Pencegahan Dermatitis TINJAUAN PUSTAKA

diasamkan dengan asam nitrat asam sulfat, melamine formaldehid fenol, alkyd glyserol asam phtalat, shellac kelenjar insekta dan pigmen. Kemudian spirtus dan thinner yang digunakan sebagai bahan campuran mengandung methanol, xylen, toluene, butyl alcohol, butyl cellosove, isopropyl alcohol. Bahan-bahan tersebut seperti formaldehid, asam nitrat, asam sulfat, xylen, dan toluen merupakan bahan yang berbahaya pada kulit karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Afifah pada pekerja proses finishing mebel kayu di Ciputat Timur tahun 2012 di dapatkan faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah : usia rata- rata 35 tahun, masa kerja rata-rata 7 tahun atau lebih, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya. Pelaksanannya personal hygiene dan tidak memakai APD berupa sarung tangan ini, tidak menjadi variable yang diteliti oleh Afifah dikarenakan homogen, akan tetapi kedua variable ini sangat mempengaruhi untuk terjadinya kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing mebel kayu ini.

2.1.3. Pencegahan Dermatitis

Menurut Partogi 2008, Dermatitis kontak dapat dicegah dengan berbagai macam cara pencegahan sebelum dan sesudah bekerja. Berikut cara pencegahannya menggunakan : 1. Barrier creams Krim ini digunakan untuk mencegah atau mengurangi penetrasi dan absorbi zat iritan ke kulit, mencegah terjadinya lesi kulit atau efek pajanan ke dermis, barrier creams ini juga membentuk lapisan tipis film yang melindungi kuli. Biasanya krim ini dipakai untuk mencegah dan mengobati dermatitis kontak di lingkungan industri dan rumah. 2. Baju dan sarung tangan pelindung Sarung tangan memiliki efek protektif terhadap pajanan deterjen, baju pelindung juga mempunyai peranan penting sebagai pelindung tubuh di lingkungan industri. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa baju ini dapat menangkap zat kimia yang kemungkinan membahayakan kulit untuk jangka waktu yang lebih lama dan meningkatkan kemungkinan terjadinya dermatitis. Juga perlu diperhatikan bahwa zat kimia dengan berat molekul rendah tetap dapat berpenetrasi menembus sarung tangan. Menurut Suma’mur 2009 hal yang perlu diperhatikan untuk pencegahan dermatitis yaitu masalah kebersihan perseorangan personal hygiene dan sanitasi lingkungan kerja serta pemeliharaan ketatarumahtanggan perusahaan yang baik. Kebersihan perseorangan misalnya cuci tangan, mandi sebelum pulang kerja, pakaian bersih dan berganti pakaian tiap hari, alat pelindung diri yang bersih dan lain-lain. Kebersihan lingkungan dan pemeliharaan ketatarumahtanggaan meliputi pembuangan air bekas dan sampah industri, pembersihan debu, penerapan proses produksi yang tidak menimbulkan pencemaran udara dan juga permukaan, cara sehat dan selamat penimbunan dan penyimpanan barang dan lainnya. Terkait dengan penyakit dermatitis yang terjadi pada pekerja proses finishing mebel kayu Ciputat Timur yang sudah di teliti oleh Afifah 2012 bahwa pencegahan yang baik untuk dilakukan adalah : 1. Pemakaian Alat Pelindung Diri Berupa Sarung Tangan Alat pelindung diri adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja yang berada di area kerja yang berbahaya untuk melindungi para pekerja. APD yang digunakan untuk bahan kimia berbahaya umumnya adalah sarung tangan. Sarung tangan ini biasa disebut sebagai safety gloves yang bergungsi dalam melindungi kulit yang terpapar oleh bahan kimia. Untuk itu juga pula sarung tangan agar menjadi efektif, maka diperlukannya hal layak pakai, memberikan perlindungan pada tangan agar terbebas dari bahaya bahaya yang ada di pekerjaan, yang tidak mengganggu pada saat bekerja, serta praktis dan nyaman bila digunakan 2. Cara mencuci tangan yang baik dan benar Cuci tangan adalah salah satu cara pencegahan infeksi yang paling tua, paling sederhana, dan paling konsisten. Menurut Fewtrell 2005 dalam Humayda 2010 perilaku mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Sedangkan menurut Depkes 2007 , mencuci tangan adalah proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Mencuci tangan dengan air saja sudah sangat umum banyak dilakukan oleh masyarakat, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergerak dalam upaya melepasnya. Di dalam lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup. Efek lainnya adalah, tangan menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun dan dalam beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun menjadi menarik untuk dilakukan [ Fewtrell 2005 dalam Humayda 2010 ]. Seharusnya pada saat pelaksanaannya cuci tangan juga harus dilakukan dengan menggosok- gosokkan tangan sampai di sela- sela jari, ini berfungsi untuk memutuskan rantai penyakit dengan membunuh kuman- kuman yang ada di tangan yang bersamaan dengan air yang mengalir. Perlu diperhatikan pula air yang digunakan pada saat mencuci tangan ini haruslah mengalir, tidak harus mengalir dari keran, arti dari mengalir itu sendiri adalah air yang tidak diam pada satu wadah, dan juga perlu diperhatikan pada saat penggunaan air mengalir, gunakanlah air yang tidak berbau, yang tidak berwarna, yang tidak berasa. Cuci tangan yang baik dan benar ini memiliki tujuan dan manfaatnya, serta agar kuman yang ada di tangan menjadi mati maka dilakukannya langkah- langkah mencuci tangan :

a. Tujuan dan manfaat mencuci tangan

Tujuan cuci tangan menurut Depkes 2007 adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi atau membunuh jumlah mikroorganisme serta mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan. Manfaat dari mencuci tangan ini adalah memotong jalur penyebaran penyaluran kuman dan penyakit.

b. Langkah- langkah mencuci tangan

Langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar adalah sebagai berikut WHO, 2005: 1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir dan gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah, ratakan dengan kedua telapak tangan. 2. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri. 3. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan. 4. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci. 5. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya. 6. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya. 7. Setelah itu, bilas kedua tangan dengan air bersih dan mengalir. Lalu keringkan dengan lap tangan atau tisu. 8. Jangan menutup kran dengan tangan, tetapi gunakan siku atau tisu dan hindari menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan agar kuman yang terdapat di benda-benda tersebut tidak menempel di tangan. Gambar 2.1 Langkah Cuci Tangan

c. Waktu Cuci Tangan

Mencuci tangan yang baik dan benar sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah beraktifitas. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan WHO, 2005, Markkanen, 2004: a. Sebelum dan sesudah makan b. Sebelum dan setelah menyiapkan makanan, khususnya sebelum dan setelah memegang bahan mentah c. Sebelum dan sesudah mengiris sesuatu d. Setelah buang air besar dan buang air kecil e. Sebelum dan setelah bekerja f. Setelah bersentuhan dengan larutan atau zat kimia g. Saat berpindah proses kerja

2.2. Promosi Kesehatan

Menurut Green cit, Notoatmodjo, 2005 menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Sedangkan menurut WHO, promosi kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya Notoatmodjo, 2007. Berdasarkan piagam Ottawa Charter,1986 dalam Notoatmodjo, 2007., sebagai hasil rumusan konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa, Canada menyatakan bahwa : “ Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and improve, their health. To reach a state of complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or cope with the environment “. Dari kutipan diatas jelas dinyatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri. Menurut Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo 2003 dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor penguat. a. Faktor Predisposisi Predisposing factor Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak. b. Faktor Pemungkin Enabling factor Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalia sekolah, klinik atau sumber daya yang hampir sama. Ketersediaan sarana prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat ini berupa :air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagaianya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, RS, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos obat desa, DokterBidan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana prasarana pendukung, misalnya : perilaku Pemeriksaan kehamilan, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukungmemungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. Hal ini meluaskan peran dari penyelenggara- penyelenggara kesehatan dengan mantap. Secara kebiasaan praktek dari penyelenggara- penyelenggara kesehatan untuk menyediakan informasi kepada masyarakat-masyarakat tentang permasalahan kesehatan yang tertentu. Penyelenggara-penyelenggara kesehatan sering kali mengembangkan bahan-bahan phamplets dan brosur-brosur, adakalanya video-video dan menghamburkan mereka sepanjang suatu masyarakat sering kali di dalam sesi-sesi pendidikan kelompok kecil di dalam rumah sakit, tempat kerja dan sekolah-sekolah, atau pada masyarakat menggolongkan pertemuan-pertemuan atau melalui belanja. c. Faktor Penguat Reinforcing factors Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal dari perawat, dokter, pasien lain, keluarga. Apakah penguat itu positif atau negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang penguatnya datang dari teman sebaya, guru, pejabat sekolah. Penelitian tentang perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan remaja sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman, terutama teman dekat. 2.3. Pengetahuan 2.3.1. Definisi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo 2007, pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan, atau tulisan yang merupakan stimulasi dari pertanyaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behaviour. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden Notoatmodjo, 2007. Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa, dimulai pada domain pengetahuan kognitif ini, dalam arti subjek terlebih dahulu tahu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek. Seseorang mendapat pengetahuan melalui panca inderanya, dimana sebagian besar diperoleh melalui indera penglihatan mata yaitu sebesar 83 dan indera pendengar telinga yaitu sebesar 11, sedangkan sisanya melalui indera perasa lidah 1, indera peraba kulit 2, dan indera penciuman hidung 3 Depkes RI, 2008, Notoatmodjo, 2003,.

2.3.2. Tingkatan Pengetahuan

Dokumen yang terkait

Pengaruh intervensi penyuluhan menggunakan media leaflet terhadap perubahan pengetahuan mengenai potensi bahaya dermatitis kontak dan pencegahannya pada pekerja Cleaning Service UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

5 28 155

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012

5 44 160

Perubahan Pengetahuan Tentang Potensi Bahaya Larutan Penggumpal dan Pencegahan Dermatitis Dengan Intervensi Penyuluhan Antara Media Lembar Balik Dengan Media Leaflet Pada Pekerja Pabrik Tahu Di Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2013

0 10 145

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHAN TENTANG GIZI SEIMBANG DENGAN Perbedaan Pengetahuan Remaja Sebelum Dan Sesudah Diberikan Penyuluhan Tentang Gizi Seimbang Dengan Menggunakan Media Video Di SMP Negeri 2 Kartasura.

0 3 18

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Kabupaten Jepara.

0 3 11

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Kabupaten Jepara.

1 5 16

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET PADA Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Desa Kupen Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung.

1 4 11

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN LEAFLET PADA Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Obat Sebelum Dan Sesudah Pemberian Leaflet Pada Masyarakat Desa Kupen Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung.

0 6 17

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PADA IBU-IBU PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OBAT SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PADA IBU-IBU ANGGOTA DHARMA WANITA PERSATUAN KABUPATEN REMBANG.

0 0 14

PERBEDAAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ANTIDIARE SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI PENYULUHAN PADA PERBEDAAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ANTIDIARE SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI PENYULUHAN PADA MASYARAKAT DESA KARANGPELEM KECAMATAN KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN.

0 0 15