Perbedaan Pengetahuan Antara Sebelum Dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Menggunakan Media Leaflet Tentang Penyebab Dermatitis Dan Pencegahannya Pada Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu Di Ciputat Timur Tahun 2013

(1)

i

TENTANG PENYEBAB DERMATITIS DAN PENCEGAHANNYA PADA PEKERJA PROSES FINISHING MEBEL KAYU

DI CIPUTAT TIMUR TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NUR’AZIZATURRAHMAH 109101000011

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1434 H


(2)

(3)

iii

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, November 2013

Nur’Azizaturrahmah, NIM. 109101000011

PERBEDAAN PENGETAHUAN ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH INTERVENSI PENYULUHAN MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET TENTANG PENYEBAB DERMATITIS DAN PENCEGAHANNYA PADA PEKERJA PROSES FINISHING MEBEL KAYU DI CIPUTAT TIMUR TAHUN 2013

xxiii + 101 Halaman, 7 Tabel, 2 Gambar, 3 Bagan, 3 Grafik, 7 Lampiran

ABSTRAK

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk suatu perilaku seseorang (overt behaviour). Berdasarkan studi pendahuluan pekerja proses finishing mebel kayu memiliki pengetahuan yang minim tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya yang mengakibatkan 33 pekerja dari 82 pekerja mengalami dermatitis kontak. Untuk itu perlu dilakukannya suatu langkah intervensi dengan promosi kesehatan berupa penyuluhan dengan media leaflet untuk dapat meningkatkan informasi dan pengetahuan mengenai penyebab dermatitis dan pencegahannya agar mengurangi angka kejadian dermatitis pada pekerja finishing mebel kayu.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi kuasi eksperimen. Sampel dalam penelitian ini adalah 70 Pekerja pada proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur Tahun 2013. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu 35 responden menjadi kelompok kontrol dan 35 responden menjadi kelompok intervensi. Pada kelompok kontrol diberikan penyuluhan mengenai penyebab dermatitis dan pencegahannya, sedangkan kelompok intervensi diberikan penyuluhan dengan media leaflet mengenai Penyebab Dermatitis dan Pencegahannya. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan data sekunder diperoleh melalui referensi- referensi lainnya.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata perubahan skor pengetahuan pada kelompok intervensi lebih besar dari pada kelompok kontrol bahwa terdapat perbedaan rata- rata skor pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol tidak dapat perbedaan skor pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sebelum dan sesudah intervensi

Diharapkan memberi waktu minimal seminggu untuk mengukur pengetahuan pekerja serta diharapkan pada penelitian selanjutnya melakukan sampai melihat perubahan sikap seseorang setelah diberikan penyuluhan dengan media leaflet.

Kata Kunci : Media Leaflet, Perbedaan Pengetahuan, Dermatitis Kontak, Finishing Kayu Daftar Bacaan : 61 (1956-2012)


(4)

iv

SPECIALISATION OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduated, November 2013

Nur'Azizaturrahmah, NIM. 109101000029

KNOWLEDGE DIFFERENCES BETWEEN BEFORE AND AFTER INTERVENTION USING MEDIA LEAFLET ABOUT CAUSES DERMATITIS AND PREVENTION ON FINISHING PROCESS WORKERS OF WOOD FURNITURE AT EAST CIPUTAT IN 2013

xxiii + 101 Pages, 7 Tables, 2 Images, 3 Chart, 3 Graphs, 7 Attachments

ABSTRACT

Knowledge is Domain very important in shaping a person's behavior (overt behavior). Based on a preliminary study of the process of finishing wood furniture workers have minimal knowledge about the causes and prevention of dermatitis resulting in 33 workers of 82 workers with contact dermatitis. It is necessary to do an intervention with health promotion measures in the form of counseling with a leaflet to improve information and knowledge about the causes of dermatitis and its prevention in order to reduce the incidence of dermatitis in workers finishing wood furniture.

This research is a quantitative quasi-experimental study design. The samples in this study were 70 workers in the process of finishing wood furniture in East Ciputat in 2013. Samples were divided into two groups: 35 responders into a control group and 35 responders to intervention. In the control group was given counseling about the causes and prevention of dermatitis, whereas the intervention group with a leaflet giving information about Dermatitis Causes and Prevention. The data used is primary data obtained through interviews with questionnaires and secondary data obtained through other references.

The survey results revealed that the average change in knowledge scores in the intervention group were greater than in the control group that there are differences in the average score of knowledge about the causes and prevention of dermatitis before and after the intervention in the intervention group, whereas in the control group could not score difference of knowledge about the causes and prevention of dermatitis before and after intervention

It is expected to give at least a week to measure knowledge worker and is expected to do further research to see change in one's attitude after leaflets giving information to the media.

Keyword : Leaflet Media, Knowledge Difference, Contact Dermatitis, Wood Finishing Reading List : 61 (1956-2012)


(5)

(6)

(7)

vii Nama : Nur’Azizaturrahmah Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 11 Maret 1992

Alamat : Pamulang 2 E 69/ 18 . Pamulang- Tangerang Selatan 15416

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Materital : Belum Menikah

Telp/Hp : 087885051737

Golongan Darah : O

Email : valentinozeh@rocketmail.com Nurazizaturrahmah@gmail.com Riwayat Pendidikan Formal

1997 – 2003 : SD Waskito 4, Pamulang

2003 – 2006 : SMP Daar El- Qolam, Tangerang 2006 – 2009 : SMA Daar El- Qolam, Tangerang 2009 – sekarang : S-1 Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


(8)

viii

Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku YANG SELALU MENCINTAIKU DAN MENDUKUNGKU SETIAP HARINYA serta rekan-rekan yang mencintai ilmu dan mengamalkannya


(9)

ix Bismillahirrahmanirrahim….

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam yang selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW dan para sahabat- sahabatnya.

Berkat Rahmat Allah SWT dan dorongan keinginan yang kuat, sehingga penulis dapat menyusun skripsi dengan judul " Perbedaan Pengetahuan Antara Sebelum Dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Menggunakan Media Leaflet Tentang Penyebab Dermatitis Dan Pencegahannya Pada Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu Di Ciputat Timur Tahun 2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Ir. Febrianti MSi ; selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang tiada henti selalu sabar dan selalu memberikan arahan, bimbingan dan masukan yang berarti bagi penulis selama dan sesudah penyusunan skripsi ini, terima kasih banyak sebelumnya ibuu kuuu tercinta  sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. H. Arif Sumantri SKM. MKes ; selaku Dosen Pembimbing Kedua, terima kasih bapak atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi.

5. Ibu Fase Badriah, Ph.D, Ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM, Ibu Rostini, MKM, selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi. 6. Ibu Raihana Nadra Alkaff dan Ibu Catur Rosidati, selaku dosen pembimbingnya

Henny dan Ipeh, Terima kasih ibu atas bimbingan, arahan dalam pembuatan dan penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk para Dosen Tamu terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan.

8. Para pekerja proses finishing mebel kayu di wilayah Ciputat Timur terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data dan proses pemberian materi intervensi penyuluhan melalui media Leaflet.


(11)

xi

1. Ayah dan Mamah yang selalu mengingatkan, memberikan dukungan, serta kasih sayang yang tiada batas yang mereka berikan kepada saya. Untuk cepat- cepat menyelesaikan skripsi ini. Love you mamah ayahhhh.

2. Buat adekku yang tersayang dan satu- satunya bagi penulis, terima kasih M. Nur Arsyad Ell Hajj yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepadaku, dan yang selalu memberikan senyuman. Buat kak Ahmad Nur Wahid yang rela mendoakan ku dari surga agar aku cepet menyelesaikan skripsi ini, makasih kakak walaupun aku belum pernah melihat dirimu.

3. Sahabat2 benkyu tersayang : Denisa, Nia, Seno Bayu, Ubay, Ersa, Muhfil, Ana yang selalu ada bagi VJ dalam suka maupun duka dan sering memberikan motivasi dan dukungan yang sama- sama berjuang untuk mendapatkan gelar SKM. Love Youu.

4. Temen- temen K3 2009, satu perjuangan dalam meraih SKM (Diana, Amel, Reza, Desi, Defri, Dio, Sandi, Novan, Sca, Lina) atas semangat juangnya untuk selalu kompak, semoga kita bisa lulus dan wisuda sama- sama yah teman. Amien 5. Temen- temen satu penelitian Bu Iting : Henny dan Ipeh yang selalu sharing

bareng- bareng dalam penyusunan laporan skripsi ini. Yang selalu bareng- bareng jika bimbingan ke Bu Iting, Bu Raihana, Bu Catur, dan Pak Arif. Kita harus bisa Sidang Skripsi bulan November ini yah. ( Keep Fighting, We Can DO IT ).


(12)

xii

7. Bapak Ahmad Ghozali yang telah membantu administrasi mahasiswa Kesmas dari awal hingga akhir perkuliahan

8. Kak Nur Najmi 2007, Kak Septi, Kak Ida yang sedikit banyak direpotkan untuk penelitian ini, seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah banyak membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

Terima kasih atas segala bantuan dalam bentuk apapun. Semoga bantuan, petunjuk, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, meskipun demikian semoga masih dapat memberikan sumbangan betapapun kecilnya kepada dunia ilmu pengetahuan, masyarakat dan penulis lain.

Jakarta, Oktober 2013


(13)

xiii

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING v

PENGESAHAN PANITIA UJIAN vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP vii

LEMBAR PERSEMBAHAN viii

KATA PENGANTAR ix

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xx

DAFTAR BAGAN xxi

DAFTAR GRAFIK xxii

DAFTAR LAMPIRAN xxiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Pertanyaan Penelitian 6


(14)

xiv 1.5 Manfaat

1.5.1. Bagi Peneliti 8

1.5.2. Bagi Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu 8

1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN 8

1.6. Ruang Lingkup 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Kontak 10

2.1.1. Definisi Dermatitis Kontak 10

2.1.2. Penyebab Dermatitis Kontak 11

2.1.3. Pencegahan Dermatitis 12

2.2. Promosi Kesehatan 18

2.3. Pengetahuan 21

2.3.1. Definisi Pengetahuan 21

2.3.2. Tingkatan Pengetahuan 22

2.3.3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 24

2.4. Pendidikan Kesehatan 31

2.4.1. Definisi Pendidikan Kesehatan 31

2.4.2. Metode Pendidikan Kesehatan 31

2.4.3. Model Pendidikan Kesehatan 35

2.4.4. Penyuluhan Kesehatan Sebagai Upaya Meningkatkan Pengetahuan 36


(15)

xv

2.4.5.3.Macam- Macam Media Pendidikan Kesehatan 42

2.4.5.4.Pesan Dalam Media Pendidikan Kesehatan 45

2.4.6. Media Leaflet 46

2.5. Kerangka Teori 47

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep 51

3.2 Definisi Operasional 54

3.3 Hipotesis Penelitian 57

BAB IV METODELOGI PENELITIAN

4.1 Desain Studi 58

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 59

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 59

4.4 Instrumen Penelitian 61

4.5 Langkah- Langkah Kegiatan Penelitian 66

4.5.1. Persiapan Penelitian 66

4.5.2. Kegiatan Pemilihan Sampel Pada Kedua Kelompok 69

4.5.3. Kegiatan Pre Test 71

4.5.4. Kegiatan Penyuluhan 71

4.5.5. Kegiatan Post Test 72


(16)

xvi BAB V HASIL PENELITIAN

5.1.Gambaran Lokasi Penelitian 76

5.2.Analisis Univariat 78

5.2.1. Gambaran Pengetahuan Penyebab Dermatitis dan Pencegahannya Sebelum diberi Intervensi Penyuluhan dengan Media Leaflet Pada

Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu di Ciputat Timur Tahun 2013 78 5.2.2. Gambaran Pengetahuan Penyebab Dermatitis dan Pencegahannya

Sesudah diberi Intervensi Penyuluhan dengan Media Leaflet Pada Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu di Ciputat Timur Tahun

2013 79

5.2.3. Sumber Informasi dan Hubungan Sosial 80

5.3.Analisis Bivariat 81

5.3.1. Perbedaan Pengetahuan Penyebab Dermatitis dan Pencegahannya sebelum dan sesudah diberi Intervensi Penyuluhan dengan Media Leaflet Pada Kelompok Intervensi Pekerja Proses Finishing Mebel

Kayu di Ciputat Timur Tahun 2013 81

5.3.2. Perbedaan Pengetahuan Penyebab Dermatitis dan Pencegahannya sebelum dan sesudah diberi Intervensi Penyuluhan dengan Media Leaflet Pada Kelompok Kontrol Pekerja Proses Finishing Mebel


(17)

xvii

6.2. Pengetahuan Tentang Penyebab Dermatitis Dan Pencegahannya Sebelum Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Pekerja Proses Finising Mebel Kayu di Ciputat Timur Tahun 2013 85 6.3.Pengetahuan Tentang Penyebab Dermatitis Dan Pencegahannya

Sesudah Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Pekerja Proses Finising Mebel Kayu di Ciputat Timur Tahun 2013 89 6.4.Perbedaan Pengetahuan Tentang Penyebab Dermatitis Dan

Pencegahannya Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Pekerja Proses Finising Mebel Kayu antara Kelompok Intervensi

dengan Kelompok Kontrol 94

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

1.1.Kesimpulan 99

1.2.Saran 100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

xviii

Tabel 3.1. Definisi Operasional 54

Tabel 4.1. Materi Pada Media Leaflet 62

Tabel 4.2. Data yang di coding 73

Tabel 5.1. Gambaran Pengetahuan Mengenai Penyebab Dermatitis dan

Pencegahannya Sebelum diberi Intervensi Penyuluhan dengan Media

Leaflet pada Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu di Ciputat Timur

Tahun 2013 78

Tabel 5.2. Gambaran Pengetahuan Mengenai Penyebab Dermatitis dan

Sesudah diberi Intervensi Penyuluhan dengan Media Leaflet pada

Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu di Ciputat Timur Tahun 2013 80

Tabel 5.3. Perbedaan Pengetahuan Mengenai Penyebab Dermatitis dan

Pencegahannya Sebelum dan Seduah diberi Intervensi Penyuluhan

dengan Media Leaflet pada Kelompok Intervensi Pekerja Proses

Finishing Mebel Kayu di Ciputat Timur Tahun 2013 82

Tabel 5.4. Perbedaan Pengetahuan Mengenai Penyebab Dermatitis dan


(19)

xix


(20)

xx

Gambar 2.1. Langkah Cuci Tangan 17


(21)

xxi

Bagan 2.1. Teori Perilaku Lawrence Green dalam Notoatmodjo 48

Bagan 2.2. Kerangka Teori 50


(22)

xxii

Grafik 6.1. Skor Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi 90

Grafik 6.2. Skor Pre Test dan Post Test pada Kelompok Kontrol 92


(23)

xxiii

Lampiran 1 Kuesioner Pre Test dan Post Test

Lampiran 2 Kuesioner Sumber Informasi dan Hubungan Sosial

Lampiran 3 Uji Rekap Media

Lampiran 4 Hasil Uji Rekap Media

Lampiran 5 Leaflet Sebelum Uji Rekap Media

Lampiran 6 Leaflet Sesudah Uji Rekap Media


(24)

1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dermatitis kontak merupakan penyakit akibat kerja yang paling sering ditemukan di tempat Kerja. Sekitar 40% dari seluruh penyakit akibat kerja adalah penyakit kulit dermatitis kontak (Afifah, 2012). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang di sebabkan oleh bahan dan substansi yang menempel pada kulit. Biasanya penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg, 2003).

Menurut Fregert (1988), beberapa pekerjaan yang mempunyai risiko terjadi dermatitis kontak adalah petani, industri mebel dan petukangan kayu, pekerja bangunan, tukang las dan cat, salon dan potong rambut, tukang cuci, serta industri tekstil. Kemudian referensi lain mengemukakan bahwa pekerjaan dengan risiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam, penanam bunga, dan pekerja di gedung (Perdoski, 2009).

Survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis Kontak. Dermatitis kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan 14%-20%


(25)

(Taylor et al, 2008). Data dari United Stases Bureau of Labor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988, didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Data di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak (Djunaedi dan Lokananta, 2003 dalam Suryani 2011 ).

Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002).

Penelitian yang dilakukan pada pekerja penebang kayu di Palembang, 30% pekerja mengalami dermatitis kontak dan 11,8% pekerja perusahaan kayu lapis di Palembang menderita dermatitis kontak (Siregar, 1996). Laporan dari poliklinik perusahaan pembuatan triplek (plywood) di Kalimantan, menemukan 10% pekerjanya mengalami penyakit kulit akibat kerja. Sedangkan hasil penelitian Astono & Sudardja (2002) yang dilakukan pada pekerja industri plywood di Kalimantan Selatan, menemukan bahwa 35% (696 orang) dari 2000 sampel mengalami penyakit kulit, dan 21,3% (148 orang) diantaranya mengalami dermatitis kontak. Kejadian dermatitis kontak didukung oleh berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya (Ruhdiyat, 2006)


(26)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Afifah (2012) pada pekerja proses finishing mebel kayu Kecamatan Ciputat Timur didapatkan bahwa dari 82 pekerja yang menjadi sampel terbukti 33 pekerja yang mengalami dermatitis kontak dimana terdapat faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah : usia (rata-rata 35 tahun), masa kerja (rata-rata 7 tahun atau lebih), riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya. Disamping itu, presentase personal hygiene yang buruk dan tidak menggunakan APD sarung tangan mencapai 100% menimbulkan kecurigaan bahwa kedua faktor ini lah yang justru berpengaruh besar terhadap kejadian dermatitis kontak. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan pada saat proses finishing yang berupa wood filler, wood stain, sanding sealer, thinner dan spirtus ini merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Untuk itu dianjurkan bagi pengelola mebel kayu menyediakan sarana dan prasarana personal hygiene yang sesuai dan terjangkau oleh pekerja saat bekerja, dan menerapkan aturan yang mengharuskan pekerja menjaga personal hygiene dengan baik, untuk menyediakan alat pelindung diri yang berupa sarung tangan vinyl dan neoprene untuk melindungi tangan pekerja saat kontak dengan bahan kimia. Sedangkan, bagi pekerja dianjurkan untuk menjaga personal hygiene yang baik dengan cara mencuci tangan secara benar setelah kontak dengan bahan kimia serta dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung diri yang berupa sarung tangan vinyl dan neoprene untuk melindungi tangan saat kontak dengan bahan kimia.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 13 pekerja proses finishing mebel kayu di Kecamatan Ciputat Timur, ditemukan bahwa sebanyak 85%


(27)

pekerja memiliki pengetahuan yang minim tentang dermatitis yaitu mulai dari bahaya penggunaan bahan tertentu, penyebab, gejala, dan pencegahan dermatitis kontak. Maka dari itu perlu dilakukannya suatu langkah intervensi dengan promosi kesehatan untuk dapat meningkatkan informasi dan pengetahuan bagi pekerja bagaimana cara mencuci tangan yang baik dan benar untuk megurangi potensi penyebab dermatitis yang menempel pada kulit tangan setelah bekerja yang dapat menimbulkan penyakit dermatitis kontak bagi pekerja, agar mereka mampu mengatasi masalah dan memelihara kesehatan dirinya. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan dengan metode ceramah dan pemberian media leaflet. Metode ceramah dapat dipakai pada sasaran dengan tingkat pendidikan rendah maupun tinggi, pada waktu penyuluhan dilakukan sasaran bisa berpartisipasi secara aktif dan memberikan umpan balik terhadap materi penyuluhan yang diberikan. Leaflet dipilih sebagai media karena mudah disimpan, ekonomis dan bisa berfungsi sebagai remainder bagi sasaran. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nafisa (2010) didapatkan nilai p value sebesar 0,001, karena nilai p value < 0,05, maka promosi kesehatan dengan media leaflet efektif dalam meningkatkan pengetahuan kelelahan kerja pada pekerja bagian pelipatan di PT. Karya Toha Putra Semarang.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui Perbedaan Pengetahuan Antara Sebelum Dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Menggunakan Media Leaflet Tentang Penyebab Dermatitis Dan Pencegahannya Pada Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu Di Ciputat Timur Tahun 2013. Sehingga kemudian dapat memberikan masukan bagi pekerja untuk melakukan tindakan upaya


(28)

peningkatkan pengetahuan tentang tindakan preventif yang dilakukan dalam mencegah terjadinya penyakit kulit akibat kerja yaitu dermatitis kontak.

1.2.Rumusan Masalah

Penyakit dermatitis terjadi pada pekerja proses finishing kayu yang umumnya kurang memperhatikan personal hygiene kesehatan dirinya sendiri, dermatitis yang terjadi pada pekerja proses finishing ini terjadi akibat bahan yang digunakan pada saat proses finishing mengenai kulit dan tidak dibersihkan dengan benar. Kejadian dermatitis kontak ini seharusnya dapat dicegah dengan pemakaian APD dan perilaku cuci tangan yang baik.

Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan bahwa sebanyak 85% pekerja proses finishing kayu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa semua pekerja tersebut tidak mengetahui bahwa semua bahan yang digunakan pada saat proses finishing tersebut berbahan kimia yang dapat membuat iritasi pada kulit dan dapat menimbulkan penyakit kulit atau dermatitis. Selain itu, semua pekerja juga tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja karena tidak disediakan oleh pemilik toko mebel. Hal ini diperparah dengan kebiasaan cuci tangan pekerja yang buruk.

Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan bahwa sebanyak 85% pekerja proses finishing kayu, diketahui bahwa pekerja hanya mencuci tangannya sebelum atau setelah bekerja dan hanya mencuci tangannya dengan air saja, padahal sudah tersedia sabun di tempat kerjanya. Mereka mengetahui bahwa cuci tangan dengan air saja sudah cukup untuk membersihkan tangan mereka.


(29)

Hal tersebut terjadi karena pekerja memiliki pengetahuan yang minim tentang bahayanya bahan kimia yang digunakan pada proses Finishing, tentang penyakit dermatitis dan cara cuci tangan yang baik sebagai pencegahan dermatitis. Dari studi pendahuluan diketahui bahwa para pekerja tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang dermatitis dan pencegahannya. Jika keadaan ini dibiarkan terus maka pekerja akan selalu memiliki resiko yang tinggi terhadap kejadian dermatitis kontak. Pengetahuan mengenai bahaya bahan yang digunakan dan pencegahan dermatitis kontak dapat menjadikan pekerja sadar mengenai kesehatan mereka. Maka dari itu perlu dilakukannya suatu langkah intervensi dengan promosi kesehatan dengan pendidikan kesehatan untuk dapat meningkatkan informasi dan pengetahuan bagi pekerja bagaimana cara mencuci tangan yang baik dan benar untuk megurangi potensi penyebab dermatitis yang menempel pada kulit tangan setelah bekerja yang dapat menimbulkan penyakit dermatitis kontak bagi pekerja, agar mereka mampu mengatasi masalah dan memelihara kesehatan dirinya. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan dengan metode ceramah dan pemberian media leaflet terhadap perubahan pengetahuan pekerja tentang penyebab dermatitis kontak dan pencegahannya pada pekerja proses finishing mebel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2013.

1.3.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sebelum diberikan intervensi penyuluhan dengan media leaflet


(30)

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sesudah diberikan intervensi penyuluhan dengan media leaflet pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2013?

3. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sebelum dan sesudah diberikan intervensi penyuluhan dengan media leaflet pada pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2013?

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan menggunakan media leaflet tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya pada pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur Tahun 2013.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sebelum diberikan intervensi penyuluhan dengan media leaflet pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2013


(31)

2. Diketahuinya gambaran pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sesudah diberikan intervensi penyuluhan dengan media leaflet pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2013

3. Adanya perbedaan pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya sebelum dan setelah diberikan intervensi penyuluhan dengan media leaflet pada pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2013

1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah dipelajari semasa kuliah dan mampu mengembangkan kemampuan dan kompetensi dalam meneliti masalah yang berkaitan dengan efektivitas promosi kesehatan melalui media terhadap perubahan pengetahuan pekerja proses finishing mebel kayu tentang mencuci tangan yang baik dan benar

1.5.2. Bagi Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam upaya peningkatkan pengetahuan tentang tindakan preventif yang dilakukan dalam mencegah terjadinya penyakit kulit akibat kerja yaitu dermatitis kontak

1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan ataupun bahan bacaan untuk penelitian selanjutnya


(32)

1.6.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Afifah (2012) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur Tahun 2012. Dalam penelitian ini diketahui bahwa sampel yang bersedia untuk menjadi responden peneitian sebesar 82 pekerja, diantaranya yang terbukti mengalami dermatitis kontak sebesar 33 orang dari jumlah sampel yang bersedia, dari keseluruhan sampel yang di teliti mereka memiliki personal hygiene yang buruk, salah satunya adalah kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja. Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi promosi kesehatan tentang cuci tangan yang baik kepada pekerja proses finishing mebel kayu tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2013. Lokasi penelitian ini adalah tempat pembuatan mebel kayu yang ada di wilayah kecamatan Ciputat Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan menggunakan media leaflet tentang penyebab dermatitis dan pencegahannya pada pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur Tahun 2013. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi yag digunakan adalah Quasi- Experimental Design dengan bantuan istrumen penelitian berupa kuesioner dan media leaflet.


(33)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Dermatitis kontak

2.1.1. Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus (2003), Dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Sedangkan menurut Michael (2005), dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja. Definisi lainnya pun diketahui bahwa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000) dan sedangkan meurut Hudyono (2002), dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan). Dermatitis kontak merupakan peradangan kulit yang ditandai oleh eritema (kulit merah), edema (pembengkakan), serta rasa gatal dan panas di kulit yang biasanya terjadi di tangan, lengan bawah, atau wajah (Suma’mur, 1996).


(34)

Dermatitis kontak yang terjadi di tangan bersifat persistent atau menetap karena kondisi yang mengharuskan pekerja kontak langsung dengan bahan kimia. Untuk itu kondisi ini seharusnya para pekerja lebih bertindak hati-hati dalam melakukan aktivitas pekerjaannya. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebersihan perorangan (personal hygiene), pemakaian alat pelindung diri (APD), dan peningkatan pengetahuan pekerja dalam memelihara kesehatannya adalah sangat penting (Ernasari, 2012).

2.1.2. Penyebab Dermatitis Kontak

Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Dermatitis kontak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (Suma’mur, 1996):

1. Faktor fisik, seperti tekanan, kelembaban, panas, suhu dingin, sinar matahari, sinar X, dan sinar lainnya

2. Bahan-bahan berasal dari tanaman, seperti daun, ranting, getah, akar, umbi-umbian, bunga, buah, sayur, debu kayu, dan lainnya

3. Makhluk hidup, seperti bakteri, virus, jamur, serangga, cacing, dan kutu 4. Bahan-bahan kimia.

Salah satunya bahan kimia yang dilakukan pada pekerja proses finishing mebel kayu adalah wood filler untuk pendempulan, wood stain untuk pewarnaan, sanding sealer untuk politur sebagai cat dasar, thinner dan spirtus sebagai bahan campuran, dan sanding melamic clear sebagai cat akhir untuk pengkilapan. Bahan dasar dari bahan-bahan tersebut adalah resin nitrosellulosa


(35)

(diasamkan dengan asam nitrat & asam sulfat), melamine (formaldehid & fenol), alkyd (glyserol &asam phtalat), shellac (kelenjar insekta) dan pigmen. Kemudian spirtus dan thinner yang digunakan sebagai bahan campuran mengandung methanol, xylen, toluene, butyl alcohol, butyl cellosove, isopropyl alcohol. Bahan-bahan tersebut seperti formaldehid, asam nitrat, asam sulfat, xylen, dan toluen merupakan bahan yang berbahaya pada kulit karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Afifah pada pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2012 di dapatkan faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah : usia (rata-rata 35 tahun), masa kerja ((rata-rata-(rata-rata 7 tahun atau lebih), riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya. Pelaksanannya personal hygiene dan tidak memakai APD berupa sarung tangan ini, tidak menjadi variable yang diteliti oleh Afifah dikarenakan homogen, akan tetapi kedua variable ini sangat mempengaruhi untuk terjadinya kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing mebel kayu ini.

2.1.3. Pencegahan Dermatitis

Menurut Partogi 2008, Dermatitis kontak dapat dicegah dengan berbagai macam cara pencegahan sebelum dan sesudah bekerja. Berikut cara pencegahannya menggunakan :


(36)

1. Barrier creams

Krim ini digunakan untuk mencegah atau mengurangi penetrasi dan absorbi zat iritan ke kulit, mencegah terjadinya lesi kulit atau efek pajanan ke dermis, barrier creams ini juga membentuk lapisan tipis film yang melindungi kuli. Biasanya krim ini dipakai untuk mencegah dan mengobati dermatitis kontak di lingkungan industri dan rumah.

2. Baju dan sarung tangan pelindung

Sarung tangan memiliki efek protektif terhadap pajanan deterjen, baju pelindung juga mempunyai peranan penting sebagai pelindung tubuh di lingkungan industri. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa baju ini dapat menangkap zat kimia yang kemungkinan membahayakan kulit untuk jangka waktu yang lebih lama dan meningkatkan kemungkinan terjadinya dermatitis. Juga perlu diperhatikan bahwa zat kimia dengan berat molekul rendah tetap dapat berpenetrasi menembus sarung tangan.

Menurut Suma’mur (2009) hal yang perlu diperhatikan untuk pencegahan dermatitis yaitu masalah kebersihan perseorangan (personal hygiene) dan sanitasi lingkungan kerja serta pemeliharaan ketatarumahtanggan perusahaan yang baik. Kebersihan perseorangan misalnya cuci tangan, mandi sebelum pulang kerja, pakaian bersih dan berganti pakaian tiap hari, alat pelindung diri yang bersih dan lain-lain. Kebersihan lingkungan dan pemeliharaan ketatarumahtanggaan meliputi pembuangan air bekas dan sampah industri, pembersihan debu, penerapan proses produksi yang tidak menimbulkan


(37)

pencemaran udara dan juga permukaan, cara sehat dan selamat penimbunan dan penyimpanan barang dan lainnya.

Terkait dengan penyakit dermatitis yang terjadi pada pekerja proses finishing mebel kayu Ciputat Timur yang sudah di teliti oleh Afifah ( 2012 ) bahwa pencegahan yang baik untuk dilakukan adalah :

1. Pemakaian Alat Pelindung Diri Berupa Sarung Tangan

Alat pelindung diri adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja yang berada di area kerja yang berbahaya untuk melindungi para pekerja. APD yang digunakan untuk bahan kimia berbahaya umumnya adalah sarung tangan. Sarung tangan ini biasa disebut sebagai safety gloves yang bergungsi dalam melindungi kulit yang terpapar oleh bahan kimia. Untuk itu juga pula sarung tangan agar menjadi efektif, maka diperlukannya hal layak pakai, memberikan perlindungan pada tangan agar terbebas dari bahaya bahaya yang ada di pekerjaan, yang tidak mengganggu pada saat bekerja, serta praktis dan nyaman bila digunakan

2. Cara mencuci tangan yang baik dan benar

Cuci tangan adalah salah satu cara pencegahan infeksi yang paling tua, paling sederhana, dan paling konsisten. Menurut Fewtrell ( 2005 ) dalam Humayda (2010 ) perilaku mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Sedangkan menurut


(38)

Depkes ( 2007 ), mencuci tangan adalah proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Mencuci tangan dengan air saja sudah sangat umum banyak dilakukan oleh masyarakat, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergerak dalam upaya melepasnya. Di dalam lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup. Efek lainnya adalah, tangan menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun dan dalam beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun menjadi menarik untuk dilakukan [ Fewtrell ( 2005 ) dalam Humayda (2010) ].

Seharusnya pada saat pelaksanaannya cuci tangan juga harus dilakukan dengan menggosok- gosokkan tangan sampai di sela- sela jari, ini berfungsi untuk memutuskan rantai penyakit dengan membunuh kuman- kuman yang ada di tangan yang bersamaan dengan air yang mengalir. Perlu diperhatikan pula air yang digunakan pada saat mencuci tangan ini haruslah mengalir, tidak harus mengalir dari keran, arti dari mengalir itu sendiri adalah air yang tidak diam pada satu wadah, dan juga perlu diperhatikan pada saat penggunaan air mengalir, gunakanlah air yang tidak berbau, yang tidak berwarna, yang tidak berasa. Cuci tangan yang baik dan benar ini memiliki tujuan dan manfaatnya, serta agar


(39)

kuman yang ada di tangan menjadi mati maka dilakukannya langkah- langkah mencuci tangan :

a. Tujuan dan manfaat mencuci tangan

Tujuan cuci tangan menurut Depkes ( 2007 ) adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi atau membunuh jumlah mikroorganisme serta mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan. Manfaat dari mencuci tangan ini adalah memotong jalur penyebaran/ penyaluran kuman dan penyakit.

b. Langkah- langkah mencuci tangan

Langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar adalah sebagai berikut (WHO, 2005):

1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir dan gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah, ratakan dengan kedua telapak tangan.

2. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri. 3. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan.

4. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.

5. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

6. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.

7. Setelah itu, bilas kedua tangan dengan air bersih dan mengalir. Lalu keringkan dengan lap tangan atau tisu.


(40)

8. Jangan menutup kran dengan tangan, tetapi gunakan siku atau tisu dan hindari menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan agar kuman yang terdapat di benda-benda tersebut tidak menempel di tangan.

Gambar 2.1 Langkah Cuci Tangan c. Waktu Cuci Tangan

Mencuci tangan yang baik dan benar sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah beraktifitas. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan (WHO, 2005, Markkanen, 2004):


(41)

b. Sebelum dan setelah menyiapkan makanan, khususnya sebelum dan setelah memegang bahan mentah

c. Sebelum dan sesudah mengiris sesuatu d. Setelah buang air besar dan buang air kecil e. Sebelum dan setelah bekerja

f. Setelah bersentuhan dengan larutan atau zat kimia g. Saat berpindah proses kerja

2.2. Promosi Kesehatan

Menurut Green (cit, Notoatmodjo, 2005) menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Sedangkan menurut WHO, promosi kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan piagam (Ottawa Charter,1986) dalam (Notoatmodjo, 2007)., sebagai hasil rumusan konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa, Canada menyatakan bahwa :


(42)

“ Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and improve, their health. To reach a state of complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or cope with the environment “.

Dari kutipan diatas jelas dinyatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.

Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor penguat.

a. Faktor Predisposisi (Predisposing factor)

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak.


(43)

b. Faktor Pemungkin (Enabling factor)

Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalia sekolah, klinik atau sumber daya yang hampir sama. Ketersediaan sarana & prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat ini berupa :air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagaianya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, RS, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos obat desa, Dokter/Bidan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana prasarana pendukung, misalnya : perilaku Pemeriksaan kehamilan, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung/memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. Hal ini meluaskan peran dari penyelenggara-penyelenggara kesehatan dengan mantap. Secara kebiasaan praktek dari penyelenggara- penyelenggara kesehatan untuk menyediakan informasi kepada masyarakat-masyarakat tentang permasalahan kesehatan yang tertentu. Penyelenggara-penyelenggara kesehatan sering kali mengembangkan bahan-bahan (phamplets dan brosur-brosur, adakalanya video-video) dan menghamburkan mereka sepanjang suatu masyarakat sering kali di dalam sesi-sesi pendidikan kelompok kecil di dalam rumah


(44)

sakit, tempat kerja dan sekolah-sekolah, atau pada masyarakat menggolongkan pertemuan-pertemuan atau melalui belanja.

c. Faktor Penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal dari perawat, dokter, pasien lain, keluarga. Apakah penguat itu positif atau negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang penguatnya datang dari teman sebaya, guru, pejabat sekolah. Penelitian tentang perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan remaja sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman, terutama teman dekat.

2.3. Pengetahuan

2.3.1. Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan, atau tulisan yang merupakan stimulasi dari pertanyaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan


(45)

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa, dimulai pada domain pengetahuan (kognitif) ini, dalam arti subjek terlebih dahulu tahu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek. Seseorang mendapat pengetahuan melalui panca inderanya, dimana sebagian besar diperoleh melalui indera penglihatan (mata) yaitu sebesar 83% dan indera pendengar (telinga) yaitu sebesar 11%, sedangkan sisanya melalui indera perasa (lidah) 1%, indera peraba (kulit) 2%, dan indera penciuman (hidung) 3% (Depkes RI, 2008, Notoatmodjo, 2003,).

2.3.2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu (Efendi, 2009, Notoatmodjo, 2005, Bloom, 1956):

a. Tahu (know)

Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.


(46)

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada dengan cara meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek, di mana penilaian berdasarkan pada kriteria yang dibuat sendiri atau pada kriteria yang sudah ada.


(47)

2.3.3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan sebagai berikut:

1. Umur

Umur responden sangat erat hubungannya dengan pengetahuan seseorang, karena semakin bertambah usia semakin banyak pula pengetahuannya. Berdasarkan Soetjiningsih (2004) dalam Rosyari (2008), semakin bertambahnya umur seseorang semakin memahami dirinya dan dapat menerima informasi mengenai berbagai hal dari berbagai sumber.

Asnita (2001) mengemukakan hasil penelitiannya tentang hubungan faktor sosio demografi dengan pengetahuan dan sikap tenaga kerja Indonesia tentang HIV/AIDS, bahwa terdapat hubungan bermakna secara statistik antara variabel umur dengan pengetahuan responden tentang HIV/AIDS dengan Pvalue = 0,001.

Pada orang dewasa, umur dikelompokkan menjadi (Hurlock, 1999): a. Dewasa awal (18-40 tahun)

Pada masa dewasa awal individu mulai dapat merencanakan atau membuat hipotesis tentang masalah-masalah mereka, pemikiran lebih realistis, bertanggung jawab, menerima perbedaan pendapat, dan melibatkan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan


(48)

pengetahuan. Selain itu, kemampuan kognitif semakin meningkat pada dewasa awal ini.

b. Dewasa Madya (41-60 tahun)

Pada dewasa madya, kemampuan kognitif mengalami penurunan karena daya ingat yang menurun ketika informasi yang dicoba untuk diingat adalah informasi yang disimpan baru-baru ini atau tidak sering digunakan. Daya ingat juga cenderung menurun untuk mengingat (recall) daripada untuk mengenali (recognize).

c. Dewasa Akhir (61 tahun keatas)

Pada masa ini, kemampuan kognitif semakin mengalami penurunan karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang.

2. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat melalui kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik. Tingkat pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan stok modal pengetahuan meningkat. Pendidikan memiliki peran penting dalam kualitas. Lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan.

Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni: input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik


(49)

(pelaku pendidikan); proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain); dan output (meningkatnya pengetahuan sehingga melakukan apa yang diharapkan) (Notoatmodjo, 2003). Jika pendidikan rendah, maka pengetahuan tentang hidup sehat, kebersihan pribadi, kebersihan lingkungan, makanan yang bergizi, cenderung kurang terutama kemampuan hidup sehat untuk dirinya sendiri (Resti, 2005) dalam (Nina, 2007 ). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang rendah cenderung mempunyai pengetahuan yang rendah pula. Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bentuk pendidikan dapat berupa: penyuluhan, ceramah, seminar, diskusi, pameran, iklan-iklan yang bersifat mendidik, spanduk, billboard.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan mempengaruhi pengetahuan. Hasil penelitian Hariyanto (1997) dalam Rosyari (2008) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang penyakit AIDS dan sikap terhadap penderita AIDS, membuktikan bahwa ternyata ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang penyakit AIDS dengan Pvalue = 0,0071. Begitu juga dengan hasil penelitian [Wirni (1997) dalam Rosyari (2008)], dalam penelitiannya yang berjudul pendidikan formal ibu balita dengan pengetahuan, sikap, praktek tentang penyakit Infeksi Cacing Usus (ICU) di RW 03, Kelurahan Pulo Gadung, Jakarta Timur tahun 1997, menunjukkan ada hubungan bermakna antara pendidikan formal dengan pengetahuan tentang ICU dengan Pvalue = 0,0003. Serta hasil penelitian


(50)

Salmah (1995) dalam Rosyari (2008) yang menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan yang bermakna pada tingkat pendidikan ibu antara kelompok kartu berjodoh dengan kelompok lembar balik (Pvalue = 0,003).

Tingkat pendidikan dapat dikategorikan menjadi (Wulan, 2010): a. Pendidikan dasar: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama

(SMP)

b. Pendidikan menengah: Sekolah Menengah Atas (SMA) c. Pendidikan tinggi: Diploma, Sarjana, Magister, Doktor 3. Sumber Informasi

Menurut Notoatmodjo (2005), informasi adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat ini atau keputusan mendatang, informasi yang datang dari pengirim pesan yang ditujukan kepada penerima pesan. Selain itu informasi dapat diperoleh dari media cetak, media elektronik, non-media seperti, keluarga, teman, tenaga kesehatan.

Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, baik dari orang maupun media (Notoatmodjo, 2003). Sarwono (1997) dalam Nina (2007 ) juga menekankan kalau sumber informasi dari orang itu mempengaruhi pengetahuan seseorang, yang dipengaruhi antara lain: masyarakat, baik teman bergaul maupun media. Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif diperlukan alat


(51)

bantu. Fungsi media dalam pembentukan pengetahuan seseorang menyampaikan informasi atau pesan-pesan (Notoatmodjo, 2003).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan media dalam penyuluhan terbukti efektif meningkatkan pengetahuan seseorang terhadap materi penyuluhan. Berdasarkan penelitian Susilowati Herman yang berjudul “Pengaruh Leaflet dalam Pendidikan Gizi dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu” diperoleh hasil bahwa pengetahuan kelompok ibu yang mendapatkan intervensi penyuluhan menggunakan leaflet lebih baik dari kelompok ibu yang tidak mendapatkan intervensi (kelompok pembanding) (Herman, 1990). Hal ini sejalan dengan penelitian Supardi et al, bahwa penyuluhan obat dengan metode ceramah dan pemberian leaflet yang telah dikembangkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan secara bermakna dibandingkan dengan kelompok pembandingnya yang hanya mendapatkan penyuluhan dengan metode ceramah (Supardi et al, 2004) dalam Rosyari (2008). Berdasarkan Khomsan (2000), dalam ceramah pengenalan suatu inovasi, uraian panjang lebar dari penyuluh seringkali belum cukup membuat sasaran mengerti yang dimaksud oleh penyuluh. Baru setelah ditampilkan alat peraga baik berupa gambar, poster atau film, sasaran yang sudah mengenal sedikit menjadi lebih dan yang belum pernah mengenal sama sekali menjadi tahu dan dapat mereka-reka yang dimaksud.


(52)

4. Status ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder, keluarga dengan status ekonomi yang baik akan mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi yang lebih rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan yang termasuk kebutuhan sekunder (Wulan, 2010).

Status ekonomi ini dapat dilihat atau diukur dari penghasilan atau pendapatan per bulan. Penghasilan atau pendapatan dibagi atas 3 kelompok, yaitu (Maesaroh, 2009):

a. Pendapatan rendah yaitu jika pendapatan rata-rata dibawah UMR (Upah Minimum Regional) per bulan

b. Pendapatan sedang yaitu jika pendapatan rata-rata UMR per bulan c. Pendapatan tinggi yaitu jika pendapatan rata-rata lebih dari UMR per

bulan

Dari pengelompokkan penghasilan atau pendapatan per bulan tersebut, status ekonomi dapat dikelompokkan menjadi (Maesaroh, 2009):

a. Status ekonomi atas yaitu yang termasuk kelompok pendapatan tinggi

b. Status ekonomi menengah yaitu yang termasuk kelompok pendapatan sedang

c. Status ekonomi bawah yaitu yang termasuk kelompok pendapatan rendah


(53)

5. Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Hubungan sosial atau disebut juga dengan interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi, dan didasarkan pada kesadaran untuk saling menolong (Saraswati, 2008). Hubungan sosial atau interaksi sosial juga didefinisikan sebagai suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah, atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi (Wulan, 2010).

Hubungan sosial dapat diklasifikasikan menjadi (Saraswati, 2008):

a. Hubungan sosial primer

Hubungan sosial ini terjadi apabila orang yang berinteraksi bertatap muka secara langsung, misalnya kontak antara guru dan murid di kelas, atau pembicaraan ayah dan anak di ruang makan.

b. Hubungan sosial sekunder

Hubungan sosial sekunder terjadi bila interaksi berlangsung melalui suatu perantara atau media seperti telepon, sms, televisi, internet, facebook, dan media sosial lainnya.


(54)

2.4.Pendidikan Kesehatan

2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Menurut WHO, pendidikan kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan kesehatan adalah upaya mempengaruhi masyarakat agar menghentikan perilaku berisiko tinggi dan menggantikannya dengan perilaku aman atau berisiko rendah (Depkes RI, 2004).

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu metode yang biasa digunakan dalam Promosi kesehatan yang penekanannya pada perubahan/ perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, dan upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. dibawah ini menjelaskan tentang metode dan media yang membantu dalam proses pendidikan kesehatan.

2.4.2 Metode Pendidikan Kesehatan Metode pendidikan kesehatan dibagi menjadi:

1. Metode pendidikan individual

Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya


(55)

membina seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi TT karena baru saja memperoleh atau mendengarkan penyuluhan kesehatan. Pendekatan yang digunakan agar ibu tersebut menjadi akseptor lestari atau ibu hamil tersebut segera minta imunisasi, adalah pendekatan secara perorangan.

Perorangan disini tidak hanya berarti harus hanya kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi mungkin juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut. Dasar digunakannya pendekatan ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta dapat membantunya maka perlu menggunakan metode (cara) ini. Bentuk pendekatan ini, antara lain: bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling), wawancara (interview).

2. Metode pendidikan kelompok

Harus diingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan. Metode pendidikan kelompok dibagi menjadi: a.Kelompok besar

Kelompok besar adalah apabila peserta promosi kesehatan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar yaitu ceramah dan seminar


(56)

b.Kelompok kecil

Apabila peserta kegiatan kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain:

1) Diskusi kelompok

Agar semua kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, formasi duduk peserta diatur sedemikian rupa agar dapat saling berhadapan satu sama lain. Pemimpin diskusi juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Pemimpin diskusi harus memberikan pancingan-pancingan pertanyaan untuk memulai diskusi terkait dengan topik yang dibahas. Agar terjadi diskusi yang hidup maka pemimpin diskusi harus mengarahkan dan mengatur jalannya diskusi agar semua orang dapat kesempatan berbicara dan tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang peserta. 2) Curah pendapat (brain storming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaannya pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (curah pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh


(57)

siapapun. Baru setelah semua anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

3) Bola salju (snow balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap-tiap pasang yang telah sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya sehingga akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok. 4) Kelompok kecil (buzz group)

Kelompok dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz group) kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain. Kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan permasalahan tersebut dan selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan kembali serta disimpulkan.

5) Memainkan peranan (role play)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu dan mereka memperagakan peran tersebut. 6) Permainan simulasi (simulation game)

Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli.


(58)

3. Metode pendidikan massa

Metode pendidikan (pendekatan) massa cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Oleh karena sasaran pendidikan ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku. Namun demikian bila kemudian dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku juga merupakan hal yang wajar. Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak langsung. Biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa. Metode yang cocok untuk pendekatan massa : ceramah umum ( public speaking ), pidato- pidato/ diskusi tentang kesehatan melalui media, simulasi, tulisan- tulidsan di majalah atau koran, billboard. (Notoatmodjo, 2007).

2.4.3. Model Pendidikan Kesehatan

Upaya agar masyarakat berperilaku kesehatan melalui pendidikan kesehatan memang memiliki dampak yang lama terhadap timbulnya perubahan perilaku. Namun, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, perilaku tersebut akan selamanya dilakukan (Notoatmodjo, 2007).


(59)

Dalam teori Benjamin Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori yang disebut dengan taksonomi pendidikan ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan (Bloom, 1956, Effendi, 2009).

2.4.4. Penyuluhan Kesehatan Sebagai Upaya Meningkatkan Pengetahuan Salah satu kegiatan pendidikan kesehatan adalah pemberian informasi atau pesan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap seseorang tentang kesehatan melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri agar memudahkan terjadinya perilaku sehat (Notoatmodjo, 2005). Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus, yang kemajuannya harus terus diamati terutama kepada mereka yang memberi penyuluhan.

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Machfoed, 2007).

Tujuan pendidikan kesehatan dengan metode penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan adalah


(60)

perubahan perilaku dan meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan perubahan dengan memberikan pendidikan kesehatan.

Sasaran penyuluhan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dijadikan subjek dan objek perubahan perilaku, sehingga diharapkan dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan pesan yang disampaikan dalam penyuluhan. Materi atau pesan yang akan disampaikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan sasaran penyuluhan sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi atau pesan penyuluhan dapat disampaikan menggunakan media atau alat bantu pendidikan untuk membantu pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan serta untuk menarik perhatian sasaran pendidikan (Notoatmodjo, 2003).

Mengukur efektifitas penyuluhan memang tidak mudah, apalagi bila dihubungkan pada perubahan sikap dan perilaku sasaran penyuluhan. Penyuluhan yang efektif tergantung kepada penerimaan sasaran terhadap materi penyuluhan. Efektifitas suatu proses penyuluhan paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu (Suri, 2009):

1. Menimbulkan kesenangan

Munculnya kesenangan pada awal komunikasi sangat berhubungan dengan materi pesan atau penyuluhan. Sasaran penyuluhan akan merasa senang terhadap proses penyuluhan apabila pesan atau materi penyuluhan sesuai dengan kebutuhan sasaran.


(61)

2. Menimbulkan hubungan sosial yang baik

Pertemuan antara penyuluh dengan sasaran penyuluhan melibatkan perasaan senang atau tidak senang dan emosi. Oleh karena itu, dalam melaksanakan penyuluhan perlu terlebih dahulu menciptakan rasa senang dan persahabatan serta emosi yang dapat mendukung penerimaan inovasi baru.

3. Menimbulkan pengertian

Dalam proses penyuluhan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menimbulkan pengertian pada sasaran penyuluhan, yaitu:

a. Gunakan bahasa yang dimengerti oleh sasaran penyuluhan.

b. Hindari penggunan istilah-istilah yang asing bagi sasaran penyuluhan.

c. Bicaralah sesuatu yang bisa dimengerti oleh kemampuan berpikir sasaran, yaitu hal-hal yang bersifat konkrit dan observable (dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasakan).

d. Kemukakan materi penyuluhan secara singkat, jelas, terfokus, dan terukur pencapaiannya.

4. Menimbulkan pengaruh pada sikap

Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu dan bertindak atas dasar interpretasi yang telah diciptakannya. Untuk dapat menimbulkaan perubahan pada sikap diperlukan proses penyuluhan yang lama dan intensif.

5. Menimbulkan tindakan

Menimbulkan tindakan yang sesuai dengan materi penyuluhan memerlukan pemantauan dari penyuluh, bukan hanya pada penerimaan materi penyuluhan


(62)

oleh sasaran tetapi yang lebih penting adalah evaluasi diri terhadap apa yang dilakukan penyuluh dalam memberikan penyuluhan mulai dari proses menciptakan kesenangan, pengertian, dan proses perubahan pada sikap.

2.4.5. Media Pendidikan Kesehatan

2.4.5.1. Definisi Media Pendidikan Kesehatan

Media adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan ataupun pengajaran. Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

Beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam pemanfaatan media pengajaran, yakni ( Rosyari, 2008 ):

1. Media pengajaran yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Media pengajaran tersebut merupakan media yang dapat dilihat atau didengar.

3. Media pengajaran yang digunakan dapat merespon siswa belajar. 4. Media pengajaran harus sesuai dengan kondisi individu siswa.


(63)

5. Media pengajaran tersebut merupakan perantara (medium) dalam proses pembelajaran siswa.

Seseorang dapat memperoleh pengetahuan melalui berbagai macam media atau alat bantu pendidikan di dalam proses pendidikannya. Masing-masing media tersebut mempunyai intensitas yang berbeda-beda dalam mempersepsikan bahan pendidikan atau pengajaran. Edgar Dale membagi alat bantu atau media promosi kesehatan menjadi 11 macam dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap alat-alat tersebut dalam sebuah kerucut (Nototmodjo, 2007).

Gambar 2.2

Kerucut Pembelajaran Edgar Dale

Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan yang paling dasar adalah benda asli dan yang paling atas adalah kata-kata. Hal ini

1. Kata-kata 2. Tulisan

3. Rekaman, Radio 4. Film

5. Televisi 6. Pameran 7. Fieldtrip 8. Demonstrasi 9. Sandiwara 10.Benda tiruan 11.Benda asli 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11


(64)

menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan benda asli mempunyai intensitas yang paling tinggi untuk mempersepsikan bahan pendidikan atau pengajaran, sedangkan penyampaian bahan-bahan hanya dengan kata-kata saja sangat kurang efektif atau intensitasnya paling rendah.

2.4.5.2. Fungsi Media Pendidikan Kesehatan

Pada dasarrnya media hanya berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, konkrit, serta mudah dipahami. Dengan demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan retensi anak terhadap materi pembelajaran (Usman, 2002).

Penelitian di bidang pendidikan menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan alat peraga. Pada saat ini media pendidikan mempunyai fungsi :

1. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan membantu memudahkan mengajar bagi guru.

2. Memberikan pengalaman lebih nyata (yang abstrak dapat menjadi konkrit).

3. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya pelajaran tidak membosankan).


(65)

4. Semua indera murid dapat diaktifkan. Kelemahan satu indera dapat diimbangi oleh kekuatan indera lainnya.

5. Lebih menarik perhatian.

6. Dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya (Usman, 2002).

2.4.5.3. Macam-Macam Media Pendidikan Kesehatan

Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan kesehatan, media dibedakan menjadi tiga, yaitu (Machfoedz, 2007, Notoatmodjo, 2007, Depkes RI, 2004).

1. Menurut bentuk umum penggunaannya

Penggolongan media penyuluhan berdasarkan penggunaannya, dapat dibedakan menjadi:

a. Bahan bacaan: modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah, dan lain sebagainya.

b. Bahan peragaan: poster tungal, poster seri. 2. Menurut cara produksi

Berdasarkan cara produksi, media penyuluhan dapat dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu:

a. Media cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual dan untuk menyampaikan pesan- pesan kesehatan yang sangat bervariasi, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah:


(66)

1. Booklet : media untuk menyampaikan pesan- pesan kesehatan dan bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

2. Leaflet : bentuk penyampaian informasi disampaikan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya bisa dalam bentuk kalimat, gambar, maupun kombinasi keduanya.

3. Flyer ( selebaran ) : sama seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan 4. Flip chart ( lembar balik ) penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar halamannya berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambar tersebut.

5. Rubric atau tulisan- tulisan pada surat kabar atau majalah yang berkaitan dengan kesehatan

6. Poster : media cetak berisi pesan- pesan informasi kesehatan yang biasanya di tempel di tembok- tembok, di tempat- tempat umum atau di kendaraan umum.

7. Foto yang mengungkapkan informasi- informasi kesehatan

Ada beberapa kelebihan media cetak ini antara lain: tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Tetapi media ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara, dan mudah terlipat.


(67)

b. Media elektronika

Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah: televisi, radio, film, video film, CD dan VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini juga memiliki kelebihan antara lain: lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan diulang-ulang, serta jangkauannya relatif besar. Selain itu pula keuntungan penyuluhan dengan media film dan video adalah dapat memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memacu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif kecil dan sedang, dapat dipakai untuk belajar mandiri dan penyesuaian oleh sasaran, dapat dihentikan ataupun dihidupkan kembali, serta setiap episode yang dianggap penting dapat diulang kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan yang gelap. Kelemahan dari media ini adalah: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk mengoperasikannya.

c. Media luar ruang

Media ini menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik, misalnya: papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka,


(68)

mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini antara lain: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk mengoperasikannya.

2.4.5.4. Pesan dalam Media Pendidikan Kesehatan

Menurut Depkes RI (2004), Pesan adalah terjemahan dari tujuan komunikasi ke dalam ungkapan atau kata yang sesuai untuk khalayak sasaran. Pesan dalam suatu media harus efektif dan kreatif, untuk itu pesan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. Perhatian dalam memerintah

Kembangkan suatu ide atau pesan pokok yang merefleksikan strategi desain suatu pesan. Bila terlalu banyak ide, hal tersebut akan membingungkan khalayak sasaran dan mereka akan mudah melupakan pesan tersebut.

b. Pesan yang jelas , mudah dipahami dan sederhana

Pesan haruslah mudah, sederhana, dan jelas. Pesan yang efektif harus memberikan informasi yang relevan dan baru bagi khalayak sasaran. Bila pesan dalam media diremehkan oleh sasaran, secara otomatis pesan tersebut gagal.

c. Pesan yang dimuat haruslah terpecaya

Pesan harus dapat dipercaya, tidak bohong, dan terjangkau. Seperti masyarakat percaya cuci tangan menggunakan sabun dapat mencegah


(69)

penyakit diare, dan untuk itu harus dibarengi bahwa harga sabun terjangkau dan mudah didapat di daerah tempat tinggalnya.

d. Menghasilkan Manfaat

Pesan yang dimuat haruslah menghasilkan suatu pesan yang dapat menguntungkan bagi seseorang, sehingga hasil pesan diharapkan akan memberikan manfaat. Misalnya khalayak sasaran termotivasi membuat jamban, karena mereka akan memperoleh keuntungan di mana anaknya tidak terkena penyakit diare.

e. Konsisten

Pesan harus konsisten, artinya bahwa sampaikan satu pesan utama di media apapun secara berulang, misal di poster, stiker, dll, tetapi maknanya akan tetap sama jangan sampai maknanya berbeda.

f. Pesan dalam suatu media harus bisa menyentuh akal dan rasa. Komunikasi yang efektf tidak hanya sekedar memberi alasan teknis semata, tetapi juga harus menyentuh nilai-nilai emosi dan membangkitkan kebutuhan nyata. g. Pesan yang ada di dalam media lebih mendorong untuk mengajak agar kita

ikut melakukan sesuatu. 2.4.6. Media Leaflet

Menurut Suraya 2011, Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Adapun keuntungan menggunakan leaflet antara lain sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat. Sasaran dapat melihat isinya di saat santai dan sangat ekonomis. Berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh


(1)

Pretest

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0.5 1 2.9 2.9 2.9

1.5 2 5.7 5.7 8.6

2 3 8.6 8.6 17.1

2.5 7 20.0 20.0 37.1

3 5 14.3 14.3 51.4

3.5 9 25.7 25.7 77.1

4 7 20.0 20.0 97.1

4.5 1 2.9 2.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

Posttest

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2.5 1 2.9 2.9 2.9

3 1 2.9 2.9 5.7

4 5 14.3 14.3 20.0

4.5 1 2.9 2.9 22.9

5 1 2.9 2.9 25.7

5.5 3 8.6 8.6 34.3


(2)

2.

Gambaran Pengetahuan sebelum dan sesudah pada Kelompok Kontrol

Frequencies

Statistics

Pretest Posttest Perubahan Pretest2 Posttest2 Perubahan2

N Valid 35 35 35 35 35 35

Missing 0 0 0 0 0 0

Mean 2.9143 3.0143 .1000 1.49 1.83 1.91

Median 3.0000 3.0000 .0000 1.00 2.00 2.00

Mode 2.50 2.50 .00 1 2 2

Std. Deviation 1.05361 1.03955 .53961 .507 .382 .284

Minimum 1.00 1.00 -1.00 1 1 1

Maximum 6.00 6.50 1.50 2 2 2

6.5 4 11.4 11.4 60.0

7 1 2.9 2.9 62.9

7.5 5 14.3 14.3 77.1

8 6 17.1 17.1 94.3

8.5 2 5.7 5.7 100.0


(3)

Pretest

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 2 5.7 5.7 5.7

2 7 20.0 20.0 25.7

2.5 8 22.9 22.9 48.6

3 7 20.0 20.0 68.6

3.5 6 17.1 17.1 85.7

4 2 5.7 5.7 91.4

4.5 1 2.9 2.9 94.3

5.5 1 2.9 2.9 97.1

6 1 2.9 2.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

Posttest

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 1 2.9 2.9 2.9

1.5 1 2.9 2.9 5.7

2 4 11.4 11.4 17.1

2.5 10 28.6 28.6 45.7

3 8 22.9 22.9 68.6

3.5 5 14.3 14.3 82.9


(4)

4.5 2 5.7 5.7 94.3

5 1 2.9 2.9 97.1

6.5 1 2.9 2.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

Bivariat

1.

Uji Normalitas Data Pada Kelompok Intervensi

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pretest Posttest

N 35 35

Normal Parametersa Mean 3.0286 6.2000

Std. Deviation .89066 1.65920 Most Extreme Differences Absolute .187 .155

Positive .109 .108

Negative -.187 -.155

Kolmogorov-Smirnov Z 1.109 .916

Asymp. Sig. (2-tailed) .171 .372


(5)

2.

Uji Normalitas Data Pada Kelompok Kontrol

NPar Tests

3.

Uji T- Dependent ( Perbedaan Pengetahuan sebelum dan sesudah diberi intervensi penyuluhan dengan media

leaflet

pada

kelompok Intervensi )

T-Test

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

Pair 1 Pretest - Posttest -3.17143 1.57622 .26643 -3.71288 -2.62998 -11.903 34 .000

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pretest Posttest

N 35 35

Normal Parametersa Mean 2.9143 3.0143

Std. Deviation 1.05361 1.03955 Most Extreme Differences Absolute .153 .191

Positive .153 .191

Negative -.136 -.139

Kolmogorov-Smirnov Z .907 1.131

Asymp. Sig. (2-tailed) .383 .155


(6)

4.

Uji T- Dependent ( Perbedaan Pengetahuan sebelum dan sesudah diberi intervensi penyuluhan dengan media

leaflet

pada

kelompok kontrol )

T-Test

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper


Dokumen yang terkait

Pengaruh intervensi penyuluhan menggunakan media leaflet terhadap perubahan pengetahuan mengenai potensi bahaya dermatitis kontak dan pencegahannya pada pekerja Cleaning Service UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

5 28 155

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012

5 44 160

Perubahan Pengetahuan Tentang Potensi Bahaya Larutan Penggumpal dan Pencegahan Dermatitis Dengan Intervensi Penyuluhan Antara Media Lembar Balik Dengan Media Leaflet Pada Pekerja Pabrik Tahu Di Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2013

0 10 145

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHAN TENTANG GIZI SEIMBANG DENGAN Perbedaan Pengetahuan Remaja Sebelum Dan Sesudah Diberikan Penyuluhan Tentang Gizi Seimbang Dengan Menggunakan Media Video Di SMP Negeri 2 Kartasura.

0 3 18

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Kabupaten Jepara.

0 3 11

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Kabupaten Jepara.

1 5 16

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET PADA Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Desa Kupen Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung.

1 4 11

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET PADA Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Desa Kupen Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung.

0 6 17

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PADA IBU-IBU PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PADA IBU-IBU ANGGOTA DHARMA WANITA PERSATUAN KABUPATEN REMBANG.

0 0 14

PERBEDAAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ANTIDIARE SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI PENYULUHAN PADA PERBEDAAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ANTIDIARE SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI PENYULUHAN PADA MASYARAKAT DESA KARANGPELEM KECAMATAN KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN.

0 0 15