17
2.3. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian yang dilakukan oleh Marlida Perdana Putri 2011 dengan judul “Analisis Komparatif Usahatani Tumpang Sari Jagung dan Kacang Tanah dengan
Monokultur Jagung di Kabupaten Wonogiri” diperoleh kesimpulan bahwa besarnya biaya
mengusahakan pada
usahatani monokultur
jagung adalah
Rp. 8.419.719,00HaMT, besarnya penerimaan adalah Rp 14.313.521,00HaMT.
Besarnya biaya mengusahakan pada usahatani tumpang sari jagung-kacang tanah adalah
Rp. 9.444.154,00HaMT
besarnya penerimaan
adalah Rp.
17.896.633,00HaMT, sehingga pendapatan yang diperoleh petani adalah Rp. 8.449479,00HaMT. Usahatani tumpangsari jagung jagung kacang-tanah memiliki
pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani monokultur jagung Hasil uji t pendapatan menunjukkan bahwa t
hitung
nilainya 6,24 lebih besar dari pada t
tabel
yang nilainya 1,699. Usahatani tumpangsari jagung jagung-kacang tanah lebih efisiensi menunjukkan bahwa t
hitung
nilainya 4,672 lebih besar dari pada t
tabel
yang nilainya 1,699.
Pada penelitian yang dilakukan Hidayani Tanjung 2005, dengan judul “Analisis Usahatani Pola Tumpang Sari di Lahan Kering Berdasarkan Skala Usaha di Desa
Deram, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan nyata produktivitas per jenis tanaman pola tumpang sari antar
Universitas Sumatera Utara
18
skala usaha, tidak ada perbedaan nyata biaya produksi, penerimaan dan pendapatan bersih usahatani pola tumpang sari antar skala usaha. Faktor sarana produksi, luas
lahan dan tenaga kerja berpengaruh nyata secara simultan terhadap produktivitas, biaya produksi dan pendapatan bersih usahatani.
2.4. Kerangka Pemikiran
Dalam usaha agribisnis, petani merupakan manajer di lahannya sendiri. Petani yang mengatur apa yang akan ditanam, dengan sistem monokultur atau tumpang sari di
lahan petani itu sendiri. Petani cenderung menanam secara monokultur apabila lahan yang mereka miliki cukup luas pada satu jenis komoditi. Namun, apabila lahan petani
cenderung sempit maka sistem yang dilakukan biasanya adalah sistem tumpang sari. Penggunaan lahan di lahan yang sempit merupakan kreativitas petani, petani
menanam lebih dari satu jenis tanaman di lahan yang sama atau sering disebut tumpang sari.
Pola pertanaman tumpang sari sama umur secara agronomis diketahui keuntungannya yaitu frekuensi panen serta pendapatan petani dapat ditingkatkan, mengurangi risiko
tidak berhasilnya pertanaman bila tenaga tumbuh dari beberapa jenis tanaman jelek, distibusi tenaga yang merata sepanjang tahun yang sangat berbeda dengan sistem
monokultur, pengolahan tanah pada sistem tumpang sari minimal karena pengerjaan
tanah dan pemeliharaan tanaman per jenis tanaman akan lebih hemat dibandingkan dengan pengerjaan tanah, dan pemeliharaan tanaman secara monokultur tanpa
penyisipan di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
19
Produksi merupakan hal yang ditunggu petani dalam melakukan usaha agribisnis, biasanya produksi yang dihasilkan tergantung bagaimana cara petani merawat usaha
agribisnisnya sendiri. Untuk menghasilkan produksi yang bagus tentu saja petani perlu mengeluarkan biaya-biaya pengeluaran untuk kelangsungan produksi tomat dan
cabai di lahan yang sama atau sering disebut biaya produksi. Biaya-biaya yang dikeluarkan pada cabai monokultur, tomat monokultur, dan sistem tumpang sari
tomat-cabai tentu saja berbeda. Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi dan harga penjualan. Dimana
produksi adalah hasil panen yang ditunggu petani dalam usaha agribisnis nya, harga penjualan dalam hal ini sangat fluktuatif. Masalah ini terutama pada tanaman yang
ditumpangsarikan yaitu tomat dan cabai. Begitu juga dengan sistem monokultur yaitu cabai monokultur dan tomat monokultur, harga masing-masing komoditi sangat
fluktuatif di pasar. Pendapatan adalah hasil penerimaan dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan pada
saat kelangsungan usaha agribisnis. Sistem cabai monokultur, tomat monokultur dan sistem tumpang sari tomat-cabai tentu saja memiliki pendapatan yang berbeda-beda.
Selanjutnya, dilakukan perbandingan analisis RC Ratio Return Cost Ratio untuk mengetahui kelayakan usaha agribisnis untuk dikembangkan. Apabila RC Ratio 1
maka usaha agribisnis tersebut layak untuk diusahakan dan dikembangkan, RC Ratio = 1 maka usaha agrbisnis tersebut mencapai titik impas, RC Ratio 1 maka usaha
Universitas Sumatera Utara
20
agribisnis tersebut tidak layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Dari analisis inilah terbukti sistem tanam apa yang lebih layak diusahakan dan dikembangkan.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : = menyatakan pengaruh
= menyatakan hubungan
Petani Monokultur
Tumpang Sari Cabai
Produksi Penerimaan
Pendapatan RC Ratio
Harga Biaya Produksi
Input
Tomat Produksi
Penerimaan Pendapatan
RC Ratio Input
Harga Biaya Produksi
Tomat +
Cabai Produksi
Penerimaan Pendapatan
RC Ratio
Input Harga
Biaya Produksi
Universitas Sumatera Utara
21
2.5 Hipotesis Penelitian