Perempuan dan KB. Pencatatan dan pelaporan ini merupakan faktor utama dimana setelah seluruh kegiatan yang dilaksanakan harus dilakukan pencatatan dan
pelaporan, bahkan dianggap sebagai kegiatan rutin bagi informan. Melakukan pencatatan dan pelaporan penting dilakukan dalam semua
kegiatan. Hal ini berfungsi untuk melihat perkembangan apakah akseptornya meningkat atau sebaliknya. Sebagaimana disampaikan oleh Sujiyatini dalam bukunya
yang berjudul Panduan lengkap pelayanan KB terkini 2009, bahwa kegiatan pencatatan dan pelaporan program KB Nasional merupakan suatu proses untuk
mendapatkan data dan informasi yang merupakan suatu substansi pokok dalam sistem informasi Program KB Nasional dan dibutuhkan untuk kepentingan operasional
program. Data dan informasi tersebut juga merupakan bahan pengambilan keputusan, perencanaan, pemantauan, dan penilaian serta pengendalian program. Oleh karena itu
data dan informasi yang dihasilkan harus akurat, tepat waktu, dan dapat dipercaya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa PLKB, mengetahui kurang efektifnya
kinerja mereka mengingat kendala-kendala yang telah disampaikan di atas tadi. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan nantinya, mereka sama sekali tidak bisa melakukan
apa-apa selain daripada berharap akan adanya perubahan.
5.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penurunan Akseptor KB
Tidak dapat dipungkiri bahwa program KB yang selama ini digagas oleh pemerintah, memiliki kendala tertentu di masyarakat secara khusus ketika
berhubungan dengan persepsi yang ada di masyarakat. Sebagaimana dapat dilihat pada hasil penelitian, masih ada pendapat masyarakat yang tidak benar mengenai KB.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini jelas mempengaruhi penurunan akseptor KB. Beberapa hal yang berhubungan dengan persepsi itu telah coba diatasi melalui pendekatan informal.
Pendekatan pada tokoh masyarakat baik informal maupun formal telah ditempuh oleh PLKB di dalam menjalankan tugasnya. Ke-7 informan menyatakan
bahwa dalam konteks pelibatan tokoh informal, tokoh yang paling sering dilibatkan adalah tokoh yang dituakan dan tokoh agama. Pelibatan para tokoh informal ini
adalah untuk tujuan kelancaran kegiatan yang dilakukan oleh PLKB, bahkan dianggap sebagai sebuah keharusan.
Melibatkan tokoh informal di dalam kegiatan masyarakat penting dilakukan. Hal itu dikarenakan tokoh informal memegang peran penting di dalam
mengendalikan struktur sosial kemasyarakatan. Keberadaan tokoh informal sebagai bentuk partisipasi masyarakat adalah untuk mendorong keikutsertaan masyarakat di
dalam kesehatan mereka sendiri Notoatmodjo, 2007. Sebagaimana disampaikan oleh BKKBN 2008, tokoh formal dan informal
merupakan faktor utama yang menunjang kinerja PLKB. Tokoh informal memegang “kuasa” atas peran-peran sosial di masyarakat. Mengetahui keberadaan mereka, akan
memudahkan berkomunikasi dan menyampaikan pesan tentang KB Liliwer, 2011. Memang masih ada masyarakat yang beranggapan negatif tentang program KB tetapi
semakin lama semakin terlihat perubahan ke arah yang lebih baik. Selain tokoh informal, PLKB juga mengundang tokoh formal. Tokoh formal
yang dimaksud adalah tokoh yang menaungi wilayah Kecamatan dan Kelurahan Desa. Keterlibatan tokoh formal tidak dapat dilepaskan dari struktur pelaksanaan KB
Universitas Sumatera Utara
yang umumnya berada pada level Kecamatan. Dalam melaksanakan program KB, pemerintah menekankan pelibatan tokoh informal.
Selain persepsi, keberadaan elemen masyarakat sendiri sebenarnya amat penting untuk memandirikan pelayanan KB. Karena itulah maka keterlibatan TOMA
dan TOGA penting untuk diperhitungkan. Dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi KIE dan menggerakan TOGA dan TOMA dalam konseling KB ke 7
informan menyatakan bahwa mereka melibatkan TOGA dan TOMA pada saat konseling KB. Keikutsertaan TOGA dan TOMA dalam konseling KB atau di dalam
penyuluhan ini memang hanya untuk menghadiri dan mendengarkan penyuluhan saja. Meskipun demikian, peran mereka strategis karena mereka menempati struktur sosial
yang lebih tinggi di masyarakat yang patrinileal Notoatmodjo, 1993 yang justru akan mempengaruhi peran dari masyarakat lainnya Muzaham, 1995.
Mengikutsertakan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam kegiatan KB memang tidak dominan, karena didalam kegiatan konseling ini yang berperan aktif
adalah PLKB, kader dan tenaga kesehatan. Sebagaimana disampaikan oleh Manuaba 2002, bahwa petugas KB melakukan KIE yakni dalam melakukan konseling,
informasi dan edukasi yang melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjelaskan tentang pengertian serta kegunaan alat KB langsung kepada masyarakat.
Apa yang dilakukan oleh PLKB di dalam menggerakkan masyarakat dapat dilihat dari perspektif masyarakat. Perspektif masyarakat mengenai KB di lokasi
penelitian sebenarnya masih sangat positif. Bahkan dukungan terhadap KB justru datang juga dari mereka yang bahkan tidak mengikuti KB.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal di atas memperlihatkan bahwa persoalan penurunan akseptor KB kelihatannya tidak hanya berhubungan dengan kondisi penyelenggaraan dan
pelayanan KB secara umum, tetapi lebih kepada alasan-alasan yang dikemukakan oleh masyarakat sendiri, antara lain keinginan untuk memiliki anak.
Dukungan tokoh masyarakat tersebut memperlihatkan bahwa program KB di Kabupaten Padang Lawas masih bisa diperkuat dengan meningkatkan keterlibatan
masyarakat. Di sinilah perlu dikaji ulang bagaimana upaya meningkatkan insentif pendanaan untuk petugas PLKB.
5.4 Harapan PLKB