BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Struktur Hewan Departemen Biologi dan Laboratorium Kimia Organik
Bahan Alam Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, jarum gavage, bak bedah, dissecting set, kaca arloji, aluminium foil, gelas ukur, blender, hotplate,
kamera digital, mikroskop Axio Bio-camera, mikrotom, cover glass, object glass, beaker glass, freezer, spatula, chumber, oven, dan kandang hewan percobaan.
Bahan yang digunakan adalah mencit betina Mus musculus L. strain DDW, buah andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC., pakan hewan, aquadest, alkohol
100, 96, 80, 70, 60, 50, 40, 30, larutan Bouin, pelarut CMC carboxyl metil cellulose 1, aquadest, larutan NaCl 0,9, pewarna Hematoxylin dan Eosin,
canada balsam, xylol, parafin, kertas millimeter, holder, tisu, dan spritus.
3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pemeliharaan Hewan Percobaan
Penelitian ini menggunakan mencit betina Mus musculus L. strain DDW. Disediakan satu ekor mencit jantan lalu dikawinkan dalam kandang yang berisi mencit betina
yang sedang estrus selama satu malam. Bila ditemukan sumbat vagina maka
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan telah terjadi kopulasi atau perkawinan mencit antara mencit jantan dan mencit betina dan sebagai hari ke nol kehamilan Taylor, 1986.
Kemudian mencit yang hamil dipisahkan dan dipelihara sampai melahirkan. Anak mencit yang berumur ± tiga minggu dipisahkan dari induknya dan dipelihara
dalam kandang terpisah dengan memisahkan antara mencit jantan dan betina. Kandang yang terbuat dari plastik yang diberi alas sekam yang dilakukan pergantian
sekam dua kali seminggu Smith Mangkoewidjojo, 1988. Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari secara ad-libitum Sabri, 2006. Bila mencit betina sudah
berumur ± 12 minggu dengan kisaran berat badan ± 25-35 gram, mencit tersebut telah siap diberi perlakuan Smith Mangkoewidjojo, 1988.
Mencit betina yang telah siap diberi perlakuan tersebut dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari
Kelompok A dan kelompok pemberian selama masa pasca implantasi 6-14 hari Kelompok B. Masing-masing kelompok dibagi dalam 5 perlakuan, dengan masing-
masing perlakuan terdiri atas 6 ekor mencit betina. Kemudian mencit betina tersebut dikawinkan dengan mencit jantan, jika sudah hamil maka diberi perlakuan ekstrak
sesuai dengan kelompok pemberian masing-masing. Pemberian perlakuan terhadap hewan coba berpedoman pada prinsip-prinsip penelitian kesehatan yang menggunakan
hewan secara etis, prosedur dan standart yang dibuktikan dengan Ethical Clearance dari Komite Etik Penelitian Hewan, FMIPA USU.
3.3.2 Pembuatan Bahan Uji
Buah andaliman disiapkan dengan mengumpulkan dan diseleksi. Kemudian dipisahkan dari tangkainya lalu dikeringkan dalam suhu kamar sampai kering. Buah
yang telah kering diblender hingga menjadi simplisia serbuk. Selanjutnya dibuat ekstrak dengan metode maserasi dengan N-Heksan selama 1 malam Padmawinata et
al., 1989 dalam Sabri, 1996. Hasil maserasi diperkolasi sampai diperoleh cairan bening. Hasil perkolasi dipekatkan dengan evaporator sampai diperoleh ekstrak yang
Universitas Sumatera Utara
pekat berupa pasta. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk mendapat campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu carboxyl metil cellulosa
CMC dengan konsentrasi 1. Lalu dibuat dosis yang telah dimodifikasi yaitu 2, 4 dan 6 yang dilarutkan dalam 1 CMC Pratiwi, 2006.
3.3.3 Pemberian Perlakuan
Pemberian bahan uji dilakukan pada mencit betina Mus musculus L. strain DDW yang sedang hamil dengan menggunakan jarum gavage Hrapkiewicz
Medina, 2007. Pemberian dilakukan selama masa pra implantasi 0-3 hari kebuntingan dan masa pasca implantasi 6-14 hari kebuntingan. Volume pemberian ekstrak
sebanyak 0,3 mlmencithari. Kemudian mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher pada saat mencapai 18 hari kebuntingan. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ
hati dan dicuci dalam larutan fisiologis NaCl 0,9 lalu ditimbang, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan Bouin.
3.3.4 Rancangan Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial yang terdiri dari 2 kelompok
berdasarkan perbedaan konsentrasi dan interval waktu pemberian perlakuannya, yaitu kelompok A pemberian selama pra implantasi 0-3 hari dan kelompok B pemberian
selama pasca implantasi 6-14 hari. Masing-masing kelompok terdiri atas 5 perlakuan, yaitu 3 perlakuan ekstrak Perlakuan P
1
, P
2
, dan P
3
dan 2 perlakuan kontrol K0 dan KP. Dapat dilihat dalam Tabel 3.3.5, sebagai berikut:
Tabel 3.1 Model Rancangan Penelitian Kelompok
Perlakuan Kelompok A
Pra Implantasi 0-3 Hari Kelompok B
Pasca Implantasi 6-14 Hari Kontrol Blank
K0A K0B
Kontrol Pelarut CMC 1 KPA
KPB Perlakuan Ekstrak N-Heksan 2
PA
1
PB
1
Perlakuan Ekstrak N-Heksan 4 PA
2
PB
2
Perlakuan Ekstrak N-Heksan 6 PA
3
PB
3
Universitas Sumatera Utara
Jumlah ulangan untuk setiap kelompok ditentukan dengan menggunakan rumus Federer Chairul et al.,1992 yaitu:
t - 1 n - 1 ≥ 15
T = jumlah perlakuan N = jumlah ulangan
Pada kelompok pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari, tiap perlakuan ekstrak maupun perlakuan kontrol masing-masing terdiri dari enam ulangan
sehingga mencit yang digunakan berjumlah 2 x 5 x 6 = 60 ekor. Perlakuan terdiri atas satu faktor yaitu perbedaan konsentrasi. Penentuan konsentrasi berdasarkan penelitian
Chairul et al. 1992 yang telah dimodifikasi. K0
= Kelompok kontrol blank tanpa perlakuan
KP =
Kelompok kontrol pelarut dengan menggunakan pelarut CMC 1 1 gram CMC100 ml aquadest
P
1
= Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 2 2 gram
ekstrak kental100 ml pelarut CMC 1 P
2
= Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 4 4 gram
ekstrak kental100 ml pelarut CMC 1 P
3
= Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 6 6 gram
ekstrak kental100 ml pelarut CMC 1
3.3.5 Pembuatan Preparat Hati Mencit Betina dengan Metode Parafin
Pembuatan preparat yang dilakukan dengan metode parafin Suntoro, 1983 sebagai berikut:
a. Fiksasi
Mencit Mus musculus L. strain DDW didislokasi dan dibedah. Diambil organ hati, ditimbang dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9 kemudian difiksasi selama 1
malam dengan larutan Bouin. b.
Washing Pencucian Setelah difiksasi, hati dicuci dengan alkohol 70 dengan cara dishaker sampai
benar-benar jernih dan direndam dengan alkohol 70 selama 1 malam.
Universitas Sumatera Utara
c. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan merendam organ hati sambil dishaker dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 30, 40, 50, 60, 70,
80, 96 dan 100 absolut selama 1 jam pada masing-masing konsentrasi. d.
Clearing Penjernihan Clearing dilakukan dengan merendam hati ke dalam xylol selama 1 malam.
e. Infiltrasi
Infiltrasi dilakukan dengan merendam hati ke dalam xylol selama 1 jam pada suhu kamar kemudian dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru yang berada di dalam
oven pada suhu 56 C selama 1 jam. Lalu dilanjutkan lagi dengan merendam hati
ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 56 C,
yang selama proses pengerjaannya dilakukan dalam oven. f.
Embedding Penanaman Embedding dilakukan dengan meletakkan hati pada kotak berbentuk segi empat
yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu, dituang parafin yang telah cair ke dalam kotak tersebut, kemudian hati ditanam dalam kotak yang
telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam freezer. Kemudian
blok-blok tersebut dirapikan dan dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 1x1 cm yang berbentuk persegi.
g. Cutting Pemotongan
Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm.
h. Attaching Penempelan
Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada
air hangat. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin pada object glass dan membersihkan sebagian parafin yang melekat pada
organ. i.
Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama 5 menit.
j. Dealkoholisasi, dilakukan dengan mencelupkan objek glass ke dalam alkohol
bertingkat ke alkohol konsentrasi menurun, yaitu dari alkohol 100 absolut,
Universitas Sumatera Utara
k. 96, 80, 70, 60, 50, 40, 30 dan kemudian ke dalam aquadest. Dimana
masing-masing konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik. l.
Pewarnaan Pewarnaan sediaan hati diwarnai dengan menggunakan Hematoxylin Eosin.
Pewarnaan dilakukan dengan cara preparat yang telah dilekatkan pada object glass dimasukkan ke dalam larutan pewarna Hematoxylin Erlich selama 3 menit, lalu
dicuci dengan dengan air mengalir ± 2 menit, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 30, 50, 70, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna Eosin 0,5
dalam alkohol selama 3 menit, lalu dimasukkan ke dalam aquadest dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30, 40, 50, 60,
70, 80, 96, dan alkohol 100 absolut. Setelah itu, dikeringkan dengan kertas pengisap. Lalu preparat dimasukkan ke xylol.
m. Mounting
Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara.
n. Diberi label dan diamati degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidrofik, dan
nekrosis sel di bawah mikroskop.
3.4 Parameter Pengamatan 3.4.1 Pengamatan Berat dan Morfologi Hati
Pengamatan berat dan morfologi hati dilakukan dengan cara mencit betina Mus musculus L. strain DDW didislokasi dan dibedah, diambil organ hati serta
diamati. Untuk pengamatan berat hati dilakukan dengan menimbang organ hati menggunakan timbangan digital, lalu dicatat beratnya. Sedangkan untuk pengamatan
morfologi hati dilakukan dengan mengamati gambaran morfologi hati dengan sasaran yang diamati adalah permukaan luar hati dan warna hati. Penilaian tersebut normal
bila permukaan rata dan halus serta berwarna merah kecoklatan, sedangkan abnormal jika permukaan berupa jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang benjol-benjol atau
abses dan menunjukkan perubahan warna Robbins Kumar, 1992.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Pengamatan Preparat Histologis Hati
Preparat histologis hati diamati di bawah mikroskop cahaya dalam lima lapangan pandang yang berbeda, dengan perbesaran 40 x 10 kali. Setiap lapangan pandang
dihitung 20 sel secara acak sehingga dalam 1 preparat tersebut ditemukan 100 sel hati. Kemudian dihitung rerata bobot skor perubahan histopatologi hepar dari lima
lapangan pandang dari masing-masing mencit dengan model Skoring Histopathology Manja Roenigk Desprinita, 2010. Jenis kerusakan hati yang diamati meliputi
nekrosis, steatosis, dan degenerasi hidrofik. Kemudian dicatat dan dihitung jumlah persentase kerusakan yang terjadi Pawitra Mutiara, 2010; Pradipta, 2010;
Maretnowati et al., 2005 dalam Amalina, 2009; Jawi, 2007.
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar Model Skoring
Histopathology Manja Roenigk. Tingkat Perubahan
Nilai
Normal 1
Degenerasi parenkimatosa 2
Degenerasi hidropik 3
Nekrosis 4
Data yang diperoleh diolah dengan program komputer SPSS release 15. Pada setiap preparat dihitung nilai rerata degenerasinya dengan cara mengalikan jumlah sel
sesuai dengan kategorinya. Sehingga berdasarkan kriteria tersebut maka skor minimal yang mungkin didapat adalah 100 jika semua sel yang ditemukan dalam keadaan
normal. Skor maksimal 400 jika semua sel dalam keadaan nekrosis Wulandari, 2008.
3.5 Analisis Statistik
Data yang didapat dari setiap parameter variabel pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif variabel dependen yang didapatkan,
diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan variabel independen dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 15. Urutan
uji untuk berat hati diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p0,05 maka data tersebut ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji
non parametrik. Untuk melihat perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann- Whitney. Apabila hasil uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan p0,05 maka
Universitas Sumatera Utara
dilanjutkan uji sidik ragam ANOVA satu arah untuk data dengan pengamatan berulang lebih dari 2 kali atau lebih dari 2 perlakuan. Jika berbeda nyata p0,05
maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoct-Bonferroni taraf 5. Sebagai sumber keragaman dari uji sidik ragam ANOVA yaitu perbedaan pengamatan berat hati
berdasarkan perbedaan konsentrasi perlakuan yang diberikan. Untuk data kerusakan sel hati dilakukan uji non parametrik yaitu uji Kruskall-Wallis membedakan 2
perlakuan dan uji Mann-Whitney membedakan 2 perlakuan pada taraf 5.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap gambaran morfologi, berat, dan gambaran histologis hepar mencit Mus musculus L. Strain DDW setelah pemberian
ekstrak N-Heksan buah andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC. diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1 Gambaran Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman