Individualisme vertikal Individualisme horizontal

kesenangan bereksplorasi, kebutuhan akan relasi khusus. Individualisme adalah budaya yang menekankan gagasan bahwa individu terpisah dan tidak tergantung dengan individu lain, mendefinisikan diri sebagai otonom dari ingroup, tujuan pribadi menjadi prioritas di atas tujuan kelompok, sikap individu secara personal lebih menentukan perilaku sosial individu daripada norma Triandis, 1995.

2. Klasifikasi individualisme

Triandis dalam Lee Choi, 2005 menyarankan bahwa individualisme dapat dibagi menjadi horisontal maupun vertikal. Individu dengan individualisme horisontal ingin menjadi unik dan melakukan yang hal yang merupakan keinginannya sendiri, namun tidak melandaskan pada hierarki tertentu. Sedangkan orang-orang individualistis vertikal tidak hanya ingin melakukan hal yang mereka ingin ia lakukan sendiri tetapi juga berusaha untuk menjadi yang terbaik berdasarkan hierarki tertentu e.g., rangking kelas, jabatan tinggi, gengsi, dll.. Daya saing sangat tinggi terdapat pada budaya individualistis vertikal.

a. Individualisme vertikal

Individu yang memiliki derajat vertikal individualisme tinggi merupakan individu yang independen dan otonom tetapi juga kompetitif dan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Vertikal Individualisme adalah pola budaya di mana individu-individu merasa otonom, unik dan berbeda dari orang lain, dan berusaha untuk mendapatkan posisi status yang tinggi. Dalam pola budaya ini, kompetisi merupakan aspek penting bagi setiap individu.

b. Individualisme horizontal

Individu-individu dengan derajat individualisme horizontal yang tinggi memandang diri mereka sepenuhnya otonom, dan percaya bahwa kesetaraan antar individu merupakan hal yang ideal. Mereka ingin menjadi unik dan berbeda dari kelompok di mana dirinya bernaung. Meskipun menginginkan kemandirian dan keunikan pribadi, mereka tidak tertarik untuk memiliki status yang lebih tinggi dari anggota kelompok lainnya. 3. Kolektivisme Hofstede 2005 mengartikan kolektivisme sebagai tatanan sosial yang memiliki ikatan emosional antar individu yang kuat. Masyarakat kolektivisme sa ngat menekankan kesadaran „peneliti‟ dan identitas kolektif, yang ditandai oleh ketergantungan emosi, solidaritas, sharing, keputusan kelompok, kewajiban dan keharusan dan keinginan akan persahabatan yang stabil dan memuaskan. Selanjutnya Triandis 1995 mendefenisikan kolektivisme sebagai budaya yang menekankan bahwa individu saling tergantung dengan individu lain, mendefinisikan diri sebagai bagian dari kelompok, dan memprioritaskan tujuan-tujuan kelompoknya sebagai prioritas di atas tujuan-tujuan pribadi Triandis, 1995. Dari definisi kolektivisme yang disebutkan para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan kolektivisme sebagai pola budaya di mana individu memiliki ikatan emosional antar individu yang sangat kuat, saling tergantung dengan individu lain, mendefinisikan diri sebagai bagian dari kelompok, tujuan ingroup menjadi prioritas diatas tujuan pribadi.

4. Klasifikasi kolektivisme