6 tahun, sedangkan informan yang tidak menggunakan akseptor KB yang baru mempunyai anak 1 orang dengan lama menikah 3 tahun. Adapun kelompok
pelaksana KB yang berjumlah 2 orang informan yaitu Ibu Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dimana bertempat tinggal di daerah Kecamatan Sosa, serta
Kepala Seksi Urusan KB yang bertempat tinggal di daerah Kecamatan Hasahatan di daerah Kabupaten Padang Lawas.
4.3 Masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan akseptor KB aktif
Di dalam meningkatkan akseptor KB aktif di daerah Padang Lawas dapat ditarik berbagai masalah yang diungkapkan oleh PLKB, petugas KB dan
masyarakat. Menurut pengakuan informan PLKB, peningkatan akseptor KB aktif sulit mereka lakukan dan kerjakan sebagai bagian dari upaya program peningkatan
akseptor KB. Mereka mengungkapkan bahwa kendala di dalam melaksanakan tugas tersebut adalah kurangnya tenaga yang ada. Sebagaimana diungkapkan oleh salah
seorang diantaranya:
...Maunya ditambah PLKB ntah 5 misalnya ntah kakak kan maunya misalnya di Kecamatan SOSA maunya maulah ntah ada 4 orang gitu kan minimal lah itu
dek...
Nada yang sama disampaikan oleh informan lainnya,
... PLKB kurang bu karena I kecamatan masaklah cuma I PLKB nya semenjak otonomi daerah ini, yaa semenjak itu honor pun tidak adalagi...
Memang cukup ironis jika dibandingkan dengan luasnya wilayah tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana mungkin 7 orang PLKB bisa melayani satu kabupaten
yang luasnya lebih dari 4 ribu km
2
serta dengan jumlah penduduk hampir mendekati 200 ribu jiwa.
Sejak otonomi daerah, menurut pengakuan dari Kepala Kantor
Universitas Sumatera Utara
Pemberdayaan Perempuan dan KB, kendala dukungan terhadap kinerja tenaga petugas KB memang terasa sekali. Jika sebelum otonomi daerah pasokan tenaga
tersebut didapatkan dari pusat, sekarang ini alokasi tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintah daerah sendirilah yang harus menyediakan
tenaga PLKB dan menggajinya sesuai dengan kemampuan daerah tersebut. Sayangnya, bobot perhatian pemerintah daerah ke dalam urusan yang
berhubungan dengan peningkatan SDM petugas KB belum cukup memadai. Tentu saja hal ini berpengaruh sangat besar. Dalam keadaan tersebut, Kepala
Pemberdayaan Perempuan dan KB tentu saja tidak punya pilihan selain daripada menjalankan kegiatan sebagaimana adanya tanpa mampu berkreatifitas dan
berekspansi dengan lebih baik. Bersamaan dengan kurangnya tenaga yang ada, alokasi dana untuk
mendukung PLKB juga minim. Sebagaimana disampaikan oleh staf PP dan KB Kabupaten Padang Lawas, setiap PLKB non-PNS hanya menerima insentif sebesar
Rp. 750 ribu setiap bulannya, yang harus mendukung seluruh kegiatan PLKB, termasuk uang transport. Sementara PLKB yang PNS menerima sesuai gajinya
sendiri. Angka ini jelas bagi PLKB sangat minim, mengingat luasnya area yang menjadi cakupan mereka dan terbatasnya tenaga yang ada.
Terkendalanya dana tersebut terlihat dari kegiatan PLKB yang sangat minim di Posyandu dimana mereka seharusnya menyampaikan penyuluhan. Faktanya
sebagaimana diungkapkan oleh PLKB, mereka tidak dapat melakukannya karena terkadang lokasinya jauh. Karena itu mereka menyiasatinya dengan melakukan
kerjasama dengan bidan atau petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
Posyandu.
4.4 Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah akseptor