Perubahan Pengetahuan Tentang Potensi Bahaya Larutan Penggumpal dan Pencegahan Dermatitis Dengan Intervensi Penyuluhan Antara Media Lembar Balik Dengan Media Leaflet Pada Pekerja Pabrik Tahu Di Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2013

(1)

PADA PEKERJA PABRIK TAHU DI KECAMATAN CIPUTAT DAN CIPUTAT TIMUR TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun Oleh: HENNY FATMAWATI

NIM: 109101000063

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1435 H


(2)

(3)

ii

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, November 2013

Henny Fatmawati, NIM: 109101000063

Perubahan Pengetahuan Tentang Potensi Bahaya Larutan Penggumpal dan Pencegahan Dermatitis Dengan Intervensi Penyuluhan Antara Media Lembar Balik Dengan Media Leaflet Pada Pekerja Pabrik Tahu Di Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2013

ABSTRAK

Pekerja pabrik tahu berisiko mengalami dermatitis akibat penggunaan larutan penggumpal yang bersifat asam. Hal tersebut diperparah dengan pekerja tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja dan kebiasaan cuci tangan yang buruk. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa pengetahuan pekerja pabrik tahu tentang dermatitis dan pencegahannya masih sangat kurang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya larutan penggumpal dan pencegahan dermatitis yang terjadi antara penyuluhan dengan lembar balik dan penyuluhan dengan leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Quasi Experiment Nonequivalent Control Group Design. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2013 pada 7 pabrik tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur dengan jumlah sampel sebanyak 76 pekerja, yang terdiri dari 38 kelompok lembar balik dan 38 kelompok leaflet. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pre-test dan post-test, kuesioner sumber informasi dan hubungan sosial, lembar balik, dan leaflet.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan perubahan pengetahuan yang terjadi antara penyuluhan dengan lembar balik dan penyuluhan dengan leaflet pada pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013, dimana penyuluhan dengan menggunakan lembar balik lebih bermakna dalam meningkatkan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dibandingkan dengan penyuluhan menggunakan leaflet, dengan p value=0,030.

Beberapa hal yang dapat disarankan antara lain dalam menjelaskan langkah-langkah cuci tangan yang baik dan benar, sebaiknya dilakukan praktek langsung sehingga peserta penyuluhan lebih dapat memahami dan mengaplikasikannya. Selain itu, media yang digunakan dalam penyuluhan sebaiknya menggunakan media yang lebih banyak melibatkan pancaindra yang digunakan. Diharapkan tidak saja hanya mengukur perubahan pengetahuan, tetapi juga mengukur faktor predisposing lainnya seperti sikap, keyakinan, kepercayaan, dan sebagainya, sehingga materi yang disampaikan saat penyuluhan juga dapat merubah perilaku responden menjadi lebih baik agar terhindar dari dermatitis.

Kata Kunci : Perubahan Pengetahuan, Pekerja Pabrik Tahu, Lembar Balik, Leaflet Daftar Bacaan : 41 (1996-2013)


(4)

iii Undergraduated Thesis, November 2013 Henny Fatmawati, NIM: 109101000063

Changes Of Knowledge About Potential Hazard Of Clotting Solvent And Dermatitis Prevention With Counseling Intervention Between Flip Chart and Leaflet Media To Tofu Factory Workers In Ciputat And Ciputat Timur 2013

ABSTRACT

Tofu factory workers knew at risk of dermatitis due to the use of clotting solvent acidic. This is compounded by workers not using gloves while working and poor hand washing habits. Based on the results of a preliminary study conducted in 20 tofu factory workers in the Ciputat and Ciputat Timur District, it is known that the knowledge of tofu factory workers about dermatitis and its prevention is still lacking.

This study aims to determine the change in knowledge about the potential hazards of clotting solvent and prevention of dermatitis that occurs between counseling with flip chart and counseling with leaflet to tofu factory workers in the District of Ciputat and Ciputat Timur in 2013. This research is a quantitative research study design Nonequivalent Quasi-Experiment Control Group Design. This study was conducted from July to October 2013 at 7 factories know in Ciputat and Ciputat Timur District with a total sample of 76 workers, which consists of 38 groups flip chart and 38 groups leaflet. The instrument used was a questionnaire pre-test and post-test, questionnaires resources and social relations, flipchart, and a leaflet.

The results showed that there were differences in the changes of knowledge that occurred between the counseling with a flip chart and counseling with leaflet to tofu maker workers in the District of Ciputat and Ciputat Timur in 2013, where the counseling by using a flip chart more meaningful in improving the knowledge of the potential hazards and prevention of dermatitis compared with counseling by using leaflet.with a p value = 0.030.

Some solutions that can be recommended among others in explaining the steps of hand washing good and proper, the practice should be done directly so that participants can be better understand each step hand washing and can apply it. In addition, media used in counseling should use more media involve the senses are used, such as using video or short film. It is expected that not only simply measure changes in knowledge, but also measure other predisposing factors such as attitude, belief, confidence, and etc., so that the material presented when counseling can also change the behavior of the respondent to be better to avoid dermatitis.

Keywords: Changes in Knowledge, Tofu Factory Workers, Flip Chart, Leaflet Reading List: 41 (1996-2013)


(5)

(6)

(7)

vi

Nama : Henny Fatmawati

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 26 September 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Let Jend MT Haryono No.14 RT 011/005, Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan, 12810

Agama : Islam

Golongan Darah : AB (+)

No. Telp : 085692693233

Email : henny.fatma1991@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1996 – 1997 TK Aisiyah 20 Tebet 1997 – 2003 SDN Tebet Barat 08 Pagi 2003 – 2006 SMPN 73 Jakarta

2006 – 2009 SMAN 79 Jakarta

2009 – sekarang S-1 Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


(8)

vii Bismillahirrahmanirrahim

ا ا

Segala Puji bagi Allah S.W.T yang selalu memberikan kenikmatan yang tak terhingga kepada kita semua. Shalawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW. Dengan memanjat rasa syukur atas segala nikmat dan rahmat–Nya hingga skripsi yang berjudul ” Perubahan Pengetahuan Tentang Potensi Bahaya Larutan Penggumpal Dan Pencegahan Dermatitis Dengan Intervensi Penyuluhan Antara Media Lembar Balik Dengan Media Leaflet Pada Pekerja Pabrik Tahu Di Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2013” ini dapat tersusun dengan baik.

Penyusun skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis melainkan banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan petunjuk. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi.

2. Mama, Papa, Mas Rio, Mba Lia, Kiki, dan Ade yang telah memberikan dukungan doa, moril, dan materil sehingga penulis terus bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ir. Febrianti Msi, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.

5. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku pembimbing 1 dan Ibu Catur Rosidati SKM, MKM selaku pembimbing 2 , yang dalam kesibukannya telah menyempatkan waktu untuk membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat bermanfaat.

6. Ibu Fase Badriah Ph.D, Ibu Rostini MKM, dan Bapak Drs. M.Farid Hamzens, M.Si selaku tim penguji sidang skripsi yang telah memberikan masukan yang bermanfaat.


(9)

viii

8. Oppa Dio Dirgayudha yang telah menemani penulis dan membantu penulis dari awal penyusunan skripsi sampai akhir. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu oppa. You’re the best!

9. Nur’Azizahturahmah (VJ) dan Arifah, teman seperjuangan penulis saat turlap dan dalam menyusun skripsi ini. Well done girls!

10. Ka Riska Ferdian (K3 2008) yang telah membuatkan peta jalan ke pabrik tahu sehingga penulis dapat menemukan lokasi pabrik tahu, serta Rifqi (K3 2009) yang telah bersedia mempercantik lembar balik dan leaflet.

11. Teman-teman K3 2009 yang memberikan semangat dan doa (Dio, Vj, Arifah, Diana, Amel, Sandy, Rifqi, Fadil, Ubay, Reza, Nia, Denis, Desi, Lina, Mufil, Pikih, Defri, Sca, Novan).

12. Pak Gozali yang memberikan info-info up to date kepada penulis, serta Ka Ami, Ka Septi, dan Ka Ida selaku Laboran Kesmas yang telah memberikan arahan dalam perjalanan penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga meminta maaf atas segala kesalahan perkataan maupun perbuatan yang kurang berkenan selama ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat baik bagi semua pihak yang membaca, baik dari kalangan mahasiswa maupun umum dan dijadikan langkah awal bagi pengembangan ilmu serta bermanfaat diwaktu mendatang.

Terima kasih.

ا ا

Jakarta, November 2013


(10)

ix COVER

LEMBAR PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

LEMBAR PERSETUJUAN iv

LEMBAR PENGESAHAN v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR BAGAN xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 8

1.3 Pertanyaan Penelitian 10

1.4 Tujuan Penelitian 12

1.4.1 Tujuan Umum 12

1.4.2 Tujuan Khusus 12

1.5 Manfaat Penelitian 13


(11)

x

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Kontak 15

2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak 15

2.1.2 Penyebab Dermatitis Kontak 16

2.1.3 Pencegahan Dermatitis 17

2.2 Promosi Kesehatan 21

2.3 Pengetahuan 23

2.3.1 Definisi Pengetahuan 23

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 24

2.3.3 Pengukuran Pengetahuan 28

2.4 Pendidikan Kesehatan 29

2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan 29

2.4.2 Metode Pendidikan Kesehatan 29

2.4.3 Media Pendidikan Kesehatan 32

2.5 Kerangka Teori 38

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep 41

3.2 Definisi Operasional 43


(12)

xi

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 47

4.3 Populasi dan Sampel 47

4.4 Instrumen Penelitian 50

4.5 Langkah-Langkah Kegiatan Penelitian 54

4.5.1 Persiapan Penelitian 54

4.5.2 Pemilihan Sampel Pada Kedua Kelompok 58

4.5.3 Kegiatan Pre-test 59

4.5.4 Kegiatan Penyuluhan 59

4.5.5 Kegiatan Post-test 60

4.5.6 Pengisian Kuesioner Sumber Informasi dan Hubungan Sosial 60

4.6 Pengumpulan Data 61

4.7 Pengolahan Data 61

4.7.1 Editing 61

4.7.2 Coding 62

4.7.3 Entry Data 63

4.7.4 Cleaning 63

4.8 Teknik Analisis Data 63

4.8.1 Analisis Univariat 63

4.8.2 Analisis Bivariat 64


(13)

xii

5.2 Analisis Univariat 73

5.2.1 Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan 73 5.2.2 Gambaran Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan 74

5.3 Analisis Bivariat 75

5.3.1 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi

Penyuluhan Pada Kelompok Lembar Balik 75

5.3.2 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi

Penyuluhan Pada Kelompok Leaflet 77

5.3.3 Perbedaan Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara

Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 78

5.3.4 Perbedaan Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara

Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 80

5.3.5 Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik

dan Kelompok Leaflet 81

5.3.6 Hubungan Antara Sumber Informasi Dengan Perubahan

Pengetahuan Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 82 5.3.7 Hubungan Antara Hubungan Sosial Dengan Perubahan Pengetahuan


(14)

xiii

6.2 Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok

Lembar Balik 84

6.3 Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok

Leaflet 86

6.4 Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok Lembar

Balik dan Kelompok Leaflet 88

6.5 Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok Lembar

Balik dan Kelompok Leaflet 91

6.6 Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik dan

Kelompok Leaflet 93

6.7 Hubungan Antara Sumber Informasi Dengan Perubahan Pengetahuan Pada

Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 96

6.8 Hubungan Antara Hubungan Sosial Dengan Perubahan Pengetahuan Pada

Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 96

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan 98

7.2 Saran 99

Daftar Pustaka Lampiran


(15)

xiv

Tabel 4.1 Materi Pada Media Lembar Balik dan Leaflet 52 Tabel 5.1 Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Pada

Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 73

Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 74 Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Pada Kelompok Lembar Balik 75 Tabel 5.4 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi

Penyuluhan Pada Kelompok Lembar Balik 76

Tabel 5.5 Hasil Uji Normalitas Pada Kelompok Leaflet 77

Tabel 5.6 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah

Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok Leaflet 78

Tabel 5.7 Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuhan Antara

Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 79

Tabel 5.8 Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuhan Antara

Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 80

Tabel 5.9 Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik


(16)

xv

Gambar 2.1 7 Langkah Cuci Tangan 20

Gambar 2.2 Kerucut Pembelajaran Edgar Dale 33


(17)

xvi

Bagan 2.1 Kerangka Teori 40

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 41


(18)

xvii Lampiran 1 Hasil Uji Media Lembar Balik Lampiran 2 Hasil Uji Media Leaflet

Lampiran 3 Lembar Balik Sebelum Uji Media Lampiran 4 Lembar Balik Sesudah Uji Media Lampiran 5 Leaflet Sebelum Uji Media Lampiran 6 Leaflet Sesudah Uji Media

Lampiran 7 Kuesioner Pengetahuan Potensi Bahaya dan Pencegahan Dermatitis Lampiran 8 Kuesioner Tentang Sumber Informasi dan Hubungan Sosial


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis kontak merupakan penyakit akibat kerja yang paling sering ditemukan di tempat kerja yaitu sekitar 40% dari seluruh penyakit akibat kerja (W.J. Cunliffe, 1998). Penyakit ini dapat terjadi di tangan, lengan bawah, dan wajah. Namun dermatitis kontak biasanya terjadi di tangan akibat kontak langsung dengan bahan kimia (Djuanda, 1999). Dermatitis kontak berdampak pada menurunnya produktifitas pekerja akibat rasa terbakar dan rasa sakit yang dirasakan pekerja saat kontak dengan bahan kimia (Suma’mur, 1996).

Dermatitis kontak dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi dermatitis kontak yaitu bahan kimia (ukuran molekul, daya larut, konsentrasi) dan lama kontak, sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi dermatitis kontak yaitu suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, penggunaan alat pelindung diri (APD), dan kebersihan perorangan (personal hygiene) (Agius & Seaton, 2005, Wolff K, 2007). Dari hasil penelitian sebelumnya tentang “ Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja

Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012”,

didapatkan hasil bahwa lama kontak, frekuensi kontak, suhu ruangan, riwayat atopi, riwayat alergi, dan jenis pekerjaan berhubungan dengan dermatitis kontak (Ferdian,


(20)

2012). Faktor-faktor tersebut tidak dapat dikendalikan atau diintervensi. Akan tetapi, dari populasi penelitian tersebut ditemukan bahwa semua pekerja pembuat tahu tidak menggunakan APD berupa sarung tangan serta tidak memiliki kebiasaan cuci tangan yang baik. Padahal, perilaku penggunaan APD dan perilaku cuci tangan merupakan variabel yang dapat digunakan untuk pencegahan dermatitis yang dapat diintervensi melalui pekerja.

Faktor yang paling utama mempengaruhi terjadinya dermatitis akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia adalah perilaku pemakaian APD berupa sarung tangan (Lestari, 2008). Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara pekerja yang menggunakan APD (19%) dengan pekerja yang tidak menggunakan APD (87,5%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa variabel penggunaan APD mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian dermatitis kontak dengan p value 0,001 (Erliana, 2008). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa besarnya risiko kelompok pekerja yang kadang-kadang menggunakan APD dibandingkan dengan kelompok pekerja yang menggunakan APD terhadap kejadian dermatitis kontak adalah 8,556. Artinya pekerja yang kadang-kadang memakai APD mempunyai risiko mengalami dermatitis kontak 8,556 kali lebih besar dari pekerja yang selalu menggunakan APD. Nilai kisaran (minimum dan maksimum) Odds Ratio sebesar 2,018-36,279, berarti bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% kelompok responden yang kadang-kadang menggunakan APD mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok responden yang selalu menggunakan APD (Nuraga, 2006).


(21)

Selain pemakaian APD, personal hygiene yaitu perilaku mencuci tangan juga dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak. Dari penelitian sebelumnya memperlihatkan hasil bahwa pekerja dengan personal hygiene yang baik dan menderita dermatitis kontak sebanyak 10 orang (41,7%) dari 24 orang yang terkena dermatitis kontak, sedangkan dengan personal hygiene yang kurang baik, pekerja yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 orang pekerja (Lestari, 2007). Perilaku mencuci tangan dapat mengurangi potensi penyebab dermatitis akibat bahan kimia yang menempel sesudah bekerja, namun kenyataannya potensi untuk terkena dermatitis tetap ada. Penyebabnya adalah kesalahan dalam melakukan cuci tangan sehingga masih terdapat bahan kimia yang menempel di kulit pekerja. Kesalahan dalam mencuci tangan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan tentang cara mencuci tangan yang benar dan pentingnya kebiasaan mencuci tangan (OSHA, 1998 dalam Ruhdiat, 2006).

Perilaku penggunaan APD dan mencuci tangan dapat diubah melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan, salah satunya adalah pendidikan kesehatan (Fitriani, 2011). Pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu sehingga memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perilaku (Notoatmodjo, 2007). Dalam teori preceed Lawrence Green (1991) yang digunakan untuk perencanaan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor pendorong (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors). Faktor pendorong (predisposing


(22)

factors) merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, salah satunya adalah pengetahuan (Maulana, 2009).

Proses pendidikan kesehatan menuju perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah metode pendidikan dan media pendidikan yang dipakai. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain penyuluan, seminar, diskusi kelompok, bermain peran, dan sebagainya. Dalam membantu proses pendidikan, pendidik menggunakan media pendidikan antara lain lembar balik, leaflet, poster, video, film, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Penyakit dermatitis terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya, misalnya pada pekerja pembuat tahu. Terdapat sekitar 2500 pengrajin tahu di wilayah Tangerang, Banten. Di Tangerang Selatan sendiri, terdapat beberapa daerah penghasil tahu yang cukup banyak dan tersebar di daerah Ciputat dan Ciputat Timur (Sekarningrum, 2012 dalam Ferdian, 2012). Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa dari 71 orang pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur terdapat 37 pekerja (52,1%) mengalami dermatitis kontak dan sebanyak 34 pekerja (47,9%) tidak mengalami dermatitis kontak (Ferdian, 2012).

Penyakit dermatitis pada pekerja pembuat tahu dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan bahan kimia, yaitu asam cuka atau biasanya disebut dengan larutan penggumpal (batu tahu/sioh koh) yang mengenai kulit dan tidak dibersihkan dengan benar. Larutan penggumpal ini tidak setiap hari dibuat. Batu tahu atau sioh koh digunakan sebagai bibit pertama larutan penggumpalan. Jika larutan penggumpalan yang terbuat dari sioh koh tersebut selesai digunakan maka akan disimpan dan


(23)

digunakan kembali pada keesokan harinya. Larutan sisa penggumpalan yang dipakai lagi keesokan harinya disebut dengan whey (Suprapti, 2005). Agar dapat digunakan lagi untuk menggumpalkan protein dalam pembuatan tahu, sisa cairan (whey) harus disimpan selama 1 x 24 jam untuk memberikan kesempatan kepada bakteri asam cuka untuk memfermentasikannya (Ariawiyana, 2012). Dari hasil pengujian didapatkan kisaran pH whey yang digunakan oleh para pekerja pembuat tahu sebesar 3-4, artinya zat penggumpal ini memang bersifat asam (Azizah, 2010). Namun, larutan penggumpal yang digunakan tidak mungkin diganti dengan larutan lainnya, misalnya Nigarin yang terbuat dari sari air laut dan mempunyai pH netral. Penggantian larutan tersebut tidak mungkin dilakukan karena hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya biaya produksi sehingga mengakibatkan meningkatnya harga tahu di pasaran.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa semua pekerja tersebut tidak mengetahui bahwa larutan penggumpal yang digunakan untuk menggumpalkan kedelai tersebut bersifat asam dan dapat menimbulkan penyakit dermatitis apabila kontak langsung dengan kulit dan tidak dibersihkan dengan benar. Ketidaktahuan ini menyebabkan pekerja menjadi tidak peduli terhadap kesehatannya terhadap penyakit dermatitis yang berisiko mereka alami. Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa dari 71 orang pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur terdapat 37 pekerja (52,1%) mengalami dermatitis kontak dan sebanyak 34 pekerja (47,9%) tidak mengalami dermatitis kontak (Ferdian, 2012).


(24)

Selain itu, semua pekerja juga tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja. Hal ini diperparah dengan kebiasaan cuci tangan pekerja yang buruk. Dari 20 pekerja pembuat tahu, diketahui bahwa 12 pekerja mencuci tangannya hanya saat sebelum bekerja dan 8 pekerja lainnya mencuci tangan setelah bekerja. Mereka berpikir bahwa sering mencuci tangan saat bekerja, tahu yang mereka buat akan berbau dan berasa seperti sabun. Oleh sebab itu, pekerja hanya mencuci tangannya sebelum atau setelah bekerja dan hanya mencuci tangannya dengan air saja, padahal sudah tersedia sabun di tempat kerjanya. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan pekerja pembuat tahu tentang penyakit dermatitis dan pencegahannya. Dari studi pendahuluan juga diketahui bahwa para pekerja pembuat tahu tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang dermatitis dan pencegahannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendidikan kesehatan pada pekerja pembuat tahu tersebut agar dapat mencegah atau mengurangi timbulnya dermatitis.

Penyuluhan merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang sederhana. Selain itu, metode penyuluhan juga efektif dalam upaya penyampaian informasi secara cepat kepada kelompok sasaran berpendidikan rendah. Oleh sebab itu, metode penyuluhan ini tepat digunakan untuk pekerja pembuat tahu yang rata-rata berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Kunci keberhasilan metode penyuluhan salah satunya adalah dengan menggunakan media atau alat bantu lihat semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2007).

Salah satu media yang sering digunakan adalah media leaflet. Leaflet dapat menyajikan informasi tertulis dalam sajian yang rinci dan lengkap serta dapat didukung dengan gambar atau foto menarik sehingga dapat memotivasi orang untuk


(25)

mau membacanya (Dirjen PPM & PL, 2003). Selain itu, leaflet praktis digunakan karena mengurangi kebutuhan mencatat. Leaflet juga dapat dibagikan kepada sasaran setelah penyuluhan sehingga dapat dibaca lagi dan informasi yang diberikan dapat diingat lagi (Lucie, 2005). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tentang pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu, didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan yang cukup berarti setelah dilakukan penyuluhan dengan media leaflet. Sebelum diberi penyuluhan hanya 5 orang (6,6%) dari 76 orang yang berpengetahuan baik, sedangkan setelah diberi penyuluhan menjadi 43 orang (56,6%) pengrajin tahu yang berpengetahuan baik (Ernasari, 2012).

Selain leaflet, lembar balik (flip chart) juga merupakan media yang dapat digunakan untuk membantu penyuluhan. Lembar balik membuat proses pendidikan atau belajar lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan. Gambar dan tulisan serta komposisi warna yang tepat dapat mempermudah proses pemahaman bagi penerima pesan. Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman belakang dapat membantu mempermudah penyampaian pesan. Selain itu, melalui media lembar balik pesan yang disampaikan dapat lebih terperinci dan dapat digunakan untuk penyuluhan kelompok (Dirjen PPM & PL, 2003). Berdasarkan hasil penelitian tentang efektifitas pendidikan kesehatan pada pekerja terhadap pengetahuan K3, didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok yang diberi penyuluhan dengan lembar balik. Nilai median sebelum pendidikan kesehatan adalah 11, sedangkan setelah pendidikan kesehatan adalah 14 (Isnaini, 2011). Penelitian lain tentang pengaruh penyuluhan


(26)

terhadap pengetahuan K3 pada pekerja peternak ayam didapatkan hasil bahwa terdapat perubahan pengetahuan K3 antara sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan media lembar balik (p value = 0,000) (Sumardiyono, 2010).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melihat perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dengan intervensi penyuluhan antara media lembar balik dengan media leaflet pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit dermatitis pada pekerja pembuat tahu dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan bahan kimia, yaitu asam cuka atau biasanya disebut dengan larutan penggumpal (batu tahu/sioh koh) yang mengenai kulit dan tidak dibersihkan dengan benar. Larutan ini digunakan untuk menggumpalkan protein dalam pembuatan tahu. Dari hasil pengujian didapatkan kisaran pH larutan penggumpal yang digunakan oleh para pekerja pembuat tahu sebesar 3-4 atau bersifat asam. Kejadian dermatitis kontak tersebut seharusnya dapat dicegah melalui pemakaian APD dan perilaku cuci tangan yang baik.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa semua pekerja tersebut tidak mengetahui bahwa larutan penggumpal yang digunakan untuk menggumpalkan kedelai tersebut bersifat asam dan dapat menimbulkan penyakit kulit atau dermatitis. Selain itu, semua pekerja juga tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja karena tidak disediakan oleh


(27)

pemilik pabrik. Hal ini diperparah dengan kebiasaan cuci tangan pekerja yang buruk.

Dari hasil studi pendahuluan juga diketahui bahwa dari 20 pekerja pembuat tahu, diketahui bahwa 12 pekerja mencuci tangannya hanya saat sebelum bekerja dan 8 pekerja lainnya mencuci tangan setelah bekerja. Mereka berpikir bahwa sering mencuci tangan saat bekerja, tahu yang mereka buat akan berbau dan berasa seperti sabun. Oleh sebab itu, pekerja hanya mencuci tangannya sebelum atau setelah bekerja dan hanya mencuci tangannya dengan air saja, padahal sudah tersedia sabun di tempat kerjanya. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan pekerja pembuat tahu tentang penyakit dermatitis dan pencegahannya.

Dari studi pendahuluan diketahui bahwa para pekerja pembuat tahu tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang dermatitis dan pencegahannya Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan pada pekerja pembuat tahu tersebut agar dapat mencegah atau mengurangi timbulnya dermatitis. Salah satu metode pendidikan kesehatan adalah penyuluhan.

Penyuluhan merupakan metode pendidikan kesehatan yang sederhana dan juga efektif dalam upaya penyampaian informasi secara cepat kepada kelompok sasaran berpendidikan rendah. Oleh sebab itu, metode penyuluhan ini tepat digunakan untuk pekerja pembuat tahu yang rata-rata berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Kunci keberhasilan metode penyuluhan salah satunya adalah dengan menggunakan media atau alat bantu lihat semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2007).


(28)

Salah satu media yang sering digunakan adalah media leaflet. Leaflet dapat menyajikan informasi tertulis dalam sajian yang rinci dan lengkap serta dapat didukung dengan gambar atau foto menarik sehingga dapat memotivasi orang untuk mau membacanya (Dirjen PPM & PL, 2003). Selain itu, leaflet praktis digunakan karena mengurangi kebutuhan mencatat (Lucie, 2005). Leaflet juga dapat dibagikan kepada sasaran setelah penyuluhan sehingga dapat dibaca lagi dan informasi yang diberikan dapat diingat lagi (Lucie, 2005). Selain leaflet, lembar balik (flip chart) juga merupakan media yang dapat digunakan untuk membantu penyuluhan. Lembar balik membuat proses pendidikan atau belajar lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan. Gambar dan tulisan serta komposisi warna yang tepat dapat mempermudah proses pemahaman bagi penerima pesan. Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman belakang dapat membantu mempermudah penyampaian pesan. Selain itu, melalui media lembar balik pesan yang disampaikan dapat lebih terperinci dan dapat digunakan untuk penyuluhan kelompok (Dirjen PPM & PL, 2003).

Kedua media tersebut sering digunakan dalam penyuluhan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui perubahan pengetahuan yang terjadi pada penyuluhan antara menggunakan media lembar balik dan media leaflet.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok media


(29)

lembar balik pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur?

2. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur?

3. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum intervensi penyuluhan antara kelompok media lembar balik dan kelompok media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur?

4. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sesudah intervensi penyuluhan antara kelompok media lembar balik dan kelompok media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur?

5. Apakah ada pengaruh intervensi penyuluhan antara media lembar balik dengan media leflet terhadap perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013?

6. Apakah sumber informasi berhubungan dengan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis?

7. Apakah hubungan sosial berhubungan dengan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis?


(30)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis yang terjadi antara penyuluhan dengan media lembar balik dengan media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok media lembar balik pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.

2. Diketahuinya perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.

3. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum intervensi penyuluhan antara media lembar balik dan media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.

4. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sesudah penyuluhan menggunakan media lembar balik dan


(31)

media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.

5. Diketahuinya hubungan antara sumber informasi dengan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.

6. Diketahuinya hubungan antara hubungan sosial dengan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah didapat semasa perkuliahan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan penyusunan karya tulis serta penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai penyuluhan.

1.5.2 Bagi Pekerja Pembuat Tahu

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pekerja pembuat tahu tentang tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sehingga dapat menurunkan angka kejadian dermatitis kontak akibat kerja.

1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.


(32)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bertujuan untuk menilai perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dengan intervensi penyuluhan antara media lembar balik dan media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli-September 2013. Populasi penelitian adalah pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur yang berjumlah 80 orang. Desain studi yang digunakan adalah Quasi-Experimental dengan bantuan instrumen penelitian berupa kuesioner pre-test dan post-test, media promosi berupa lembar balik dan leaflet, dan kuesioner sumber informasi dan hubungan sosial (faktor konfounding).


(33)

15 2.1 Dermatitis Kontak

2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak merupakan peradangan kulit yang ditandai oleh eritema (kulit merah), edema (pembengkakan), rasa gatal dan panas di kulit, serta permukaan kulit bergelembung berisi cairan, yang biasanya terjadi di tangan, lengan bawah, atau wajah (Suma’mur, 1996). Dermatitis kontak pada tangan merupakan kasus terbanyak di beberapa industri di seluruh dunia (Ernasari, 2012).

Dermatitis kontak yang terjadi di tangan bersifat persistent atau menetap karena kondisi yang mengharuskan pekerja kontak langsung dengan bahan kimia. Untuk kondisi ini seharusnya para pekerja lebih bertindak hati-hati dalam melakukan aktivitas pekerjaannya. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebersihan perorangan (personal hygiene), pemakaian alat pelindung diri (APD), dan peningkatan pengetahuan pekerja dalam melakukan perlindungan diri adalah sangat penting (Ernasari, 2012).


(34)

2.1.2 Penyebab Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (Suma’mur, 1996):

1. Faktor fisik, seperti tekanan, kelembaban, panas, suhu dingin, sinar matahari, sinar X, dan sinar lainnya

2. Bahan-bahan berasal dari tanaman, seperti daun, ranting, getah, akar, umbi-umbian, bunga, buah, sayur, debu kayu, dan lainnya

3. Makhluk hidup, seperti bakteri, virus, jamur, serangga, cacing, dan kutu 4. Bahan-bahan iritan seperti asam kuat, basa kuat, logam berat, pelarut organik,

dan sebagainya.

Dari penyebab-penyebab tersebut, bahan-bahan iritan merupakan penyebab yang paling terpenting karena banyak digunakan dalam industri.

Penyakit dermatitis pada pekerja pembuat tahu dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan bahan kimia, yaitu asam cuka atau biasanya disebut dengan larutan penggumpal (batu tahu/sioh koh) yang mengenai kulit dan tidak dibersihkan dengan benar. Larutan penggumpal ini tidak setiap hari dibuat. Batu tahu atau sioh koh digunakan sebagai bibit pertama larutan penggumpalan. Jika larutan penggumpalan yang terbuat dari sioh koh tersebut selesai digunakan maka akan disimpan dan digunakan kembali pada keesokan harinya. Larutan sisa penggumpalan yang dipakai lagi keesokan harinya disebut dengan whey (Suprapti, 2005). Agar dapat digunakan lagi untuk menggumpalkan protein dalam pembuatan tahu, sisa cairan (whey) harus disimpan selama 1 x 24 jam


(35)

untuk memberikan kesempatan kepada bakteri asam cuka untuk memfermentasikannya (Ariawiyana, 2012). Dari hasil pengujian didapatkan kisaran pH whey yang digunakan oleh para pekerja pembuat tahu sebesar 3-4, artinya zat penggumpal ini memang bersifat asam (Azizah, 2010).

2.1.3 Pencegahan Dermatitis

Dermatitis dapat dicegah dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Eliminasi paparan alergen atau iritan

Jika diketahui jenis alergen atau iritan yang menyebabkan dermatitis, maka alergen atau iritan tersebut harus dihindari (Marks, 2002).

2. Alat Pelindung Diri Berupa Sarung Tangan

Pada pabrik yang aktivitasnya banyak menggunakan tangan pekerjanya minimal harus menggunakan sarung tangan. Pada pabrik yang banyak bersentuhan dengan zat-zat kimia biasanya menggunakan jenis sarung tangan yang terbuat dari karet dan tahan terhadap ancaman terkontaminsasi cairan yang berbahaya. Sarung tangan tersebut harus tipis dan lentur melapisi ketat melekat pada tangan hingga siku tangan pekerja secara kuat sehingga tidak boleh kendur. Jenis sarung tangan dan penggunaan pada bidang ini adalah sarung tangan sekali pakai, begitu setelah dipakai kemudian dibuang (Ernasari, 2012).


(36)

3. Cuci tangan Yang Baik Dan Benar

Perilaku mencuci tangan merupakan suatu aktivitas membersihkan bagian telapak tangan, punggung tangan dan jari dengan sabun dan air mengalir agar bersih dari kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan manusia. Mencuci tangan merupakan cara terbaik untuk menghindari sakit dan juga merupakan kebiasaan sederhana yang hanya membutuhkan sabun, air, dan lap pengering (Listyowati, 2012).

Jenis sabun yang digunakan dapat menggunakan semua jenis sabun yang biasa digunakan untuk mandi karena penekanannya adalah pada fungsi rantai karbon pada sabun yang dapat melekat pada bakteri atau kuman yang ada pada tangan yang disabuni dan digosok-gosok dan membentuk molekul yang sangat halus yang akan membersihkan bakteri/kuman bersama air bilasan yang mengalir (Depkes RI, 2009, dalam Nurjanah, 2009).

Air mengalir tidak harus dari keran, bisa juga mengalir dari sebuah wadah berupa gayung, botol, ember, dan sebagainya, karena penekanannya adalah tidak merendam tangan berkuman dalam air. Selain air mengalir, air yang digunakan untuk mencuci tangan juga harus air yang bersih yaitu air yang tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna (Depkes RI, 2009 dalam Nurjanah, 2009).

Tujuan mencuci tangan yang baik dan benar dalam mencegah dermatitis kontak adalah untuk membersihkan bahan kimia yang menempel di


(37)

permukaan kulit. Bahan kimia tersebut akan menempel pada sabun dan air akan membersihkan sabun dan bahan kimia tersebut (Listyowati, 2012).

Menurut Center’s for Disease Control (CDC), langkah-langkah cuci tangan yang baik dan benar adalah sebagai berikut (CDC, 2010):

a. Basahi tangan dengan air mengalir, pakailah sabun secara merata.

b. Gosokkan kedua tangan minimal 10-15 detik, merata hingga ke jari-jari dan siku.

c. Bilas dengan air, kemudian keringkan tangan dengan handuk bersih atau tisu sekali pakai.

d. Jika berada di fasilitas umum, biarkan air tetap mengalir saat selesai. Saat tangan sudah kering, pakailah tisu untuk menutup keran.

Sedangkan menurut WHO, langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar adalah sebagai berikut (WHO, 2005):

a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir dan gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah, ratakan dengan kedua telapak tangan.

b. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri. c. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan.

d. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.

e. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.


(38)

f. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.

g. Setelah itu, bilas kedua tangan dengan air bersih dan mengalir. Lalu keringkan dengan lap tangan atau tisu.

h. Jangan menutup kran dengan tangan, tetapi gunakan lap atau tisu dan hindari menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan agar kuman yang terdapat di benda-benda tersebut tidak menempel di tangan.

Gambar 2.1 7 Langkah Cuci Tangan

Mencuci tangan yang baik dan benar sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah beraktifitas. Berikut ini merupakan waktu yang tepat untuk mencuci tangan (WHO, 2005, Markkanen, 2004):


(39)

b. Sebelum dan setelah menyiapkan makanan, khususnya sebelum dan setelah memegang bahan mentah

c. Sebelum dan sesudah mengiris sesuatu d. Setelah buang air besar dan buang air kecil e. Sebelum dan setelah bekerja

f. Setelah bersentuhan dengan larutan atau zat kimia g. Saat berpindah proses kerja

2.2 Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. WHO merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Fitriani, 2011). Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial masyarakat harus mampu mengenal, mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya.

Sedangkan di Indonesia, promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang


(40)

bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes, 2004). Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan yaitu pendidikan, organisasi, kebijakan, serta peraturan perundang-undangan untuk perubahan derajat kesehatan (Fitriani, 2011).

Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni (Maulana, 2007):

a. Faktor Pendorong (predisposing factors)

Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.


(41)

c. Faktor Penguat (reinforcing factors)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terdiri dari peraturan dan juga sikap serta perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, dan sebagainya.

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Definisi Pengetahuan

Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia mencari, hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia dan kehidupannya melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Keraf, 2001).

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan pengetahuan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi (Fitriani, 2011):

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit, yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan, cara penularan, cara pencegahan, dan sebagainya.

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat. 3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.


(42)

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang antara lain (Mubarok, 2007):

1. Umur

Semakin tua seseorang maka semakin sulit untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan, tidak seperi anak muda yang mudah dalam menerima pengetahuan baru. Dilihat dari tuntutan hidup, usia muda (remaja) belum memikirkan tanggungan hidup yang berat sehingga lebih mudah menyerap pengetahuan baru dibandingkan yang berumur lebih tua. Selain itu penyerapan pengetahuan juga dipengaruhi oleh daya ingat seseorang. Daya ingat seseorang salah satunya dipengaruhi oleh umur (Wulan, 2010).

Pada orang dewasa, umur dikelompokkan menjadi (Hurlock, 1999):

a. Dewasa awal (18-40 tahun)

Pada masa dewasa awal individu mulai dapat merencanakan atau membuat hipotesis tentang masalah-masalah mereka, pemikiran lebih realistis, bertanggung jawab, menerima perbedaan pendapat, dan melibatkan intelektualitas pada situai yang memiliki konsekuensi besar dalam tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Selain itu, kemampuan kognitif semakin meningkat pada dewasa awal ini.

b. Dewasa Madya (41-60 tahun)

Pada dewasa madya, kemampuan kognitif mengalami penurunan karena daya ingat yang menurun ketika informasi yang dicoba untuk diingat adalah informasi yang disimpan baru-baru ini atau tidak sering digunakan.


(43)

Daya ingat juga cenderung menurun untuk mengingat (recall) daripada untuk mengenali (recognize).

c. Dewasa Akhir (61 tahun keatas)

Pada masa ini, kemampuan kognitif semakin engalami penurunan karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, maupun masyarakat melalui kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan juga diartikan sebagai jenis pendidikan formal yang diselesaikan oleh seseorang selama hidupnya (Wulan, 2010).

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang rendah cenderung mempunyai pengetahuan yang rendah pula (Suriasumantri, 2001).

Tingkat pendidikan dapat dikategorikan menjadi (Wulan, 2010): a. Pendidikan dasar: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP)


(44)

b. Pendidikan menengah: Sekolah Menengah Atas (SMA) c. Pendidikan tinggi: diploma, sarjana, magister, doktor 3. Sumber informasi

Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, baik dari orang maupun media (Notoatmodjo, 2007). Sumber informasi dari orang itu mempengaruhi pengetahuan seseorang, yang dipengaruhi antara lain: masyarakat, baik teman bergaul maupun tenaga kesehatan. Selain itu, sumber informasi juga dapat diperoleh dari pengalaman seseorang mengikuti kegiatan pendidikan seperti seminar, penyuluhan, dan sebagainya (Sarwono, 1997).

Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif diperlukan alat bantu atau media. Fungsi media dalam pembentukan pengetahuan seseorang menyampaikan informasi atau pesan-pesan (Notoatmodjo, 2007). Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih terpapar media massa akan memperoleh informasi lebih banyak dibandingkan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Hal ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang (Wulan, 2010).

4. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.


(45)

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusahan untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

6. Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

7. Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Hubungan sosial atau disebut juga dengan interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi, dan didasarkan pada kesadaran untuk saling menolong (Saraswati, 2008). Hubungan sosial atau interaksi sosial juga didefinisikan sebagai suatu hubungan antara dua


(46)

orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah, atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi (Wulan, 2010).

Hubungan sosial dapat diklasifikasikan menjadi (Saraswati, 2008): a. Hubungan sosial primer

Hubungan sosial ini terjadi apabila orang yang berinteraksi bertatap muka secara langsung, misalnya kontak antara guru dan murid di kelas, atau pembicaraan ayah dan anak di ruang makan.

b. Hubungan sosial sekunder

Hubungan sosial sekunder terjadi bila interaksi berlangsung melalui suatu perantara atau media seperti telepon, sms, televisi internet, facebook, dan media sosial lainnya.

2.3.3 Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan kesehatan dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan tertulis (kuesioner). Sedangkan perubahan pengetahuan didapatkan dari selisih skor pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi. Pengetahuan dikatakan meningkat apabila selisih skor pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi sebesar ≥ 10 poin, sedangkan dikatakan menurun apabila selisih skor pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi sebesar < 10 poin (Nurazizah, 2011).


(47)

2.4 Pendidikan Kesehatan

2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Menurut WHO, pendidikan kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan kesehatan adalah upaya mempengaruhi masyarakat agar menghentikan perilaku berisiko tinggi dan menggantikannya dengan perilaku aman atau berisiko rendah (Depkes RI, 2004).

2.4.2 Metode Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan dibagi menjadi (Notoatmodjo, 2007): 1. Metode pendidikan individual

Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan ini karena ssetiap orang mempunyai masalah atau alasan berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Metode pendidikan pendekatan individual ini antara lain bimbingan dan penyuluhan serta wawancara.


(48)

2. Metode pendidikan kelompok

Dalam memilih metode pendidikan kelompok, efektivitas suatu metode tergantung pada besarnya sasaran pendidikan dan tingkat pendidikan formal sasaran pendidikan. Adapun metode-metode pendidikan yang termasuk pendidikan kelompok adalah seminar, diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil, role play, permainan simulasi. dan penyuluhan.

Salah satu kegiatan pendidikan kesehatan adalah pemberian informasi atau pesan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap seseorang tentang kesehatan melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri agar memudahkan terjadinya perilaku sehat (Liliweri, 2007). Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus, yang kemajuannya harus terus diamati terutama kepada mereka yang memberi penyuluhan.

Tujuan pendidikan kesehatan dengan metode penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku dan meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat


(49)

dilakukan perubahan dengan memberikan pendidikan kesehatan (Liliweri, 2007).

Materi atau pesan yang akan disampaikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan sasaran penyuluhan sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi atau pesan penyuluhan dapat disampaikan menggunakan media atau alat bantu pendidikan untuk membantu pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan serta untuk menarik perhatian sasaran pendidikan (Notoatmodjo, 2007).

Dalam penyuluhan, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan antara lain (Notoatmodjo, 2007):

a. Faktor penyuluh: kurang persiapan, kurang menguasai materi yang akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran karena terlalu banyak menggunakan istilah asing, suara terlalu kecil, penampilan materi penyuluhan monoton sehingga membosankan.

b. Faktor sasaran: tingkat pendidikan terlalu rendah, tingkat sosial ekonomi terlalu rendah,kepercayaan dan adat istiadat yang telah tertanam sehingga sulit untuk diubah, kondisi yang tidak mungkin terjadi perubahan

c. Faktor proses dalam penyuluhan: waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dilakukan dekat tempat keramaian sehingga mengganggu proses penyuluhan, jumlah sasaran terlalu banyak, alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang, metode


(50)

yang digunakan kurang tepat, bahasa yang digunakan sulit dimengerti oleh sasaran.

3. Metode pendidikan massa

Metode pendidikan massa digunakan untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku. Pada umumnya, bentuk pendekatan atau cara massa ini tidak langsung, biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa. Metode yang cocok untuk pendekatan massa antara lain ceramah umum (public speaking), tulisan di majalah atau koran, billboard, dan sebagainya.

2.4.3 Media Pendidikan Kesehatan

Media adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan ataupun pengajaran. Media disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran. Prinsip pembuatan alat peraga atau media bahwa pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima atau ditangkap melalui panca indra (Maulana, 2007). Semakin banyak pancaindra yang digunakan, semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan alat peraga dimaksudkan mengerahkan indera sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga memudahkan pemahaman. Menurut penelitian para ahli, panca indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% - 87%), sedangkan


(51)

13%-25% pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya (Maulana, 2007).

Seseorang dapat memperoleh pengetahuan melalui berbagai macam media atau alat bantu pendidikan di dalam proses pendidikannya. Masing-masing media tersebut mempunyai intensitas yang berbeda-beda dalam mempersepsikan bahan pendidikan atau pengajaran. Edgar Dale membagi alat bantu atau media promosi kesehatan menjadi 11 macam dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap alat-alat tersebut dalam sebuah kerucut (Nototmodjo, 2007).

Gambar 2.2

Kerucut Pembelajaran Edgar Dale

Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan yang paling dasar adalah benda asli dan yang paling atas adalah kata-kata. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan benda asli mempunyai intensitas yang paling tinggi untuk mempersepsikan bahan pendidikan atau pengajaran, sedangkan


(52)

penyampaian bahan-bahan hanya dengan kata-kata saja sangat kurang efektif atau intensitasnya paling rendah.

Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan kesehatan, media dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Media cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat (Depkes RI, 2004)

Yang termasuk dalam media cetak antara lain: a. Lembar balik (flip chart)

Salah satu contoh media yang sering digunakan di masyarakat umum adalah lembar balik (flip chart) (Depkes RI, 2004). Lembar balik (flip chart) adalah lembaran-lembaran kertas yang dibundel menjadi satu dengan jilid ring sehingga dapat dibalikkan, yang berisi pesan dan diterangkan dengan gambar yang menjelaskan suatu topik secara cukup rinci. Setiap topik bahasan tertentu selalu terdiri dari 2 halaman, satu halaman bergambar dengan teks terbatas menghadap ke arah peserta sedangkan halaman yang menghadap fasilitator berisikan informasi kunci


(53)

dan pertanyaan diskusi yang menjadi acuan pembahasan topik tersebut (Dirjen PPM & PL 2003).

Dengan menggunakan lembar balik, proses pendidikan atau belajar menjadi lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan. Bagi penerima pesan, gambar dan tulisan serta komposisi warna yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses pemahaman. Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman belakang dapat membantu mempermudah penyampaian pesan. Cara penggunaan lembar balik yaitu langsung dibuka sesuai dengan topik pembicaraan untuk diterangkan kepada peserta penyuluhan (Dirjen PPM & PL 2003).

Berdasarkan penggunaannya media ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu proses pendidikan menjadi lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan, pesan yang disampaikan dapat lebih terperinci, dapat menarik perhatian khalayak, dan dapat digunakan untuk diskusi kelompok. Sedangkan kekurangannya yaitu ukurannya kurang efektif untuk khalayak lebih dari 12 orang dan agak kaku saat penggunaannya karena urutan lembarannya sulit diubah-ubah (Dirjen PPM & PL, 2003).

b. Leaflet

Leaflet merupakan media komunikasi grafis dengan ukuran relatif kecil yang mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada masyarakat sebagai informasi mengenai suatu hal. Leaflet berisi penjelasan


(54)

singkat dan jelas serta dapat dilengkapi dengan gambar yang sederhana (Sutrisno, 2012).

Leaflet dapat digunakan sebagai media penyuluhan dan dapat diberikan sebelum maupun sesudah penyuluhan. Leaflet diberikan sebelum penyuluhan dimulai agar leaflet dapat digunakan untuk pembuka serta memfokuskan topik yang akan dibahas. Leaflet juga dapat diberikan sesudah penyuluhan agar peserta berkonsentrasi penuh pada isi penyuluhan (Dirjen PPM & PL 2003).

Kegunaan dan keunggulan dari leaflet adalah sederhana dan sangat murah, orang dapat menyesuaikan dan belajar mandiri, pengguna dapat melihat isinya pada saat santai, informasi dapat dibagikan dengan keluarga dan teman. Leaflet juga dapat memberikan detil (misalnya statistik) yang tidak mungkin bila disampaikan lisan (Depkes RI, 2008).

Namun, leaflet juga mempunyai keterbatasan yaitu tidak cocok untuk setiap orang (misalnya orang yang buta huruf), tidak tahan lama dan mudah hilang, pesan yang disampaikan terbatas, dapat menjadi kertas percuma kecuali penyuluh secara aktif melibatkan sasaran penyuluhan dalam membaca dan menggunakan materi (Depkes RI, 2008).

c. Poster d. Booklet


(55)

2. Media elektronik

Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar serta penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya (Notoatmodjo, 2007). Yang termasuk media elektronik antara lain radio, video, dan film

3. Media luar ruangan

Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner, dan televisi layar lebar (Notoatmodjo, 2007). Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya (Notoatmodjo, 2007).


(56)

2.5 Kerangka Teori

Dermatitis kontak yang banyak terjadi di industri disebabkan oleh penggunaan bahan kimia yang kontak langsung dengan kulit dan tidak dibersihkan dengan benar. Dermatitis kontak dapat dicegah dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri berupa sarung tangan dan juga perilaku cuci tangan yang baik dan benar. Menurut Lawrence Green dalam teori preceed, perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu faktor pendorong (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors). Secara skematik, teori preceed Lawrence Green ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3

Teori Perilaku Lawrence Green dalam Maulana, Heri D.J (2007) Faktor Pendorong

a. Pengetahuan b. Sikap

c. Keyakinan d. Kepercayaan e. Nilai-nilai f. Tradisi

Faktor Pemungkin Sarana dan prasarana yang tersedia

Faktor Penguat a. Peraturan

b. Tokoh masyarakat c. Tokoh agama

d. Sikap dan perilaku petugas kesehatan

Perilaku

Kesehatan


(57)

Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri), ssalah satunya adalah faktor pendorong (predisposing factors) yang mempermudah terbentuknya perilaku seseorang. Yang termasuk dalam faktor ini salah satunya adalah pengetahuan. Terbentukya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai dengan pengetahuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain umur, tingkat pendidikan, sumber informasi, pekerjaan, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar, dan hubungan sosial. Oleh karena itu, untuk mengubah perilaku penggunaan APD dan cuci tangan dilakukan melalui pendidikan kesehatan. Dalam pendidikan kesehatan, proses pendidikan kesehatan menuju perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah metode pendidikan dan media pendidikan yang dipakai.

Mengacu pada teori tersebut dan disesuaikan dengan tujuan penelitian maka kerangka teori dalam penelitian ini yaitu


(58)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Modifikasi Teori Preceed Lawrence Green dalam Maulana (2007), Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarok (2007)

Pendidikan Kesehatan Metode - Penyuluhan - Seminar

- Diskusi kelompok - Bermain peran

Media - Lembar balik - Leaflet - Poster - Booklet - Video - Film Faktor Pendorong (Predisposing Factors) - Pengetahuan - Sikap - Keyakinan - Kepercayaan - Nilai-nilai - Tradisi

Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan: - Umur

- Tingkat pendidikan, - Sumber informasi - Pekerjaan - Pengalaman

- Kebudayaan lingkungan sekitar - Hubungan sosial


(59)

41 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori taksonomi pendidikan Benjamin S Bloom, serta disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dengan intervensi penyuluhan antara media lembar balik dengan media leaflet pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2013, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep di atas, yang menjadi variabel independennya adalah penyuluhan dengan media lembar balik dan leaflet, sedangkan variabel dependennya adalah pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.

Pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis

Sumber informasi Hubungan sosial Intervensi penyuluhan

dengan media 1. Lembar balik 2. Leaflet


(60)

Dalam penelitian ini hanya diteliti variabel pengetahuan (kognitif) saja. Hal ini karena terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada domain pengetahuan (kognitif) ini, dalam arti subjek terlebih dahulu tahu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek. Dengan pengetahuan, seseorang dapat mempertimbangkan untuk bersikap dan bertindak.

Variabel faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yaitu umur dan tingkat pendidikan akan dikendalikan oleh peneliti dengan membatasi sampel penelitian. Sampel penelitian yang diambil adalah yang berumur 18 sampai 40 tahun, dengan tingkat pendidikan dasar (SD atau SMP). Sedangkan variabel pekerjaan, pengalaman, dan kebudayaan lingkungan sekitar bersifat homogeny sehingga tidak diteliti. Variabel faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan lainnya yaitu sumber informasi dan hubungan sosial tidak dapat dikendalikan oleh peneliti sehingga menjadi variabel pengganggu (confounding).


(61)

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Pengetahuan sebelum intervensi tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis

Hal-hal yang diketahui responden mengenai potensi bahaya dan pencegahan dermatitis yang dinilai berdasarkan kemampuan menjawab dengan benar pertanyaan pada kuesioner sebelum intervensi (Listyowati, 2012).

Kuesioner Soal pre-test Skor nilai Rasio

2. Pengetahuan sesudah intervensi tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis

Hal-hal yang diketahui responden mengenai potensi bahaya dan pencegahan dermatitis yang dinilai berdasarkan kemampuan menjawab dengan benar pertanyaan pada kuesioner setelah intervensi (Listyowati, 2012).

Kuesioner Soal post-test Skor nilai Rasio

3. Perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis

Selisih skor pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah penyuluhan (Nurazizah, 2011).

Selisih dari hasil nilai pre-test dan post-test

Hasil pre-test dan post-test

0. Meningkat (selisih skor positif)

1. Menurun (selisih skor negatif)

Ordinal

4. Intervensi penyuluhan

Perlakuan yang diberikan sebagai upaya pendidikan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dengan menggunakan alat bantu berupa media penyuluhan

Kuesioner Lembar Kuesioner

0. Lembar balik 1. Leaflet


(62)

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 5. Paparan

informasi

Pernah memperoleh pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis selain dari intervensi yang dilakukan peneliti

Kuesioner Lembar Kuesioner

0. Pernah 1. Tidak pernah

Ordinal

6. Hubungan sosial

Hubungan antara responden dengan keluarga/teman/tetangga/internet

sehingga terjadi pertukaran informasi tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis

Kuesioner Lembar kuesioner

0. Ya 1. Tidak


(63)

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan

dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik.

2. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan

dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok leaflet. 3. Tidak ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan

dermatitis sebelum intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik dan kelompok leaflet.

4. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan

dermatitis sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik dan kelompok leaflet.

5. Ada perbedaan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis yang terjadi antara penyuluhan dengan media lembar balik dengan media leaflet terhadap pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.

6. Tidak ada hubungan antara sumber informasi dengan perubahan pengetahuan

tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.

7. Tidak ada hubungan antara hubungan sosial dengan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.


(64)

46 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi Quasi Experiment Nonequivalent Control Group Design. Desain studi ini merupakan tipe desain studi experiment dimana dalam pelaksanaannya dilakukan penggantian dengan sengaja satu aspek yang ingin diteliti pengaruhnya tehadap dua kelompok yang tidak dipilih secara random, kemudian diberi pre-test untuk mengetahui keadaan awal kedua kelompok tersebut. Setelah itu, kedua kelompok diberikan intervensi yang berbeda kemudian diberi post-test. Dengan menggunakan desain studi ini, hasil perlakuan atau intervensi dapat diketahui dengan membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan atau intervensi (Arikunto, 2006).Rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut:

O1 (X) O2 O3 (- ) O4

O1 dan O3 merupakan pengukuran pengetahuan awal (pre-test) yang dilakukan sebelum intervensi kepada kedua kelompok. Setelah itu diberikan intervensi berupa penyuluhan. (X) adalah intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan dengan media lembar balik, sedangkan (-) adalah intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan dengan media leaflet. Kemudian dilakukan pengukuran pengetahuan akhir (post-test) yang dilakukan setelah adanya intervensi.


(65)

Sesudah diketahui hasil skor pre-test dan post-test sebelum dan sesudah penyuluhan, maka dapat diketahui selisih skor pengetahuan antara sebelum dan dan sesudah penyuluhan pada masing-masing kelompok, kemudian dibandingkan antara kedua kelompok tersebut. Selain itu juga dilihat berapa persentase pekerja pabrik tahu yang pengetahuannya berubah sesudah dilakukan penyuluhan dengan masing-masing media, kemudian dibandingkan antara kedua kelompok tersebut.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2013 pada pabrik tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, Tangerang Selatan yang berjumlah 80 orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja pembuat tahu yang mewakili populasi, yaitu bekerja pada pabrik tahu yang pabriknya berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, Tangerang Selatan dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Bersedia menjadi sampel penelitian

2. Berumur ≥ 20 tahun sampai dengan < 45 tahun 3. Pendidikan terakhir SD atau SMP


(66)

Besar sampel pada penelitian ini menggunakan sampel uji hipotesis untuk dua rata-rata populasi (Lameshow, 1997) dengan rumus :

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

σ2 = Varians / standar deviasi dari beda rata-rata Z = Nilai baku distribusi normal pada α atau β tertentu 1-α = Derajat kepercayaan (5%)

1-β = Nilai uji kekuatan (95%)

μ1 = Rata-rata populasi 1 (rata-rata peningkatan skor pengetahuan pada kelompok eksperimen pada penelitian Isnaini) = 14

μ2 = Rata-rata populasi 2 (rata-rata peningkatan skor pengetahuan pada kelompok kontrol pada penelitian Isnaini) = 11

Varians adalah parameter populasi yang tidak diketahui, yang dapat diduga dari sampel atau dari pendahuluan dengan merata-rata kedua variansi sampel S²1 dan S²2 yang membentuk variansi rata-rata S²P dimana (Lameshow, 1977):


(67)

Keterangan :

S²P = Varians gabungan/ standar deviasi dari beda rata-rata

n1 = Jumlah sampel kelompok 1 (jumlah sampel pada kelompok kelompok eksperimen pada penelitian Isnaini) = 30

n2 = Jumlah sampel kelompok 2 (jumlah sampel pada kelompok kontrol pada penelitian Isnaini) = 30

S²1 = Standar deviasi kelompok 1 (staSampelndar deviasi pada kelompok eksperimen pada penelitian Isnaini) = 1,612

S²2 = Standar deviasi kelompok 2 (standar deviasi pada kelompok kontrol pada penelitian Isnaini) = 1,470

Dengan menggunakan batas kepercayaan (α ) sebesar 5% dan tingkat kekuatan (1-β ) sebesar 95% serta arah pengujian dua arah (two tailed test) maka jumlah sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing kelompok adalah:

S²p = (30 – 1) 1,612² + (30 – 1) 1,470² (30 – 1) + (30 – 1)

= 75,4 + 62,64 58 = 2,38

n = 2.2,38 [1.96 + 1,64]² (14 – 11)²

= 61,69 = 6,85 = 7 9


(1)

b.

Kelompok Leaflet

Explore

Descriptives

Statistic Std. Error

Pretest Mean 2.2763 .17760

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 1.9165 Upper Bound 2.6362

5% Trimmed Mean 2.2383

Median 2.0000

Variance 1.199

Std. Deviation 1.09481

Minimum .50

Maximum 4.50

Range 4.00

Interquartile Range 1.50

Skewness .643 .383

Kurtosis -.491 .750

Posttest Mean 4.6184 .28377

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.0435 Upper Bound 5.1934

5% Trimmed Mean 4.5482

Median 4.5000

Variance 3.060

Std. Deviation 1.74926

Minimum 2.00

Maximum 8.50

Range 6.50

Interquartile Range 3.00

Skewness .443 .383

Kurtosis -.637 .750

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


(2)

c.

Kedua kelompok

Explore

Descriptives

Statistic Std. Error

Pretest Mean 2.2961 .12037

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 2.0563 Upper Bound 2.5358

5% Trimmed Mean 2.2529

Median 2.0000

Variance 1.101

Std. Deviation 1.04937

Minimum .50

Maximum 4.50

Range 4.00

Interquartile Range 1.50

Skewness .641 .276

Kurtosis -.509 .545

Posttest Mean 5.1118 .21574

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.6821 Upper Bound 5.5416

5% Trimmed Mean 5.0541

Median 5.0000

Variance 3.537

Std. Deviation 1.88078

Minimum 2.00

Maximum 9.00

Range 7.00

Interquartile Range 3.00

Skewness .383 .276

Kurtosis -.764 .545

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pretest .177 76 .000 .918 76 .000

Posttest .116 76 .013 .954 76 .007


(3)

2.

Analisis Univariat

a.

Gambaran Pengetahuan Pada Kelompok Lembar Balik

Statistics

Pretest Posttest

N Valid 38 38

Missing 0 0

Mean 2.3158 5.6053

Median 2.0000 5.2500

Mode 1.50a 5.00

Std. Deviation 1.01623 1.90006

Minimum 1.00 2.50

Maximum 4.50 9.00

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

b.

Gambaran Pengetahuan Pada Kelompok Leaflet

Statistics

Pretest Posttest

N Valid 38 38

Missing 0 0

Mean 2.2763 4.6184

Median 2.0000 4.5000

Mode 1.50 2.50

Std. Deviation 1.09481 1.74926

Minimum .50 2.00

Maximum 4.50 8.50

3.

Analisis Bivariat

a.

Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada

Kelompok Lembar Balik


(4)

Total 38 a. Posttest < Pretest

b. Posttest > Pretest c. Posttest = Pretest

Test Statisticsb

Posttest - Pretest

Z -5.378a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

b.

Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada

Kelompok Leaflet

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks Posttest - Pretest Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 38b 19.50 741.00

Ties 0c

Total 38

a. Posttest < Pretest b. Posttest > Pretest c. Posttest = Pretest

Test Statisticsb

Posttest - Pretest

Z -5.386a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Based on negative ranks.


(5)

c.

Perbandingan Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok

Lembar Balik dan Kelompok Leaflet

Mann-Whitney Test

Ranks

Penyuluhan N Mean Rank Sum of Ranks Pre

test

Lembar balik 38 39.17 1488.50

Leaflet 38 37.83 1437.50

Total 76

Test Statisticsa

Pretest Mann-Whitney U 696.500 Wilcoxon W 1.438E3

Z -.268

Asymp. Sig. (2-tailed) .788 a. Grouping Variable: Penyuluhan

d.

Perbandingan Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok

Lembar Balik dan Kelompok Leaflet

Mann-Whitney Test

Ranks

Penyuluhan N Mean Rank Sum of Ranks Postt

est

Lembar balik 38 44.05 1674.00

Leaflet 38 32.95 1252.00

Total 76

Test Statisticsa

Posttest Mann-Whitney U 511.000 Wilcoxon W 1.252E3

Z -2.201


(6)

e.

Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik dan

Kelompok Leaflet

Mann-Whitney Test

Ranks

Penyuluhan N Mean Rank Sum of Ranks Perubahan Lembar balik 38 43.96 1670.50

Leaflet 38 33.04 1255.50

Total 76

Test Statisticsa

Perubahan Mann-Whitney U 514.500 Wilcoxon W 1255.500

Z -2.168

Asymp. Sig. (2-tailed) .030 a. Grouping Variable: Penyuluhan


Dokumen yang terkait

Pengaruh intervensi penyuluhan menggunakan media leaflet terhadap perubahan pengetahuan mengenai potensi bahaya dermatitis kontak dan pencegahannya pada pekerja Cleaning Service UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

5 28 155

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012

0 45 183

Faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013

6 62 98

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012

1 22 165

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kelelahan Kerja pada Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2014

7 40 196

Perbedaan Pengetahuan Antara Sebelum Dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Menggunakan Media Leaflet Tentang Penyebab Dermatitis Dan Pencegahannya Pada Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu Di Ciputat Timur Tahun 2013

1 33 160

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Stylist Dan Kapster Di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012

0 18 202

Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang Di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan Tahun 2015

0 19 97

Faktor-faktor yang berhubungan dengan heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014

9 78 112

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATANMETODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET DENGAN Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 2 16