peneliti ajukan Hipotesis 4 sudah ditolak hanya dengan melakukan uji asumsi linearitas. Selanjutnya, yang peneliti uji hanyalah variabel bebas yang
berhubungan linear dengan variabel tergantung, yakni variabel kolektivisme vertikal, variabel individualisme vertikal dan variabel individualisme
horisontal.
3. Hasil Utama Penelitian
Peneliti berhipotesis ada hubungan antara individualisme vertikal Hipotesis 1, individualisme horisontal Hipotesis 2, kolektivisme vertikal
Hipotesis 3, dan kolektivisme horisontal Hipotesis 4 dengan toleransi social loafing. Hipotesis-hipotesis penelitian peneliti ujikan melalui analisis regresi
berganda multiple regression. Perlu dicatat, ketiadaan hubungan linear yang signifikan antara kolektivisme horisontal dengan toleransi social loafing
membuat Hipotesis 4 secara otomatis ditolak. Dengan demikian, peneliti melanjutkan pengujian Hipotesis 1, 2, dan 3 saja. Hipotesis-hipotesis tersebut
peneliti ujikan dengan menggunakan analisis regresi majemuk multiple regression, di mana kolektivisme vertikal, individualisme vertikal,
individualisme horisontal peneliti masukkan sebagai prediktor toleransi social loafing, dengan seting sampel bootstrap sebanyak 20000.
Tabel 7: Uji Korelasi Dengan Menggunakan Analisa Regresi Berganda Model Summary
Model R
R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .389
a
.152 .125
.93535641
Hasil menunjukkan equasi yang signifikan, F3, 96 = 5.72 , R
2
= .15, p =.001. Hal ini menunjukkan bahwa peranan individualism vertikal
horisontal dan kolektivisme terhadap toleransi social loafing adalah sebesar 15,2 , sedangkan sisanya yang sebesar 84,8 dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan individualisme vertikal B =
.25, p = .047 dan individualisme horisontal B = .28, p = .052 memiliki hubungan yang unik terhadap toleransi social loafing, sedangkan kolektivisme
vertikal tidak B = .23, p = .06. Dengan demikian, sesuai dengan Hipotesis 1 dan 2, hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat individualisme vertikal
dan horisontal, semakin tinggi pula toleransi individu terhadap perilaku social loafing yang dilakukan oleh rekan sekelompoknya. Bertolak belakang dengan
Hipotesis 3, derajat kolektivisme vertikal bukanlah determinan toleransi social loafing yang unik.
B. Pembahasan