Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 tahun di RSU Kabupaten Tangerang

(1)

DENGAN LEUKEMIA USIA 6-12 TAHUN DI RSU

KABUPATEN TANGERANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

AMANDA FEBRIANI PUTRI

1111104000046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

(3)

iii SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA

Undergraduate Thesis, December 2015

Amanda Febriani Putri, NIM: 1111104000046

Parents Support of Child with Leukemia aged 6-12 Years in RSU Kabupaten Tangerang

xvi + 65 pages + 1 figure + 5 attchments

ABSTRACT

Illness and hospitalization in children no exception in children aged 6-12 years were a stressful situation. Therefore it was needed an external coping resources like parents support who may influence child's reaction to the disease so that the child was able to adapted with the illness. This research aimed to explore about parents support who had child with leukemia aged 6-12 years. This qualitative research used phenomenological descriptive design. The participants of this research were parents who had child with leukemia aged 6-12 years that obtained by purposive sampling. Data were collected using in-depth interview method and analyzed using Collaizi techniques. The results of this research found five themes: 1) the efforts of parents faced of leukemia in children of school age; 2) financial support of parents faced of leukemia in children of school age; 3) the information was provided by parents for caring of school-age children with leukemia; 4) emotional support of parents for taking care of school-age children with leukemia; and 5) social support for school-age children with leukemia. Further researchers were expected to conduct research on the factors that influence the support and the parents support of father and mother perception.

Keyword : parents, support, child, leukemia Reference : 69 (years 1994-2015)


(4)

iv

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Desember 2015

Amanda Febriani Putri, NIM: 1111104000046

Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 tahun di RSU Kabupaten Tangerang

xvi + 65 halaman + 1 bagan + 5 lampiran ABSTRAK

Keadaan sakit dan hospitalisasi pada anak tak terkecuali pada anak usia 6-12 tahun merupakan keadaan yang menimbulkan stres. Maka dari itu dibutuhkan sumber koping eksternal yaitu dukungan orang tua yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap penyakitnya sehingga anak mampu beradaptasi dengan kondisi sakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif. Partisipan penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun yang diperoleh melalui purposive sampling. Pengumpulan data dengan metode wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Collaizi. Hasil penelitian ini ditemukan lima tema yaitu: 1) Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah; 2) Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah; 3) Informasi yang diberikan orang tua untuk perawatan anak usia sekolah dengan leukemia; 4) Dukungan emosional orang tua selama merawat anak usia sekolah dengan leukemia; dan 5) Dukungan sosial untuk anak usia sekolah dengan leukemia. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan dan dukungan orang tua dari persepsi ayah dan ibu.

Kata kunci : dukungan, orang tua, anak, leukemia Daftar Bacaan : 69 (tahun 1994-2015)


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

Nama : AMANDA FEBRIANI PUTRI

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 5 Februari 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. H. Mansur RT 001 RW 03 No. 88

HP : +6285711969198

E-mail : mandafeb@ymail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar Negeri 08 Cipondoh 1999-2005

2. SMP Negeri 4 Tangerang 2005-2008

3. SMA Negeri 2 Tangerang 2008- 2011


(9)

ix

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan ridha-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul

“Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 tahun di RSU Kabupaten Tangerang” dapat penulis selesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan hingga zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Skripsi ini disusun sebagai langkah awal untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.

Banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Ibu Puspita Palupi, S.Kep, M.Kep, Ns.Sp.Kep.Mat selaku Dosen Pembimbing II skripsi, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.

5. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.

6. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

7. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah mendidik, mencurahkan semua

kasih sayang, mendo’akan keberhasilan penulis, serta memberikan

bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, kakak dan adikku tercinta, Bina Rizky Amalia dan Muhamad Farhan Ramadiyanto serta seluruh keluargaku yang selalu memberikan semangat tanpa pamrih.

8. Teman-teman PSIK 2011 yang telah berjuang bersama selama ini. Sahabat terbaikku Mega Pertiwi, Ismaniar Tawakal, dan Nindya Nurfitriani Azhar yang berjalan dan berjuang bersama, menghibur, memberi masukan, mendengarkan keluh kesah dan mengundang tawa


(11)

xi

dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah mendo’akan selama

proses pembuatan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Desember 2015


(12)

xii

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya ... ii

Abstract ... iii

Abstrak ...iv

Pernyataan Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xii

Daftar Singkatan ... xiv

Daftar Bagan ... xv

Daftar Lampiran ...xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan ...7

D.Manfaat Penelitian ...………...8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

A.Dukungan Sosial ...………...9

1. Pengertian Dukungan Sosial... 9

2. Jenis Dukungan Sosial ... 10

B. Orang tua ...………...11

1. Pengertian Orang tua ... 11

2. Peran Orang tua ...12

3. Strategi Koping yang digunakan Orang Tua ... 12

C.Leukemia pada Anak ...………...12

1. Pengertian Leukemia ...13

2. Faktor Risiko Leukemia ... 13

3. Manifestasi Klinis ... 14

4. Klasifikasi Leukemia ...15

5. Penatalaksanaan Terapeutik ... 15

D. Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) ...………...17

1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik ... 17

2. Perkembangan motorik ... 17

3. Perkembangan kognitif ... 18

4. Perkembangan psikososial ... 18


(13)

xiii

E. Asuhan berpusat pada keluarga (Family-Centered Care) ...19

1. PengertianFamily-Centered Care... 19

2. Prinsip UtamaFamily-Centered Care... 20

3. OutcomeFamily-Centered Care... 21

4. KeunggulanFamily-Centered Care... 21

F. Kerangka Teori ...………...23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..………...24

A.Definisi Istilah ...………...24

B. Desain Penelitian ...………...24

C. Waktu dan Lokasi Penelitian...………...26

D.Partisipan Penelitian ...………...26

E. Pengumpulan Data...………...27

F. Teknik Analisa Data ...………...29

G.Keabsahan Data ...………...30

H.Etika Penelitian ...………...33

BAB IV HASIL PENELITIAN... 35

A. Karakteristik Partisipan ... 35

B. Hasil Analisis Tematik ... 36

BAB V PEMBAHASAN... 45

A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi ... 45

B. Keterbatasan Penelitian ... 62

BAB VI PENUTUP... ... 64

A. Kesimpulan ...64

B. Saran ...64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

xiv ALL :Acute Limfositic Leukemia FAB :French-American-British Kemenkes : Kementerian Kesehatan LGK : Leukemia Granulositik Kronis LLA : Leukemia Limfositik Akut LMA : Leukemia Mieloblastik Akut LMK : Lemukenia Myeloid Kronis Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RSU : Rumah Sakit Umum

SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SSP : Sistem Saraf Pusat


(15)

xv

Halaman


(16)

xvi Lampiran 1: Penjelasan penelitian

Lampiran 2: Lembar persetujuan menjadi partisipan Lampiran 3: Pedoman wawancara

Lampiran 4: Surat izin penelitian Lampiran 5: Matriks analisis tematik


(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak memiliki tujuan, bersifat parasit dan tumbuh dengan merugikan manusia sebagai pejamu (Brooker, 2009). Kanker termasuk salah satu penyakit tidak menular (noncommunicable disease) yang menjadi masalah kesehatan utama baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut data International Agency for Research on Cancer (2014) insiden kanker meningkat dari 12,7 juta kasus pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus pada tahun 2012. Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker menurut diagnosis dokter atau gejala mencapai 1,4‰ (Riskesdas, 2013 dalam Kemenkes RI, 2014).

Kanker dapat menyerang siapa saja termasuk anak-anak. Menurut data dari WHO (2008), setiap tahun penderita kanker pada anak di dunia meningkat sekitar 6,25 juta orang sehingga jumlahnya mencapai 110-130 kasus per satu juta anak per tahun. Di Amerika, kanker yang paling umum pada anak-anak usia 0-14 adalah leukemia limfositik akut (26%), kanker otak dan sistem saraf pusat (SSP) (21%), neuroblastoma (7%), dan lymphoma non-Hodgkin (6%)(American Cancer Society, 2014). Di Indonesia, leukemia merupakan kanker tertinggi pada anak sebesar 2,8 per 100.000 anak, kanker bola mata/retinoblastoma 2,4 per 100.000 anak, osteosarkoma 0,97 per 100.000 anak, limfoma 0,75 per 100.000 anak, kanker nasofaring 0,43 per 100.000 anak. Kasus kanker pada anak-anak mencapai 4,7% dari kanker pada


(18)

semua umur (Kemenkes, 2013). Angka kematian akibat leukemia di Indonesia mencapai 50-60% karena terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kanker, umumnya penderita datang berobat ketempat yang salah dan baru memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan ketika stadiumnya sudah lanjut, sehingga biaya pengobatan lebih mahal (Yayasan Kanker Indonesia, 2012).

Sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti. Sementara apa yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, di antaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu, radiasi, bahan kimia (benzen), virus, kelainan genetik, ibu yang umurnya relatif tua saat melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil, medan magnet, pekerjaan orang tua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal, vitamin K, serta diet (Jullie, dkk, 1994 dalam Simanjorang, dkk, 2010). Gejala klinis yang muncul pada anak dengan leukemia yaitu pilek tidak sembuh-sembuh, pucat, lesu, demam, anoreksia dan penurunan berat badan, ptekie, memar tanpa sebab, nyeri pada tulang dan persendian, nyeri abdomen, limfadenopati, dan hepatosplenomegali (Suriadi dan Yuliani, 2010).

Salah satu pengobatan yang ditempuh untuk leukemia adalah kemoterapi. Kemoterapi membutuhkan waktu yang lama, bisa bertahun-tahun. Di samping itu, kemoterapi memiliki berbagai efek samping yang menimbulkan ketidaknyamanan pada anak, seperti nyeri akibat mukositis, diare, mual, dan lain-lain (Pernomo, dkk., 2006). Pelaksanaan pemberian obat kemoterapi dan


(19)

pemantauan kemajuan pengobatan secara rutin menyebabkan anak harus beberapa kali berkunjung dan dirawat di rumah sakit. Sakit dan hospitalisasi merupakan situasi yang menimbulkan stres pada anak. (Wong, 2009). Stres yang dialami pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya perilaku yang ditunjukkan petugas kesehatan (dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya), pengalaman hospitalisasi anak, support system atau dukungan keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam, Susilaningrum & Utami, 2008).

Keadaan sakit dan hospitalisasi menjadi stresor bagi anak saat dirawat di rumah sakit, yang ditunjukkan dengan adanya perubahan beberapa perilaku pada anak. Selain itu, cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri menjadi stressor tambahan bagi anak saat hospitalisasi (Wong, 2009). Hasil penelitian Doloksaribu (2011) menyatakan bahwa stressor akibat proses hospitalisasi diperoleh dari 3 sub tema, yaitu perpisahan yang menyedihkan, lingkungan yang menakutkan dan sikap petugas kesehatan. Anak merasa khawatir ketika berpisah dari orang tuanya, menjalani terapi pada lingkungan yang asing, serta berinteraksi terhadap petugas kesehatan yang bersikap kurang menyenangkan.

Apabila masalah tidak teratasi, maka hal ini akan menghambat proses perawatan anak dan kesembuhan anak itu sendiri. Upaya mengatasi masalah yang timbul pada anak dalam upaya perawatan di rumah sakit, difokuskan pada intervensi keperawatan dengan cara meminimalkan stresor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi dan memberi dukungan psikologis pada anggota keluarga (Wong, 2009).


(20)

Selain menghadapi stresor akibat penyakit yang dialaminya, anak juga memiliki tahap tumbuh kembang yang harus dicapai sesuai dengan umur mereka. Anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal bila didukung oleh lingkungan biologis, fisik dan psikososial. Aspek fisik dan biologis seperti ketersediaan nutrisi, kerentanan terhadap penyakit, kondisi lingkungan, mempengaruhi kemampuan anak mencapai tumbuh kembang anak yang optimal, begitu pula aspek psikososial seperti hubungan interpersonal, stress dan koping pada anak juga ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak (Hockenberry & Wilson, 2009).

Perkembangan kepribadian dan psikososial anak dengan leukemia dapat mengalami gangguan. Penelitian Vina (2008) pada anak penderita kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa terdapat adanya perbedaan kepribadian antara anak penderita kanker dengan anak bukan penderita kanker. Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa penyakit kanker dapat mengganggu perkembangan emosional dan psikososial anak.

Anak yang menjalani perawatan di rumah sakit merespon terhadap penyakit sangat bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak (Hidayat, 2009). Terlebih pada anak usia 6-12 tahun dikarenakan anak usia sekolah merupakan usia di mana anak sedang aktif menggunakan otot-otot kasar mereka daripada otot-otot halus. Dengan adanya kondisi sakit tidak memungkinkan anak untuk melakukan aktivitas motorik kasar, sehingga anak-anak tidak aktif. Selain itu, menurut Freud, anak berusia 6-12 tahun berada pada tahap perkembangan fase laten. Pada fase ini, anak


(21)

sering bermain di luar dan mencari banyak teman untuk bermain sehingga pertumbuhan intelektual dan sosial mulai terbentuk (Riyadi, 2009). Adanya suatu penyakit pada diri anak menyebabkan fase ini terhambat di mana mereka akan lebih sering berada di rumah dibandingkan di luar rumah.

Adanya penyakit yang serius dan kronik pada salah satu anggota keluarga biasanya mempunyai dampak besar pada sistem keluarga, terutama pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga (Campbell, 2000 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2013). Keluarga mungkin harus beradaptasi terhadap stresor. Adaptasi keluarga adalah proses di mana keluarga mempertahankan keseimbangan sehingga keluarga dapat memenuhi tujuan dan tugasnya, mengatasi stres, dan meningkatkan pertumbuhan dari anggota individual (Potter & Perry, 2005).

Keluarga kemudian menjalankan sebuah peran pendukung yang penting selama periode pemulihan dan rehabilitasi klien. Jika dukungan ini tidak tersedia, keberhasilan pemulihan atau rehabilitasi menurun secara signifikan (Friedman, 2013). Dalam konsep family-centered care, keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran profesi kesehatan fluktuatif. Adalah sangat ideal jika anak dapat didampingi selama 24 jam oleh orang tuanya (American Academy of Pediatrics, 2003).

Keberadaan keluarga sangatlah penting bagi anak. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kehidupan dan kesehatan anak. Hal ini dapat terlihat bila dukungan keluarga sangat baik maka pertumbuhan dan perkembangan anak relatif stabil, tetapi bila dukungan pada anak kurang baik, maka anak


(22)

akan mengalami hambatan pada dirinya dan dapat menggangu psikologis anak (Hidayat, 2008).

Salah satu faktor yang dapat menimbulkan respon unik individu dalam merespon penyakit ataupun terapi, yaitu faktor interpersonal (dukungan sosial). Dukungan sosial merupakan dukungan emosional yang berasal dari teman, anggota keluarga, bahkan pemberi perawatan kesehatan yang membantu individu ketika suatu masalah muncul (Videbeck, 2012). Dukungan sosial sangat diperlukan oleh setiap individu di dalam setiap siklus kehidupannya. Dukungan sosial akan semakin dibutuhkan pada saat seseorang sedang menghadapi masalah atau sakit (Efendi & Makhfudli, 2009).

Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam penyembuhan individu yang sedang sakit. Meskipun pemberi perawatan kesehatan dapat memberikan perawatan namun tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran anggota keluarga (Videbeck, 2012). Hal ini sesuai dengan prinsip family-centred care yang artinya bahwa keluarga merupakan sumber kekuatan dan dukungan utama bagi anak yang sakit untuk memberikan keputusan klinik (American Academy of Pediatrics, 2003). Peran perawat dalam prinsip family-centred care adalah mendorong anggota keluarga untuk terus mendukung individu walaupun di rumah sakit dan harus mengidentifikasi kekuatan keluarga, seperti cinta dan perhatian, sebagai sumber bagi individu (Videbeck, 2012).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti kepada satu orang tua, orang tua mengatakan bahwa dukungan yang telah diberikan


(23)

orang tua tidak hanya secara fisik tetapi juga secara psikis. Secara fisik, orang tua memberikan dukungan berupa pengobatan dan secara psikis orang tua melakukan hal-hal yang dapat membuat anak yang sakit tetap bahagia, memberikan kasih sayang, dan berusaha memberikan apa yang diminta oleh anaknya. Pentingnya suatu dukungan yang diberikan orang tua terhadap anak dengan leukemia, membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam

tentang “Dukungan Orang tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 Tahun”.

B. Rumusan Masalah

Keadaan sakit dan hospitalisasi pada anak tak terkecuali pada anak usia 6-12 tahun merupakan keadaan yang menimbulkan stres. Maka dari itu dibutuhkan sumber koping eksternal yaitu dukungan orang tua yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap penyakitnya sehingga anak mampu beradaptasi dengan kondisi sakitnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, dukungan yang telah diberikan orang tua kepada anak dengan leukemia usia 6-12 tahun tidak hanya dari segi fisik tetapi juga psikis.

Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti “Dukungan Orang tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 Tahun di RSU Kabupaten Tangerang”.

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.


(24)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur ilmu pengetahuan bagi pendidik dan peserta didik untuk meningkatkan wawasan serta data dasar dalam peningkatan ilmu keperawatan dalam hal mengkaji, mengidentifikasi dan mengeksplorasi dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif pada orang tua yang memiliki anak dengan leukemia. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode pendekatan fenomenologi deskriptif yang bertujuan untuk memahami dan mendapatkan informasi mendalam mengenai dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam yang dibantu dengan alat pencatat dan alat perekam serta catatan lapangan. Partisipan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.


(25)

9

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dukungan Sosial

1. Pengertian Dukungan Sosial

Istilah dukungan diterjemahkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai (a) sesuatu yang didukung; (b) sokongan, bantuan. Dukungan dapat berarti bantuan atau sokongan yang diterima seseorang dari orang lain. Dukungan ini biasanya diperoleh dari lingkungan social yaitu orang-orang yang dekat, termasuk di dalamnya adalah anggota keluarga, orang tua, dan teman (Marliyah, Dewi, & Suyasa, 2004). Dukungan sosial merupakan sebagai informasi yang diperoleh dari orang lain yang dicintai dan diperhatikan, dihargai dan dihormati, serta menjadi bagian dalam jaringan komunikasi sosial dan kebijakan (Taylor, 2012).

Menurut Cohen & Sme (1996) dalam Harnilawati (2013), dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterimanya dari orang lain ataupun dari kelompok (Cobb, dkk dalam Sarafino, 2006). Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan dukungan sosial adalah dukunga yang diterima


(26)

individu dari orang lain atau kelompok sehingga individu merasa dicintai, dihargai, dan diperhatikan.

2. Jenis Dukungan Sosial

Jenis dukungan keluarga ada empat, yaitu:

a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit, seperti menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. Dukungan ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya (Harnilawati, 2013).

b. Dukungan informasional, yaitu dukungan yang diberikan keluarga meliputi pemberian nasihat, pengarahan, saran, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan. Informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan sama atau hampir sama (Harnilawati, 2013; Sarafino, 2006).

c. Dukungan penilaian, yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga. Dukungan penilaian berupa bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan


(27)

dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif (Harnilawati, 2013).

d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, perhatian, dan pemberian semangat (Harnilawati, 2013; Sarafino, 2006). Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Di samping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stres.

B. Orang tua

1. Pengertian Orang tua

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk suatu keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh, membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.


(28)

2. Peran Orang tua

Menurut Gunarsa (2008) dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan peran ibu, secara umum peran kedua individu tersebut adalah:

a. Peran ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya (Jhonson dan Leny, 2010).

b. Peran ayah

Ayah sebagai suami dari istri berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Jhonson dan Leny, 2010). 3. Strategi Koping yang digunakan Orang Tua

a. Internal

Strategi koping orang tua internal terdiri atas (a) strategi hubungan: mengandalkan kelompok keluarga, saling berbagi yang lebih besar-memperkuat kohesi keluarga, dan fleksibilitas peran; (b) strategi kognitif: menormalkan, mengendalikan makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasif, pemecahan masalah bersama, dan mendapatkan informasi serta pengetahuan; dan (c)


(29)

strategi komunikasi: jujur dan terbuka dan menggunakan humor dan tawa (Friedman, Bowden, Jones, 2013).

b. Eksternal

Strategi koping orang tua eksternal terdiri atas memelihara jalinan komunitas yang aktif, menggunakan sistem dukungan sosial, dan mencari dukungan spiritual (Friedman, Bowden, Jones, 2013). C. Leukemia pada Anak

1. Pengertian Leukemia

Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi dini leukosit yang abnormal dan ganas sehingga jumlah leukosit berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia (Hidayat, 2008; Handayani & Haribowo, 2008).

2. Faktor Risiko Leukemia

Etiologi leukemia belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia, yaitu faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus (Handayani & Haribowo, 2008). a. Faktor genetik

Insiden leukemia akut pada anak dengan sindrom Down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insidensi leukemia akut juga meniingkat pada penderita kelainan congenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis congenital, sindrom Ellis van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klinifelter, dan sindrom trisomi D (Handayani & Haribowo, 2008).


(30)

b. Sinar radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia pada binatang maupun manusia. Angka kejadian leukemia mieloblastik akut (AML) dan leukemia granulositik kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi setelah 5 tahun (Handayani & Haribowo, 2008).

c. Virus

Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Meskipun demikian, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse trascriptase ditemukan dalam darah manusia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. Enzim tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terinfeksi (Handayani & Haribowo, 2008).

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada anak dengan leukemia yaitu pucat, letih, deman, ptekie, nyeri pada tulang dan persendian, nyeri abdomen, hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, muntah, dan anoreksia (Wong, 2009; Suriadi dan Yuliani, 2010).


(31)

4. Klasifikasi Leukemia a. Leukemia Akut

Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Handayani & Haribowo, 2008). Leukemia akut menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Leukemia Mielositik Akut /acute myeloid leukemia (LMA/AML) dan Leukemia Limfositik Akut (LLA) (Handayani & Haribowo, 2008).

b. Leukemia Kronis

Leukemia kronis dibagi menjadi dua, yaitu Leukemia myeloid-leukemia granulositik kronis/myeloid-leukemia myeloid kronis (LGK/LMK) dan Leukemia Limfositik Kronis (Handayani & Haribowo, 2008). 5. Penatalaksanaan Terapeutik

Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik, dengan atau tanpa iradiasi cranial, dalam empat fase yaitu:

a. Terapi induksi. Terapi ini dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan dan berlangsung selama 4 hingga 6 minggu serta menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang dari 5% sel-sel leukemia dalam sumsum tulang. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparagiase (Wong, 2009; Suriadi dan Yuliani, 2010).


(32)

b. Terapi profilaksis SSP. Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah agar sel-sel leukemia tidak menginvasi SSP. Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui kemoterapi intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison. Namun hal ini memberikan efek samping iradiasi kranial sehingga terapi ini hanya dilakukan pada pasien-pasien yang berisiko tinggi dan memiliki penyakit SSP (Wong, 2009).

c. Terapi intensifikasi (konsolidasi). Setelah remisi total tercapai, dilaksanakan suatu periode terapi yang menghilangkan sel-sel leukemia yang masih tersisa, diikuti dengan terapi intensifikasi lambat (delayed intensification), yang mencegah timbulnya klon leukemik yang resisten (Wong, 2009).

d. Terapi rumatan. Terapi rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi selesai dan berhasil dengan jumlah sel leukemia. Terapi ini berfungsi untuk mempertahankan fase remisi (Wong, 2009). Selain kemoterapi, transplantasi sumsum tulang juga dapat digunakan sebagai terapi leukemia. Transplantasi sumsum tulang sudah di lakukan untuk penanganan anak-anak yang menderita ALL dan AML dengan hasil yang baik. Transplantasi ini tidak direkomendasikan untuk anak-anak yang menderita ALL selama remisi yang pertama karena kemoterapi masih mungkin memberikan hasil yang baik. Namun, transplantasi sumsum tulang alogenik dapat dilakukan pada anak yang menderita AML selama remisi pertama karena prognosisnya yang lebih buruk (Ebb dan Weinstein, 1997 dalam Wong, 2009).


(33)

D. Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)

Pada usia sekolah (6-12 tahun) terjadi perkembangan intelektual, daya ingat yang kuat, serta belajar dan menyelesaikan tugas, kurang memperhatikan jenis kelamin, minat terhadap dunia dalam dan luar, senang cerita petualangan dan mencari teman, serta anak mulai menerima pendidikan dan menerima tugas yang harus diselesaikannya. Berikut beberapa perubahan yang terjadi pada anak usia sekolah :

1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik

Anak usia sekolah memiliki pertambahan dalam tinggi dan berat badan. Tinggi badan rata-rata anak usia sekolah bertambah tinggi 5 cm pert tahun sedangkan rata-rata berat badan anak usia sekolah bertambah 2-3 kg per tahun (Muscari, 2005). Lingkar kepala tumbuh ganya 2-3 cm selama periode ini, menandakan pertumbuhan otak yang melambat, karena proses mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

Organ-organ seksual secara fisik belum matang, namun minat pada jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif pada anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pubertas (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

2. Perkembangan motorik

Perkembangan motorik yang terjadi pada anak usia sekolah meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar, seperti bersepeda, kemampuan berlari dan melompat, dan berenang sedangkan motorik halus seperti menulis tanpa merangkai


(34)

huruf, menguasai lebih besar keterampilan dan video games, dan kemampuan bermain komputer (Muscari, 2005).

3. Perkembangan kognitif

Menurut Piaget dalam Wong (2009), anak usia sekolah berada pada tahap operasional konkret. Pada usia ini cara berpikir menjadi semakin logis dan masuk akal. Anak-anak mampu mengklasifikasi, mengurutkan, menyusun, dan mengatur fakta tentang dunia untuk menyelesaikan masalah. Mereka menyelesaikan masalah secara konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka rasakan. Cara berpikir bersifat induktif, yaitu cara berpikir yang tidak lagi berpusat pada diri sendiri namun mempertimbangkan sudut pandang orang lain yang berbeda dengan sudut pandang mereka sendiri.

4. Perkembangan psikososial

Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai krisis antara keaktifan dan inferioritas (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Pada tahap ini anak-anak belajar berkompetisi dan bekerja sama dengan orang lain dan mereka mau terlibat dalam tugas dan aktivitas. Rasa inferioritas dapat terjadi jika terlalu banyak yang diharapkan dari mereka atau jika mereka percaya bahwa mereka tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk mereka (Wong, 2009).


(35)

5. Perkembangan emosional

Pada usia ini anak mulai belajar mengendalikan reaksi emosinya dengan berbagai cara atau tindakan yang dapat diterima lingkungannya (misalnya anak usia sekolah tidak lagi menjerit-jerit dan berguling jika keinginannya tidak dipenuhi). Memang masih sering terjadi bahwa di rumah anak-anak usia ini kurang besar motivasinya untuk mengendalikan emosinya bila dibandingkan dengan kontrol emosi yang dilakukannya di luar rumah (diantara teman atau di sekolah) (Gunarsa, 2008).

6. Perkembangan psikoseksual

Menurut Freud perkembangan ini disebut sebagai fase latensi. Pada periode ini anak lebih memperhatikan belajar dengan segala perhatian sehingga yang menonjol adalah intelektualnya dan fisiknya untuk menghadapi pubertas (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan, 2007). Anak usia antara 6-12 tahun, mempunyai tantangan baru. Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor secara simultan memberikan kemampuan pada anak usia sekolah untuk mengevaluasi diri sendiri dan merasakan evaluasi teman-temannya. Sebagai akibatnya, penghargaan diri menjadi masalah sentral (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). E. Asuhan berpusat pada keluarga(Family-Centered Care)

1. PengertianFamily-Centered Care

Perawatan berpusat pada keluarga didasarkan pada pemahaman bahwa keluarga merupakan sumber utama kekuatan dan dukungan pada anak. Persepsi dan informasi yang didapatkan oleh keluarga dan anak


(36)

merupakan hal yang penting dalam pengambilan keputusan klinis (American Academy of Pediatrics, 2003).

2. Prinsip UtamaFamily-Centered Care (American Academy of Pediatrics, 2003).

a. Menghormati setiap anak dan keluarganya.

b. Menghormati perbedaan ras, etnis, budaya, dan sosial ekonomi serta pengaruhnya terhadap pengalaman dan persepsi keluarga selama perawatan.

c. Menghargai dan menambah kekuatan anak dan keluarga dalam situasi yang sulit dan menantang.

d. Mendukung dan memfasilitasi pilihan bagi anak dan keluarga tentang pendekatan perawatan.

e. Memastikan fleksibilitas dalam kebijakan organisasi, prosedur, dan praktik penyedia jasa sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan, kepercayaan, dan nilai-nilai budaya dari masing-masing anak dan keluarga.

f. Berbagi informasi dengan jujur dan objektif kepada keluarga secara berkelanjutan.

g. Menyediakan dan/atau memastikan dukungan formal dan informal (misalnya, family-to-family support) untuk anak dan orang tua dan/atau wali selama kehamilan, persalinan, bayi, anak, remaja, dan dewasa muda.


(37)

h. Berkolaborasi dengan keluarga di semua tingkat pelayanan kesehatan, baik dalam perawatan individu anak dan pendidikan profesional, pembuatan kebijakan, dan program pembangunan. i. Memberdayakan setiap anak dan keluarga untuk menemukan

kekuatan mereka sendiri, membangun kepercayaan diri, dan membuat pilihan dan keputusan tentang kesehatan mereka.

3. OutcomeFamily-Centered Care

Hasil dari family-centered care diharapkan dapat meningkatkan hasil pasien dan keluarga, meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga, membangun kekuatan anak dan keluarga, meningkatkan kepuasan profesional, mengurangi biaya perawatan, dan menggunakan lebih efektif sumber daya kesehatan (American Academy of Pediatrics, 2003).

4. Keunggulan Family-Centered Care (American Academy of Pediatrics, 2003).

a. Sebuah aliansi yang lebih kuat dengan keluarga dalam mempromosikan kesehatan dan perkembangan setiap anak.

b. Peningkatan dalam membuat keputusan klinis atas dasar informasi yang lebih baik dan proses kolaboratif.

c. Tindak lanjut rencana perawatan dikembangkan secara kolaboratif dengan keluarga.

d. Pemahaman yang besar dari kekuatan keluarga dan kemampuan pengasuhan.

e. Lebih efektif dan efisien waktu dan sumber daya profesional perawatan (misalnya, perawatan di rumah, penurunan rawat inap


(38)

yang tidak perlu dan kunjungan gawat darurat, lebih efektif menggunakan perawatan pencegahan).

f. Meningkatkan komunikasi antar anggota tim perawatan kesehatan. g. Sebuah posisi yang lebih kompetitif di pasar perawatan kesehatan. h. Lingkungan belajar ditingkatkan untuk dokter anak di masa depan

dan profesional lainnya dalam pelatihan.

i. Lingkungan praktik yang meningkatkan kepuasan profesional. j. Kepuasan keluarga dan anak dengan perawatan kesehatan mereka.


(39)

F. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka teori

Modifikasi Model Adaptasi Stuart & Sundeen (1991), Nursalam, Susilaningrum, & Utami ( 2005), Wong (2009), Fotiadou, Barlow, & Langton ( 2008).

Faktor predisposisi: Leukemia pada anak

Faktor presipitasi:

Diagnosis, lama dan efek samping pengobatan, hospitalisasi.

Penilaian terhadap stressor

Sumber koping: - Internal - Eksternal:

Dukungan orang tua

Mekanisme Koping

Destruktif Konstruktif

Rentang Respon Psikofisiologi

Respon Maladaptif Respon Adaptif


(40)

24 A. Definisi Istilah

1. Dukungan Orang tua adalah dukungan yang diberikan orang tua terhadap anak yang menderita leukemia baik instrument support, information support,ataupunemotional support.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011). Penelitian kualitatif dipilih karena peneliti ingin mengeksplorasi, menganalisis, dan mendeksripsikan fenomena secara khusus. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2007).

Desain penelitian ini yaitu fenomenologi deskriptif. Studi fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu (Rahmat, 2009). Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya


(41)

pengalaman hidup. Fenomenologi bertujuan untuk mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung atau berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang dianutnya. Fenomenologi cenderung menggunakan metode observasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen dengan metode hermeneutik (Kuswarno, 2009). Fenomenologi deskriptif mencakup eksplorasi secara langsung, analisis, dan deskripsi dari fenomena tertentu, sebebas mungkin timbul dari prasangka tidak teruji, dengan tujuan presentasi intuisi yang maksimal. Fenomenologi deskriptif menstimulasi persepsi pengalaman hidup mereka dengan menekankan pada kesempurnaan, luasnya dan kedalaman pengalaman yang didapat (Spiegelberg, 1975 dalam Streubert, 2003).

Tahapan pada studi fenomenologi deskriptif meliputiintuiting, analyzing, dan describing (Streubert & Carpenter, 2003). Intuiting merupakan langkah awal peneliti untuk memulai berinteraksi dan memahami fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter, 2003). Peneliti menggali fenomena yang ingin diketahui dari partisipan mengenai dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun. Pada tahap ini peneliti menghindari kritik, evaluasi atau opini tentang hal-hal yang disampaikan oleh partisipan dan menekankan pada fenomena yang diteliti, sehingga mendapat gambaran yang sebenarnya dari partisipan. Pada langkah ini, peneliti berperan sebagai instrumen dalam proses pengumpulan data.

Langkah kedua adalahanalyzing, pada tahap ini peneliti mengidentifikasi arti dari fenomena yang telah digali dan mengeksplorasi hubungan serta keterkaitan antara data dengan fenomena yang ada (Streubert & Carpenter,


(42)

2003). Data yang penting dianalisis secara seksama dengan mengutip pernyataan yang signifikan, mengkategorikan dan menggali instisari dari data, sehingga peneliti memperoleh pemahaman terhadap fenomena yang diteliti.

Langkah ketiga adalah describing. Peneliti mengkomunikasikan dan memberikan gambaran tertulis dari elemen kritikal yang didasarkan pada pengklasifikasian dan pengelompokan fenomena. Pada tahap ini, peneliti mendapat pemahaman yang mendalam tentang dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang pada bulan Juli-Agustus 2015.

D. Partisipan Penelitian

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknikpurposive sampling dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti (Salam & Aripin, 2006).Kriteria partisipan dalam penelitian yaitu :

a. Orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang.

b. Dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dapat menjawab semua pertanyaan peneliti.

c. Orang tua yang dapat berbahasa Indonesia.


(43)

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua teknik, yaitu:

1. Wawancara mendalam(in-depth interview)

Kegiatan pengumpulan data yang utama pada penelitian fenomenologi adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan partisipan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Rahmat, 2009). Wawancara dilakukan secara informal, interaktif dan melalui pertanyaan dan jawaban yang terbuka (Kuswarno, 2009). Lamanya wawancara dilakukan selama satu jam per pertemuan. Pertemuan akan diadakan beberapa kali hingga tercapai kejenuhan atau saturasi pada data yang dibutuhkan yang artinya tidak terdapat informasi baru yang ditemukan (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Pada penelitian ini, pertemuan diadakan 2 kali per partisipan.

Adapun prosedur yang harus dipenuhi dalam wawancara fenomenologi (Kuswarno, 2009):

a. Memberitahu identitas peneliti dan tujuan penelitian secara jelas. b. Membuat catatan-catatan kecil yang lengkap dan cepat.

c. Mengingat pertanyaan sehingga tidak banyak kehilangan kontak mata dengan informan dan tidak banyak bicara (menimpali informan) selama wawancara berlangsung.


(44)

d. Merekam proses wawancara dalam bentuk video atau kaset sebagai keakuratan data.

e. Membuat jadwal wawancara untuk masing-masing informan. f. Mencocokkan tingkat pertanyaan dengan kemampuan informan. g. Memperhitungkan waktu untuk melakukan transkrip wawancara. h. Menciptakan suasana nyaman selama proses wawancara dan

menyiapkan cara interupsi yang tidak mengganggu wawancara. i. Percaya diri dengan kemampuan wawancara.

j. Mempersiapkan bila harus wawancara denga lebih dari satu informan.

k. Tidak keluar dari daftar pertanyaan yang telah dibuat dan belajar mendengarkan.

l. Memperlihatkan daftar pertanyaan pada informan sebelum wawancara berlangsung.

m. Mengendalikan ledakan/pancaran emosi selama wawancara berlangsung.

n. Antisipasi bila jawaban informan keluar dari pertanyaan penelitian. o. Gunakan terusepocheselama wawancara berlangsung.

p. Mengucapkan terima kasih kepada informan di akhir proses wawancara dan meminta persetujuan bila hasil wawancara dipublikasikan.

q. Meminta kesediaan informan untuk wawancara tambahan, bila diperlukan.


(45)

r. Menanyakan pertanyaan yang tepat dan bergantung kepada informan ketika mendikusikan makna peristiwa yang mereka alami, sesungguhnya membutuhkan kesabaran dan keterampilan khusus dari peneliti.

2. Catatan Lapangan(Field Note)

Catatan lapangan, menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam Moleong (2011) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan dapat juga digunakan untuk mencatat ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan reaksi partisipan ketika berbicara (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).

Catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama, bagian deskriptif yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan. Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berpikir dan pendapat peneliti, gagasan, dan kepeduliannya (Bogdan dan Biklen, 1982 dalam Moleong, 2011).

F. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong,2011). Penelitian ini menggunakan teknik analisa Colaizzi (1978 dalam Streubert & Carpenter, 2003), dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Peneliti mendeskripsikan tentang fenomena yang diteliti, yaitu dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.


(46)

2. Mengumpulkan deskripsi fenomena yaitu melalui pendapat atau gambaran yang disampaikan pada wawancara dengan orang tua.

3. Membaca data secara keseluruhan yang telah disampaikan partisipan, kemudian membuat kata kunci dan catatan penting yang kemudian diberi tanda.

4. Membaca transkrip secara berulang-ulang dan menemukan catatan penting atau kata kunci untuk membuat tema.

5. Mengatur kumpulan makna yang telah dirumuskan ke dalam kelompok tema dengan membuat kategori-kategori.

6. Peneliti kemudian menggabungkan tema yang memiliki kesamaan arti dalam bentuk klaster tema.

7. Menuliskan hasil analisis dalam bentuk deskriptif, dimana peneliti merangkai tema yang ditemukan selama proses analisis data dan menuliskannya dalam bentuk deskripsi yang terkait dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun.

8. Peneliti menemui partisipan untuk melakukan validasi data. Validasi dilakukan untuk mengklarifikasi data hasil penelitian yang telah disusun sesuai dengan pengalaman partispan.

9. Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi analisis setelah dilakukan validasi.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas) menurut versi ‘positivisme’ dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria, dan


(47)

paradigmanya sendiri (Moleong, 2011). Dalam penelitian kualitatif, ada empat teknik mencapai keabsahan data, yaitu: kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.

a. Kredibilitas

Uji kredibilitas data pada penelitian kualitatif menunjuk pada apakah kebenaran penelitian kualitatif dapat dipercaya, dalam makna dapat mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya. Ada beberapa langkah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kredibilitas penelitian, seperti perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, peer debriefing, dan member check (Sugiyono, 2007; Endraswara, 2006).

Langkah-langkah untuk meningkatkan kredibilitas penelitian:

1) Memperpanjang cara observasi agar dapat mengenal responden, lingkungan, kegiatan, membangun kepercayaan responden serta mengecek kembali informasi yang didapatkan.

2) Pengamatan terus-menerus agar penelitian ini melihat sesuatu dengan cermat, terinci dan mendalam serta dapat menbedakan mana yang bermakna dan tidak.

3) Triagulasi yaitu pengumpulan data lebih dari satu sumber agar menunjukkan informasi yang sama.

4) Peer debriefing yaitu melakukan diskusi atau tanya jawab terkait masalah penelitian dengan orang lain, teman sejawat, atau orang yang ahli dalam bidang kualitatif.


(48)

5) Member check yaitu mengklarifikasi dan mengulangi setiap akhir wawancara agar tidak ada data yang beda (Endraswara, 2006). Pada penelitian ini, cara yang digunakan untuk meningkatkan kredibilitas adalah peer debriefing. Pertama, peneliti mengumpulkan data yang akan dibuatkan transkrip, setelah itu transkrip data yang sudah selesai dibicarakan dan didiskusikan ke pembimbing II skripsi tentang hal-hal yang dialami partisipan. Kedua, peneliti memanfaatkan catatan lapangan yang dibuat ketika wawancara berlangsung guna membandingkan hasil dari wawancara mendalam tadi untuk melakukan pengecekan.

b. Transferabilitas

Uji transferabilitas mengandung makna apakah hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada situasi lain. Berkenaan dengan hal ini hasil penelitian kualitatif tidak secara apriori dapat diaplikasikan, kecuali situasi tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan situasi lapangan tempat penelitian (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini uji tranferabilitas dilakukan dengan membuat laporan atau hasil penelitian secara jelas, rinci, sitematis, dan dapat dipercaya sehingga pembaca menjadi jelas dan mengerti terhadap hasil dari penelitian yang dilakukan agar pembaca dapat memutuskan untuk dapat mengaplikasikan atau tidak hasil penelitian tersebut di tempat lain (Sugiyono, 2007).

c. Dependabilitas

Uji dependabilitas merujuk apakah hasil penelitian memiliki keandalan atau reliabilitas. Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut.


(49)

Uji dependabilitas dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini, audit dilakukan oleh pembimbing II skripsi di mana sebelumnya peneliti telah membuat transkrip data secara singkat, maksud, tujuan, proses, dan hasil penelitian. Peneliti menggunakan pembimbing II skripsi sebagai auditor eksternal untuk menguji keakuratan data melalui pemeriksaan data mentah (catatan lapangan, hasil rekaman, foto, dan dokumen).

d. Konfirmabilitas

Uji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmabilitas mirip dengan uji dependabilitas sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini hasil penelitian ditelusuri oleh pembimbing skripsi sebagai auditor untuk memastikan apakah hasil temuan itu benar-benar dari data, menelusuri data mentah yang dibuat peneliti, melihat derajat ketelitian peneliti, dan menelaah kegiatan peneliti dalam memeriksakan keabsahan data.

H. Etika Penelitian

Dalam penelitian, banyak hal yang harus dipertimbangkan, tidak hanya metode, desain, dan yang lainnya, tetapi ada hal yang sangat penting dan krusial yang harus diperhatikan oleh peneliti yaitu prinsip etik. Berikut ini akan dijelaskan tentang prinsip-prinsip etik dalam penelitian keperawatan (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGgrath, Polit & Beck, 2004 dalam Kusuma, 2011), yaitu:


(50)

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Penelitian dilaksanakan dengan menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia. Partisipan mendapatkan informasi yang lengkap tentang pelaksanaan penelitian dan diberikaninformed consent karena partisipan memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and confidentiality). Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi partisipan yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini diterapkan dengan cara meniadakan identitas seperti nama dan alamat partisipan kemudian diganti dengan kode tertentu.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas(respect for justice inclusiveness). Penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara professional serta memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan partisipan.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and benefits).Penelitian mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi partisipan dan populasi di mana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience) dan meminimalisir risiko atau dampak yang merugikan bagi partisipan(nonmaleficience).


(51)

35

HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti menggunakan wawancara mendalam kepada orang tua yang memiliki anak dengan leukemia. Adapun penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menguraikan mengenai karakteristik partisipan dan bagian kedua menguraikan hasil penelitian berupa hasil analisis tematik.

A. Karakteristik Partisipan

Sebanyak empat partisipan berpartisipasi dalam penelitian ini. Mereka adalah orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun yang sedang menjalani perawatan di RSU Kabupaten Tangerang. Karakteristik partisipan sebagai berikut:

Partisipan pertama (P1), 45 tahun, Kristen, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, jumlah anak tiga orang, anak kedua berusia 12 tahun menderita leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya pilek, panas.

Partisipan kedua (P2), 30 tahun, Islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan ibu rumah tangga, jumlah anak dua orang, anak pertama berusia 9 tahun menderita leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya kejang.

Partisipan ketiga (P3), 24 tahun, Islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan ibu rumah tangga, jumlah anak satu orang berusia 6 tahun yang menderita leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya panas, pilek, tifus.


(52)

Partisipan keempat (P4), 44 tahun, Islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan ibu rumah tangga, jumlah anak empat orang, anak keempat berusia 10 tahun menderita leukemia, riwayat kesehatan anak sebelumnya panas, pilek, disentri.

B. Hasil Analisis Tematik

Hasil analisis tematik ini menjelaskan lima tema yang ditemukan pada penelitian ini. Berbagai tema yang ditemukan terkait dukungan orang tua yang memiliki anak dengan leukemia usia 6-12 tahun sebagai berikut: 1) Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah; 2) Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah; 3) Informasi yang diberikan orang tua dalam perawatan anak usia sekolah dengan leukemia; 4) Dukungan emosional orang tua selama merawat anak usia sekolah dengan leukemia; dan 5) Dukungan sosial untuk anak usia sekolah dengan leukemia.

Tema 1. Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah

Upaya orang tua mencakup semua usaha yang telah dilakukan orang tua selama perawatan anaknya. Baik ketika gejala leukemia muncul maupun selama menjalani terapi. Pada studi ini ditemukan beberapa upaya yang dilakukan orang tua dalam mengatasi leukemia pada anak usia sekolah meliputi 1) penanganan awal, 2) dibawa ke pengobatan tradisional, dan 3) dibawa ke pelayanan kesehatan.


(53)

1. Penanganan awal

Semua partisipan menyatakan bahwa mereka melakukan penanganan awal ketika gejala leukemia muncul pada anak, seperti memberikan obat warung, mengolesi minyak kayu putih, memberikan daun jarak, memberikan obat cacing, berikut ungkapannya:

“...kasih obat warung, diolesin minyak kayu putih ke perutnya biar kempes, sama dikasih daun jarak, gitu karena saya pikir kembung gitu..” (P1).

“pas panas dikasih obat panas, pas perutnya gede ya diurut gitu kirain masuk angin, tapi nggak ada perubahan” (P3).

“...perutnya buncit, kirain mah cacingan, udah aja kasih obat cacing, tapi nggak kempes-kempes...” (P4).

2. Dibawa ke pengobatan tradisional

Orang tua mengupayakan berbagai hal untuk mempercepat kesembuhan anaknya salah satunya yaitu mengkombinasi antara pengobatan medis dengan pengobatan tradisional. Dua dari empat partisipan mengungkapkan menggunakan herbal, seperti ramuan herbal yang sudah diracik dalam bentuk kemasan botol, sebagai pendamping pengobatan medis, berikut salah satu ungkapan yaitu partisipan pertama (P1):

“...pengobatan dia pake tradisional juga...tapi yang leukemia itu, kita pake cuma sebentar doang, cuma 1 botol...tapi untuk obat limpa itu saya udah liat hasilnya...temen saya juga kasih ini (menunjukkan obat herbal ke peneliti)...”(P1).

Satu dari empat partisipan mengungkapkan membawa anaknya ke tabib, dukun, ziarah ke kuburan neneknya, berikut ungkapannya:

“...udah ke tabib, ke dukun sampe ziarah ke kuburan neneknya, pokoknya kemana-mana lah udah dilakuin...” (P2).


(54)

Satu dari empat partisipan, yaitu partisipan ketiga (P3) mengungkapkan pergi ke kyai untuk meminta syariat, berikut ungkapannya:

“...waktu awal pernah sih, dibawa ke kyai gitu, istilahnya minta syariat, pake air...” (P3).

3. Dibawa ke pelayanan kesehatan

Setelah berbagai upaya yang dilakukan orang tua tidak ada perubahan pada kondisi anak, semua partisipan mengungkapkan membawa anak ke pelayanan kesehatan, mulai dari datang ke klinik, puskesmas, hingga rumah sakit, berikut ungkapannya:

“saya langsung bawa ke klinik, dibilangnya takutnya liver...saya bawa lagi ke puskesmas dibilangnya kram perut, tapi dari puskesmas di kasih rujukan ke RS tangerang buat periksa darah...” (P1).

“...saya bawa ke klinik, cek darah, katanya demam berdarah,...bawa ke RS Serang, 4 hari nggak ada perubahan, dirujuk ke sini” (P2).

“...tapi ngga ada perubahan. Yaudah di bawa ke klinik gitu. Terus sama dokter yang di sana langsung di rujuk ke sini.” (P3).

“di bawa ke bidan udah, di bawa ke dokter anak, terus dibawa ke RS Pandeglang, dari sana langsung dirujuk ke sini” (P4).

Tema 2. Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah

Dukungan biaya pada studi ini berkaitan dengan biaya-biaya yang telah dipersiapkan orang tua untuk menunjang pengobatan anaknya. Pada studi ini ditemukan dukungan biaya orang tua meliputi 1) biaya perawatan anak di rumah sakit dan 2) biaya harian selama anak di rawat.

1. Biaya perawatan anak di rumah sakit

Semua partisipan mengungkapkan bahwa untuk biaya perawatan anak di rumah sakit, mereka menggunakan jaminan kesehatan yang dimiliki oleh


(55)

masing-masing orang tua, seperti BPJS dan jamkesda, berikut salah satu ungkapannya:

“...kalo biaya ya, kalo buat perawatan gini sih dari jaminan, ya itu BPJS. Ya Alhamdulillah. Kalo gak ada jaminan gak tau darimana lagi...” (P3).

2. Biaya harian selama anak dirawat

Semua partisipan mengungkapkan bahwa untuk biaya harian selama anak dirawat, mereka mendapatkan bantuan dari kerabat yang menjenguk anak mereka ke rumah sakit. Berikut salah satu ungkapan partisipan, yaitu partisipan pertama (P1):

“...secara materi saya dibantu, ngasih uang , ya lumayan lah buat biaya keseharian kita di rumah sakit...katanya buat anak saya jajan...” (P1). Dua dari empat partisipan mengungkapkan bahwa biaya harian selama anak dirawat diperoleh dari suami, namun besarnya biaya yang ditanggung, membuat orang tua meminjam kepada orang lain untuk biaya harian anak di rumah sakit. Berikut salah satu ungkapan partisipan: “kalo biaya sehari-hari saya nunggu di sini, ya itu dari suami abis kerja..tapi abis aja..yaa uang dari mana aja, pinjeman-pinjeman...kalo lagi nggak ada, paling yaa minjem lagi” (P2).

Satu dari empat partisipan mengungkapkan bahwa biaya dan fasilitas yang dibutuhkan anak, orang tua memasrahkan hal tersebut kepada Tuhan. Berikut kutipan ungkapannya:

“...masalah biaya begitu, ya saya cuma berharap sama Tuhan karena kalo masalah biaya rumah sakit udah dari jaminan..” (P1).


(56)

Tema 3. Informasi yang diberikan orang tua dalam perawatan anak usia sekolah dengan leukemia

Pada penelitian ini sebagai bentuk dukungan informasi orang tua terhadap anak dengan leukemia, maka orang tua memberikan informasi mengenai perawatan leukemia kepada anaknya. Informasi yang diberikan meliputi 1) informasi tentang nutrisi, 2) informasi tentang penyakit anak, dan 3) informasi istirahat.

1. Informasi tentang nutrisi

Tiga dari empat partisipan memberitahukan kepada anak makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh di konsumsi oleh anak, seperti gorengan, perbanyak makan sayur, dan banyak minum. Berikut salah satu ungkapan partisipan:

“...kakak nggak boleh makan gorengan, makan sayur terus, banyakin minumnya...” (P1).

2. Informasi tentang penyakit anak

Satu dari empat partisipan menjelaskan leukemia kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak, berikut ungkapannya:

“...dia suka nanya, mama leukemia itu apa? Saya bilang leukemia itu sakit yang sering pusing danpanas...” (P3).

Semua partisipan mengungkapkan bahwa anak dengan leukemia mendapatkan informasi tentang penyakitnya dari tenaga kesehatan, seperti definisi leukemi dan terapi yang dibutuhkan. Adapun ungkapannya sebagai berikut:

“...kata dokternya sih leukemia itu penyakit yang harus ditangani dengan serius. Pengobatannya cukup lama, sekitar 1,5 tahun, harus di kemo...” (P3).


(57)

“...dikasih taunya leukemia itu kanker darah. Kelebihan darah putih. Prosesnya agak lama juga, buat anak saya harus minum obat seumur hidup...” (P4).

3. Informasi istirahat

Tiga dari empat partisipan memberitahu anaknya untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan, seperti lari-larian. Berikut salah satu ungkapan partisipan yang memiliki anak dengan leukemia usia 9 tahun:

“...yaa dikasih tau ke dia, kamu nggak boleh kecapean,mainnya nggak boleh lari-larian...” (P2).

Tema 4. Dukungan emosional orang tua selama merawat anak usia sekolah dengan leukemia

Dukungan emosional pada penelitian ini berkaitan dengan bagaimana orang tua merawat anak dengan leukemia dan bagaimana orang tua mengekspresikan kasih sayang kepada anaknya. Dukungan emosional yang ditunjukkan orang tua selama merawat anak dengan leukemia meliputi 1) merawat dengan kasih sayang, 2) memanjakan anak, 3) menjalani perawatan dengan pasrah, 4) memijat anak, 5) memberi semangat, dan 6) mendoakan anak.

1. Merawat dengan kasih sayang

Semua partisipan mengungkapkan memberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih kepada anaknya, berikut salah satu ungkapannya: “...yaa dirawat dengan kasih sayang, dikasih perhatian, disayang-sayangin aja...” (P2).


(58)

2. Memanjakan anak

Satu dari empat partisipan mengungkapkan merawat anaknya dengan cara membelikan apa yang diinginkan anaknya, berikut ungkapan partisipan tersebut:

“...dimanjain gitu, kalo dia minta apa-apa, diturutin...tapi kalo gak bisa diturutin, dianya dibilangin ngerti sih...” (P3).

3. Menjalani perawatan dengan pasrah

Semua partisipan mengungkapkan pasrah dalam menjalani perawatan, berikut salah satu ungkapan partisipan:

“...yah pasrah ajalah, diapa-apain juga yang penting sembuh, mudah-mudahanlah ada milik kita gitu ya...” (P4).

4. Memijat anak

Satu dari empat partisipan yaitu partisipan kedua (P2) mengungkapkan memberikan pijatan kepada anak ketika anak mengeluh pegal akibat kemoterapi, berikut ungkapan partisipan tersebut:

“...misalnya abis kemo gitu kan dia suka pegel gitu, yaa saya pijitin...” (P2).

5. Memberi semangat

Semua partisipan memberikan ungkapan semangat agar anak semangat menjalani terapi. Adapun sebagai berikut ungkapannya:

“...kakak harus semangat, kakak nggak boleh takut, kamu pasti sembuh, banyak doa, sabar, percaya sama Tuhan...” (P1).

“...yaa selalu semangat gitu, kamu harus berjuang demi emak. Kamu semangat biar sembuh...” (P2).

“...ya kudu harus semangat gitu, ya bilangin kamu harus semangat ya, nggak boleh nangis kalo disuntik...” (P3).

“..kamu harus semangat, jangan suka nangis kalo pengen cepet sembuh...” (P4).


(59)

Semua partisipan mengungkapkan bahwa selain orang tua, anak dengan leukemia juga mendapatkan semangat dari kerabat, teman, keluarga, tetangga yang menjenguk, berikut salah satu ungkapannya:

“...yaa semangat, bilang gini ke anak saya kamu yang semangat, demi emak sama bapak...” (P2).

Selain itu, semua partisipan mengungkapkan anak mereka mendapat semangat dari tenaga kesehatan di rumah sakit, berikut salah satu ungkapan partisipan:

“...ngasih dukungan nyemangatin “kamu pasti sembuh” juga, pokoknya istilah ininya mereka nyemangatin secara hati gitu...” (P1).

6. Mendoakan anak

Satu dari empat partisipan mengungkapkan menyuruh anaknya selalu bersabar dan banyak berdoa agar segera diberi kesembuhan. Berikut ungkapannya:

“...saya cuma bilang sabar aja, ntar juga sembuh, doa aja. Ya itu balik lagi ke doa, abis mau apalagi, modal kita cuma doa...” (P1).

Selain itu, dua dari empat partisipan mengungkapkan meminta agar keluarga, kerabat, teman mendoakan anak dengan leukemia agar cepat sembuh, berikut salah satu ungkapan partisipan:

“...saya minta tolong untuk dibawa dalam doa aja karena doa itu lebih dari semuanya...dengan doa kita bisa dekat dengan Tuhan...dengan doa kita bisa bikin mukjizat Tuhan...kalo doa kan gak abis-abis...”(P1).

Tema 5. Dukungan sosial untuk anak usia sekolah dengan leukemia Pada penelitian ini ditemukan dukungan sosial berasal dari selain orang tua melainkan dari kerabat dan lingkungan sekitar. Adapun dukungan sosial yang


(60)

diberikan meliputi 1) menjenguk anak, 2) mengantar anak, dan 3) memberi baju.

1. Menjenguk anak

Semua partisipan mengungkapkan bahwa kerabat, keluarga, dan teman datang ke RS untuk menjenguk anaknya, berikut salah satu ungkapan partisipan yaitu partisipan keempat (P4):

“...kakak, temen-temennya, tetangga juga banyak yang udah pada nengok ke sini...” (P4).

2. Mengantar anak

Satu dari empat partisipan mengungkapkan salah satu bentuk dukungan yang diberikan keluarga kepada anaknya yaitu dengan mengantar anak dengan leukemia ke rumah sakit. Adapun ungkapannya sebagai berikut: “...belum banyak sih, kemarin dianterin pake mobil ke rumah sakit, materi juga ada, doa ajalah yang penting...” (P4).

3. Memberi baju

Satu dari empat partisipan mengungkapkan bahwa anaknya menerima baju dari saudaranya ketika lebaran untuk menambah semangat anaknya, berikut ungkapannya:

“...pas lebaran kemaren juga pada ngasih baju buat dia..katanya biar dianya seneng...” (P2).


(61)

45

PEMBAHASAN

Bab ini menjabarkan beberapa bagian yang terkait dengan hasil penelitian yang telah diperoleh. Bagian pertama menjabarkan pembahasan hasil penelitian yaitu membandingkan dengan konsep, teori, dan berbagai penelitian sebelumnya yang terkait dengan hasil penelitian ini untuk memperkuat pembahasan interpretasi hasil penelitian. Bagian kedua adalah mengemukakan berbagai keterbatasan selama proses penelitian dengan membandingkan pengalaman selama proses penelitian yang telah dilakukan dengan proses yang seharusnya dilakukan sesuai dengan aturan.

A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi

Penelitian ini diangkat lima tema, memiliki sub tema dan kategori makna tertentu. Tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut penjelasan secara rinci untuk masing-masing tema yang didapatkan dari penelitian ini.

Tema 1. Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah

Salah satu perilaku keluarga pada saat anggota keluarga sakit atau mengalami masalah kesehatan yaitu mencari pengobatan (health seeking behavior) yang dimulai dari saat mengobati sendiri sampai mencari pengobatan (Jhonson & Leny, 2010; Sunaryo, 2004). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada studi ini bahwa orang tua melakukan penanganan awal, membawa anak ke pelayanan kesehatan dan membawa anak ke pengobatan


(62)

tradisional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supardi dan Susyanty (2010) bahwa sebanyak 195.123 orang melakukan pengobatan sendiri atau 65,2% nya, dan yang menggunakan obat tradisional sebanyak 54.904 orang atau 28,1%.

Penanganan awal

Penanganan awal yang dilakukan orang tua ketika gejala muncul yaitu memberikan obat penurun panas, memberikan obat cacing, mengurut perut anak, mengolesi perut anak dengan minyak kayu putih dan memberikan anak daun jarak. Pemberian obat penurun panas karena anak mengalami demam. Demam yang terjadi pada anak dengan leukemia sebagai akibat dari bertambah banyaknya sel leukemia itu sendiri serta racun yang dikeluarkan oleh sel kanker. Racun yang dimaksud adalah sitokin seperti interleukin atau tumor necrosing factor (TNF). Sitokin berperan dalam memberikan gejala demam (Wong, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cahyono (2012) bahwa lima partisipan melaporkan ketika anak dengan leukemia mengalami deman, salah satu tindakan yang dilakukan orang tua adalah memberikan obat penurun panas.

Pemberian obat cacing dilakukan orang tua karena orang tua beranggapan bahwa anak mengalami cacingan. Mengurut perut, mengolesi perut dengan minyak kayu putih, dan memberikan daun jarak adalah upaya yang dilakukan orang tua untuk membuat perut anak yang membesar menjadi kempes karena orang tua menganggap bahwa anak mengalami kembung. Pembesaran perut pada anak dengan leukemia terjadi karena adanya


(63)

pembesaran pada organ di abdomen. Pembesaran ini terjadi karena infiltrasi sel leukemia ke dalam organ yang menyebabkan organomegali (Handayani & Haribowo, 2008).

Dibawa ke pelayanan kesehatan

Jika gejala tetap ada walaupun seseorang telah melakukan pengobatan sendiri di rumah, dan gejala menjadi berat, atau memerlukan perawatan darurat maka seseorang akan termotivasi untuk mencari pelayanan kesehatan yang professional (Potter dan Perry, 2005). Apabila keluarga telah menyatakan anggota keluarganya sakit dan membutuhkan pertolongan, setiap orang mulai mencari informasi tentang penyembuhan, kesehatan, dan validitas professional dari keluarga besar, teman, tetangga, dan nonprofessional lainnya (Ali, 2010).

Setelah informasi terkumpul, keluarga melakukan perundingan untuk mencari penyembuhan/perawatan di klinik, rumah sakit, di rumah, dan lain-lain. Setelah ada keputusan untuk mencari perawatan, dilakukan kontak dengan institusi kesehatan baik professional atau nonprofessional sesuai dengan tingkat kemampuan, misalnya kontak dengan rumah sakit, puskesmas, praktik dokter swasta, paranormal/dukun, dan lain-lain (Ali, 2010). Membawa anggota keluarga yang sakit ke fasilitas kesehatan adalah tugas dan tanggung jawab keluarga termasuk memilih fasilitas kesehatan yang tepat (Friedman, 2013).


(64)

Dibawa ke pengobatan tradisional

Pengobatan tradisional sebagai budaya bangsa merupakan salah satu upaya penyembuhan dan perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan. Pengobatan tradisional sudah lama dikenal di kalangan masyarakat, cara-cara pengobatan tradisional di Indonesia dapat dikategorikan dalam upaya penyembuhan dengan: 1) ramuan tumbuhan obat, 2) cara fisik (dukun beranak, sunat, patah tulang, susuk, ketok, refleksologi, akupuntur, dan sebagainya), 3) meditasi, pernapasan dan tenaga dalam, dan 4) penyembuhan dengan cara spiritual (doa, mantera, psikoterapi, dan sebagainya) (Hanafiah & Amir, 2009). Pada penelitian ini, hal tersebut ditunjukkan oleh tiga orang partisipan yaitu partispan 1, 2 dan 3 yang mengaku bahwa membawa anak mereka ke pengobatan alternatif diluar medis atau yang biasa disebut ke pengobatan tradisional, seperti dukun, tabib, menggunakan ramuan herbal, dan kyai. Upaya ini dilakukan orang tua karena adanya perasaan takut akan kehilangan anak dan kondisi pengobatan yang tidak pasti serta tidak menjamin kesembuhan membuat keluarga sering mencari alternatif lain diluar medis untuk memperoleh kesembuhan (Aritonang, 2008).

Orang tua berharap dengan membawa anak mereka ke berbagai pengobatan, anak mereka akan mendapatkan kesembuhan. Hal ini dianggap sebagai suatu bentuk usaha dari orang tua untuk kesembuhan anaknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mostert, Sitaresmi, Gundy, et al (2008) bahwa menurut 16 orang tua (31%) penggabungan antara pengobatan tradisional dan kemoterapi adalah cara terbaik untuk menyembuhkan


(65)

leukemia dan sebanyak 11 orang tua (22%) tidak setuju dengan pernyataan ini.

Tema 2. Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah

Dukungan pembiayaan merupakan salah satu bentuk dukungan instrumental. Bentuk dukungan instrumental meliputi menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan, dukungan material, seperti jasa, bantuan keuangan, atau barang (Harnilawati, 2013; Taylor, 2012). Dukungan ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Hasil penelitian pada studi ini sesuai dengan bentuk dukungan instrumental menurut Harnilawati (2013) dan Taylor (2012) yaitu biaya yang meliputi biaya perawatan anak dan biaya harian anak di rawat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mushyama (2015) bahwa ketiga subyek memberikan bantuan tindakan, materi ataupun benda sesuai dengan kemampuan subyek penelitian untuk memberikan rasa senang kepada anak sebagai bentuk dukungan instrumental.

Biaya perawatan anak

Pengobatan yang diberikan pada kasus LMA umumnya adalah pemberian kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang pada sebagian kasus yang terindikasi. Hambatan utama pengobatan LMA adalah kemampuan


(66)

pasien memperoleh obat kemoterapi sangat rendah. Sejak mulai ada jaminan kesehatan bagi warga kurang mampu di Indonesia, hambatan tersebut sebagian dapat teratasi, sehingga diharapkan keberhasilan pengobatan LMA dapat ditingkatkan (Sjakti, Gatot, dan Windiastuti, 2012).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mostert, Sitaresmi, Gundy, et al (2008) menyatakan bahwa 40 orang tua (78%) menganggap bahwa biaya perawatan merupakan salah satu tekanan finansial yang dihadapi orang tua dengan anak leukemia. Adanya tekanan finansial membuat orang tua berusaha mencari bantuan dari keluarga dan memanfaatkan jaminan kesehatan masyarakat dari pemerintah untuk membantu beban perawatan keluarga (Aritonang, 2008).

Biaya harian anak di rawat

Para keluarga menghadapi banyak biaya lain selain perawatan, seperti biaya transportasi, telepon interlokal, dan diet-diet khusus. Beban perawatan sehari-hari terutama terletak pada keluarga, dan beban tersebut dapat meluas (Perrin, 2000 dalam Behrman, Kliegman, dan Arvin, 2000). Hasil penelitian pada studi ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi biaya harian anak dirawat orang tua mengungkapkan mendapatkan bantuan dari orang lain, dari suami, pinjaman, dan kepasrahan biaya kepada Tuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian Mostert, Sitaresmi, Gundy, et al (2008) menurut 40 orang tua (78%) biaya pengobatan mengakibatkan kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan ini menjadi beban berat menurut 36 orang tua (71%). Selain itu, biaya pengobatan mengakibatkan hutang menurut 33 orang tua (65%). Orang


(67)

tua dituntut untuk meminta bantuan keuangan dari anggota keluarga lainnya (n = 31; 61%) atau majikan mereka (n = 4; 8%). Kesulitan biaya terapi menuntut 9 orang tua (18%) untuk menunda (n = 3) atau menarik (n = 6) dari bagian pengobatan. Sebanyak 4 keluarga (8%) tidak berharap dapat menyelesaikan pengobatan selama 2 tahun karena kesulitan keuangan dan 3 orang tua (6%) tidak pasti tentang hal ini.

Selain bantuan dari orang lain biaya harian anak dirawat didapatkan dari hasil kerja ayah. Salah satu peranan ayah dalam keluarga adalah sebagai pencari nafkah (Jhonson dan Leny, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Taleghani, Fathizadeh, dan Naseri (2012) bahwa ibu lebih terlibat dalam merawat anak-anak di rumah sakit dan sering absen dari rumah sedangkan ayah sibuk bekerja di luar dan tidak dapat memenuhi tugas domestik mereka dengan benar.

Tema 3. Informasi yang diberikan orang tua untuk perawatan anak usia sekolah dengan leukemia

Informasi yang diberikan orang tua merupakan salah satu bentuk dukungan informasional. Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan keluarga meliputi pemberian nasihat, pengarahan, saran, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan (Harnilawati, 2013; Sarafino, 2006). Hasil penelitian pada studi ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Harnilawati (2013) dan Sarafino (2006) bahwa bentuk dukungan informasi yang diberikan orang tua untuk perawatan anak dengan leukemia meliputi


(1)

D. Identitas Partisipan

1. Nama Partisipan : 2. Umur Partisipan :

3. Agama :

4. Pendidikan :

5. Pekerjaan :

6. Jumlah anak :

7. Usia anak :

8. No. Telepon/Hp : 9. Riwayat Kesehatan Anak : E. Pertanyaan Wawancara

1. Apa saja dukungan yang sudah bapak/ibu berikan pada anak? 2. Siapa saja yang memberikan dukungan?

3. Apa saja dukungan yang diberikan keluarga pada anak bapak/ibu yang mengalami leukemia?

4. Bagaimana perasaan bapak/ibu mendapatkan dukungan?

5. Bagaimana ketersediaan dana untuk perawatan anak bapak/ibu?

6. Apa saja informasi yang bapak/ibu berikan kapada anak bapak/ibu terkait leukemia?

7. Apa saja yang bapak/ibu berikan untuk membuat anak bapak/ibu semangat dalam menjalani perawatan?


(2)

(3)

Lampiran 5

MATRIKS ANALISIS TEMATIK

PERNYATAAN SIGNIFIKAN KATEGORI SUB TEMA TEMA P1 P2 P3 P4

Saya kasih obat warung, diolesin minyak kayu putih, dikasih daun jarak

Penanganan awal Upaya orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah

  

Saya kasih obat panas dan diurut

Saya kasih obat cacing

Saya bawa ke tabib, dukun, ziarah ke kuburan neneknya

Dibawa ke pengobatan

tradisional   

Saya pake herbal ramuan

Saya bawa ke kyai, minta syariat

Saya bawa ke klinik Dibawa ke pelayanan

kesehatan    

Saya bawa ke puskesmas

Saya bawa ke bidan

Saya bawa ke rumah sakit

Biaya perawatan rumah sakit dari jaminan

Biaya perawatan anak di rumah sakit

Dukungan pembiayaan orang tua dalam mengatasi masalah leukemia pada anak usia sekolah


(4)

Biaya sehari-hari buat nungguin anak ada yang ngasih

Biaya harian anak di

rawat    

Biaya nunggu di sini dari suami

Kalo lagi gak ada duit, pinjem

sama orang 

Masalah biaya, saya serahin sama

Tuhan 

Kamu nggak boleh makan gorengan, banyak makan sayur, cukup minum

Informasi tentang nutrisi Informasi yang diberikan orang tua dalam perawatan anak usia sekolah dengan leukemia

  

Kamu sakit panas Informasi tentang

penyakit anak 

Dokter bilang leukemia itu kanker darah, kebanyakan darah putih, pengobatannya lama

   

Dokter bilang harus di kemo

Dokter bilang harus minum obat

seumur hidup 


(5)

banyak istirahat

Saya rawat dengan kasih sayang dan perhatian

Merawat dengan kasih sayang

Dukungan emosional orang tua selama merawat anak usia sekolah dengan leukemia

   

Saya manjain, kalo minta apa-apa diturutin

Memanjakan anak

  Pasrah ajalah diapa-apain juga

yang penting sembuh

Menjalani perawatan

dengan pasrah    

Kalo anak saya pegal, saya pijitin Memijat anak

Kasih semangat ke anak saya Memberi semangat

Kamu harus semangat biar sembuh

Kalo disuntik, kamu nggak boleh

nangis  

Kamu harus berjuang demi emak

Dokter dan susternya bilang harus

semangat, nggak boleh nyerah    

Dukung dengan doa Mendoakan anak

Kamu harus banyak doa

Mereka jenguk ke rumah sakit Menjenguk anak Dukungan sosial bagi


(6)

dengan leukemia Nganter anak saya pake mobil ke

rumah sakit

Mengantar anak