75
6.2. Saran
1. Kepada Petani
Petani sebaiknya lebih memilih menanam pola tanam secara monokultur daripada secara pola tanam tumpang sari.
2. Kepada Pemerintah
Pemerintah sebaiknya membuat harga yang standar pada komoditi komersil seperti tomat dan cabai, agar petani yang mengusahakan tomat dan cabai dapat
memperoleh keuntungan yang setimpal mengingat biaya produksi yang dikeluarkan pada komoditi tomat dan cabai sangat tinggi.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian lanjutan tentang tumpangsari komoditi komersil yang lainnya dan meneliti harga yang standar agar petani yang
mengusahakan tanaman komersil tidak mengalami kerugian.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Sistem Tumpang Sari
Tumpang sari digunakan untuk meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi risiko usahatani, serta menjamin kelangsungan pendapatan. Dilakukan dengan pengusahaan
tanaman semusim khususnya untuk lahan-lahan datarlandai, dan penggunaan tanaman penaung produktif. Jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang
pasar, nilai ekonomi, dan iklim makro yang ada Karya Tani Mandiri, 2010. Menurut Thahir, 1985, keuntungan bentuk sistem tumpang sari ini meliputi:
1. Banyaknya tanaman per Ha mudah diawasi dengan mengatur jarak di antara dan
di dalam barisan. 2.
Karena mengandung lebih sedikit jenis-jenis tanaman maka perhatian lebih dapat dicurahkan untuk jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat
dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekanan tanah. 3.
Menghasilkan produksi lebih banyak untuk dijual ke pasar 4.
Risiko kegagalan kurang dibandingkan dengan monokultur 5.
Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi, karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien, dan
6. Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis
terhadap serangan hama dan penyakit.
Universitas Sumatera Utara
9
Selain memilki kelebihan, sistem pertanaman tumpang sari memilki beberapa kekurangan diantaranya sebagai berikut :
1. Terjadi persaingan unsur hara antar tanaman.
2. Pertumbuhan tanaman akan saling menghambat.
2.1.2. Tomat
Tanaman tomat temasuk tanaman setahun annual yang berarti umur tanaman ini hanya untuk satu kali periode panen. Setelah berproduksi, kemudian mati. Tanaman
ini berbentuk perdu atau semak dengan panjang biasa mencapai 2 m. Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna batang hijau dan
berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada pemukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus terutama di bagian yang berwarna hijau. Di antara rambut-rambut
tersebut biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku-bukunya terjadi penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah terdapat akar-akar pendek.
Sebagaimana tanaman dikotil lainnya, tanaman tomat berakar tunggang dan akar samping yang menjalar tanah. Agar tanaman tomat dapat tumbuh secara optimal,
diperlukan iklim dan tanah seperti berikut: 1.
Iklim dan Tanah Tomat biasa hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi, asal tanahnya tidak becek
atau tergenang. Sifat tanah yang cocok untuk tomat adalah tanah pH 5,5 – 6,5. Bila
target penanaman tomat adalah kegenjahannya, maka tomat cocok ditanam pada tanah lempung berpasir yang baik drainasenya. Namun, bila yang ditargetkan adalah
Universitas Sumatera Utara
10
jumlah total produksi yang tinggi, maka tanah yang cocok adalah tanah lempung liat dan lempung berdebu.
Tomat juga menyenangi tempat yang terbuka dan cukup sinar matahari. Kurangnya sinar matahari menyebabkan pertumbuhan memanjang etiolasi, lemah, dan pucat
karena pembentukan zat hijau daun tidak sempurna. Namun, sinar matahari yang terlalu terik juga kurang baik karena transpirasi akan meningkat serta buah dan bunga
akan mudah gugur. Tomat mempunyai rasa yang lezat ternyata tomat juga memiliki komposisi zat yang
cukup lengkap dan baik. Yang cukup menonjol dari komposisi tersebut adalah vitamin A dan C. Berikut Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Buah Tomat
Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Buah Tomat
Zat Gizi Kandungan Gizi
Protein 1 g
Karbohidrat 4,2 g
Lemak 0,3 g
Kalsium Ca 5 mg
Fosfor P 27 mg
Zat besi Fe 0,5 mg
Vitamin A karotena 1.500 SI
Vitamin B tiamin 60 ug
Vitamin B2 riboflavin -
Vitamin C asam askorbat 40 mg
Bagian yang dapat dimakan 95
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
Tim Penulis PS, 1997
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.3. Cabai
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan Solanaceae. Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2.000 spesies yang terdiri dari
tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan Negara tropis.
Secara umum cabai dapat ditanam di areal sawah maupun tegal, di dataran rendah maupun tinggi, dan saat musim kemarau maupun musim penghujan. Namun
demikian, ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan agar tanaman cabai dapat memberikan hasil yang baik. Agar mendapatkan hasil yang optimal,
berikut syarat tumbuh ideal bagi tanaman cabai: 1.
Iklim Cabai besar atau cabai merah, jenis cabai ini akan lebih sesuai bila ditanam di daerah
kering dan berhawa panas walaupun daerah tersebut merupakan daerah pegunungan. Walaupun demikian, bila tanaman tersebut ditanam di daerah yang berkelembapan
tinggi dengan curah hujan per tahun 600 – 1.250 mm maka tanaman cabai mudah
diserang penyakit, terutama penyakit antrak penyakit patek yang sering menyerang cabai dalam situasi yang sangat lembap.
2. Tanah
Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman. Oleh karena itu, tanah harus subur dan kaya akan bahan organik. Derajat keasaman tanahnya pH tanah antara 6,0
– 7,0, tetapi akan lebih baik kalau pH tanahnya 6,5. Tanah harus berstruktur remah atau
Universitas Sumatera Utara
12
gembur. Walaupun demikian, cabai masih dapat ditanam di tanah lempung berat, tanah agak liat, tanah merah, maupun tanah hitam. Tanah yang demikian memang
harus diolah terlebih dahulu ditanami. Secara umum buah cabai mempunyai banyak kandungan gizi yang masing-masing
jenisnya akan berlainan. Tabel 4. Menunjukkan kandungan gizi buah dari beberapa jenis cabai, baik bentuk segar maupun kering.
Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Buah Segar dan Kering Setiap 100 Gram Bahan
Kandungan Segar
Kering Cabai Cabai Cabai
Cabai Cabai Cabai Hijau Merah Rawit
Hijau Merah Rawit Kalori kal
23 31
103 -
311 -
Protein g 0,7
1 4,7
- 15,9
15 Lemakg
0,3 0,3
2,4 -
6,2 11
Karbohidratg 5,2
7,2 19,9
- 61,8
33 Kalsium mg
14 29
45 -
160 150
Fosfor mg 23
24 85
- 370
- Besi mg
0,4 0,5
2,5 -
2,3 9
Vit. A SI 260
470 11,050
- 576
1.000 Vit. B1 mg
0,05 0,005 0,05
- 0,04
0,5 Vit. C mg
84 18
70 -
50 10
Air g 93,4
90,9 71,2
- 10
8ml b.d.d
82 85
85 -
85 85
Catatan : b.d.d = bagian yang dapat dimakan Sumber : Departemen Kesehatan
Setiadi, 2004
Universitas Sumatera Utara
13
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Usaha Tani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai
modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani
menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisein mungkin sehingga usaha tersebut memberikan
pendapatan semaksimal mungkin Suratiyah, 2011.
2.2.1.1. Teori Biaya Usaha Tani
Menurut Soekartawi 1995, biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu a Biaya tetap fixed cost dan b Biaya tidak tetap variable cost. Biaya tetap ini
umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi, besarnya
biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang
besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.
2.2.1.2. Teori Penerimaan
Menurut Shinta 2011, penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
TR = Yi. Pi
Universitas Sumatera Utara
14
Bila komoditi yang diusahakan lebih dari satu maka rumusnya menjadi:
Keterangan : TR
= Total penerimaan monokultur TRj
= Total penerimaan join Y
= Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i Py
= Harga Y n
= jumlah macam tanaman yang diusahakan
2.2.1.3. Teori Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi 1995, pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi, secara matematis cara menghitung pendapatan usahatani pada
sistem monokultur adalah:
Keterangan : Pd
= Pendapatan usahatani TR
= Total penerimaan TC
= Total biaya Menurut Mosher 1987, pendapatan total pada sistem tumpang sari adalah
pendapatan yang diperoleh dari pengurangan seluruh total penerimaan dari seluruh
Pd = TR - TC
TRj =
Universitas Sumatera Utara
15
jenis komoditi dan seluruh biaya dari seluruh jenis komoditi yang ditanami dalam satu lahan.
Sehingga, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : Pdj
= Pendapatan join TRj
= Total penerimaan join TCj
= Total biaya join i
= komoditi jenis komoditi budidaya n
= jumlah komoditi
2.2.1.4. RC Ratio
Menurut Soekartawi 1995, RC adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara
matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Keterangan: TR
= Total penerimaan
a = RC TR = Py.Y
TC = FC+VC a = {Py.YFC+VC}
Universitas Sumatera Utara
16
TC = Total biaya
Py = Harga output
Y = output
FC = Biaya tetap fixed cost
VC = Biaya variabel variabel cost
RC 1 artinya suatu usahatani layak untuk diusahakan dan dikembangkan, RC = 1 artinya suatu usaha tani mencapai titik impas balik modal, dan RC 1, artinya suatu
usahatani tidak layak diusahakan dan dikembangkan. Menurut Shinta 2011, apabila komoditi yang diusahakan lebih dari satu, maka
rumusnya menjadi :
Keterangan : Yi
= Jumlah produk Pi
= Harga produk Xn
= Jumlah input Pxn
= Harga input 1..n
= Jumlah jenis input RC
≥1 artinya layak untuk diusahakan dan dikembangkan, RC 1 artinya tidak layak untuk diusahakan dan dikembangkan.
=
Universitas Sumatera Utara
17
2.3. Penelitian Terdahulu