Kasus 5 Kasus 6 Evaluasi DRPs

pencegahan yang diterima pasien lebih efektif, dan dilakukan monitoring kadar kalium untuk mencegah kemungkinan efek interaksi metilprednisolon dan furosemid. Selain itu dilakukan monitoring Hb dan HCT secara berkala untuk memonitoring penyakit AIHA pasien dan memonitoring kemungkinan efek samping khususnya efek samping metilprednisolon karena metilprednisolon harus digunakan dalam jangka waku panjang.

5. Kasus 5

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 67 tahun dengan berat badan 50 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas dan pasien terdiagnosis mengalami AIHA cold. Pasien sudah memiliki riwayat AIHA cold sebelumnya dan memiliki riwayat tuberkulosis paru tahun 1986 dan 2003. Hasil pemeriksaan darah ketika pasien datang menunjukan kadar hemoglobin 3,8 gdL yang termasuk dalam kategori anemia berat World Health Organization, 2011, HCT 11,9 dan DCT +2. Pasien menerima terapi farmakologi yaitu injeksi metilprednisolon dosis 500 mg hari selama 4 hari dan dilanjutkan dengan dosis 250 mghari selama 3 hari, dan furosemid dosis 20 mghari sebanyak satu kali. Pasien juga menerima terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien dirawat di rumah sakit selama 8 hari. Kasus 5 menunjukan pemberian furosemid kurang dari dosis yang seharusnya. Selain itu juga ditemukan terdapat risiko interaksi antara metilprednisolon dan furosemid. Penjabaran untuk kedua DRP diatas telah dibahas di kasus 4. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Rekomendasi untuk pasien kasus 5 yaitu perlu dipertimbangkan untuk penyesuaian dosis furosemid agar terapi pencegahan yang diterima pasien lebih efektif dan dilakukan monitoring kadar kalium untuk mencegah kemungkinan efek interaksi metilprednisolon dan furosemid. Selain itu dilakukan monitoring Hb dan HCT secara berkala untuk memonitoring penyakit AIHA pasien dan memonitoring kemungkinan efek samping khususnya efek samping metilprednisolon karena metilprednisolon harus digunakan dalam jangka waku panjang.

6. Kasus 6

Pasien merupakan seorang wanita berusia 71 tahun dengan berat badan 37,8 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, pucat, batuk dan terdiagnosis AIHA. Pasien memiliki riwayat hipertensi 20 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukan kadar hemoglobin 8 gdL yang termasuk dalam kategori anemia tingkat moderate World Health Organization, 2011 HCT 8,5, DCT +1, dan ICT +. Pasien menerima terapi farmakologi yaitu injeksi metilprednisolon dosis 375 mg hari selama 5 hari kemudian dosis diturunkan menjadi 187,5 mghari selama 3 hari, metilprednisolon oral 40 mghari, dan pantoprazole dengan dosis 40 mghari. Pasien dirawat di rumah sakit selama 11 hari. Kasus 6 ditemukan terjadi efek samping penggunaan metilprednisolon yaitu hipertensi. Efek samping metilprednisolon yaitu osteoporosis, hiperglikemi atau diabetes, adrenal suppresion, cushingoid appearance, peningkatan berat badan, katarak dan glaukoma, efek samping pada kulit, myopathy, kejadian gastrointestinal, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskular. Risiko cardiovascular disease yang terjadi pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid yaitu hipertensi, hiperglikemi dan obesitas Liu et al, 2013. Beberapa penelitian pada tikus menunjukan penggunaan glukokortikoid menyebabkan kenaikan tekanan darah karena terkadi penurunan oksida nitrit endotel endothelial nitric oxide yang berakibat pada penurunan vasodilatasi pada pembuluh aorta, liver maupun ginjal. Selain itu terdapat bukti bahwa glukokortokoid meningkatkan efek vasokonstriksi melalui peningkatan aktivasi promotor IA reseptor angiotensin II pada sel otot halus aorta tikus sehingga memediasi peningkatan tekanan darah Baum and Moe, 2008. Pasien pada kasus 6 memiliki riwayat hipertensi 20 tahun lalu yang lalu tetapi dari riwayat pengobatan pasien saat ini sedang tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. Hal ini yang menyebabkan risiko terjadi hipertensi akut pada pasien tinggi. Kejadian hipertensi akut ditunjukan dengan peningkatan tekanan darah dari awalnya berada dikisaran 12070 mmHg meningkat hingga tekanan paling tinggi selama rawat inap yaitu 170100 mmHg, ditambah pasien mengeluh sulit tidur dan pusing. Oleh sebab itu direkomendasikan untuk memberikan obat antihipertensi kepada pasien untuk menurunkan tekanan darah dan meringankan kondisi klinis akibat hipertensi yaitu pusing. Selain itu dilakukan monitoring khususnya monitoring tekanan darah pasien. Adanya efek samping metilprednisolon menyebabkan ditemukannya DRP yang lain yaitu perlu tambahan obat. Kasus 6 menunjukan pasien membutuhkan terapi tambahan obat hipertensi untuk menstabilkan tekanan darah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pasien. Obat golongan diuretik dan angiotensin-converting-enzyme inhibitor ACEi menunjukan hasil yang secara signifikan menguntungkan dan aman digunakan untuk pasien lansia, tetapi dengan dosis yang lebih kecil dan dosis awal yang biasa digunakan Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, Posey, 2008. Diuretik yang dapat digunakan yaitu diuretik thiazid contohnya klortalidon dengan dosis 12,5–25 mg per hari, tetapi selama penggunaannya harus dimonitoring kadar kalium pasien untuk mencegah terjadinya hipokalemia Dipiro et al, 2008. ACEi yang dapat digunakan contohnya yaitu captopril dengan dosis 25-150 mg 2-3 kali sehari Dipiro et al, 2008. Rekomendasi untuk pasien kasus 6 yaitu sebaiknya pasien diberikan obat untuk menurunkan tekanan darah seperti yang telah dijelaskan diatas, dilakukan monitoring Hb dan HCT secara berkala untuk memonitoring penyakit AIHA pasien dan memonitoring kemungkinan efek samping khususnya efek samping metilprednisolon karena metilprednisolon harus digunakan dalam jangka waku panjang.

7. Kasus 7

Dokumen yang terkait

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GANGGUAN LAMBUNG DI INSTALASI RAWAT Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Gangguan Lambung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2015.

0 2 12

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “Y” Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

4 37 21

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 7 13

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

3 18 145

Evaluasi Drug Related Problems (DRPS) pada pasien Autoimmune Hemolytic anemia (AIHA) dengan komplikasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di instalasi rawat inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2009-2014.

1 11 117

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014.

1 9 161

Evaluasi drug related problems (DRPs) pada pasien anak dengue shock syndrome (DSS) di instalasi rawat inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 - USD Repository

1 1 98

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma pediatri rawat inap : studi kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013 - USD Repository

0 0 141