Obat antidiare Uraian Diare

18 b. Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestinal. c. Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan mukus, protein atau darah ke dalam saluran pencernaan. d. Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus halus, pengosongan usus besar yang prematur dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Berdasarkan waktu terjadinya, pengelompokan diare Navaneethan dan Giannella, 2011 antara lain: a. Diare akut Diare ini berlangsung selama kurang dari dua minggu. Penyebabnya adalah infeksi bakteri, virus, atau parasit, keracunan atau alergi terhadap makanan, reaksi obat seperti magnesium yang terdapat pada antasida, antibiotik, misoprostol, H2 reseptor bloker dan proton pum inhibitor. b. Diare persisten Diare ini berlangsung selama dua sampai empat minggu. Diare persisten merupakan kelanjutan dari diare akut, yang umumnya disebabkan karena infeksi bakteri, virus, atau parasite. c. Diare kronik Diare ini berlangsung selama lebih dari empat minggu. Penyebabnya adalah irritable bowel syndrome IBS, inflammatory bowel disease IBD, kanker kolon, malabsorpsi lemak atau karbohidrat. karena penyakit kanker kolon dan rektum atau penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal.

2.4.2 Obat antidiare

Penggolongan obat yang sering kali digunakan pada diare adalah: Universitas Sumatera Utara 19 1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni membrantas bakteri penyebab diare seperti antibiotika, sulfonamida dan senyawa kinolon Tan dan rahardja, 2007. 2. Obtipansia untuk terapi simtomatis yang dapat menghentikan diare. Ada beberapa cara antara lain: a. Obat antimotilitas Dua obat yang dipakai secara luas untuk mengendalikan diare adalah difenoksilat dan loperamid. Keduanya merupakan analog meperidin dan memiliki efek seperti opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid presinaptik di dalam sistem saraf enterik untuk menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan peristaltik. Efek samping termasuk rasa mengantuk, kejang perut dan pusing. Karena obat ini dapat menyebakan megakolon yang toksik, maka tidak digunakan pada anak-anak atau pasien dengan kolitis berat Mycek, 2001. Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak mudah menembus ke dalam otak. Oleh karena itu loperamid hanya mempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin menyebabkan ketergantungan Neal, 2006. Waktu paruhnya adalah 7 - 14 jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melaui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik. Sifat ini menunjang selektivitas kerja loperamid. Sebagian obat diekskresikan bersama tinja. Loperamid tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan sirup 1 mg5 ml dan digunakan dengan dosis 4 - 8 mg per hari Dewoto, 2007. b. Obat antikolinergik Penggunaan agen antikolinergik untuk pengobatan diare didasarkan pada kemampuannya untuk mengurangi motilitas saluran usus. Dosis efektif yang digunakan untuk obat ini, setara dengan 0,6 sampai 1,0 mg atropin, terkait dengan Universitas Sumatera Utara 20 tingginya insiden efek samping. Agen antikolinergik memiliki margin sempit dari segi keamanan, terutama pada anak-anak. Donnagel merupakan produk antidiare yang banyak digunakan, yang mengandung campuran alkaloid belladonna dan adsorben kaolin dan pektin Mycek, 2001. c. Obat adsorben Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, norit yang diaktifkan karbon aktif dan atapulgit, digunakan secara luas untuk mengendalikan diare. Diduga obat-obat ini bekerja dengan mengabsorpsi toksin intestinal dan mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal. Obat-obat ini kurang efektif dibandingkan dengan obat-obat antimotilitas dan dapat mengganggu absorpsi obat lain Mycek, 2001. d. Adstringensia Obat yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak tanin dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium Tan dan Kirana, 2007. 3. Spasmolitika Merupakan zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin Tan dan Rahardja, 2007.

2.5 Oleum Ricini