM PATRIARKI PADA KARYA DJENAR M AESA AYU Banyak t em a yang disodorkan Djenar M aesa Ayu dalam dua kumpulan cerpennya. Tem a yang beragam it u t erent ang dari t em a percintaan, krit ik sosial, maupun persoalan m odernit as. Nam un dari keseluruhan itu, t ema yang sangat dominan dalam karya-karya Djenar tersebut adalah t ema seput ar t ubuh dan seksualit as. Dalam sebuah w aw ancara yang t ermuat di dalam Jurnal Prosa edisi 4 2004, 194, Djenar M aesa Ayu m engat akan bahw a t em a tubuh dan seksualitas menjadi penting baginya karena t em a it ulah yang sangat dekat dengan dirinya. Secara t idak langsung, ungkapan it u menandakan bahw a tubuh menjadi alat ia berada. Bisa jadi, hal itu merupakan cara Djenar mendobrak sist em pat riarki yang 71 selam a ini t elah m enkonst ruksi relasi laki-laki dan perem puan sehingga perem puan m enjadi objek dan karena itu sist em pat riarki m erasa lebih berhak at as t ubuh perem puan, sehingga baik at au buruknya dit entukan oleh sist em t ersebut . Pert anyaannya, pada relasi model apa saja sist em pat riarki t elah beroperasi? Tent u banyak sekali varian yang dapat diungkap. Pada bab ini, penulis akan mencoba m em aparkan bent uk-bentuk relasi-relasi laki-laki dan perem puan lew at t em a-t ema yang diusung Djenar.

3.1 M arjinalisasi Perempuan dalam Relasi dengan Laki-laki