6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Autoimmune Hemolytic Anemia AIHA
1. Definisi.
Autoimmune Hemolytic Anemia AIHA merupakan kondisi klinik yang disebabkan antibodi IgG danatau IgM berikatan dengan antigen dan memulai
penghancuran red blood cell RBC melalui sistem komplemen dan sistem retikuloendotelia. AIHA termasuk penyakit yang cukup jarang, dengan estimasi 1-
3 kasus per 100.000 kasus pertahun Gehrs and Friedberg, 2002.
2. Klasifikasi AIHA
AIHA diklasifikasikan menjadi warm autoimmune hemolytic anemia wAIHA dan cold autoimmune hemolytic anemia cAIHA. Pengelompokan ini
berdasarkan pada suhu optimal terjadinya hemolisis dan jenis imunoglobulin yang berperan. Imunoglobulin yang berperan pada wAIHA yaitu IgG, pada cAIHA
imunoglobulin yang berperan adalah IgM Permono, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti, Abdulsalam, 2005. Cold AIHA dibagi menjadi: Cold Agglutinin
Syndrom CAS dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria PCH. Setiap jenis AIHA dibagi menjadi subbagian, yaitu idiopatik primer dan sekunder. Idiopatik yaitu
AIHA tanpa adanya hubungan dengan penyakit lain, sedangkan sekunder yaitu AIHA yang memiliki hubungan dengan penyakit lain Gehrs et al, 2002.
3. Patofisiologi
AIHA disebabkan autoantibodi imunoglobulin G IgG dan atau imunoglobulin M IgM berikatan dengan sel darah merah dan memulai
penghancuran sel darah merah. Penyebab adanya produksi autoantibodi adalah sistem imun individu tidak dapat mengenali host atau self-antigen dan berkaitan
dengan kegagalan sel T meregulasi sel B. Faktor genetik, infeksi, penyakit inflamatori, obat-obatan, dan penyakit limfoproliferatif merupakan pemicu
terjadinya autoantibodi Chaudhary et al, 2014. Proses penghancuran sel darah merah karena autoantibodi berkaitan
dengan sistem komplemen. Komplemen merupakan sistem yang terdiri dari sejumlah protein yang berperan dalam sistem imun non spesifik maupun sistem
imun spesifik. Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi, opsonisasi, dan kerusakan lisis membrane pathogen.
Terdapat 9 komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan, dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil C3a, C4a, dan
sebagainnya.Sistem komplemen yang semula diketahui diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik dan alternatif, dan sekarang diketahui juga dapat terjadi
jalur lektin. Jalur klasik diaktifkan oleh kompleks imun sedang jalur alternatif dan jalur lektin tidak Baratawidjaja dan Rengganis,2012.
Tabel II. Fungsi Protein Komplemen Baratawidjajadkk,2012. Protein Komplemen
Fungsi
C1qrs Meningkatkan permeabilitas vascular
C2 Mengaktifkan kinin
C3a dan C5a Kemotaksis yang mengarahkan leukosit dan juga berupa
anafilotoksin yang dapat merangsang sel mast melepas histamine dan mediator lainnya
C3b Opsonin dan adherens imun
C4a Anafilotoksin lemah
C4b Opsonin
C5,6,7 Kemotaksis
C8,9 Melepas sitolisin yang dapat menghancurkan sel lisis
Kerusakan eritrosit yang dipicu oleh aktivasi komplemen dapat terjadi tergantung pada kelas imunoglobulin. Berikut penjelasan hemolisis yang
disebabkan interaksi antigen dengan Ig-class antibody. a.
Warm-type Autoimmune Hemolytic Anemia wAIHA.
Gambar 1. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada WarmAIHA
Berentsen and Sundic, 2015
Reaksi autoantibodi pada wAIHA terjadi secara optimum pada suhu 37
C. Dalam wAIHA target epitope dari autoantibodi yaitu protein Rh. Antigen Rh dijadikan target diduga disebabkan oleh adanya reaksi silang dengan protein
Rh dan sistem imun gagal untuk menekan respon autoreaktif yang dapat mengarah pada hemolisis DeLoughery, 2013. Temuan terbaru menunjukan
protein Rh dapat memediasi interaksi melalui protein 4,2 dan ankyrin 1 Westhoff, 2007. Terdapat 2 mekanisme yang menyebabkan hilangnya sel darah
merah dari sirkulasi yaitu fagositosis dan lisis. Dua mekanisme tersebut terjadi karena adanya Fc receptor-mediated immune adherence dan complement
mediated hemolysis. 1.
Fc Receptor-Mediated Immune Adherence Sel darah merah dianggap sebagai antigen oleh antibodi sehingga
terbentuk kompleks autoantibodi dan mengaktifkan sistem komplemen. Fc reseptor merupakan reseptor yang terdapat pada makrofag, reseptor ini membuat
makrofag menempel pada IgG yang telah membentuk kompleks dengan sel darah merah. Protein CR1 yang terdapat pada makrofag merupakan ligan untuk protein
komplemen C3b yang menyebabkan C3b berikatan dengan kompleks dan menyebabkan terjadinya fagositosis. Fagositosis oleh makrofag limpa menyisakan
sferosit, yaitu eritrosit yang memiliki ukuran lebih bulat dan dengan warna yang padat dibandingkan dengan eritrosit normal, serta tidak memiliki warna pucat
dibagian tengah Berentsen et al, 2015. 2.
Complement Mediated Hemolysis Sel darah merah yang dianggap antigen oleh IgG mengakibatkan IgG
menempel pada sel darah merah dan membentuk kompleks. Kompleks ini mengaktifkan sistem komplemen yaitu C1 kemudian terpecah menjadi C1q, C1r,
dan C1s. C1qrs ini mengaktifkan C2 dan C4 yang selanjutnya mengaktivasi C3. Kemudian C3 membentuk C3b yang menempel pada kompleks antigen-
autoantibodi. Menempelnya C3b menyebabkan lisisnya sel darah merah, dan proses ini terjadi di liver Berentsen et al, 2015.
b. Cold-typeAutoimmune Hemolytic Anemia cAIHA.
Gambar 2. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Cold AIHA Berentsen
et al, 2015
Cold Autoimmune Hemolytic Anemia cAIHA merupakan autoantibodi dengan aglutinate pada sel darah merah yang terjadi optimum pada suhu 3-4
C. Cold AIHA biasanya berhubungan dengan sistem golongan darah Ii, dan
kebanyakan spesifik pada antigen karbohidrat I. Antigen i banyak diekspesikan pada bayi berusia kurang dari 18 bulan, setelah lebih dari 18 bulan antigen I akan
lebih banyak diekspresikan dan ekspresi antigen i menurun sehingga pada orang dewasa biasanya hanya mengekspresikan antigen I. Adanya mutasi pada gen
GCNT2 menyebabkan pada orang dewasa ekspresi antigen I menurun sedangkan ekspresi antigen i meningkat. Hal ini yang menyebab antibodi mengikat antigen
dan memulai proses aglutinasi Yu and Lin, 2011. Selain itu, terjadinya pendinginan darah pada bagian akral tubuh bagaian ujung jari tangan dan kaki
menyebabkan CA berikatan dengan sel darah merah dan menyebabkan aglutinasi. Setelah kompleks IgM-CA berikatan dengan sel darah merah, kompleks ini
mengikat C1 dan memulai aktivasi sistem komplemen jalur klasik. C1 esterase mengaktifkan C2 dan C4 kemudian mengaktifkan C3 konvertase, C3 terpecah
menjadi C3a dan C3b, C3b inilah yang berikatan dengan kompleks. Ketika kompleks kembali ke bagian tubuh dengan suhu normal 37
C, IgM-CA terlepas dari permukaan sel, sementara C3b tetap terikat dengan sel darah merah yang
kemudian dibawa ke hati untuk difagosit Berentsen et al, 2015. c.
Paroxysmal Cold Hemoglobinuria PCH
Gambar3. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Paroxysmal
Cold Hemoglobinuria PCH Berentsen et al, 2015
Paroxysmalcold hemoglobinuria
PCH merupakan
antibodi coldreacting dari sub tipe IgG yang jarang. Polyclonal cold reactive komplek
IgG-antibodi pada PCH mengikat protein di permukaan sel darah merah disebut P PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tetapi tidak mengaglutinasi sel darah merah Berentsen et al, 2015. Antibodi mengikat protein P diduga dapat disebabkan oleh adanya mutasi gen pada sintesis
protein P sehingga jumlah protein P meningkat pada permukaan sel darah merah Olsson and Hellberg, 2015. Antigen dan antibodi antieritrosit membentuk
kompleks pada suhu 4 ⁰C, kemudian mengikat C1 pada suhu 37⁰C yang
menyebabkan aktivasi C2 dan C4. Selanjutnya C3 konvertase teraktivasi dan dipecah menjadi C3a dan C3b. C3b yang terikat pada kompleks antigen-antibodi
anti-eritrosit akan mengaktifkan C5 yang kemudian menyebabkan teraktivasinya
protein komplemen C5b,6,7,8,9 dan kemudian sel lisis Berentsen et al, 2015. 4.
Diagnosis
a. Gejala dan Gambaran Klinis
Gejala AIHA tergantung pada tipe antibodi dan keparahan anemia. Gejala untuk wAIHA biasanya kelelahan, penurunan aktivitas fisik dan kesulitan
bernapas bagi lansia. Selain itu gejala akut lain seperti malaise, demam, jaundice, nyeri abdominal, gangguan pernapasan, dan hemoglobulinuria. Untuk pasien
cAIHA biasanya sensitif terhadap dingin dan anemia akan bertambah parah jika ada paparan dingin Hoffman, Benz, Silberstein, Heslop, Weitz, Anastasi, 2014.
b. Darah Tepi dan Laboratorium
Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa sferositosis, polikromasi, maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti, dan
retikulositopenia pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3-9 gdL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel muda metamielosit, mielosit, dan promielosit,
kadang disertai trombositopeni Permono dkk, 2005. Tes laboratorium yang lain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yaitu peningkatan laktat dehidrogenaseLDH, peningkatan bilirubin indirect, dan tes positif antiglobulin langsung DAT Lechner and Jager, 2010.
c. Tes Coombs
Tes Coombs merupakan tes yang paling banyak digunakan dalam diagnosis AIHA. Direct Coombs test atau direct antiglobulin test DAT
digunakan untuk mendeteksi antibodi pada permukaan sel darah merah, sedangkan indirect coombs test mengidentifikasi antibodi anti-eritrosit pada serum
Sills, 2003. Jika hasil tes DAT menunjukan hasil positif dan adanya IgG saja atau IgG dan C3d, kemungkinan besar termasuk dalam wAIHA. Sedangkan jika
hasil DAT positif dan hanya terdapat C3d saja, maka kemungkinan besar termasuk dalam cAIHA Hoffmanet al, 2014.
5. Terapi Farmakologi