Efek berbahaya dari radikal bebas menyebabkan potensi kerusakan biologis yang disebut dengan oxidative stress dan nitrosative stress. Efek tersebut
terjadi dalam sistem biologi bila ada produksi lebih dari ROSRNS. Oxidative Stress dapat merusak jaringan lipid, protein, atau DNA seluler sehingga
menghambat fungsi normal mereka. Maka oxidative stressdapat disimpulkan terlibat dalam menimbulkan sejumlah penyakit pada manusia serta dalam proses
penuaan Valko et al., 2006.
E. Senyawa Antioksidan
Menurut Pham-Huy 2008 antioksidan adalah senyawa yang bertindak sebagai penangkal radikal bebas dan mencegah terjadinya kerusakan yang
diakibatkan oleh senyawa radikal. Radikal bebas dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lipid, serta DNA, sehingga menyebabkan penyakit degeneratif.
Senyawa antioksidan seperti asam fenolik, polifenol, dan flavonoid dapat meredam radikal bebas peroksida, hidroperoksida atau lipid peroksil dan
menghambat mekanisme oksidatif yang menimbulkan penyakit degeneratif Prakash et al., 2001.
Berdasarkan sifatnya antioksidan dibagi menjadi 2, yaitu antioksidan enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis merupakan sistem pertahanan
terhadap kerusakan oksidatif dalam sel. Contoh antioksidan enzimatis adalah superoksida dismutase SOD, katalase, glutation reduktase dan glutation
peroksidase. Sedangkan antioksidan non-enzimatis adalah antioksidan yang mempertahankan membran sel, seperti vitamin C di fase air, vitamin E, ubiquinol
di fase lipid, karotenoid β karoten, glutation, bilirubin, abumin,
transferinlaktoferinserulo-plasmin, feritin, sistein, dan flavonoid Ardhie, 2011. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua jenis,
yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetis. Antioksidan sintetis adalah antioksidan yang dibuat dengan melakukan sintetis kimia seperti TBHQ, BHT,
dan propil galat Gulcin et al., 2004. Antioksidan alami terdapat pada makanan sehari
– hari, seperti buah dan sayuran yang mengandung berbagai senyawa fenolik atau nitrogen dan karotenoid. Antioksidan alami dapat melindungi tubuh
manusia dari radikal bebas dan menurunkan terjadinya perkembangan penyakit kronis Sing, 2007.
F. Metode Folin-Ciocalteu
Metode ini didasarkan pada reduksi asam fosfotungstat dalam larutan alkali menjadi fosfotungstat biru. Absorbansi yang terbentuk akibat fosfotungstat
biru sebanding dengan jumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam sampel, sehingga dapat diketahui seberapa besar jumlah kandungan senyawa dengan
gugus fenol dalam suatu sampel tanaman yang dinyatakan dengan ekuivalen asam galat Cindr
ić et al., 2011. Metode
spektrofotometri UVVIS
banyak menggunakan
reaksi kolorimetrik karena mudah, cepat dan biayanya terjangkau. Metode ini mengukur
konsentrasi total senyawa fenolik dalam ekstrak tumbuhan. Polifenol dalam ekstrak tumbuhan akan bereaksi dengan reagen Folin Ciocalteu sehingga
membentuk kompleks berwarna biru yang dapat diukur dengan cahaya tampak spektrofotometri. Reagen Folin Ciocalteu mempunyai kelemahan, yaitu sangat
cepat terurai dalam larutan alkali, sehingga perlu untuk menggunakan reagen secara berlebih untuk mendapatkan reaksi yang lengkap. Tetapi penggunaan
reagen berlebih dapat menimbulkan endapan dan kekeruhan yang tinggi, sehingga membuat analisis spektrofotometri tidak bisa dilakukan. Untuk mengatasi masalah
ini, didalam reagen Folin Ciocalteu terdapat garam lithium, yang dapat mencegah kekeruhan. Reaksi ini pada umumnya memberikan data yang akurat dan spesifik
pada beberapa kelompok senyawa fenolik Blainski et al., 2013.
G. Metode DPPH