49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pelaksanaan Tumpang Sari Tomat-Cabai, Tomat Monokultur dan Cabai Monokultur
Sistem tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu jenis tanaman yang
dilakukan pada sebidang lahan yang sama dan waktu relatif yang sama. Sistem tumpang sari banyak dilakukan di Kabupaten Simalungun khususnya di daerah
Kabupaten Simalungun atas. Kecamatan Purba merupakan daerah Kabupaten Simalungun atas yang banyak melakukan sistem penanaman tumpang sari. Sistem
tumpang sari yang dilakukan di daerah Kecamatan Purba adalah tanaman tahunan dengan tanaman tahunan seperti jeruk-kopi, tanaman tahunan dengan tanaman
semusim seperti kopi-kol, kopi-kacang panjang-jahe, kopi-jahe, kopi-terong belanda- jagung, kopi-cabai-kacang hijau, jeruk-tomat, kopi-padi ladang, jeruk-kol, tanaman
semusim dengan semusim seperti tomat-cabai, cabai dengan kol. Sistem tumpang sari tomat-cabai telah cukup lama dilakukan di daerah Kecamatan
Purba yaitu sekitar sepuluh tahun yang lalu. Alasan petani banyak melakukan sitem tumpang sari tomat-cabai adalah kelangsungan pendapatan petani apabila harga tomat
murah pada saat tertentu, cabai bisa menutupi modal yang dikeluarkan pada saat mengusahakan tanaman tersebut, selain itu dengan modal yang dikeluarkan sedikit
tetapi hasil yang didapatkan banyak. Berbeda dengan sistem tomat monokultur dan cabai monokultur, ketika harga tomat atau harga cabai murah pada saat tertentu petani
Universitas Sumatera Utara
50
terancam tidak bisa menutupi modal yang dikeluarkan pada saat mengusahakan tanaman tersebut.
Teknik sistem penanaman tumpangsari pada intinya tidak berbeda jauh dengan teknik sistem monokultur hanya berbeda pada teknik
– teknik tertentu saja. Untuk lebih jelasnya, berikut dapat dijelaskan teknik penanaman tumpang sari tomat-cabai, tomat
monokultur, dan cabai monokultur : 1.
Persiapan Lahan Persiapan yang dilakukan pada sistem tumpangsari dan monokultur diawali dengan
melakukan traktor, yang disewa oleh petani dengan bandrol harga Rp. 40.0000 per rantai, setelah itu petani melakukan pengorekan lahan untuk pembuatan bedengan
selebar antara 50 – 60 cm, lalu ditabur pupuk kompos dan pupuk kimia setelah dua
minggu pembuatan bedengan. Pengolahan lahan seperti ini bertujuan untuk mempermudah petani untuk melakukan teknik penanaman selanjutnya.
Perbedaan yang terdapat pada sistem tumpang sari dan sistem monokultur pada persiapan lahan ini adalah pada saat pemberian pupuk kompos dan pupuk kimia
dasar. Pada sistem tumpang sari pemberian pupuk kompos dasar yaitu 200 – 500 goni
dengan ukuran 50 kg pada luas lahan rata – rata 0.16 – 0.48 Ha dan pupuk kimia 35
kg per rantai. Sistem tumpang sari tomat monokultur, pemberian pupuk kompos dasar yaitu 100- 250 goni dengan ukuran 50 kg pada luas lahan rata-rata 0.09
– 0.4 Ha dan pupuk kimia dasar 80 kg per rantai. Sistem cabai monokultur, pemberian pupuk
kompos dasar yaitu 100 – 600 goni dengan ukuran 50 kg pada luas lahan rata-rata
Universitas Sumatera Utara
51
0.16 – 0.36 Ha dan pupuk kimia dasar 84,5 kg per rantai. Setelah satu minggu
terhitung pada saat pemberian pupuk kompos dan pupuk kimia dasar baru ditutup dengan mulsa dengan tujuan menjaga kelembapan tanah.
2. Penanaman
Penanaman yang dilakukan pada sistem tumpang sari tomat-cabai menggunakan bibit yang berbagai macam. Untuk tanaman tomat, bibit yang sering digunakan adalah
berbentuk amplop yaitu Kadia. Sedangkan untuk tanaman cabai, bibit yang sering digunakan adalah bibit lokal. Bibit lokal berasal dari bibit yang lama yaitu hasil
perasan dari panen sebelumnya. Sebelum melakukan penanaman, mulsa dilubangi dengan menggunakan kaleng diberi
arang panas, lalu kaleng diberi pemegang. Setelah itu, barulah ditanami 1 lubang per pokok. Jarak tanam antar lubang yang dilakukan pada sistem tumpangsari tomat-
cabai biasanya adalah ± 50 cm dan jarak antar satu bedengan dengan bedengan lain adalah ± 2 m. Pada sistem tumpang sari, cabai ditanam setelah tomat berusia 3
minggu. Sistem Tomat Monokultur dengan jarak tanam ± 50 cm dan jarak antar satu
bedengan dengan bedengan yang lain adalah ± 2 m. Sistem Cabai Monokulutur dengan jarak tanam ± 40 cm dan jarak antar satu bedengan dengan bedengan yang
lain adalah ± 2 m.
Universitas Sumatera Utara
52
Untuk lebih jelasnya, berikut gambar tumpang sari tomat-cabai, tomat monokultur, dan cabai monokultur
Gambar 2. Tumpang Sari Tomat dan Cabai
Gambar 3. Petani Tomat Monokultur
Universitas Sumatera Utara
53
Gambar 4. Petani Cabai Monokultur c. Pemupukan
Pemupukan adalah salah satu bagian dari sistem penanaman yang penting agar hasil yang akan didapatkan banyak. Dalam hal ini pemupukan yang dilakukan pada pola
tumpangsari dan pola monokultur tidak jauh berbeda. Setelah dilakukan pemupukan dasar pada pengolahan tanah, dilakukan pemupukan susulan yang kedua hingga
keempat sampai kelima kali pemupukan. Pada sistem tumpangsari, pemupukan yang dilakukan hanya pada tanaman tomat, dari tomat inilah cabai mengambil unsur hara
karena cabai mempunyai akar samping yang panjang melebar. Pupuk yang sering digunakan pada sitem tumpangsari tomat-cabai adalah Pupuk SS, Paten kali Butir,
TSP, Hidroconplit, dan NPK. Pupuk yang sering digunakan pada tomat monokultur adalah Pupuk SS, SP-36, Hidroconplit, dan KCl. Pupuk yang sering digunakan pada
cabai monokultur adalah Pupuk SS, Hidrocoplit, SP-36, RJ Bus, Kali Cili, Paten Kali Butir, dan NPK.
Universitas Sumatera Utara
54
d. Perawatan Perawatan yang dilakukan pada pola tumpangsari dan pola monokultur adalah
pemberantasan hama dan penyakit PHP, pembuangan tunas atau penyiangan gulma, dan pemasangan patok atau ajir. Pemberantasan hama dan penyakit PHP pada pola
tumpangsari dilakukan pada tanaman tomat saja, cabai tidak dilakukan pemberantasan hama dan penyakit. Karena ketika menyemprot tomat sekaligus
menyemprot cabai, disinilah letak keuntungan sistem tumpang sari dibandingkan pola monokultur. Pemberantasan hama dan penyakit pada pola tumpangsari dan pola
monokultur dilakukan seminggun sekali, kadang tiga hari sekali bahkan sekali satu hari tergantung cuaca yang ada. Pemberantasan hama dan penyakit pada pola
tumpang sari tomat-cabai dan tomat monokultur relatif sama frekuensi penggunaan pestisida sekitar 40
– 60 kali penyemprotan. Sedangkan cabai monokultur frekuensi penggunaannya hanya berkisar 40 kali penyemprotan. Pestisida yang digunakan pada
pola tumpangsari tomat-cabai adalah Record, Antracold, Tridec, Simoksan, Zimox, Daconil, dan Zoker. Pada tomat monokultur pestisida yang sering digunakan adalah
Record, Detain, daconil, Vertitur, Dabat dan Padan. Pada cabai monokultur pestisida yang sering digunakan adalah Record, Manzate, Alika, Indoten, SuperGrow, Endure,
Delamic, Amistartop, dan Bendaz. Pembuangan tunas dan penyiangan gulma pada pola tumpangsari tomat-cabai
dilakukan seminggu sekali, pebuangan tunas tomat dan cabai monokultur sama dengan pola tumpangsari tomat-cabai yaitu seminggu sekali. Sedangkan pemasangan
patok atau ajir pada tomat-cabai dilakukan setelah dua minggu penanaman tanaman
Universitas Sumatera Utara
55
tomat biasanya pemasangan patok dilakukan per lima batang sampai tali tujuh. Begitu juga dengan cabai dilakukan pemasangan ajir atau patik dilakukan per lima batang
tetapi hanya tali tiga sampai tali empat. Pemasangan patok atau ajir yang dilakukan pada pola monokultur baik tomat maupun cabai relatif sama dilakukan per lima
batang sampai tali tiga sampai tujuh. e. Panen
Tomat bisa dipanen pada saat sudah berumur 3 sampai 3,5 bulan dari awal menanam sedangkan cabai bisa dipanen pada saat umur 3 sampai 4 bulan dari awal menanam.
5.2. Penggunaan dan Biaya Produksi pada Pola Tumpangsari Tomat dan