13 warga negara yang dilaksanakan secara seimbang. Perempuan dianggap
melakukan peran ganda apabila ia bertanggung jawab terhadap tugas-tugas domestik yang berhubungan dengan rumahtangga seperti membersihkan rumah,
memasak, melayani suami dan merawat anak-anak, serta ketika perempuan bertanggung jawab atas tugas publik yang berkaitan dengan kerja di sektor publik
yakni bekerja di luar rumah dan bahkan seringkali berperan sebagai pencari nafkah utama.Peran ganda adalah jumlah peran yang berorientasi pada pendekatan
hubungan dengan orang lain dan frekuensi peran frekuensi kontak face to face dengan orang lain selama satu tahun Chen, 2010. Peran ganda dan efek
kesejahteraan berbeda untuk setiap budaya yang berbeda dan peran ganda lebih menguntungkan untuk kesejahteraan psikologi laki-laki daripada perempuan di
Jepang dan Barat Sugihara, 2008;45. Hasil penelitian Chen 2010 menyatakan bahwa klasifikasi peran ganda
istri terdiri dari 12 aspek: sebagai anak, istri, orangtua, nenek, saudara kandung, teman, bagian dari keluarga besar, tetangga, pekerja, anggota grup, aktivis
keagamaan, dan sukarelawan. Herzog et al. 1998 yang menyatakan bahwa perempuan yang terlibat dalam peran ganda seperti aktivitas grup akan
meningkatkan kesejahteran subjektifnya.
2.5. Streotip Terhadap Perempuan
Streotip adalah pelabelan terhadap pihak tertentu yang selalu berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu streotip yang
dikenal dalam bahasan ini adalah streotip yang bersumber pada pandangan gender.Karena itu banyak ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang kebanyakan
adalah perempuan yang bersumber pada streotip yang melekat pada
Universitas Sumatera Utara
14 perempuan.Sebagai contoh, adanya anggapan bahwa perempuan yang bersolek
atau memakai rok mini akan memancing perhatian lawan jenis sehingga sering terjadi tindakan pelecehan seksual, pemerkosaan sehingga perempuanlah yang
selalu disalahkan.
Streotip terhadap perempuanterjadi juga dalam peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat. Streotip semacam itu juga
terjadi pada pekerjaan perempuan sepertinya adanya anggapan bahwa perempuan bukan pencari nafkah utama keluarga, maka perempuan yang bekerja acakpkali
dianggap sebagai “sambilan” atau “membantu suami”. Bahkan banyak jenis pekerjaan perempuan yang dianggap tidak bermoral, misalnya sebagai pelayan di
tempat-tempat minum tukang pijat, atau pekerjaan lainnya yang terkait dengan industri perhotelan dan turisme, serta pekerjaan yang dilakukan pada malam hari.
Perempuandikonstruksikan sebagai makhluk yang perlu dilindungi, kurang mandiri, tidak rasional, hanya mengandalkan perasaan, digariskan untuk menjadi
istri dan ibu bagi anak-anaknya. Konsekuensinya, muncul batasan-batasan yang menempatkan perempuan pada ruang penuh dengan aturan bakuyang perlu
dijalankan sehingga konsep pembakuan peran gender yang mengkotak-kotakan peran pria dan peran perempuan. Dimana suami bereperan sebagai kepala
keluarga yang mencari nafkah untuk keluarga, sedangkan isteri hanya memungkinakan berperan diwilayah domestik yakni sebagai pengurus rumah
tangga Esti, 2009:3.Di Indonesia sendiri, masyarakat Indonesia sendiri masih dibayangi dengan sistem Patriakal dan lembaga utama dari sistem ini adalah
keluaga.
Universitas Sumatera Utara
15 Sistem patriakal adalah struktur yang mengabsahkan bentuk struktur
kekuasaan dimana lelaki mendominasi perempuan. Dominasi ini terjadi karena posisi ekonomis perempuan lebih lemah dari laki-laki Arief Budiman, 1985:60
dalam Lina Sudarwati, 2003:1sehingga perempuan dalam pemenuhan kebutuhan material tergantung pada lelaki. Kondisi ini merupakan implikasi dari sistem
patriakal yang memisahkan peran utama antara lelaki dan perempuan dalam keluarga, lelaki berperan sebagai kepala keluarga, terutama bertugas di sektor
publik sebagai pencari nafkah, memberi peluang bagi lelaki untuk memperoleh uang dari pekerjaannya, sedangkan perempuan sebagai “Ratu rumah tangga”,
terutama bertugas di sektor domestik sebagai pendidik anak-anak dan pengatur rumah tangga yang tidak memperoleh bayaran. Untuk pemenuhan kebutuhan
materialnya, perempuan tergantung kepada lelaki sebagai pencari nafkah. Anggapan masyarakat menimbulkan nilai-nilai tradisional yang ada dalam
masyarakat dapat menjadi tekanan sosial perempuan ketika ia memutuskan untuk bekerja di luar rumah tangga sektor publik, misalnya perempuan yangberasal
dari kalangan bangsawan atau kalangan rakyat biasa harus tetapmengingat tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi berbagai kebutuhan rumah
tangganya seperti; memasak, mengurus suami dan anak-anak yang merupakan tugas utama seorang perempuan. Dan juga bila seorang perempuan berkerja di
luar rumah sektor pubik, perempuan dianggap harus tunduk pada penilaian suami ataupun orangtuanya tentang apa yang patut dan apa yang tidak patut
dikerjakan Chrysanti-Sedyono, 1991:44 dalam Rochie, 2009:21.
Universitas Sumatera Utara
16
2.6. Teori Peran