Terapi Farmakologi Profil Pengobatan

lain yang sudah ada menunjukan pada usia lansia AIHA kebanyakan terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dengan perbandingan wanita dan laki-laki yaitu 60:40 Chaudhary et al, 2014. Wanita cenderung lebih banyak mengalami AIHA karena adanya hormon seks danatau sex-linked gene inheritance yang mungkin menyebabkan wanita lebih rentan terhadap penyakit autoimun Voskuhl, 2011. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.

B. Profil Pengobatan

1. Terapi Farmakologi

Bagian profil pengobatan ini dilakukan pengkajian mengenai gambaran umum penggunaan obat pada pasien lansia dengan diagnosis AIHA berdasarkan sub kelas terapi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328 Tahun 2013 tentang formularium nasional. Tabel V. Profil Penggunaan Obat pada Pasien Lansia dengan Diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 No. Sub Kelas Terapi Jenis Obat Jumlah Kasus n=9 Persentase No. Kasus 1 Kortikosteroid Metilprednisolon 9 100 1-9 2 Imunosupresan Mikofenolat mofetil 3 33 1,2,9 3 Antianemi Asam Folat 1 11 1 4 Antiulkus Pantoprazole 8 89 1-3,6 Lansoprazole 9 Omeprazole 8 Ranitidin 4,7 5 Diuretik Furosemid 2 22 4,5 6 Antiemetik dan antipsikotik Chlorpromazine 1 11 3 7 Analgesik Non Narkotik Paracetamol 1 11 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a. Kortikosteroid. Kortikosteroid adalah analog sistesis dari hormon steroid alami yang diproduksi oleh korteks adrenal ginjal. Seperti hormon alami yang lain, senyawa sintetis ini memiliki glukokortikoid GC danatau sifat mineralokortikoid. Glukokortikoid kebanyakan terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta memiliki efek antiinflamasi, imunosupresan, antiproliferative dan vasokonstriksi Zoorob and Cender, 1998. Sedangkan mineralokortikoid terlibat dalam sistem renin-angiotensin, berpengaruh dalam keseimbangan atau penyangga garam dan cairan dalam tubuh Zoorob and Cender, 1998. Steroid bekerja dengan menurunkan produksi autoantibodi oleh sel B. Terlebih lagi, steroid menurunkan densitas reseptor Fc-gamma pada saat fagositosis di limpa Zeerleder, 2011. Kortikosteroid merupakan firstline untuk terapi wAIHA. Pasien yang baru terdiagnosis mengalami wAIHA yang parah harus segera diterapi menggunakan steroid Hoffman et al, 2014. Namun, pada pasien cAIHA, terapi menggunakan kortikosteroid hanya menghasilkan efek remisi parsial kurang dari 15 pasien, sehingga kortikosteroid kurang efektif untuk pasien cAIHA Berentsen, 2013. Dalam penelitian ini semua kasus menggunakan metilprednisolon termasuk pasien cAIHA di RSUP Dr.Sardjito, tetapi penggunaan metilprednisolon ini memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan pasien bukan cAIHA untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Perlu dilakukan pemantauan selama penggunaan kortikosteroid karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan beberapa efek samping potensial, diantaranya gangguan cairan dan elektrolit, gangguan pencernaan, osteoporosis, gangguan penglihatan, gangguan otot dan saraf, serta gangguan kulit Zoorob et al, 1998. b. Imunosupresan Terapi imunosupresif sering direkomendasikan sebagai pilihan secondline terapi AIHA karena tingkat responnya yaitu 40-60 Lechner et al, 2010. Contoh obat-obat imunosupresan yang digunakan dalam AIHA yaitu azathioprine, siklofosfamid, siklosporin A dan mikofenolat mofetil Zanella et al, 2014. Hasil penelitian menunjukan bahwa di RSUP Dr.Sardjito obat imunosupresan yang digunakan untuk pasien AIHA adalah mikofenolat mofetil Cellcept®. Mikofenolat mofetil merupakan pro-drug dari asam mikofenolat, hasil fermentasi spesies Penicillium. Mikofenolat mofetil bekerja poten dengan cara menghambat inosin 5’-mono-phosphate dehydrogenase, enzim yang penting dalam sistesis purin. Mekanisme utama dalam imunosupresi yaitu dengan menghambat proliferasi limfosit, selain itu menyebabkan berkurangnya guanosin trifosfat GTP, sehingga terjadi pengurangan ekspresi molekul adhesi pada leukosit, dan terjadi penurunan perekrutan leukosit pada lokasi inflamasi Howard, Hoffbrand, Prentice, Mehta, 2002. c. Antianemi Menurut formularium nasional obat-obat yang termasuk dalam kelas terapi antianemi yaitu asam folat, ferro sulfat, low molecule feri sucrose, low molecular weiht iron dextran, dan sianokobalamin Vitamin B12 Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa antianemi yang digunakan di RSUP Dr.Sardjito untuk pasien AIHA yaitu asam folat. Asam folat diperlukan oleh pasien wAIHA aktif untuk meningkatkan eritropoesis sehingga mencegah defisiensi vitamin B9 March, 2014. Asam folat merupakan senyawa yang infaktif, diubah oleh dihidrofolat reduktase menjadi asam tetrahidrofolat dan metiltetrahidrofolat. Senyawa-senyawa ini kemudian diangkut oleh receptor- mediated endocytosis ke sel dimana dibutuhkan untuk mempertahankan eritropoesis normal berfungsi dalam maturasi eritrosit, interkonvert asam amino, metilasi tRNA, menghasilkan dan menggunakan format, dan sintesis purin dan asam nukleat timidilat Mahmood, 2014. d. Antiulkus Salah satu risiko efek samping yang disebabkan oleh obat kortikosteroid adalah gangguan pencernaan. Penggunaan kotikosteroid berisiko menyebabkan gangguan pencernaan seperti pendarahan gastrointestinal bagian atas dan peptic ulcer dengan nilai OR 2,2 95 CI: 0.9-5,4 Gutthann, Rodriguez, and Raiford, 1996. Secara fisiologis, kortikosteroid memiliki efek terhadap mukosa lambung, yaitu menghambat sintesis mukosa lambung, peningkatan sel gastrin, hiperplasia sel parietal karena sekresi asam berlebih, gangguan fungsi fibroblast dan penekanan sintesis sintesis prostaglandin melalui penghambatan interleukin-1beta dan siklooksigenase-2 Luo, Chang, Lin, Lu, Lu, Cheng et al, 2002. Obat antiulkus yang digunakan pada pasien AIHA lansia di RSUP Dr. Sardjito yaitu obat golongan proton pump inhibitor dan histamin H 2 receptor antagonist. Obat-obat proton pump inhibitor yang digunakan yaitu pantoprazole, lansoprazole, dan omeprazole, dengan obat yang paling banyak digunakan yaitu pantoprazole sebanyak 44. Obat histamin H 2 receptor antagonist yang digunakan yaitu ranitidin dengan persentase 22. e. Diuretik Pasien AIHA yang mengalami severe anemia beberapa membutuhkan transfusi darah untuk mengatasi anemia yang dialami. Salah satu reaksi transfusi akut yaitu kelebihan beban sirkulasi atau yang biasa disebut transfusion- associated circulatory overload TACO. Lansia merupakan salah satu faktor risiko dan kondisi medis predisposisi seperti gagal jantung, gangguan ginjal, gangguan pernapasan, albumin rendah dan kelebihan cairan Norfolk, 2013. Salah satu cara mencegah overload cairan yaitu dengan penggunaan diuretik untuk menjaga keseimbangan cairan Hillyer, Strauss, Luban, 2004. Diuretik yang digunakan pada pasien AIHA di RSUP Dr. Sardjito yaitu furosemid yang merupakan diuretic loop dengan persentase penggunaan 22. f. Antiemetik dan antipsikotik Chlorpromazine termasuk dalam kelas terapi antiemetik dan antipsikotik pada formularium nasional. Chlorpromazine memiliki banyak kegunaan dalam mengatasi gejala simtomatik seperti mual-muntah, cegukan keras, sebagai analgesik dan anastesi. Selain itu chlorpromazine memiliki efek dalam beberapa penyakit psikologis Dobkin, Kilduff, Wyant, 1957. Chlorpromazine digunakan pada salah satu kasus. Pasien pada kasus tersebut mengalami cegukan yang cukup lama. Chlorpromazine merupakan obat yang paling sering digunakan dan satu- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI satunya obat yang diakui oleh FDA Amerika Serikat untuk pengobatan cegukan Becker, 2010. g. Analgesik Parasetamol merupakan terapi untuk mengurangi nyeri dan demam Sharma and Mehta, 2013. Parasetamol bekerja di hipotalamus yang meregulasi suhu tubuh dan dapat bekerja di perifer untuk memblokir impuls nyeri, serta dapat juga menghambat sintesis prostaglandin di CNS Botting, 2000. Parasetamol digunakan sebanyak 11 pada penelitian, yaitu pada kasus 2. Pasien mengeluh agak pusing sehingga diberikan parasetamol untuk mengurangi pusing yang dialami pasien, tetapi pada rekam medis tidak dituliskan dengan jelas berapa dosis yang diberikan kepada pasien. Dosis parasetamol untuk meringankan nyeri pada orang dewasa yaitu 325-650 setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4 kali perhari bila mengalami nyeri dengan dosis maksimum 4 g per hari American Pharmacists Association, 2007.

2. Terapi Suportif

Dokumen yang terkait

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GANGGUAN LAMBUNG DI INSTALASI RAWAT Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Gangguan Lambung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2015.

0 2 12

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “Y” Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

4 37 21

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 7 13

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

3 18 145

Evaluasi Drug Related Problems (DRPS) pada pasien Autoimmune Hemolytic anemia (AIHA) dengan komplikasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di instalasi rawat inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2009-2014.

1 11 117

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014.

1 9 161

Evaluasi drug related problems (DRPs) pada pasien anak dengue shock syndrome (DSS) di instalasi rawat inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 - USD Repository

1 1 98

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma pediatri rawat inap : studi kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013 - USD Repository

0 0 141