Kelas XI Semester 1” adalah sama- sama menggunakan pembelajaran kontekstual namun untuk pengembangan perangkat pembelajaran menulis, sedangkan
penelitian ini menggunakan mpembelajaran kontekstual untuk pembelajaran tema dan amanat novel Matahari di Atas Gilli Karya Lintang Sugianto.
Persamaan penelitian yang dilakukakan oleh Erna Lawu Niri 2011 adalah sama-sama menggunakan pendekatan kontekstual dan menganalisis novel
serta mengkaji unsur instrinsik dalam novel. Penelitian yang dilakukan Erna Lawu Niri 2011 adalah unsur alur sedangkan penelitian ini adalah unsur tema dan
amanat.
B. Kajian Teori
1. Sastra
a. Hakikat Sastra
Sastra selalu menyampaikan nilai atau makna kepada pembaca. Konsep keindahan ini mengacu pada 1 keindahan kehidupan yang dilukiskan dan
digambarkan dalam karya sastra, dan 2 keindahan bahasa yang digunakan untuk menyampaikan kehidupan tersebut. Oleh karenanya, tidak mengherankan bila
pada zaman dulu, sastra merupakan media pembelajaran yang banyak disukai orang untuk menyampaikan nilai atau pesan moral kepada orang lain, karena
dengan nilai estetika, maka sastra diterima oleh segenap kalangan masyarakat. Kenyataan ini bisa dilihat, misalnya pada zaman dulu, bahwa sampai sekarang,
anak masih suka mendengarkan cerita, baik sebagai pengantar tidur, pengantar pelajaran di sekolah, atau sekedar bercerita dengan teman-teman sebayanya
Kurniawan, 2012: 2. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Metode Kontekstual
a. Pengertian Metode Kontekstual
Kata kontekstuak berasal dari kata contex, yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian, contextual diartikan”yang
berhubungan dengan suasana konteks”. Contextual leaching end learning CTL dapat diartikan sebagaisuatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana
tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey
1916 yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau
peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Sehingga, CTL dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam proses
belajar mengajar di sekolah. Secara umum, contextual mengandung arti: yang berkenaan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; yang
membawa maksud, makna, dan kepentingan. Dalam kemampuan belajar sehari- hari, siswa diminta untuk dapat mengeksplorasi segala kemampuannya dalam
bidang mata pelajaran yan mereka sukai Hosnan, 2014: 267. b.
Elemen dan Karakter Pembelajaran Kontekstual Menurut Zahorik dalam Hosnan,2014: 269, terdapat lima elemen yang
harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. 1.
Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada activating knowladge 2.
Pemerolehan pengetahuan baru acquiring knowladge dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya
3. Pemahaman pengetahuan understanding knowladge, yaitu dengan cara
menyusun konsep sementara hipotesis, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan validasi dan atas dasar tanggapan itu konsep
tersebut direvisi dan dikembangkan 4.
Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut applying knowladge 5.
Melakukan refeksi reflecting knowladge terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Selain elemen pokok di atas, Trianto2009: 110 membagi tujuh karakteristik CTL yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya, yaitu: Kerja sama,
saling menunjang, menyenangkan dan, mengasyikkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, dan menggunakan berbagai
sumber siswa aktif. c.
Penerapan Metode Kontekstual di Kelas Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konsruktivisme dipandang
sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi CTL, yaitu relating, experiencing, applying,
cooperating, dan transferring, diharapkan siswa mampu mencapai kompetensi secara maksimal.
d. Komponen dalam Pembelajaran Kontekstual
Tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni konstruktivisme contructivism, bertanya questioning, menemukan inquiry, masyarakat belajar
community learning, pemodelan modelling, dan penilaian autentik authentic asseement Trianto, 2009: 107.
Berdasarkan ketujuh komponen tersebut, masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Konstruktivisme contructivism
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan dalam
struktur kognitif
siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut
konstrusktivisme, pengetahuan ini memang berasal dari luar, tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang Sanjaya, 2006: 264.
Menurut Muslich dalam Hosnan, 2014:270,konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara
aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkai fakta,
konsep, dan
kaidah yang
siap dipraktikkannya.
Manusia harus
mengkonstruksikannya terlebih dahulu pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Dalam konstruktivisme ada hal-hal sebagai berikut:
a. Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik
membangun sendiri pengetahuannya. b.
Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengkonstruksi pengetahuan, bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang
diketahui peserta didik. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan konsep, prinsip baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari
strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atan penemuan discovery.