Faktor-faktor yang menentukan toleransi social loafing Persahabatan Spesialisasi dan operasionalisasi kerja

2. Faktor-faktor yang menentukan toleransi social loafing

Ada beberapa hal yang dapat membuat individu mentolerir social loafing, yaitu: 1 Persahabatan, 2 spesialisasi dan operasionalisasi kerja, 3 tingkat kesulitan tugas, 4 dan keinginan untuk berprestasi. Berikut adalah penjelasannya.

1. Persahabatan

Fehr dalam Brehm, 2002, mendefinisikan persahabatan sebagai hubungan yang sifatnya personal dan suka rela, hubungan ini menyediakan keintiman dan bantuan pertolongan atas dasar satu pihak dengan yang lainnya saling menyukai. Berndt 2002 menyatakan sebuah persahabatan dengan kualitas yang tinggi ditandai dengan tingginya perilaku tolong- menolong, keakraban, perilaku positif lainnya; serta rendahnya tingkat konflik, persaingan dan perilaku negatif lainnya. Lebih jauh lagi dalam persahabatan, ketika terjadi konflik kepentingan, terdapat kecenderungan bagi pihak-pihak yang terlibat untuk melakukan perngorbanan demi kebaikan hubungan persahabatan Whitton, Stanley Markman dalam Taylor, Peplau Sears, 2009. Dikaitkan dengan toleransi social loafing, kelompok yang anggota-anggotanya terdiri atas orang-orang yang memiliki hubungan persahabatan akan saling bahu-membahu memberikan pertolongan kepada rekannya atau rekan-rekan yang kurang mampu melaksanakan tugas dengan baik. Ketidakmampuan mengerjakan tugas kemudian dapat menjadi alasan bagi anggota kelompok yang kurang mampu tersebut untuk melakukan social loafing dan pertolongan dengan berdalih persahabatan membuat anggota-anggota kelompok lain menjadi lebih toleran terhadap pelaku social loafing. Dengan demikian, hubungan persahabatan dapat menjadi suatu faktor yang meningkatkan toleransi terhadap social loafing.

2. Spesialisasi dan operasionalisasi kerja

Sebuah kelompok terdiri dari individu-individu yang memiliki keahlian dan kompetensi yang saling melengkapi De Janasz, Dowd, Schneider, 2002. Kemampuan-kemampuan anggota kelompok yang berbeda di berbagai bidang dapat memicu seseorang mentolerir social loafing dengan alasan yang bersifat instrumental. Dalam mengerjakan tugas, anggota kelompok yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam bidang tertentu akan berusaha mengerjakan tugas yang menjadi bidangnya sendirian dan membiarkan anggota kelompok lain menjadi pelaku social loafing. Sebagai imbalan, individu tersebut akan menjadi pelaku social loafing ketika ada tugas lain yang bukan merupakan bidangnya.

3. Tingkat kesulitan tugas