84
BAB IV KISAH PELAYAN PEREMPUAN DI GBI RAYON IV SUMATERA
RESORT
4.1.Elisabet Napitupulu 4.1.1. Profil Elisabet Napitupulu
Elisabet Napitupulu merupakan seorang pelayan perempuan yang di GBI Rayon IV. Peneliti menyebutnya dengan panggilan Kak Elisabet. Kak Elisabet berusia 40
tahun, sehari-harinya bekerja sebagai fulltimer GBI Rayon IV Sumatera Resort di Departemen Internal Audit. Ia merupakan salah satu pelayan perempuan yang
melakoni pelayanan dalam banyak hal. Adapun jenis-jenis pelayanan gereja yang sampai saat ini dilakukannya ialah Singer penyayi latar, WL Worship
LeaderPemimpin Ibadah pengkhotbah di JC Junior Church, dan kadangkala menjadi pengkothbah di ibadah pemuda GBI. Pelayanan yang dilakukannya tidak
hanya di ibadah rayaminggu saja, namun juga ibadah-ibadah lainnya yang terdapat di GBI Rayon IV.
Sebagai fulltimer yang bekerja dan mengabdikan dirinya untuk gereja setiap bulannya para pekerja fulltimer dan parttimer menerima PK Persembahan
Kasih, karena menurut aturan Alkitab para pekerja seperti mereka diumpamakan seperti Orang Lewi yang bekerja untuk pelayanan. Jadi, menerima persembahan
Universitas Sumatera Utara
85 kasih sebagai bentuk upah dari pekerjaan pelayanan yang dilakukan
24
. Selama menjadi fulltimer Kak Elisabet telah banyak mencicipi banyak divisi atau
departemen yang ada di GBI. Ia bercerita awalnya ia dipekerjakan di bagian Adminisitrasi Sekretariat, kemudian berpindah ke bagian yang mengurusi
Pastoral, setelah itu dipindahkan ke Departemen JC Junior Church sebagai Kakak Pembina dan juga yang mengurusi admistrasinya, kemudian berpindah lagi
ke Bagian Pembelian, dan saat ini berada di Departemenen Internal Audit. Kak Elisabet di GBI rayon IV sebagai fulltimer di Departemen Internal Audit.
Pekerjaannya yakni mengaudit data. GBI sudah terdaftar Sertifikasi ISO Global, yang mana memiliki sertifikat bahwa GBI secara manajemen mengikuti Standar
Internasional. Jadi untuk memantau setiap departemen GBI mengikuti aturan- aturan dan Standar Internasional ada satu depertemen yakni Departemen Internal
Audit dengan jabatan MR Management Representative sementara eksternal audit ialah dari pusat Jakarta yang mana satu tahun sekali akan dilakukan audit,
sebelum mereka dating mengecek. Maka internal audit dilaksanakan tiga bulan sekali dalam setahun. GBI sudah memakai ISO 9001 sejak tahun 2012, dengan
dasar penggunaan ISO ialah supaya teratur secara administrasi manajemen meskipun hanyalah sebuah gereja.
4.1.2. Sejarah Melayani
Ia melayani di Gereja Bethel Indonesia sudah delapan belas tahun yakni sejak tahun dimulai tahun 1998. Sebelum melayani di GBI, ia juga pernah melakukan
24
Fulltimer merupakan sebutan bagi orang-orang yang bekerja di kantor mengurus administrasi gereja kantoran baik non kantor seperti petugas keamanan, petugas kebersihan dan sebagainya.
Ada juga Parttimer yang bekerjanya hanya setengah hari dari pekerja fulltimer. Tugas yang dilakukan dikatakan tergolong pelayanan juga karena bekerja untuk gereja.
Universitas Sumatera Utara
86 pelayanan di kampusnya semasa kuliah yakni pelayanan Kebaktian Mahasiswa
Kristen KMK-USU. Saat itu ia sedang menempuh pendidikan D3 Komputer Fakultas MIPA. Di dalam pelayanan KMK ini mengikuti Kelompok Kecil KK
dan kegiatan lainnya. Pada tahun 1995 mulai bertobat di Kampus melalui pelayanan kampus yang diikutinya. Kemudian pada tahun 1996 ia mulai
bergabung di gereja beraliran karismatik yakni GBI diajak oleh orang-orang sekitarnya. Sementara ia dan keluarganya merupakan jemaat HKBP Huria
Kristen Batak Protestan yang merupakan gereja kesukuan. Almarhum ibunya terlebih dahulu masuk dan mengikuti kegiatan serta ibadah di GBI. Namun pada
saat itu ibunya tetap beribadah minggu di HKBP bersama ayahnya. Kegiatan yang diikuti ibunya adalah FA Family Altar yang ada yang diadakan di rumah
mereka. ”Awalnya dulu mamak yang duluan ikut ibadah GBI, buka FA di rumah
sama keluarga lainnya. Jadi aku di usia itulah mengenal gereja karismatik
.”
Ia mengikuti jejak ibunya kemudian mengenal GBI dan merasa bertumbuh secara rohani di gereja tersebut hingga akhirnya rutin beribadah dan mengikuti kegiatan
GBI. Setelah mempelajari banyak tentang GBI, pada tahun 1997 kemudian ia berkomitmen dan melaksakan baptis selam di GBI.
Makna baptisan selam adalah pengakuan bahwa seseorang telah dipersatukan dengan Tuhan Yesus Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Ketika
seseorang itu masuk ke dalam air, hal itu merupakan pernyataan komitmen untuk meninggalkan kehidupan lamanya atau mati terhadap kehidupan lamanya. Setelah
itu, ia akan ditenggelamkan ke dalam air sebagai lambang peristiwa penguburan
Universitas Sumatera Utara
87 Yesus. Sedangkan yang ketiga adalah keluar dari air yang berarti kebangkitan dari
kematian dan hidup dalam kehidupan baru. Roma 6:3-5 Setelah menamatkan studinya di kampus pada tahun 1998 ada kesempatan dimana
GBI Medan Plaza pada saat itu membuka lowongan untuk menjadi pekerja fulltimer Sekretariat GBI Raon IV. Kemudian ia melamar dan diterima menjadi
fulltimer di GBI Medan Plaza dimana pada saat itu masih merupakan pusat GBI Rayon IV
25
. “Kenapa aku pengen jadi pelayan, awalnya dulu aku lihat fulltimer di
Perkantas. Terus aku jadi termotivasi, kayanya seru ya bekerja jadi fulltimer untuk pelayanan.
”
Pada tahun 1998 disaat masih baru memulai belajar, ia melayani di kelompok FA Family Altar GBI yang yang merupakan kelompok kecil yang terdiri dari
belasan anggota FA yang mana di dalamnya terdapat kegiatan rohani seperti ibadah kelompok, doa, praise and worship, ice breaker. Di dalam kelompok FA
inilah ia mulai belajar menjadi pemimpin ibadah atau yang biasa disebut WL Worship Leader, menjadi pemusik, bahkan menjadi singer. Pelayanannya di FA
dimulai sejak menjadi anggota, kemudian seiring berjalannya waktu diangkat menjadi sekretaris FA, wakil ketua, dan kemudian menjadi ketua FA
26
. Ia juga menceritakan pernah menjadi sekretaris FA Cabang di Menteng. Sejak tahun 2010
25
Fulltimer merupakan sebutan bagi orang-orang yang bekerja di kantor mengurus administrasi gereja kantoran baik non kantor seperti petugas keamanan, petugas kebersihan dan sebagainya.
Ada juga Parttimer yang bekerjanya hanya setengah hari dari pekerja fulltime. Tugas yang dilakukan dikatakan tergolong pelayanan juga karena bekerja untuk gereja.
26
FA adalah singkatan dari Family Altar, suatu wadah berupa kelompok-kelompok kecil dimana setiap jemaat digembalakan dengan baik sebagai perpanjangan tangan dari Gembala Pembina.
Dengan jumlah jemaat yang sangat besar, tentu tidak cukup waktu bagi gembala untuk melayani jemaat satu persatu, melalui FA semua jemaat dapat digembalakan, mendapat pesan-pesan dan
tuntutan yang sama dari Gembala Pembina untuk didiskusikan dan diterapkan. Melalui FA setiap jemaat dipersiapkan agar layak menjadi mempelai Kristus yang berarti dewasa secara rohani.
Warta FA
Universitas Sumatera Utara
88 ia sudah tidak aktif lagi di GBI Cabang Menteng dan kini pelayanannya fokus di
GBI Pusat yakni Sumatera Resort dan setiap utusannya di cabang-cabang lain. Ia mulai melayani menjadi singer pada Tahun 1999 di GBI Cabang Menteng.
Setelah banyak belajar kemudian mencoba menjadi WL, dan kemudian ia aktif juga dalam pelayanan pemuda GBI Cabang Menteng yang dibuka mulai tahun
2001. Dalam pelayanan pemuda ia juga menjabat sebagai sekretaris. Tak lama setelah itu ia mulai menjajagi pelayanannya sebagi singer di GBI pusat yakni GBI
Medan Plaza. Ia pun mengikuti audisi untuk WL dan kemudian melayani menjadi WL setelah lulus audisi sekitar tahun 2003. Sebelumnya ia juga sudah menjadi
WL di GBI Cabang Menteng, namun untuk menjadi WL di GBI pusat harus mengikuti standar yaitu mengikuti audisi dan seleksi jika lulus barulah boleh
melayani di GBI pusat.
4.1.3. Pandangan dan Pengetahuan Pelayannan
Ia aktif melayani sebagai WL dan singer di GBI rayon IV Sumatera Resort bahkan GBI cabang-cabang lainnya, dan baru-baru ini sekitar bulan Februari 2016
lalu ia diberikan kesempatan dan dipercaya untuk mengajar kelas KOM Kehidupan Orientasi Melayani untuk beberapa materi seperti materi pujian dan
penyembahan. Selain itu ia juga aktif pelayanan di Junior Church menjadi pengkhotbah. Tak hanya itu ia juga mengambil bagian dalam ibadah pemuda yang
ada, kadang ia diundang menjadi pengkhothbah di ibadah pemuda. Alasan mengapa ia tertarik untuk mengambil bagian dalam pelayanan pemuda ialah
karena ia memiliki visi bagi anak-anak muda agar tidak salah dalam memilih jalan dan pergaulan. Karena menurut pandangannya di masa ini banyak anak muda
Universitas Sumatera Utara
89 yang terikut. Seperti di alkitab tertulis bahwa pergaulan yang buruk merusak
kebiasaan yang baik. Sehingga dengan adanya kepekaan dari orang-orang sekitar diharapkan mampu membangun pergaulan dan pertumbuhan rohani para pemuda
Kristen. Peran Kak Elisabet di pelayanan pemuda ialah khotbah dan konseling dan
bertanya-tanya baik itu tentang hubungan dengan orang tua, dengan teman, bahkan hubungan dengan lawan jenis yang tujuannya mengarahkan setiap
keputusan-keputusan yang diambil para pemuda. Tak jarang juga ia membagikan apa yang dimilikinya dalam bentuk saran, cerita bahkan kesaksian untuk setiap
pemuda yang konseling dengannya. “Pelayanan lainnya yang aku lakukan selain Worship Leader, aku juga
pelayanan di Junior Church dan khotbah di Ibadah Pemuda yang artinya kita juga membagikanlah apa yang pernah kita terima kepada
adik-adik yang disana sebagai sebuah kesaksian ”
Pelayanan WL yang biasanya dilakukan ialah setiap minggu, namun kadang- kadang juga dalam setiap bulan diundang menjadi pengkhotbah di JC Junior
Church. Maka, untuk mengatur setiap jadwal yang padat ia juga harus mampu memanajemen sebaik mungkin dan melakukan lobbying dengan pihak
Departemen Musik agar jadwal pelayanannya tidak bentrok. Dan belakangan ini ia dipercayakan mengajarkan di kelas KOM baik di pusat maupun di cabang
dengan materi „pujian dan penyembahan‟. Ia bercerita tentang pengalaman pertamanya menjadi pengkhotbah di FA, dimana saat pertama kalinya sangat
gugup dan gemetaran. Namun, seiring berjalannya waktu selalu melatih diri dan hingga kini sudah terbiasa dan santai saja.
Universitas Sumatera Utara
90 Sebelum menjadi WL awalnya ialah pelayan singer yakni penyanyi latar yang
biasanya berjumlahkan 3-5 orang dalam suatu ibadah. Namun, seiring berjalannya waktu ia termotivasi untuk mencoba mengikuti audisi WL. Memang
sesungguhnya cikal-bakal WL ialah berasal dari singer, namun WL sangat berbeda perannya dengan singer yang hanya menyanyikan pujian penyembahan
saja, berbeda halnya dengan WL yang memimpin jalannya ibadah mulai dari awal hingga akhir serta harus memiliki kapasitas ber-fellowship, berdoa, memuji dan
menyembah serta membawa jemaat untuk masuk ke dalam hadirat Tuhan. Dengan kata lain singer tidak bisa membawa dan mengarahkan jalannya ibadah, mereka
hanyalah bernyayi untuk membantu peneguhan vocal dan pembagian suara pada saat menyanyikan pujian dan penyembahan, berbeda halnya dengan Worship
Leader WL. Sampai saat ini pun ia tetap melayani sebagai singer. Untuk menjadi seorang singer maupun WL harus mengikuti tahap dan standar
yang telah ditetapkan. Proses penyaringan audisi melalui Departemen Musik. Pada masa itu Kak Elisabet sudah terlebih dahulu menjadi fulltimer GBI Medan
Plaza yang notabene juga sudah melayani sebagai singer di GBI Cabang Menteng. Kemudian ia mengikuti audisi singer GBI Cabang Pusat yang mengaudisi ialah
Kepala Departemen Musik. Setelah audisi lolos kemudian ditraning dan latihan dan direkomendasikan untuk melayani.
Menurutnya pujian dan penyembahan, pada jaman dulu tabut Tuhan diangkat oleh beberapa orang. Jika direfleksikan pada pemahaman pelayanan masa kini pujian
penyembahan merupakan tabut Tuhan yang dibawakan oleh beberapa orang yang terdiri dari Worship Leader, Singer, Pemusik Drum, Keyboard, Bass, Gitar,
Saxophone ini adalah tim dan pemimpinnya adalah WL.
Universitas Sumatera Utara
91 Menurut Kak Elisabet tujuan dari pada pujian penyembahan ialah untuk Tuhan,
karena di dalam Firman Tuhan dikatakan bahwa Tuhan bertahta atas pujian dan penyembahan umatnya. Jika Tuhan sudah bertahta maka Ia akan melawat
umatnya dan meyatakan kemuliannya. Pujian penyembahan yang dilakukan jemaat mengalir dari setiap pribadi masing-masing tanpa paksaan.
Pelayanan yang dilakukan hampir setiap hari sangat ia nikmati. Ketika ditanya apa arti melayani menurut pendapatnya, ia mengatakan bahwa makna pelayanan
baginya adalah melayani Tuhan dan melayani sesama. Menurut pendapatnya makna pelayanan baginya adalah melayani Tuhan dan melayani sesama. Melayani
berarti mengasihi „mengasihi‟, dan bagaimana cara mengasihi dikembalikan kepada setiap pribadi masing-masing. Misalnya menjadi seorang WL adalah
untuk memuji Tuhan karena kita mengasihi Tuhan dan sembari itu WL juga harus mampu membawa jemaat untuk turut memuji Tuhan yang merupakan bentuk kita
mengasihi sesama kita. Selain memiliki „kasih‟ kepada Tuhan yang menciptakan, manusia juga harus mengasihi sesamanya manusia, itulah bentuk pelayanan yang
Kak Elisabet artikan. “Melayani ya mengasihi, nah kalo mengasihi itu kan kembali kepada
setiap pribadi masing-masing. Misalnya menjadi seorang WL adalah untuk memuji Tuhan karena kita mengasihi Tuhan dan sembari
membawa jemaat untuk turut memuji Tuhan agar tidak hanya kita yang
menikmati hadirat Tuhan” Adapun motivasi ataupun dorongan yang membuat ia tertarik melayani awalnya
ialah ingin bekerja untuk Tuhan di dalam gereja, disamping itu ia selalu „rindu‟ untuk mengasihi Tuhan dan sesama dengan pelayanan yang dilakukannya
Universitas Sumatera Utara
92 seberapapun ia mampu dengan talenta
27
yang dimilikinya baik itu bernyanyi maupun mengajar. Melayani belasan tahun bukan hal yang sulit dan bukan hal
yang mudah untuk dilakukan. Baginya memberi, menikmati dan mencintai pelayanan adalah kunci melakukan pelayanan dengan baik sampai akhirnya.
”Ya kita cintai pelayanan ini gitu, artinya membangun orang lain dengan talenta yang kita miliki. Misalnya aku nih jadi WL atau Singer
kalo orang tidak mendapat dampak dan menjadi berkat, jangan sampai orang lain tidak terhanyut memuji Tuhan juga, nah begitu juga untuk
menyanyi atau khotbah.”
4.1.4. Pelayanan Keluarga
Sebagai seorang pekerja fulltimer di Sekretariat GBI Rayon IV Kak Elisabet bekerja setiap hari Selasa-Sabtu, dimana senin sampai jumat bekerja mulai pukul
09.00-16.00 WIB, sementara hari sabtu bekerja hanya setengah hari saja. Untuk hari Minggu dan Senin merupakan jadwal untuk Kantor GBI Rayon IV tidak
beroperasi atau libur. Baginya bekerja sebagai seorang fulltimer di gereja adalah suatu pelayanan yang selalu diidamkan. Di luar itu ia juga memiliki banyak
jadwal pelayanan bahkan jadwal latihan, sekalipun sudah lama melayani tetap saja para pelayan khususnya pelayan music mengadakan latihan. Untuk latihan para
singer dilakukan setiap hari kamis malam. Kesibukannya tentu saja tak lepas dari aktifitas yang berbau pelayanan.
Kak Elisabet menceritakan tentang bagaimana kehidupan pribadinya di luar pelayanan, yakni di rumah. Ditengah jadwal pelayanannya yang padat setiap
minggunya, ia tidak mengesampingkan tugas-tugasnya di rumah. Menurutya
27
Talenta adalah suatu kemampuan atau keahlian yang diberikan oleh Tuhan Allah kepada seseorang supaya dia bisa terlibat dalam mengurus kekayaan yang Tuhan m
iliki “Sebab Kerajaan Sorga sama seperti orang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya
dan mempercayakan hartanya kepada mereka.”
Universitas Sumatera Utara
93 dalam hidup ini tidak hanya bekerja dan pelayanan di gereja saja melainkan ada
waktu untuk bersantai. Manusia juga memiliki keluarga yang harus diperhatikan juga, dimana ia juga harus melakukan pelayanan bagi keluarganya. Ia juga selalu
meluangkan waktunya untuk keluarganya dan memperhatikan ayahnya, khususnya untuk makanan ayahnya harus ia persiapkan.
“Kita kan hidup ada untuk bekerja, ada hidup untuk keluarga, ada waktu untuk istirahat, kan gitu. Ya mungkin kalau kami dari jam sembilan
sampai jam 4 itu bekerja. “ Kak Elisabet merupakan anak keempat dari enam bersaudara di keluarganya. Ia
sampai saat ini masih single dan belum berkeluarga. Dari kelima saudaranya hanya ia dan adiknya yang belum menikah. Ia tinggal hanya bersama ayahnya saja
di rumah karena ibunya sudah meninggal dunia. Selain melayani di luar baik di lingkungan pergaulan dan di gereja baginya sangat penting melayani keluarga.
Kasih yang paling utama itu ditunjukkan bagi Tuhan, yakni hubungan pribadi dengan Tuhan, kemudian yang kedua ialah keluarga, dan yang ketiga barulah
dengan teman-teman dan lingkungan. Ia bercerita juga setiap harinya berdoa untuk keluarga adalah yang paling utama, kemudian juga berdoa bagi pemimpin
rohani, kemudian berdoa bagi lingkungan bangsa dan negara. Ayahnya beribadah di gereja yang berbeda dengannya, ayah Kak Elisabet
merupakan jemaat tetap dan beribadah di Gereja HKBP Huria Kristen Batak Protestan yang merupakan gereja protestan kesukuan yaitu suku Batak Toba.
Menurutnya sekalipun berbeda dengan ayahnya ia tak pernah membatasi diri baginya melayani keluarga adalah prioritas. Sebagai bentuk kasihnya kepada
orang tuanya ia kadangkala beribadah bersama dengan ayahnya di Gereja HKBP
Universitas Sumatera Utara
94 pada saat momen-momen tertentu seperti misalnya ibadah paskah, ibadah tahun
baru, dan sebagainya. Ia juga bercerita waktu perjalanan ke Jambi ayahnya beribadah dengannya di GBI.
Selain itu melayani keluarga ia wujudkan dalam bentuk melengkapi dan memperhatikan setiap kebutuhan keluarganya. Pelayanan bagi keluarga perlu
dilakukan agar kita menjadi berkat bagi keluarga. Kalau ada acara biasanya mereka akan kumpul bersama keluarga dan ia melibatkan diri dalam fellowship
keluarga. Ia memiliki panggilan religius di keluarga Orang tuanya juga memberi support terhadap pelayanan yang dilakukannya.
Sejauh pelayanannya dari awal sampai saat ini, ia tidak pernah dimarahi atau dilarang mengikuti dan ibadah di GBI hanya saja ia bercerita pernah ditegur
karena pulang kemalaman. Baginya teguran itu lumrah yang diyakini karena keluarganya memperdulikannya. Dalam melakukan pelayanan orang tuanya tetap
memberi dukungan dan bersikap santai sekalipun mereka beribadah di gereja yang berbeda. Karena pada umumnya keluarga Kristen biasanya beribadah di gereja
yang sama ataupun dalam satu aliran gereja yang sama. Namun dalam konteks ini keluarga Kak Elisabet adalah keluarga yang membebaskan pilihan bagi anak-
anaknya. ”Nah, lama-lama kita terlalu aktif bukan dimarahin karena mengikut
gereja itu, enggak. Dimarahin karena „kau terlalu sibuk disana, pulang terlalu malam‟ nah begitu kan. Namanya juga anak perempuan, kalau
aku tidak dimarahin dan tidak ditegur berarti dia mengijinkan dan semuanya baik-
baik aja” Sebagai seorang pekerja yang melayani di Ladang Tuhan, kak Elisabet
mendapatkan dukungan positif dari ayahnya. Bahkan ayahnya melakukan hal-hal
Universitas Sumatera Utara
95 yang kecil untuk membuktikan dukungannya kepada anaknya yang melakukan
banyak pelayanan di gereja. “Kalau mau pergi gereja, nanti bapak pagi-pagi ngeluarin kereta,
keretaku dan kereta bapak, ya artinya dia support kita. Nanti kalau dia liat aku beres-
beres dia Tanya „lis, nanti kau gereja pagi?‟ „iya pak..‟ trus kereta dikeluarin dan dua-dua dipanasin, kadang-kadang nanti
kalau diliatnya agak lama dicucikan lagi, aduhh, malu sebenarnya tapi l
uar biasa supportnya.. hehe” Setiap hari minggu kadangkala ia ibadah lebih dari satu kali karena berhubung ia
melakukan pelayanan. Biasanya setelah ibadah pagi sorenya juga masih ada pelayanan, tapi ayahnya tidak pernah protes dengan kesibukannya, karena ia
sudah membereskan setiap pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar tidak menjadi halangan baginya melakukan pelayanan. Persiapan di rumah yang biasa
dilakukan misalnya menyediakan sarapan dan makan siang untuk sang ayah. Ada stigma yang muncul di publik selama ini yang mengatakan bahwa orang-
orang Kristen yang beraliran karismatik cenderung tidak peduli dengan keluarga dan hanya memprioritaskan pelayanan saja. Baginya isu itu salah besar karena
faktanya di pelayanan diajarkan juga bagaimana mengasihi keluarga. Itu hanya oknumnya saja yang salah mengartikan. Namun ia tidak memperdulikan hal
tersebut karena ia memiliki prioritas di dalam hidupnya dan itu merupakan bentuk pelayanan juga baginya.
4.1.5. Pandangan Terhadap Pelayanan Perempuan di Gereja
Kak Elisabet berargumen bahwa setiap orang harus melayani, begitu juga perempuan. Laki-laki dan perempuan harus melayani. Karena di Alkitab tertulis
amanat agung untuk melayani, bukan berdasarkan jenis kelamin. Melainkan
Universitas Sumatera Utara
96 semua umat manusia harus melayani. Demikianlah prinsip Kak Elisabet dalam
melayani tidak pandang jenis kelamin, melainkan memandang siapa yang manusia
layani.
“Setiap orang harus melayani, ga cuma perempuan aja atau laki-laki aja, tapi semua orang harus melayani Kan ada tertulis di Matius 28 :
19-20 yait u amanat agung. PerintahNya kan „pergilah dan jadikanlah
semua bangsa muridKu‟ yang disuruh pergi siapa? Apakah perempuan ataukah laki-laki? Kan tidak ada kan. Artinya laki-laki dan perempuan
harus pergi, dan menjadikan bangsa murid kita ya berarti kita harus
melayani”
Kak Elisabet memandang perempuan pantas dan sah-sah saja melayani di gereja. Perempuan juga manusia yang diciptakan oleh Tuhan untuk memuji dan
memuliakan Tuhan. Melayani itu tidak karena jenis kelamin, namun berdasarkan talenta dan kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Bahkan menurut
pandangannya perempuan lebih banyak melayani dimana-mana.
“Pantaslah ya kan, karna itu itu tergantung dari kapasitas dia, maksudnya adalah tergantung kemampuan atau talenta yang dimiliknya
apa. Bahkan banyak perempuan yang mungkin lebih pantas dalam mengerjakan hal-
hal tersebut” Prinsip melayani menurutnya adalah yang pertama melayani Tuhan, kemudian
keluarga, dan kemudian teman, lingkungan, kerabat, bangsa bahkan negara. Pelayanan itu bisa dimana saja termasuk di lingkungan sehari-hari di rumah, di
pertemanan, di tempat bekerja, dan sebagainya. Perempuan dalam melayani harus memiliki prinsip dan tetap mengingat prioritas. Boleh saja melayani tapi harus
diingat bahwa ia masih memiliki keluarga yang harus diperhatikan dan harus melihat setiap kebutuhan mereka juga. Ia mengatakan bahwa ia juga disamping
melayani harus melihat kebutuhan orang-orang di sekitarnya baik keluarga, teman, lingkungan, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
97 Selama melakukan pelayanan ia tidak pernah mendapatkan perlakuan
diskriminasi, pelecehan, bahkan dipojokkan karena statusnya perempuan. Hanya saja ia mengeluhkan bahwa dalam pelayanannya ia pernah mendapatkan sedikit
kritikan dari orang sekitar sepeti keluarga besar yang berbeda aliran gereja dengannya, yang disebabkan karena perbedaan pilihan tempat melayani dan
bertumbuh. Di GBI perempuan tidak dibatasi melayani, namun hanya ada persoalan pantas atau tidak pantas seperti di GBI belum pernah ada perempuan
yang melayani. “Ya ini persoalan pantas atau tidak pantas saja, belum pernah di gereja
kita ini ada perempuan yang melayani bermain drum. Apakah belum pernah ada yang mendaftar menjadi pemain drum atau apa. Tapi rasa-
rasanya kurang pas lah ya kalau perempuan main drum di gereja ya, mungkin. Tapi ga tau sih, aku
hanya memikirkan aja hehe” Menurutnya pelayan perempuan di GBI secara sikap dan penampilan harus
menunjukkan sisi perempuannya seperti feminim, anggun, bijaksana. Ia bercerita dulu sewaktu kuliah ia sangat maskulin secara penampilan, namun semenjak
berkecimpung dengan pelayanan harus menyesuaikan diri dengan apa yang pantas sebagai pelayan perempuan
“Aku tuh dulu waktu kuliah macho kali loh, waktu kuliah aku dulu aku pake jins, sepatu kets, jarang sekali bawa tas, ya cuma bawa notes gitu
hehe.. trus pertama-tama bertobat aku juga ikut FA pake jins. Namanya masih anak kuliah kan, trus bawa gitar. Karena dulu aku anak pramuka,
jdi terbawa. Tapi pas udah kerja mau ga mau harus berubah. Harus
pakai rok misalnya, ya harus merubah diri.” Seorang pelayan perempuan sebagai hamba Tuhan harus bersikap memiliki
karakter dan dibentuk seperti Kristus yang bersikap kudus. Perempuan harusnya menunjukkan seharusnya dirinya sebagaimana adanya. Begitu pula Kak Elisabet,
ia harus menyesuaikan dirinya saat harus melayani.
Universitas Sumatera Utara
98 Ia menceritakan bagaimana GBI awalnya dibuka di Medan dan sejak saat itu
ternyata sudah banyak perempuan yang melayani hingga kini. Ia terinspirasi dengan peranan tokoh Alkitab perempuan yaitu Ester, dimana Ester memiliki
peran penting dalam menyelamatkan bangsanya dan terkenal dengan kebijaksanaannya. Menurutnya dalam melayani haruslah mengerti apa itu
melayani dan memahami esensi daripada melayani. Jangan sampai ketika melayani kita memiliki motivasi yang salah, misalnya hanya sekedar ingin
mencari ketenaran dan selalu tampil memukau dengan pelayanannya. Baginya perempuan sebagai pelayan intinya adalah melayani Tuhan dengan hati yang
rendah hati, tulus, tanpa adanya motivasi-motivasi yang salah. Jangan sampai ketika melayani malah menjadi sombong dan berpotensi mencuri kemuliaan
Tuhan yang disembah. Kak Elisabet bercerita awalnya dia melayani motivasinya ialah tertarik menjadi
fulltimer atau pekerja Tuhan bekerja di ladang Tuhan. Motivasi menjadi pelayan ialah awalnya ketika FA terpaksa mau tidak mau menjadi WL, dan sebagainya.
Namun seiring berjalannya waktu merasa terpanggil dan memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan di gereja. Baginya menjadi seorang pelayan tidaklah
sekudus yang orang-orang bicarakan. Pelayan juga manusia biasa yang kadangkala tak luput dari dosa dan keinginan daging duniawi, hanya saja
panggilannya saja yang berbeda yakni melayani Tuhan dengan apa yang dimilikinya.
Jatuh bangun dalam melakukan pelayanan selama belasan tahun tentu saja pernah dialami. Karena dalam bertemu orang-orang tentu saja pernah mengalami
Universitas Sumatera Utara
99 ketidaksepahaman, gesekan-gesekan kecil bahkan konflik. Kak Elisabet bercerita
pernah mengerjakan suatu pekerjaan pelayanan dan setelah melakukannya malah dikatakan tidak beres dalam mengurusnya. Serta banyak masalah bahkan konflik
yang dialaminya selama pelayanan, baik itu yang berkenaan dengan pelayanan bersama maupun hal-hal yang bersifat pribadi. Kadangkala masalah yang dating
itu mengintimidasinya hingga pernah nyaris ingin menyerah mengerjakan pelayanan, namun syukurnya sampai saat ini masih bisa menyelesaikan bahkan
bertahan melayani. Melayani juga harus mau belajar agar menjadi lebih baik lagi, demikianlah prinsip
Kak Elisabet dalam pelayanannya. Dengan banyaknya pelayanan yang dilakukannya ia ingin mengembangkan apa yang ia bisa untuk berbagi kepada
sesama bahkan untuk melayani. Sampai saat ini ia masih sangat menikmati pelayanannya dan sangat mencintai pelayanan yang dilakukannya.
4.2.Pdm. Dra. Erni Simatupang, M. Mis. 4.2.1. Profil Erni Simatupang
Ibu Erni simatupang, usia 48 tahun, merupakan seorang pendeta perempuan Gembala Jemaat
28
yang melayani di GBI Sumatera Resort Rayon IV dan merupakan Gembala Sidang Pendeta yang memimpin di gereja cabang GBI
Sibolga. Ibu Erni sudah terlibat dalam pelayanan selama 23 tahun yaitu dimulai sejak tahun 1993. Kemudian Ibu Erni dipercayakan menjadi gembala sidang
28
Gembala merupakan sebutan atau penamaan untuk orang yang mengasuh dan membina jemaat pemimpin jema
at dalam suatu wadah maupun gereja. Diumpamakan seperti „gembala dan domba.‟ Gembala bertugas menggembalakan jemaat, seperti yang dilakukan Tuhan Yesus
terhadap jemaatnya.
Universitas Sumatera Utara
100 sudah 9 tahun. Ibu Erni kini merupakan Gembala Sidang cabang di GBI Cabang
Sibolga. Ibu Erni sudah menjadi gembala cabang GBI Cabang Sibolga 22 Juli 2007.
Pelayanan yang Ia lakukan tidak hanya di Sibolga ia tetap bertugas melakukan pelayanan di Kota Medan yakni di Rayon IV Medan. Ibu Erni tidak hanya
merupakan seorang pendeta perempuan di GBI Rayon IV, namun ia juga merupakan dosen di Sekolah Tinggi Teologia STT Pelita Kebenaran yang
notabene merupakan perguruan tinggi teologia GBI Rayon IV. Ibu Erni melakukan banyak pelayanan dengan mobilitas yang cukup tinggi. Setiap minggu
pertama hari senin ia mengikuti doa pengerja yang dilaksanakan di GBI Sumatera Resort.
Ibu Erni juga aktif mengajar di KOM Komunitas Orientasi Melayani di GBI Rayon IV. Ibu Erni menceritakan bahwa setiap hari minggu ia tidak selalu
berkhothbah di gereja yang sama setiap minggunya. Hal ini dikarenakan GBI sudah menetapkan metode keliling untuk setiap pengkotbah agar pertumbuhan
gereja dan jemaat diisi dan didukung dari lima karunia jawatan yang diberikan Tuhan Yesus kepada gereja-Nya. Adapun kelima jawatan tersebut yakni rasul,
nabi, pemberita-pemberita injil, gembala dan guru. Maka jika beribadah tak jarang ditemui pengkhothbah yang berbeda setiap minggunya. Metode seperti ini
bertujuan untuk membangun jemaat agar jemaat pun mengalami pertumbuhan rohani yang tidak monoton. Sehingga jika dihitung, Ibu Erni hanya satu atau dua
kali sebulan saja melayani sebagai pengkhotbah minggu di GBI Sibolga yang ia pimpin. Selebihnya ia ditugaskan melaksanakan pelayanan minggu ke luar kota
Universitas Sumatera Utara
101 yang masih merupakan cabang Rayon IV misalnya Berastagi, Medan, Rantau
Prapat, Padang Sidempuan, Louksemawe, bahkan kota-kota lainnya yang masih dalam cakupan Rayon IV di antaranya Sumatera Utara, Aceh, dan Kepulauan
Riau. Oleh sebab itu seorang gembala tidak selalu stay di gereja dia bertempat.
4.2.2. Sejarah Melayani dan Keterlibatan Dalam Pelayanan
Sejak kecil ia sudah menjadi seorang yang hidup di lingkungan gereja, karena orangtuanya merupakan seorang Vorhanger pemimpin jemaat di Gereja HKBP
yang merupakan gereja kesukuan. Namun ia merasa bahwa saat itu dirinya belum mengalami lahir baru, artinya belum menerima Yesus secara baik dan benar.
Setelah menyelasaikan studi S1 di salah satu Universitas Swasta di Kota Medan dengan jurusan Pendidikan PPKn dan memperoleh gelar sarjana ia menjadi
seorang guru SMA di Bagansiapiapi selama lebih dari satu tahun. Tak lama kemudian berpindah ke Pekanbaru dan bekerjan di sebuah perusahaan.
Ia menceritakan pengalamannya bertemu Tuhan secara pribadi di Kota Pekanbaru, ketika itu ada acara di SMA dimana keponakannya bersekolah, di acara tersebut ia
menjadi wali dari keponakannya untuk menghadiri acara tersebut. Ia mengikuti ibadah yang mana pada saat itu yang menjadi pembicaranya adalah seorang
pendeta dari GBI. Ia bercerita bahwa pada saat khothbah ia merasakan jamahan Tuhan. Dimana isi daripada khothbahnya ialah tentang pergaulan, yakni
bagaimana caranya untuk tahu memilih dan bergaul dengan orang yang benar, dan mengatakan bahwa ia sangat merasa tertantang pada saat itu. Maksud dari pada
khothbah itu adalah mengingatkan bahwa manusia sudah diselamatkan Yesus, sehingga harus menjaga pergaulan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
102 “Jadi waktu itu ada acara di sekolah keponakan saya. Kalau di
Pekanbaru itu tidak banyak siswa yang Kristen sehingga semua siswa Kristen dari kelas 1,2, dan 3 digabungkan dalam satu ruangan. Nah
pada saat itu pembicaranya dari GBI. Waktu khotbah itu, disitu saya rasakan jamahan Tuhan. Khotbahnya tentang pergaulan, saya sangat
merasa tertemplak. Selama ini saya mengaku sebagai orang Kristen, tapi perilaku saya, pola pikir saya itu jauh dari pada Firman Tuhan,
sebelumnya saya bukan orang yang setia membaca Firman Tu
han” Ibu Erni memang merupakan anak seorang penatua di gereja, namun ia mengakui
bahwa dahulunya ia tidaklah hamba Tuhan yang taat. Setelah mengikuti kebaktian tersebut, ia banyak penasaran dengan firman yang disampaikan oleh pendeta
tersebut meskipun acak namun berhubungan. Kemudian ia memutuskan untuk mengikuti ibadah lagi minggu depannya diam-diam tanpa diketahui oleh
kakaknya. “Pulang dari situ sampai di rumah, saya mulai penasara, sejak malam
itu saya tidak pernah lalaikan membaca firman. Minggu depannya saya pergi lagi ke situ, ikut ibadah lagi
” Sejak saat itu ia memutuskan untuk selalu beribadah di GBI karena merasakan
sesuatu yang berbeda dibandingkan sebelumnya. Ia merasa bertumbuh di GBI sehingga ia mulai aktif melibatkan diri dalam pelayanan. Ia penasaran dengan apa
yang terjadi dalam dirinya, kemudian ia konseling dengan gembala GBI pada saat itu, gembala mengatakan bahwa apa yang dialaminya ialah mengalami „lahir
baru‟
29
. Di tahun yang sama di bulan desember ia pun masuk FA dan mengikuti diklat FA Family Altar. Banyak orang yang menyuruh agar Ibu Erni dibaptis,
tetapi dia tidak mau dengan alasan ia sudah pernah dibaptis pada waktu ia balita yaitu dipercik menurut pemahaman Gereja HKBP. Hingga akhirnya pada bulan
29
Lahir baru merupakan keadaan bahwa seseorang sudah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, menerima keselamatan, serta menerima kebangkitan jiwa yang baru
http:artikel.sabda.orgnode715
Universitas Sumatera Utara
103 Juni Tahun 1994 ia menyerahkan dirinya untuk dibaptis selam, saat itu ia sudah
percaya karena sudah membaca tentang „baptisan‟ di sebuah literatur terjemahan bahasa Ibrani serta mempelajari kebenaran-kebenarannya. Mulai saat itu ia
memberi dirinya untuk sungguh-sungguh dengan Tuhan, bahkan ia mulai mengikuti setiap kegiatan-kegiatan gereja.
Di awal tahun 1996 ia pindah ke Medan dan berpindah tempat bekerja di Tanjung Morawa. Meskipun berpindah wilayah ia tetap mencari tempat ia bisa bertumbuh,
dan untungnya pada masa itu GBI HDTI Hotel Danau Toba Internasioanal sudah dibuka. Sehingga Ibu Erni beribadah dan pelayanan di GBI HDTI. Setiap minggu
ia rajin mengikuti KTM Kebaktian Tengah Minggu, Doa Puasa di Hari Sabtu, dan mengikuti Ibadah Minggu. Setelah 1,5 tahun kemudian Ibu Erni dan rekan-
rekan kerjanya membuka Pos PI Pengabaran Injil di tempat kos-kosannya dan ia dibantu oleh salah seorang gembala GBI untuk menfasilitasi pelayanannya.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1998 Ibu Erni memutuskan untuk mengundurkan diri keluar dari perusahaan tempat ia bekerja. Alasannya
mengundurkan diri dari tempat kerjanya karena ia ingin terus-menerus mengikuti kegiatan pelayanan saja.
“Pada tahun „98 saya mengundurkan diri, saya ingin mencari ketenangan dengan terus setiap harinya mengikuti kegiatan pelayanan.
Saat itu saya mengundurkan diri dengan catatan gak ada pekerjaan lain, saya hanya mau melayani saj
a” Setelah itu ia mengaktifkan diri dalam berbagai kegiatan pelayanan di GBI Rayon
IV, mengikuti kelas KOM lagi, meskipun beberapa tahun sebelumnya ia di Pekanbaru sudah pernah mengikuti kelas KOM, namun karena mendengar Pak
Bambang Yonan Gembala Pembina GBI Rayon IV yang mengajar KOM, maka
Universitas Sumatera Utara
104 ia memutuskan untuk mengikuti kelas KOM lagi untuk kedua kalinya. Ia sangat
berkeinginan untuk diajarkan di kelas pelayanan oleh Bapak Bambang Yonan dan ingin mendengarkan kesaksian cerita kehidupan pelayanan beliau.
Pada bulan Mei 1998 terjadi kerusuhan, banyak pabrik di Sumatera Utara yang ditutup. Ibu Erni dan rekan-rekan sepelayanannya gencar berdoa untuk pemulihan
bangsa. Ia melanjutkan ceritanya dimana pada tahun yang sama ia masuk ke Departemen Musik menjadi pelayan singer, selain itu ia juga menaungi beberapa
FA yang ada dan menjadi penilik rayon yang merupakan Koordinator FA. Setelah berakhir masa kerusuhan, GBI Pusaat Medan Plaza membuka Departemen Misi
dan Penginjilan, dimana gereja mengambil bagian untuk melakukan rekonsiliasi untuk semua suku-suku yang ada di Sumatera Utara. Ibu Erni terlibat di dalamnya
melakukan pelayanan. Pada saat itulah digerakkan masa penuaian dimana menurutnya lawatan Tuhan terjadi. Mereka memulai penginjilan dan di-training.
Sejak saat itu Ibu Erni mendaftarkan diri untuk menjadi anggota Departemen Misi dan Penginjilan. Ia dan rekan-rekan sepelayananya dikirim ke berbagai daerah-
daerah di Sumatera Utara untuk membuka POS PI dan mengajak setiap orang dan menginjili. Mereka biasanya memulai dengan berdoa, memuji, dan menyembah
yang disebut dengan kubu-kubu doa di setiap kabupaten dan kecamatan. Setiap minggunya mereka pulang pergi dan setiap sebelum akhir pecan kembali lagi ke
Medan dan melaksanakan pelayanan hari minggu. “Di Medan Plaza kita semua pekerja-pekerja yang mau memberi
hidupnya begitu saja untuk melayani, kita memberi disitu. Disitu saya mengalami ketika kita melayani sungguh-sungguh, Tuhan punya cara
yang macam-macam untuk mencukupi semua kebutuhan saya. Saya yakini sampai hari ini, karena Tuhan tidak pernah membuat hidup saya
kekurangan waktu saya melayani Tuhan”
Universitas Sumatera Utara
105 Di tahun 1999 Ibu Erni sebagai utusan misi dipercayakan untuk menetap di
Tarutung untuk mengurus GBI Cabang yang ada di Tarutung yang bertempat di Gedung Nasioanal. Ibu Erni melayani di Tarutung selama 1,5 tahun, setelah itu
kembali ke Medan. Di Medan mulai dari tahun 2002-2004 Departemen Misi tidak diperbolehkan bertugas ke luar daerah lagi. Mereka harus tetap berdoa dan berdoa
setiap harinya di gereja yang merupakan doa misi. “Gereja itu kan panggilannnya untuk bermisi, tapi disuruh kita hanya
berdoa, berdoa, dan berdoa setiap harinya. „Karena orang melangkah belum tentu bisa menyelesaikan masalah, tapi orang berdoa lima menit
Tuhan bisa sanggup menyelesaikan yang berapa tahun.‟ Itu dulu prinsipnya disitu, pada saat itu”
Pada bulan Mei Tahun 2004 dibuatlah Reatreat Misi Rayon IV di Tuk-Tuk Siadong untuk menyegarkan kembali misi. Di acara tersebut mereka membuat
agenda apa yang akan mereka laksanakan ke depannya untuk misi dan penginjilan. Di bulan Desember 2004 terjadi tsunami, mereka pergi ke Aceh
menjadi relawan. Disana mereka membuka posko dan menyalurkan bantuan pelayanan bahkan logistik, Ibu Erni menceritakan bahwa disana ia berperan di
dapur untuk memasak para korban serta para relawan serta dokter dan relawan medis dari GBI.
Di Banda Aceh, tim relawan dari GBI Rayon IV membuat posko, di posko tersebut banyak negara-negara asing yang mempercayakan bantuannya disalurkan
melalui posko GBI. banyak organisasi Internaisonal yang memberikan bantuannya melalui GBI Rayon IV. Ibu Erni mengisahkan pada saat itu ia dipercayakan untuk
mengurus logistik yang tersedia untuk disalurkan maupun keperluan medis yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara
106 ”Tanggal 26 Desember 2004 terjadi tsunami di Aceh. Karena tanggal 24
Desember sampai tahun baru itu libur, saya sudah pulang kampung ke Tarutung. Tapi karena disini kita gerakan diakonianya sangat kuat saya
diajak pergi. Saya kembali ke Medan tanggal 27 Desember paginya,
kemudian langsung kami berangkat ke Aceh” Setelah beberapa lama menyelesaikan penyaluran bantuan dan melakukan
pelayanan bagi para korban, posko GBI Banda Aceh ditutup dan setiap relawan kembali ke Medan. Setelah kembali dari Aceh satu minggu kemudian terjadi
gempa di Nias. Ibu Erni dan tim relawan dari gerakan diakonia serta misi dan penginjilan diutus untuk berangkat ke Nias. Sesampainya di Nias, mereka kembali
membuka posko bantuan. Mereka menetap selama lima bulan di Nias untuk menyalurkan bantuan. Setelah menyelesaikannya mereka kembali ke Medan. Di
tahun yang sama terjadi gempa Jogja dan mereka kembali diutus untuk pelayanan bantuan ke Yogyakarta.
Pada Desember 2005 terjadi banjir bandang Besitang, mereka kembali diutus untuk pelayanan disana. Pada saat itulah mulai dinaikkan bendera Yayasan Surya
Kebenaran Internasional YSKI yang merupakan yayasan untuk kemanusiaan yang bernaung di GBI. Sehingga GBI tidak lagi bekerja sama dengan gereja-
gereja lain atau instansi lain dalam memberikan bantuan kemanusiaan dan bencana alam. Ibu Erni menjabat sebagai Koordinator Lapangan Korlap untuk
setiap pelayan kemanusiaan yang diutus oleh GBI. Tidak hanya sampai disitu, pelayanan kemanusiaan mereka lakukan bukan
sekedar ketika ada bencana saja. Dari bawah naungan Departemen Misi mereka kembali menggelar bakti sosial seperti operasi bibir sumbing di Sibolga dan
Humbang Hasundutan dan operasi katarak. Kegiatan ini merupakan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
107 sosial peduli sesama yang digelar oleh GBI sebagai bentuk kepedulian bagi orang-
orang yang kurang mampu untuk mendapatkan fasilitas medis. Pada tahun 2007 Ibu Erni dipercayakan untuk menggembalakan di Sibolga.
Sekalipun pada masa itu sudah menjadi gembala, Ibu Erni tetap saja melakukan pelayanan misi kemanusiaannya. Saat terjadi banjir bandang di Mandailing Natal
tahun 2010, ia memimpin rombongan relawan berangkat bersama TNI untuk pergi memberikan bantuan kemanusiaan. Ia bercerita bahwa ketika di Mandailing Natal
sangat sulit menjangkau medannya dikarenakan banjir tersebut. Namun beruntung dikala itu mereka memliki jaringan ke Batalyon TNI sehingga bisa sampai di
tempat dengan menggunakan helikopter TNI. Menurut pihak TNI, tim Ibu Erni difasilitasi karena sudah biasa menangani bantuan bencana, sehingga hal tersebut
menjadi pertimbangan bagi mereka untuk mempermudah aksesnya menuju lokasi bencana. Ibu Erni juga mengatakan bahwa ia merupakan perempuan satu-satunya
di tim tersebut pada saat itu, sehingga menjadi suatu menjadi pengalaman yang menakjubkan baginya.
“Saya berangkat naik heli, dan apa yang terjadi disitu? Mungkin seumur hidup tidak akan ada pengalaman seperti itu kan, kita mengitari hutan
belantara pake heli TNI. Kita akhirnya diturunkan, tau cara menurunkannya? Tidak ada heli pad disana, jadi akhirnya gak bisa
mendarat. Diturunkan disana lompat, bukan pake tali, ada kira-kira dua meter. Dan itu pengalaman saya, wanita. Cuman saya wanita yang
diberangkatkan yang lain semuanya lakik semua anggota saya. Udah biasa saya seperti itu tertawa
” Setelah dua minggu berada di Mandailing Natal untuk menyalurkan bantuan, Ibu
Erni kembali ke Medan. Masih sehari berada di Medan kemudian terjadi lagi Gempa Padang. Ibu Erni dan timnya kembali bergegas berangkat dan
menyalurkan bantuan dan pelayanan, pada masa itu para pemimpin GBI sedang
Universitas Sumatera Utara
108 berada di Israel. Sehingga mereka mengambil inisiatif untuk berangkat dan
kembali membuka Posko YSKI yang salah satunya dipimpin oleh Ibu Erni. Mereka menetap disana untuk menyalurkan bantuan dan memberikan pertolongan
disana selama dua bulan. Setiap pergi memberikan bantuan, ia meninggalkan tugas di Sibolga dan Medan dan tetap fokus untuk menangani bencana.
Di tahun 2011 tepatnya ulang tahun 150 tahun Jubelium HKBP, mereka bekerja sama melaksanakan bakti sosial di Jubelium. Bakti sosial dilakukan di Medan,
Siantar, Tarutung, Tapanuli Selatan, Humbang Hasundutan, serta di semua kabupaten mereka membantu HKBP melaksanakan bakti social pengobatan gratis.
Ini merupakan program GBI memberkati HKBP dengan memberikan hadiah ulang tahun tersebut.
Terjadi tsunami di Mentawai pada tahun 2012 menghantarkan Ibu Erni memimpin timnya untuk berangkat membawa anggotanya yang semuanya adalah laki-laki ke
lokasi bencana. Mereka berangkat dari Medan ke Mentawai, menurut Ibu Erni tingkat kesulitan dari semua bencana meningkat setiap tahunnya. Karena menuju
Mentawai tidaklah mudah, harus melewati beberapa proses transportasi. Ia bercerita untuk sampai di mentawai mereka harus naik pesawat ke Jakarta karena
pada masa itu pesawat tidak ada yang langsung ke Padang. Sesampainya di Jakarta barulah transit ke Padang, kemudian dari Padang ia dan timnya harus
menaiki kapal ferri selama satu malam untuk bisa tiba di Mentawai. Di mentawai ia memiliki pengalaman baru dan tantangan baru, serta menjumpai orang-orang
baru yang sederhana. “Kami berangkat, nah itulah perjuangan yang waduhh.. Itu sebenarnya
tingkat kesulitan untuk setiap bencana itu, itu naik tiap tahun sambil
Universitas Sumatera Utara
109 tertawa. Itulah tingkat-tingkat kesulitannya. Nah disitu saya banyak
pengalaman, bertemu dengan orang-orang yang di dusun. Karena semua transportasi harus melalui laut, sementara saya tidak tau
berenang. Hahaha.. Semua disana kita alami, masuk ke dusun-dusun, masuk ke desa-desa dan pulangnya
malam hari” Pada tahun 2012 terjadi regenerasi pergantian pemimpin dimana jabatan
Koordinator Misi yang tadinya dipegang oleh Ibu Erni diganti menjadi Bapak Josua. Tugas-tugas mereka didelegasikan kepada generasi yang lebih muda.
Setelah itu Ibu Erni memulai kembali studinya untuk melanjutkan ke jenjang S2 di STT Pelita Kebenaran. Ia juga dipercayakan untuk menjadi dosen mengajar di
Sekolah Teologiah tersebut. Ia bercerita bahwa dalam pelayanannya ia mengalami penyertaan Tuhan. Dimana ia dapat merasakan berbagai macam penglaman,
bahkan ia dapat mengerjakan apa yang secara umum sulit untuk dikerjakan oleh perempuan tapi ia bisa mengerjakannya. Sambil mengingat masa lalunya itu ia
bercerita bahwa ia beruntung pernah menaiki kapal yang besar dan menaiki kapal perang saat di Mentawai. Hal itu merupakan pengalaman yang sangat berkesan
baginya dalam melakukan perjalanan pelayanannya. “Itu dek, saya mengalami penyertaan Tuhan, dan kemudian pengalaman
pelayanan itu bervariasi, seperti itu. Yang semestinya itu paling yang melakukannya laki-laki yang dominan berperan. Tapi saya justru dikasih
Tuhan kesempatan untuk mengerjakan yang nggak biasa dikerjakan
wanita.” Tuturnya menceritakan pengalamannya dalam melakukan misi penginjilan dan
kemanusiaan ang pernah ia lakukan. Ia merasakan banyak hal yang tidak dialami oleh orang lain tapi dialaminya.
Universitas Sumatera Utara
110
4.2.3. Pandangan dan Pengetahuan tentang Pelayanan
Menurut Ibu Erni pelayanan merupakan respon manusia terhadap kasih Kristus di dalam kehidupannya. Mengerjakan apapun di dunia atas dasar kasih yang diterima
adalah pelayanan baginya. Pelayanan tidak hanya di gereja saja, di keluarga juga merupakan pelayanan. Manusia yang sudah mengenal firman haruslah melayani.
Melakukan sesuatu di atas dasar kasih itulah pelayanan. Memuridkan dalam keseharian, seperti memberikan teladan yang baik bagi lingkungan. Melayani itu
semangat sampai akhir, tidak hanya berapi-api di awal saja. ”Ada banyak orang melayani baru-baru udah kayak apa tuh gula-gula
kapas, baru-baru besar trus sebentar udah ciut. Banyak semangat orang awalnya berapi-api tapi lama-lama melemas. Karena apa? Dia gak tau
kuncinya. Kuncinya yaitu persekutuan dengan Tuhan. Kalo setiap hari bersekutu dengan Tuhan, tanya Tuhan apa yang Tuhan mau dari
hidupku? Apa yang bisa kulakukan untuk menyenangkan hati Tuhan.
Tuhan gak minta banyak, Ia hanya meminta apa yang ada padamu” Ibu Erni mengisahakan bagaiamana sampai saat ini ia tetap setia melayani.
Baginya tidak ada seorang pun yang menjadi motivasinya untuk menjadi seorang pelayan. Pengenalan akan Tuhan dan kesadaran akan bahwa ia hidup untuk
Tuhanlah yang memotivasinya hingga saat ini mau melayani. Dasar melayani Ibu Erni ia mengambilnya dari ayat Alkitab yang tertulis di Efesus 2:10 “Karena kita
ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamNya”, untuknya itulah hidupnya dan berjalan atas kehendak Tuhan.
Menurut pengalaman hidupnya ia tak pernah sedikit pun kekurangan walau hanya mengerjakan pelayanan. Yang terpenting menurutnya ialah memberi diri untuk
pelayanan. Karena manusia tidak tahu masa depannya.
Universitas Sumatera Utara
111 “Saya lihat orang-orang yang meu memberi diri dalam pekerjaan
Tuhan. Hidupnya diberkati. Jangan hitung-hitungan, sampai saat ini saya gak p
ernah mimpi jadi Gembala Sidang, jadi Dosen.” Ibu Erni menuturkan pada peneliti bahwa ia selalu dilibatkan dalam pekerjaan
pelayanan yang mungkin biasa dilakukan laki-laki. Ia selalu bersyukur dengan beban yang diberikan padanya tersebut. Meskipun sesekali mungkin orang lain
meremehkannya hanya karena ia adalah seorang perempuan. Ia juga menecritakan jika ia berjalan dengan gereja lain selain GBI yang mungkin masih menganggap
perempuan subordinat. Sejauh ini GBI menghormati perempuan dalam pelayanannya selama perempuan mampu melakukannya. Tidak selalu pekerjaan
berat dilakukan oleh laki-laki. Ia jarang menerima tindakan diskriminasi gender. Pengalaman-pengalaman yang pernah ia alami adalah atas izin dari Tuhan untuk
menjadikannya sebagai kesaksian-kesaksian bagaimana melayani. Hal-hal tersebut dibagikan kepada mahasiswa-mahasiswinya di STT Pelita Kebenaran. Di
setiap tempat dimana mereka memberikan uluran tangan dan bantuan kemanusiaan, mereka selalu melakukan pelayanan rohani juga. Salah satunya
ialah mereka menfasilitasi kebaktian-kebaktian, dan doa-doa, serta penginjilan. Menurutnya misi pelayanan tidak hanya bicara soal mimbar, khotbah, dan
seminar. Namun lebih kepada bagaimana menyentuh masyarakat secara langsung tidak hanya belajar teori saja dan juga berbuat sesuatu yang dapat masyarakat
rasakan. Di dalamnya terdapat praktik, pengetahuan, akal budi, dan pengalaman langsung. Disitulah orang-orang yang dilayani merasakan ada jamahan dari pada
„kasih‟ tersebut tanpa harus menyebutkan nama Yesus secara langsung mereka sudah merasakan kasih tersebut.
Universitas Sumatera Utara
112 “GBI membuka seluas-luasnya kepada setiap orang laki-laki atau
perempuan ayo berbuatlah sesuatu untuk Tuhan dan untuk sesama kita. Baik dari talenta saudara, baik dari kekuatan
” Disamping pelayanan menjadi gembala dan dosen, Ibu Erni juga melakukan
diakonia yakni kunjungan orang sakit, kunjungan bagi orang miskin. Dimana banyak jemaat yang ingin didoakan maka ia dan rekan-rekannya yang datang
untuk mendoakan. Seperti halnya pelayanan doa dari GBI untuk para jemaat yang membutuhkan topangan doa. Tak jarang dalam sehari banyak kunjungan doa yang
ia lakukan. Hal tersebut cukup panjang dan lama karena kadang kala banyak pasien Rumah Sakit yang secara tiba-tiba meminta untuk didoakan. Di masing-
masing Rumah Sakit sudah ada perwakilan diakonia untuk pasien yang ingin didoakan. Sekalipun bukan jam besuk mereka tetap mendapatkan izin karena
mereka adalah hamba Tuhan yang melayani. Penamaan „gembala‟ baginya hanyalah secara struktural saja, menurutnya ia
hanyalah pelayan biasa saja seperti orang-orang pada umumnya. Ia lebihpmenyukai dinamakan sebagai pelayan. Karena menurutnya pada umumnya
semuanya sama, yakni melayani dengan upah yang sama, sama-sama satu dinar upahnya di mata Tuhan. begitu juga ia mengartikan bahwa gembala dan pelayan
lainnya sama saja kedudukannya. Tidak ada yang salah dengan rencana Tuhan yang telah terjadi di dalam hidupnya
sampai saat ini. Ia bahkan tidak mau menyesali ia pernah berkuliah di FKIP PPKn. Akhirnya setelah bertahun-tahun ia kembali mengajarkan PPKn di STT,
namun dengan pengalaman dan pengetahuan yang sudah banyak barulah ia diangakat menjadi dosen. Kini Ibu Erni menjadi dosen di STT Pelita Kebenaran
Universitas Sumatera Utara
113 dan mengajar berbagai mata kuliah, di antaranya, mata kuliah PPKn, Operasi 5:9,
Misi lintas budaya, Performance Misionari, dan Strategi Misi. “Tuhan mau saya keliling-keliling dulu menangani bencana, barulah
ijazah saya yang tertidur selama bertahun-tahun dipakai dan saya menjadi dosen dengan pengalaman yang sudah saya alami selama ini.
Ini loh rencana Tuhan dalam hidup saya, saya gak tau apa yang akan
terjadi kalo saya gak kenal Tuhan dalam pelayanan ini.” Tak hanya di mimbar dan di kelas memberikan khotbah maupun materi, Ibu Erni
adalah sosok yang cekatan, ia memiliki talenta estetika yakni bisa merangkai bunga dan menata ruangan gereja. Hal ini sudah ia lakukan sejak kecil bersama
keluarganya yang notabene berasal dari keluarga yang melayani juga. Sehingga kadang kala ia mengajarkan beberapa jemaatnya untuk merangkai bunga dan
keterampilan lainnya. Cukup lama melayani tentunya memiliki arus yang tidak datar saja, ia sebagai
seorang pelayan Tuhan sama dengan manusia biasa lainnya pernah mengalami masalah dan hampir menyerah. Ibu Erni mengisahkan bahwa ia pernah difitnah
orang lain, dimana pemimpinnya percaya langsung atas fitnah tersebut tanpa mengklarifikasi hal tersebut kepadanya. Ia merasa sangat kaget, ia mau
menjelaskan namun tidak diberi waktu dan langsung dinasehati padahal hal tersebut tidak ada dilakukannya. Hal yang sangat disayangkan olehnya saat itu
ialah dimana pemimpinnya tidak percaya padanya, seakan kehilangan kepercayaan dan ia hampir ingin keluar kala itu. Masalah itu tak kunjung usai
baginya, selama hampir satu bulan Ibu Erni terus saja risau. Ia hanya bisa berdoa dan percaya atas apa yang Tuhan kehendaki. Tak lama kemudian kesalahpahaman
tersebut pun diselesaikan dengan baik-baik dan baginya perlu mengampuni sesama bahkan yang sudah mengecewakan sekalipun.
Universitas Sumatera Utara
114 Menjadi pelayan hingga saat ini tentunya ia mengkuti setiap proses tahapan-
tahapan dari awal sampai hari ini bisa melayani. Karena GBI memiliki standar- standar untuk merekrut orang-orang yang akan melayani menjadi gembala. Untuk
menjadi pejabat dalam struktur gereja minimal 4 tahun sudah setia dalam pelayanan, kemudian mengikuti diklat sinode ditahbiskan menjadi Pdp Pendeta
pembantu, empat tahun kemudian mengikuti dinaikkan menjadi Pdm. Pendeta Muda jika memnuhi syarat. Hal ini diilihat kesetiaan, pelayanan, dan
loyalitasnya. Tidak dibatasi baik laki-laki maupun perempuan, dinilai oleh Gembala Pembina dan perpanjangan tangannya Gembala Sidang setiap cabang-
cabang. Semua memiliki proses dan aturan tertentu sesuai dengan standar ISO 9001.
Melayani baginya mengerjakan sesuatu tanpa mengharapkan sesuatu. Hal tersebut semata-mata karena kita mengasihi Tuhan. Menjaga hati dan memlihara hati yang
murni untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan, itulah yang diperlukan. Menurut Ibu Erni pernah berpikir untuk menerima pujian dalam pelayanan, biar
hanya Tuhan saja yang dipuji. Kalau hanya berharap untuk dipuji maka manusia akan kecewa. Maka, berikanlah segala puji dan hormat bagi Tuhan, jangan
mencuri kemuliaan Tuhan. Ia berpesan agar setiap orang setia melayani Tuhan. “Lakukan saja pelayananmu, Tuhan yang menilai pekerjaanmu. Aku
lakukan ini karena aku mengasihi Tuhan. Walaupun gak ada yang memuji aku lakukan ini untuk Tuhan. Melayani adalah saling
memperhatikan satu sama lain, bahkam mengerjakan sesuatu tanpa bersungut-sungut dan marah-marah. Setia.. setia lah melayani. Tuhan
itu berbicara melalui firman, waktu kita baca firman pasti ada yang beda yang Tuhan bukakan dan dia hidup gak hanya sebagai yang
tertulis lagi”
Universitas Sumatera Utara
115
4.2.4. Pandangan Terhadap Pelayanan Perempuan di Gereja
Ibu Erni memandang pelayanan perempuan sebagai suatu perbuatan yang mulia, ia juga mengatakan bahwa perempuan diciptakan unik oleh Tuhan. Hal ini
dikarenakan Tuhan menciptakan perempuan untuk mampu melakukan pekerjaan- pekerjaan yang bahkan orang lain menilai itu tidak bisa dikerjakan oleh
perempuan, tapi perempuan bisa melakukannya. Bahkan ini berbeda dengan laki- laki dimana tidak semua pekerjaan perempuan bisa dikerjakan oleh laki-laki.
Perempuan itu baginya istimewa, demikian juga di dalam sebuah pelayanan. Baginya itu adalah emansipasi bagi perempuan. Ia juga merasa bangga melayani
Tuhan. Ia turut menceritakan pengalaman pelayanannya dan mengatakan bahwa di GBI peran wanita tidak dibatasi. Di gereja ini diberikan kesempatan bagi siapa
saja yang mau melayani dan mau mengerjakan apa saja dan itu tidak menjadi masalah. Perempuan tidak hanya mengerjakan pekerjaan dapur saja. Banyak hal
yang bisa dilakukan oleh perempuan. Yang terpenting adalah kemauan, siap, dan yakin atas apa yang dikerjakan tersebut.
“Dimana saja wanita mau melayani silahkan. Sepertinya wanita itu kerjanya hanya masak? Enggak, enggak.. Asal anda mau dan siap dan
yakin” Perempuan harus melayani, karena melayani adalah sebuah panggilan untuk
semua manusia sebagaimana yang Tuhan perintahkan melalui amanat agungnya. Bukan hanya laki-laki yang harus melayani, tapi semua manusia. Karena manusia
diciptakan untuk menyenangkan Tuhan dan menjadi partner kerjanya Tuhan untuk mengenalkan keselamatan. Seorang pelayan perempuan haruslah sesuai dengan
kodratnya. Harus lemah lembut, berani, berperilaku menghormati kepada sesamanya, sebagi isteri sebagai penolong dan harus tunduk kepada suaminya.
Universitas Sumatera Utara
116 Wanita tidak hanya sekedar feminim, namun juga harus memiliki spirit yang kuat.
Di dalam keluarga perempuan merupakan penolong, sama halnya seperti sosok Roh Kudus di dalam kehidupan.hal ini bermula dari Firman Tuhan yang tertulis di
Kejadian 2:20-25. Di Akitab banyak tokoh perempuan yang melayani, khususnya yang tertulis dalam kitab perjanjian baru. Itu artinya dari dahulu hingga saat ini
Tuhan mau perempuan melayani-Nya. Amsal 14:1
“Perempuan bijak mendirikan rumahnya, tetapi yang bodoh meruntuhkannya dengan tangannya sendiri.” Ayat ini menjelaskan betapa
pentingnya peran seorang perempuan dalam mengajarkan kepada keluarganya nilai-nilai yang baik dan bagaimana menghormati Tuhan. Yang berarti Tuhan
memberikan otoritas kepada perempuan untuk membangun kehidupannya di atas doa-doa. Perempuan yang baik harus siap untuk jadi penghibur, menjadi pelayan.
Menurut Ibu Erni dunia tanpa perempuan tidak lengkap, seperti yang terjadi di kitab Kejadian, tidak baik laki-laki sendiri, maka Tuhan menciptakan Hawa untuk
menjadi penolong yang sepadan dengan Adam. Sebagai seorang pelayan perempuan tentu saja tak hanya berbicara tentang rohani,
namun juga penampilan fisik. Menurut Ibu Erni kedua hal tersebut harus diseimbangkan. Ia ingin tetap tampil cantik dan rapi, namun juga ia tak ingin
menjadikan kecantikan dan gaya sebagai alasan untuk tidak melayani. Ia bercerita bahwa ia memang suka menggunakan high heels, namun dalam setiap perjalanan
pelayanannya ia selalu membawa sepatu kets yang nyaman untuk dipakai agar jika lelah memakai heels ia akan menggantinya.
“Menjaga penampilan perlu, tapi saya juga jangan sampai menyiksa diri. Ini saya tiap hari bawa flatshoes di dalam tas. Saya pakai high
Universitas Sumatera Utara
117 heels, nanti jika tiba-tiba ada panggilan kunjungan atau pelayanan RS
Adam Malik misalnya kan saya ga bisa ada alasan ah gak bisa aku gak ada sandal. Jika capek saya buka aja, pakai yang flatshoes. Kita kan
harus jaga kesehatan, agar tetap terjaga stamina kita. Jangan satu hari full terus, disitu kita tidak tau me-manage waktu, me-manage tenaga
kita, kemudian semangat kita.” Ia juga banyak membantu program pemberdayaan wanita melalui WBI Sibolga
dan Tapanuli Tengah. Memberikan seminar dan pengarahan bagi perempuan baik dalam rumah tangga maupun gereja. Hal itu dilakukannya semata-mata karena
ingin banyak perempuan mengenal Tuhan dan memberi dirinya untuk melayani. Karena baginya melayani tak hanya di gereja saja, namun pelayanan juga
bagaimana seseorang berdampak dan kasih terhadap keluarga dan sesamanya. “Saya selalu dorong tuh semua wanita-wanita, ayo kerja. Sebenarnya
Tuhan Yesus kan itu yang diterapkanNya sama kita. Kan dia bilang apa „orang yang tidak bekerja janganlah ia makan.‟ Wanita punya banyak
potensi yang ada pada kita yang kita kubur hanya jadi koleksi sendiri, gak bisa dinikmati orang lain.”
Dalam masa pelayanannya selama belasan tahun, ia menceritakan banyak isu-isu dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab tentang dirinya. Baginya bukan
gereja yang salah dalam hal ini, namun orang-orangnya yang belum mampu memandang dengan bijaksana. Ia pun harus berbesar hati jika ada sanggahan
tentang dirinya. Yang terpenting baginya adalah bahwa Tuhan pernah membatasi pelayanan perempuan maupun laki-laki untuk melayani-Nya.
“Saya jujur, tiga belas tahun saya melayani jadi relawan disini, tiba- tiba saya diangkat jadi Koordinator Misi, kira-kira banyak orang
complain? Banyak orang komplain, perempuan? Koordinator Misi? Hah? Kita harus berbesar hati untuk menampung begitu banyak
kararkter manusia yang akan bertemu dengan kita.” Harapan Ibu Erni ia ingin selalu berdoa semakin banyak perempuan yang dipakai
oleh Tuhan dengan hati yang tulus dan motivasi yang benar. Semakin banyak
Universitas Sumatera Utara
118 perempuan yang memiliki kerinduan dan setia, dipakai Tuhan secara luar biasa
dalam melayani. Baik sebagai gembala, misionari, dan lain sebaginya. Bangkitnya perempuan-perempuan yang berdedikasi untuk Tuhan dalam menggenapi
penagabaran injil. Di samping itu perempuan juga harus tetap menjalankan perannya di rumah tangga, jangan sampai mengabaikannya.
Universitas Sumatera Utara
119
4.2.5. Pelayanan Keluarga Dan Pribadi
Untuk membagi waktu keluarga, karena ia single belum menikah ia kini hanya berhubungan dekat dengan keluarganya yakni kakak dan keponakannya, ayah dan
ibunya sudah tiada. Setiap hari ia menghubungi keluarganya kakak dan keponakannya yang berada jauh darinya melalui komunikasi telepon selular.
Kadang kala setiap pagi Ibu Erni menghubungi keluarganya terlebih dahulu untuk menanyakan kabar, jika ia lupa menghubungi maka kakak atau keponankannya
lah yang terlebih dahulu menghubungi. Jika sedang berada di Medan ia sangat full jadwal sampai malam hari. Sehingga keluarganya aka menghubunginya di atas
Pukul 10.00 malam. “Keluarga saya sekarang kalo nelfon gak pernah lagi nanya apa
kabarmu, mereka biasa bertanya „kau ada dimana sekarang?‟ gara-gara masih pagi saya di Sibolga, bisa nanti jam 5 sore udah di Medan. Karna
mereka yakin saya pasti sehat, kalo gak sehat pasti ngomong yah Puji
Tuhan jarang sakit. Tuhan kan bilang „hati yang gembira adalah obat yang manjur, semangat yang patah keringkan tulang‟ apa yang
membuat saya masih semangat ” Di Medan Ibu mengontrak rumah tinggal bersama keponakannya di jalan Gaperta.
Untuk mengurus diri sendiri ia tidak mempercayakan orang lain untuk mengurus peralatan pribadinya, ia juga tidak menggunakan jasa laundry. Ia menceritakan
kepada peneliti bahwa setiap hari pulang dari pelayanan dan mengajar di kampus sesampainya di rumah ia langsung mandi dan mencuci pakaiannya. Untuk
menjaga penampilannya tentunya pakaian yang digunakan harus rapi, maka Ibu Erni juga menyetrika pakaiannya sendiri. Setiap pagi ia harus bangun pagi berdoa
saat teduh, kemudian memasak, menyetrika, lalu mengerjakan pekerjaan lainnya dan bersiap-siap untuk pelayanan dan mengajar.
Universitas Sumatera Utara
120 Jika sedang berada di Sibolga Ibu Erni juga melakukan pekerjaan rumah sendiri
tanpa menggunakan jasa orang lain. Di Sibolga ia tinggal di Rumah Pastori GBI Cabang Sibolga bersama beberapa orang jemaatnya. Kadang-kadang ia juga
memasak untuk makanan para pelayan di Gereja Sibolga seusai ibadah. Ia juga mengurusi peralatan dan perlengkapan di gereja yang ia pimpin di Sibolga, seperti
merangkai bunga, mencuci tirai dan lainnya. Hal ini sangat menarik perhatian peneliti, dimana Ibu Erni bisa memerankan banyak hal sekaligus, berkhotbah,
mengajar, bahkan memasak. Mencuci sampai pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya dikerjakan sendiri. Dengan jadwal yang sangat banyak baginya tetap saja ada
waktu untuk bersantai. Bersantai di weekend adalah perlu untuk menyegarkan tubuh, setiap sabtu seusai doa puasa ada saja kegiatan biasanya Ibu Erni dan
beberapa rekannya lakukan untuk bersantai misalnya pergi ke pantai jika sedang berada di Sibolga.
Ia juga menyimpulkan bahwa menjadi seorang perempuan di dalam keluarga haruslah rajin. Baginya perempuan harus sigap dan tidak bermalas-malasan. Di
dalam sebuah rumah tangga perempuan harus cakap dan bijak bagaimana mengurusi rumah dan mengurusi karirnya. Seperti yang ada di Alkitab tertulis di
Amsal 31:15. Perempuan harus kreatif dan mau belajar, jangan terlalu monoton. “Jadi wanita itu harus rajin, alkitab bilang apa nanti kalo udah jadi
istri? Harus jadi istri yang bijak dan cakap seperti yang tertulis di Amsal 31. Harus bangun pagi,menyiapkan segala sesuatu untuk
keluarga. Wanita itu, dia yang paling lama tidur dan paling cepat
bangun.” Sekalipun sampai saat ini ia belum menikah, hal tersebut bukanlah penghalang
baginya untuk tetap melanjutkan kehidupan dan meikmati pelayanan. Meskipun
Universitas Sumatera Utara
121 mungkin banyak pertanyaan dan komentar dari orang-orang sekitarnya ia tidak
perduli. Karena menurutnya Tuhan yang telah berencana atas kehidupannya. Bahkan jodoh pun Tuhan yang memberikan. Ia percaya bahwa sampai saat ini ia
belum menikah karena Tuhan masih inginkan ia dipakai untuk mengerjakan pelayanan di masa lajangnya untuk Tuhan.
“Saya single, orang bilang umur sekian kok belum merit. Kok malah mikirin merit, kalo sudah waktunya Tuhan apa susahnya buat Tuhan
menghadirkan jodoh untuk kita. Tapi sekarang kenapa belum, ya berarti masih ada maunya Tuhan yang mau kita kerjakan dalam masa lajang
ini, kan harus positif. Saya gak mau samakan diri saya dengan orang lain, karena hanya satu Erni yang diciptakan Tuhan, saya berbeda.
Tidak perlu menjadi orang lain.” Melayani baginya jangan sampai menjadi orang yang sombong dan merasa
dirinya yang terbaik. Mengasihi keluarga dan orang sekitar melalui pikiran dan perbuatan adalah suatu sikap melayani. Sekalipun demikian seorang pelayan
Tuhan menurutnya harus tetap beradat dan menjaga tradisi maupun sopan santu dan etika keluarga. Keluarga meruupakan prioritas yang jangan sampai diabaikan.
Melayani keluarga adalah hal yang utama dan paling utama baginya. “Jangan sampai karena makin rohani tidak beradat. Jangan sampai
keluarga diabaikan dan tidak dihormati”
Universitas Sumatera Utara
122
4.3.Feronika Renpoi Situmeang 4.3.1. Profil Feronika Renpoi Situmeang
Feronika Renpoi Situmeang berusia 25 tahun, adalah seorang pelayan perempuan di GBI Rayon IV Sumatera Resort. Ia merupakan pelayan Penari Tamborin di
dalam ibadah raya. Sehari-hari ia bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan farmasi yang ada di Kota Medan yaitu PT. Dexa. Ia menempuh pendidikan S1
Jurusan Akuntansi di Universitas Katolik Santo Thomas dari dari tahun 2010 sampai tahun 2014.
Kak Feronika, demikian sapaan akrab peneliti terhadap informan, ia sudah mengenal pelayanan sejak ia masih berusia 14 tahun. Pada saat itu ia melayani
sebagai penari tamborin di gereja tempat dimana ia dan keluarganya beribadah dan melayani, yakni GSJA Gereja Sidang Jemaat Allah, merupakan sebuah
gereja yang beraliran kharismatik. Sudah lima tahun lamanya ia melayani menjadi penari tamborin di GBI Sumatera Resort, yaitu sejak tahun 2011,
4.3.2. Sejarah Melayani
Dahulu sewaktu kecil yang diketahuinya tentang melayani tamborin adalah menari dan tampil cantik saja. Ia mempunyai dua orang kakak perempuan yang
merupakan penari tamborin di gerejanya. Kak Feronika mengikuti jejak kakaknya untuk menjadi penari tamborin di gereja. Ia termotivasi dan mulai belajar menari
tamborin sejak ia duduk di bangku kelas 6 SD, pada masa itu ia masih menetap di GSJA. Kelas 2 SMP, ia memulai pelayanannya sebagai penari tamborin di ibadah
Universitas Sumatera Utara
123 minggu. Hingga ia kuliah pun masih tetap melayani di GSJA bersama
keluarganya. Sebelumnya di GBI Medan Plaza Kak Feronika hanya beribadah sesekali saja
bersama temannya. Beberapa kali mengikuti ibadah, akhirnya pada suatu waktu atas rekomendasi dari seorang teman, ia mengikuti audisi penari tamborin yang
dilaksanakan di Medan Plaza. Ia mengatakan bahwa ikut audisi hanya coba-coba mengetes kemampuan. Pada masa itu GBI belum menetapkan bahwa yang dapat
mengikuti audisi harus memiliki Kartu Anggota Jemaat KAJ, berbeda halnya dengan saat ini. Sehingga ia pun mencoba dan mengikuti audisi dan ia pun lolos.
“Ikut audisi karna tau dari temen, ada buka audisi nih. Awalnya ikut audisi coba-coba, meu ngetes kemampuan aja. Kira-kira kalo coba ini
masuk ga ya, gitu.” Sejak audisi pelayan di GBI Medan Plaza, ia tidak secara langsung ditempatkan
menjadi pelayan ibadah. Kak Feronika mengikuti training
30
selama enam bulan untuk menjadi pelayan tamborin. Enam bulan merupakan kurun waktu yang
cukup cepat bagi pelayan tamborin, karena menurut standartrnya membutuhkan waktu satu tahun untuk training agar bisa melayani sebagai penari tamborin. Ia
tergolong cepat masa pelatihannya dibandingkan teman-teman seangkatannya pada masa itu. Kak Feronika menjelaskan bahwa ia mulai lolos audisi di bulan
Juni 2011 dan mulai melayani pada bulan Desember 2011. Untuk audisi tamborin yang pertama dan kedua membutuhkan waktu yang agak
lama sekitar beberapa bulan, ia juga harus mengikuti setiap prosedurnya.
30
Training : Masa-masa latihan sebelum pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
124 Disamping itu ia juga mengikuti kelas-kelas pelayanan yang direkomendasikan,
seperti kelas KOM Komunitas Orientasi Melayani, pertemuan doa dan pelayan, dan lain sebagainya. Secara pribadi ia merasa tertarik dengan hal tersebutkarena
banyak hal-hal baru yang belum pernah didapatkan sebelumnya namun ia dapatkan di GBI. Bagaimana seharusnya menjadi seorang pelayan, dan bagaimana
sikap hati yang benar diajarkan oleh para pemimpin rohaninya pada masa itu. Ia bertemu dengan pemimpin-pemimpin rohani yang baik dan mau mengarahkan.
Setelah lolos dalam beberapa tahap, di tahun yang sama ia harus memutuskan menetap di satu pelayanan dimana ia bisa bertumbuh, ia pun harus memilih dan
memutuskan. Baginya memutuskan untuk mengambil pelayannan di GBI dan meninggalkan di gereja yang lama adalah hal yang tidak mudah, bahkan ia pun
harus mengalami pergumulan terlebih dahulu sebelum memutuskan. Di tahun yang sama ia memutuskan untuk melayani di GBI Rayon IV Medan Plaza yang
merupakan GBI pusat Rayon IV pada masa itu. Alasan mengapa ia memilih pindah dari GSJA ke GBI ialah karena ia merasa lebih bertumbuh secara rohani di
GBI dibandingkan ketika di GSJA. Sehingga ia meminta izin secara baik-baik kepada orangtuanya, dan ia pun memperoleh restu dari ayah dan ibunya dan ia
boleh melayani dan bertumbuh di GBI. Orangtuanya tidak terlalu mempermasalahkan gerejanya, selama itu pilihannya dan ia mengalami
pertumbuhan itu bukanlah masalah. Selain itu, ia juga meminta izin kepada Gembala Sidang GSJA yang sudah
dianggapnya seperti seorang ayah, dimana sejak kecil sudah melayani bersama- sama di GSJA bersama keluarganya. Awalnya sedih bagi gembalanya untuk
Universitas Sumatera Utara
125 melepaskan ia melayani dan bertumbuh di tempat lain, namun akhirnya ia direstui
untuk pilihannya tersebut. Di GBI Rayon IV ia sudah memiliki KAJ Kartu Anggota Jemaat yang merupakan bukti kenaggotan dan yang merupakan syarat
untuk melayani di GBI Rayon IV. Sementara itu orangtuanya hingga kini masih merupakan jemaat dan melayani di GSJA.
4.3.3. Ketertarikan pada Pelayanan di GBI
Di GBI ia banyak mempelajari tentang pelayanan. Banyak hal yang diperolehnya dari proses belajar di GBI yang membangun dirinya. Bagaimana harusnya hati
seorang hamba dalam melayani, itu ia dapatkan sejak ia melayani di GBI. Hal lain yang menarik perhatiannya di GBI pada masa itu juga ia temui dimana biasanya
belajar alkitab itu monoton dan membosankan. Namun, ia melihat di GBI pembicara maupun pengkhotbahnya mampu membuat bagaimana orang-orang
bisa antusias mendengarkan dengan seksama. Ia merasa mendapatkan pelajaran tentang bagaimana berdoa dengan benar. Adanya penyampaian yang benar dan
tepat sehingga membuat ia tertarik untuk mau belajar firman dan pelayanan lebih dalam dan mau mencari tahu banyak hal. Untuk hal-hal seperti larangan dan
kewajiban ia pelajari dan ia juga mendapatkan jawaban yang sangat detil dari setiap penjelasan yang ia dengarkan, sehingga ia pun menjadi tahu hal-hal yang
belum ia mengerti. “Bagaimana sebenernya harusnya kita hidup, seperti hal-hal yang
seperti ga boleh makan darah, kenapa sih ga boleh makan darah? Yaah tadinya ga tau jadi tau deh”
Selain belajar dari seminar maupun kelas-kelas pelayanan, ia juga mendapat banyak pelajaran dari pemimpin-pemimpinnya yang selalu men-share apa yang
Universitas Sumatera Utara
126 mereka punya. Seperti misalnya setiap hari jumat mereka latihan selama1-1,5 jam,
maka setiap dua atau tiga minggu akan ada sesi ngobrol dan sharing bersama dengan pemimpin-pemimpin penari tamborin tentang pelayanan bahkan masalah
pribadi yang sedang dialami. “Dengan penyampaian yang benar dan tepat akhirnya kita tertarik
sendiri untuk mengeksplor lebih jauh tentang bagaimana sebenermya pelayanan, dari ga tau jadi tau. Dan banyak dapet pelajaran dari
pemimpin kita yang selalu nge-share apa yang dia punya. Jadi nanti kalo kita pertemuan di jadwal kayak hari jumat kan, kita latihan satu
sampe satu setengah jam. Nanti ada sekali dua minggu atau sekali tiga minggu sesi cerita-cerita tentang masalah hidup apa yang kamu alami,
kamu ngerasa gimana melayani disini, apa sih yang kamu rasakan di
pelayanan sini” Banyak hal yang ia dapatkan ketika ia memulai melayani di GBI. Jika ada
motivasi yang kurang tepat dalam melayani, maka diajarkan untuk memperbaiki motivasi tersebut. Ia juga diajarkan apa tujuan sebenarnya dalam melayani. Kak
Feronika mengungkapkan bahwa ia sangat bersyukur karena Tuhan mempertemukannya dengan orang-orang yang luar biasa membuatnya banyak
belajar. “Aduh makasih ya Tuhan ya, Tuhan pertemukan aku dengan orang-
orang yang luar biasa, jadi membuatku b anyak belajar”
4.3.4. Pengetahuan dan Pandangan tentang Pelayanan
Ketika peneliti menanyakan apa makna pelayanan baginya. Ia menjawab bahwa secara pribadi definisi pelayanan menurutnya adalah memuji menyembah Tuhan
lewat talenta yang diberikan Tuhan kepada manusia. Inilah yang menjadi dasar baginya untuk melakukan pelayanan sampai saat ini. Menari baginya ialah
memuji dan menyembah Tuhan karena ia menyadari bahwa ia telah diberikan
Universitas Sumatera Utara
127 talenta untuk menari. Sehingga, ia menggunakan kemampuan atau talenta tersebut
untuk pelayanannya. Dengan demikian, menurutnya pelayan itu berarti menjadi pemuji dan penyembah Tuhan.
“Kakak tau dan kakak melakukan bahwa melayani itu adalah memuji dan menyembah Tuhan lewat talenta yang Tuhan berikan untuk kita.
Menari itu memuji dan menyembah Tuhan. Tapi kakak menyembah
Tuhan dengan tarian? Karna Tuhan memberikan kakak talenta menari” Sampai saat ini ia mampu untuk melayani sebagai penari tamborin adalah hasil
motivasi yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Melayani adalah sebuah kerinduan baginya. Tak hanya itu, melayani menurutnya adalah bagian dari
hidupnya. Melayani sebagai sebuah kebutuhan rohani yang sangat pokok di dalam di hidupnya. Melayani bukan hanya berbicara soal mimbar, di luar mimbar juga
merupakan pelayanan. Setiap orang diciptakan dengan kemampuan yang berbeda- beda, bagaimana manusia bijaksana menggunakan kemampuan atau talentanya
tersebut untuk memuliakan sang pencipta. Karna itu baginya memuji dan menyembah Tuhan adalaha hal utama di dalam hidup manusia.
“Semua yang diciptakan manusia ada karna untuk memuji dan menyembah Dia. Gak mungkin Tuhan memuji dan menyembah diriNya sendiri kan. Makanya
Tuhan menciptakan kita, dan Tuhan memberikan kita kelebihan. Nah lewat
kelebihan itulah kita memuji dan menyembah Dia” Untuk motivasi dan dorongan melayani, ia mengatakan bahwa motivasinya untuk
menjadi pelayan tamborin tidaklah seperti saat ini. Motivasi pelayanan yang dimilikinya senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Awalnya
ia mengikuti pelayanan menjadi penari tamborin karena ia melihat look up sosok kakak perempuannya yang keduanya adalah penari tamborin di gereja. Sewaktu
kecil ia melihat kedua kakaknya dan terinspirasi karena terlihat cantik dengan
Universitas Sumatera Utara
128 kostum penari tamborin. Sehingga ia ingin mengikuti jejak kakaknya dan belajar
menari. Seiring berjalannya waktu kedua kakaknya menikah dan tidak melayani lagi, sehingga ialah yang meneruskan jejak kakaknya dan melayani untuk memuji
Tuhan. Selanjutnya, ia menjajagi pelayanannya di GBI dan disanalah ia mendapatkan banyak pengetahuan dan diperbaharui lagi makna pelayanan dan
motivasi pelayanannya. Dan akhirnya ia menemukan apa yang menjadi motivasinya dalam pelayanan tamborin yang ia perankan. Motivasi atau dorongan
yang membuat ia ingin melayani ialah ingin tetap memuji dan menyembah Tuhan. “Semuanya proses.. Akhirnya kakak temukanlah, kenapa sih kita harus
melayani. Jangan sampai kita melayani kosong, gak punya apa-apa. Kita ada di atas mimbar itu, untuk apa? Untuk memuji dan menyembah
Tuhan. Kalo kita di atas mimbar gak memuji dan menyembah Tuhan, ya
bagus gak usah melayani.” Pelayanan tak harus berbicara soal mimbar. Sikap hati dan perilaku yang rendah
hatilah yang mencerminkan pelayanan manusia. Menurutnya setiap orang berhak melayani Tuhan, baik laki-laki maupun perempuan, asalkan sesuai dengan
porsinya. Belajar dan memahami hal-hal baru sanagtlah penting karena baginya dalam kehidupan harus naik level terus, begitu juga dalam pelayanan. Kalau
sedang lelah berhentilah sejenak untuk ambil ancang-ancang dan jalan lagi sampai bisa naik level, jangan sampai berhenti. Demikianlah Kak Feronika memaknai arti
sebuah pelayanan yang dilakukan manusia.
Universitas Sumatera Utara
129
4.3.5. Pelayanan Tamborin
Tari tamborin merupakan bagian acara yang tidak terpisahkan dalam acara kebaktian yang ada di dalam ibadah raya Gereja Bethel Indonesia GBI. Tari
tamborin telah dimainkan di GBI sejak gereja ini mulai dibentuk. Tarian tamborin dimainkan secara berkelompok, dan menggunakan tamborin sebagai media
utama. Tarian tamborin merupakan tarian yang dipakai ketika ibadah raya, ibadah perayaan natal dan paskah, ibadah KKR Kebaktian Kebangkitan Rohani. Menari
di mimbar, dengan dua atau tiga orang penari. Tarian tamborin dalam sebuah ibadah umumnya dilakukan oleh perempuan.
Di dalam alkitab yang tertulis di Kitab Keluaran 15, tamborin merupakan rebana yang dipakai oleh Orang Israel untuk memuji Tuhan sebagai ungkapan syukur.
Seperti yang terjadi pada Orang Israel setelah diselamatkan dari Firaun. Kemudian Miryam mengambil rebana dan menarikan tarian sebagai ucapan syukur kepada
Tuhan. Keluaran 15:20 “Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya
memukul rebana serta menari-nari. Kak Feronika sduah mengenal tarian tamborin sejak kecil. Ia merasa bahwa
menari adalah talenta yang ia miliki sampai saat ini, sehingga ia memakai talenta atau kemampuannya tersebut untuk menjadi bagian dari pelayanan gereja. Dengan
pengalaman menari yang cukup lama, Kak Feronika juga memiliki banyak kisah pelayanan tarian tamborinnya. Sejak SMA Kak Feronika sudah memulai memiliki
hubungan yang baik dengan orang luar. Pada masa itu juga ia sudah mendapat
Universitas Sumatera Utara
130 panggilan pelayanan juga di luar gereja, seperti natal sekolah-sekolah, natal
kampus, dan lain sebagainya. Di usianya yang masih muda ia sudah memiliki sepak terjang pelayanan yang
cukup baik. Adapun tawaran pelayanan yang ia terima ialah mengajarkan tarian tamborin untuk acara tertentu, atau mungkin ia dan tim tamborinnya yang diminta
untuk melayani di ibadah-ibadah tersebut. Baik itu ibadah paskah, natal, dan sebagainya. Namun, semenjak ia memulai pelayanannya di GBI, ia tidak lagi
menerima tawaran-tawaran tersebut dnegan alasan sudah memiliki jadwal yang padat dan cukup sibuk dengan pelayanannya di gereja. Dahulu ia juga sering
mengajarkan tarian tamborin di GSJA cabang lain. Seperti misalnya di GSJA Polonia, GSJA Bromo, GSJA Helvetia. Setiap bulan ia ckup sering melakukan
kunjungan ke gereja-gereja tersebut untuk melatih tamborin. “Kakak juga sejak SMA ngajar-ngajar tuh, biasanya sih kalo ada natal.
Gereja-gereja atau sekolah-sekolah atau rumah sakit manggil kita untuk nari, atau ngajarin nari kayak dulu di LP3M. banyaknya ngajarin
sih beberapa bulan sebelum event, kadang juga ikut nari sama mereka. Tapi sejak masuk GBI g
ak ngambil lg, karena udah sibuk sendiri kan.” Hingga kini setiap hari minggu Kak Feronika rutin melakukan pelayanannya
terkhusus untuk dua gereja yang dinaungi pusat saja, yakni GBI Sumatera Resort dan GBI Medan Fair. Sebelum pelayanan setiap minggunya tentunya mereka
melakukan latihan terlebih dahulu. Adapun jadwal latihan penari tamborin yang akan melayani di hari minggu ialah setiap hari sabtu sore. Latihan yang mereka
lakukan tidak terbatas ruang, artinya mereka bisa latihan dimana saja sesuai dengan kesepakatan tim tamborin yang akan melayani di hari minggu. Biasanya
latihan akan dilaksanakan di Sumatera Resort, namun latihan sering juga dilaksanakan di rumah-rumah para pelayan tamborin sesuai kesepakatan bersama.
Universitas Sumatera Utara
131 Dengan jadwal aktivitas yang cukup padat setiap harinya membuatnya harus
mampu mengatur jadwal latihan dan pelayanan sebaik mungkin. Sepulang kerja di hari sabtu, Kak Feronika memiliki waktu untuk kembali ke rumh. Jika ia memiliki
waktu yang senggang, maka ia akan memilih beristirahat. Setelah itu ia kemudian bersiap-siap latihan dan mempesiapkan setiap keperluan untuk latihan keesokan
harinya. Ia menceritakan kepada peneliti bahwa kadang kala ia mengalami kesulitan mengatur waktu. Sehingga dalam suatu keadaan ia harus memilih salah
satu untuk diprioritaskan, ia cenderung bersikukuh untuk meluangkan waktunya demi pelayanan.
“Kerja sampe hari sabtu, jadi hari sabtu pulang kerja siap-siap. Kalo ada waktu tidur bentar, baru latihan lagi, baru prepare lagi siap-
siapkan bahan baju dan segala macam untuk besoknya. Baru besok pelayanan. Ngatur waktu, kadang keteteran sih dek, cuma itu.. kalo ada
niat bisa aja sembari tersenyum. Cuma kalo jumat kerjaan di kantor belum siap, tinggalin dulu, siap gak siap pokoknya ke gereja ngajar
dulu. Karna kan biar gimana pun Tuhan lihatlah usaha kita udah
gimana. Tetep ini prioritasku dan lebih kepada tanggung jawab.” Selain melayani sebagai penari, Kak Feronika juga melayani sebagai mentor atau
pelatih tamborin untuk para penari tamborin yang masih dalam masa training junior. Untuk jadwal mengajar tamborin, ia berbagi tanggung jawab dan saling
membahu dengan rekannya yang juga sesama senior. Sehingga tidak semua beban pelayanan ia tanggung sendiri, karena mereka juga memiliki tim. Untuk mengajar
dan latihan adalah kegiatan yang sudah terjadwal, namun ada juga kegiatan- seperti pertemuan departemen music, menara doa, doa pengerja, dan sebagainya.
Maka, ia harus menyesuaikan dengan jadwal yang dimilikinya, jika tidak bisa hadir maka ia ijin. Ini tergantung bagaimana ia memprioritaskan sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
132 Pelayanan tamborin dalam masa trainingnya memiliki standar waktu yang telah
ditetapkan. Alasan mengapa standar waktu dari masa training ke pelayanan cukup lama dikarenakan mereka harus belajar tarian tamborin sebanyak 100 gerakan.
Kak Feronika dapat melayani cepat karena basicnya sudah menari dan melayani di gerejanya yang sebelumnya, sehingga tida terlalu sulit baginya untuk belajar
banyak gerakan tarian dalam waktu yang singkat. Selain itu pada masa ia training dahulu, mentornya cukup cepat dalam mengajarkan mereka menari. Berbeda
halnya dengan adik-adik junior yang dilatihnya kini yang perkembangannya cenderung agak lambat. Para pelayan penari tamborin yang sedang mengikuti
masa pelatihan juga diperhatikan perkembangan kemampuannya. Jika perkembangannya signifikan, maka sudah bisa melayani meskipun masih dalam
hitungan bulan. “Kita sebenernya kenapa buatnya lama gini, karena mereka juga harus
belajar 100 lebih gerakan loh. Lah ini, anak baru udah 2 bulan, baru 12 gerakan. Bayangin aja kalo mau seratus berapa bulan? Karena
basicnya udah nari kalo kakak 6 bulan 100 gerakan, lagipula kakak
yang dulu ngajarin kami tuh ekstra kenceng.” Sampai kini penari tamborin senior yang tertinggal hanya ia dan salah satu
rekannya, yaitu Kak Riama. Selebihnya adalah para junior yang baru memulai masa melayani. Para senior penari tamborin di GBI kebanyakan sudah tidak
melayani lagi sebagai pelayan tamborin dikarenakan sudah menikah dan sudah tidak berdomisili di Medan lagi. Dalam pelayanan tamborin terdapat kebijakan tak
tertulis, dimana jika sudah menikah tidak bisa lagi melayani di ibadah. Karena ada hal-hal yang perlu dijaga oleh perempuan jika ia sudah menikah, seperti misalnya
mengandung atau hamil serta alasan lainnya. Meskipun demikian, seorang pelayan perempuan yang sudah menikah masih bisa melayani dalam hal
Universitas Sumatera Utara
133 memberikan pengajaran terhadap para juniornya dan melakukan mentoring tarian
tamborin. Memang pada akhirnya pelayan tamborin yang sudah menikah rata-rata memilih untuk tidak melayani lagi dengan alasan mengikuti suaminya mengikuti
gereja suami. Kak Feronika merupakan Leader Tamborin dalam tim tamborin memiliki tugas
merancang RKT Rancangan Kerja Tahunan pertahun karena sudah memiliki planning audit dari GBI yang di dalamnya terdapat jadwal latihan bahkan tempat
latihan serta keseluruhan biaya latihan, kostum penari, dan lain sebagainya. Di samping itu ia juga mengurusi berkas audisi tamborin dalam setahun. Ia juga
bertugas memantau perkembangan penari tamborin yang sedang dalam masa pelatihan. Tak hanya itu, ia juga menyusun banyak laporan-laporan bulanan dan
pertemuan dalam tim pelayan tamborin yang selanjutnya diserahkan kepada para pemimpin dan juga Departemen Musik. Koordinator Tamborin dijabat oleh Bang
Donis. Ia menyadari bahwa bakat menari yang ia miliki bisa ia pakai untuk apa saja, hal
itu berguna bagi dirinya sendiri, bagi orang lain, bahkan untuk memuliakan Tuhan. Kak Feronika juga menuturkan bahwa sejak kecil ia sudah memiliki cita-
cita untuk membuka sebuah sanggar tari sekuler dengan banyak jenis tarian baik tarian modern maupun klasik. Hal itu dikarenakan ia menyadari bahwa di Kota
Medan sulit untuk menemukan sanggar tari. Hal ini dituturkannya jika ada kesempatan dan dana ia ingin mendirikan sanggar tari tersebut agar orang-orang
yang memiliki bakat menari bisa mengeksplor kemampuannya menjadi lebih baik lagi.
Universitas Sumatera Utara
134 Kerinduannya dalam pelayanan adalah ia ingin ia tetap ingin melayani meskipun
sudah menikah nantinya. Meskipun tidak bisa menari di ibadah lagi, setidaknya ia ingin menjadi pelatih, pembina, atau pemerhati para pelayan tamborin nantinya.
Begitulah ia mencintai pelayanan yang telah dilakukannya sejak lama.
4.3.6. Pelayanan Keluarga
Kak Feronika merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ia mempunyai dua orang kakak perempuan, satu orang abang, dan satu orang adik laki-laki. Kedua
kakak dan abangnya telah berumah tangga menikah. Ia kini tinggal bersama orangtuanya yang berdomisili di Kota Medan yang beralamat di Jalan Ringroad.
Selain itu di rumah ia juga tinggal bersama abang dan kakak iparnya bersama adik laki-lakinya.
Kak Feronika lahir di keluarga dengan basic pelayanan. Ayahnya merupakan seorang Worship Leader WL di GSJA. Kedua kakak perempuannya sebelum
menikah merupakan pelayan tamborin. Dan sekarang kakak perempuannya yang pertama adalah guru tari di gerejanya, sedangkan kakak keduanya adalah singer.
Sementara abangnya melayani di gereja yang sama dengan orang tuanya sebagai pemain drum. Adik laki-lakinya yang berusia 24 tahun tidak melayani karena
memiliki keterbatasan, yakni down syndrome. Kak Feronika menceritakan kepada peneliti bahwa ia dan keluarganya pernah melayani dalam satu mimbar yang sama
di suatu waktu, ketika itu ia masih melayani di GSJA. Ia mengungkapkan kebahagiaannya dan sangat bersyukur terlahir di keluarga yang sangat mencintai
Tuhan dan mencintai pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
135 Pertama kali meminta izin untuk berpindah melayani di GBI, orangtua Kak
Feronika tidak banyak berkomentar. Kedua orangtuanya sangat memberikan dukungan moral kepadanya ketika ia memilih untuk melayani di GBI. Sampai saat
ini orang tua dan keluarganya tidak pernah berkomentar atau komplain dengan kesibukannya di pelayanan. Karena menurut mereka yang terpenting adalah ia
mengalami pertumbuhan rohani. “Sejujurnya sangat support sih,mungkin karna ngerasa anaknya
berubah kali atau gimana yaa. Cuma ga ada sama sekali bilang loh kenapa kok pindah? Yang ada „yaudah, kalo kamu bertumbuh disana
silahkan‟ gitu. Sampe sekarang juga ga ada komplain misalnya „tuh kan sejak pindah ke GBI‟. Toh sama aja sama-sama kharismatik. Sampe
sekarang orang tua ya support, support banget malah.” Dalam satu minggu ia memiliki waktu hanya tujuh hari, namun tujuh hari tersebut
harus dimaksimalkan untuk setiap kegiatannya yang cukup padat. Ia harus bekerja mulai hari senin sampai sabtu, kemudian ia juga harus meluangkan waktunya
untuk melatih dan latihan tamborin, dan juga ia melakukan pelayanan setiap hari minggu di gereja. Meskipun hari-harinya penuh kesibukan, ia tetap memiliki
hubungan yang baik dengan keluarganya di rumah. Untuk bekerja, menurutnya itu sudah memiliki waktu yang tersendiri. Ia harus bangun pagi setiap hari, kemudian
pukul 07.00 WIB ia harus berangkat ke kantor dan pulang kantor sore atau malam hari. Sehingga malam hari adalah waktu untuk bersama-sama dengan keluarga di
rumah. Biasanya di malam hari ia bercengkerama dengan keluarganya menceritakan apa yang dialami dan lain sebagainya.
“Tapi sejauh ini sih semua bisa terkendali, bisa ketemu keluarga juga, dan ada waktu buat cerita-cerita sama keluarga. Ntar juga istirahat
bentar, terus bantu-bantu masuk, dan lain-lain. Jadi ga ada masalah
sih”
Universitas Sumatera Utara
136 Ia menggunakan waktunya dengan hal-hal yang sangat bermanfaat. Karena
aktifitasnya yang padat ia juga sangat bersyukur ketika memiliki waktu yang luang untuk tidur melepaskan penatnya. Jika hari libur sudah tiba, keluarganya
cenderung tidak pergi-pergi untuk mengisi waktu libur. Mereka hanya akan di rumah beristirahat dan quality time bercerita panjang.
Dalam melakukan pelayanannya, keluarga sudah mengerti kesibukannya. Namun, ia juga pernah ditegur oleh keluarganya karena terlalu sibuk pelayanan, saat itu ia
sibuk untuk persiapan ibadah perayaan paskah. Ia ditegur karena pergi pagi pulang tengah malam, sehingga keluarganya protes dan khawatir akan
kesehatannya. Namun, ia memberi pengertian kepada keluarganya, karena bagimanapun hal tersebut adalah pilihan yang sudah diputuskannya.
“Orang tua dan kakak bilang, mau jadi apa badan kamu. Gereja sih gereja, tapi jangan gitu juga. Masa tiap hari pulang jam 10 jam 11, mau
jadi apa badanmu, perhatiin kesehatan juga. Yahh cuma kakak kasih penegertianlah sama mereka. Karna inikan keputusan kakak untuk
memilih jadi harus diselesaikan”
4.3.7. Pengetahuan Ibu Siahaan Tentang Pelayanan Feronika Renpoi
Ibu Siahaan berusia 58 tahun merupakan Ibu dari Kak Feronika, sehari-harinya bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga IRT. Ibu Siahaan merupakan salah seorang
yang berperan dalam pelayanan Kak Feronika yang senantiasa mendukungnya. Ibu Siahaan sampai saat ini merupakan jemaat tetap GSJA bersama anggota
kelurga lainnya.
Universitas Sumatera Utara
137 Ibu Siahaan bercerita kepada peneliti mengenai pengetahuannya tentang
pelayanan Kak Feronika. Menurut ingatannya Kak Feronika sudah melayani sejak kecil yakni sejak duduk di bangku SMP. Namun SD sudah belajar menari
bersama kedua orang kakaknya. Beberapa tahun yang lalu Kak Feronika memilih untuk melayani di GBI dan meninggalkan pelayanannya yang di GSJA. Ibu
Siahaan mengungkapkan bahwa ia setuju dan tetap mendukung pilihan anaknya tersebut ketika anaknya memilih untuk melayani di GBI. Bahkan sepengetahuan
Ibu Siahaan bahwa Kak Feronika juga berpamitan dan meminta restu dari Gembala di GSJA pada masa itu.
“Ya kalau saya setuju, kalau masih tetap dia mengikut Tuhan, tingkahnya baik, pelayanannnya baik, ya saya dan bapaknya setuju aja.
Disana aku mak pak melayani, yaudah setuju aja. Sama pendeta kami
pun dia ijin sangkin dekatnya.” Ibu Siahaan mengungkapkan kepada peneliti bahwa dalam hal pelayanannya Kak
Feronika cukup terbuka dan sering bercerita dengan keluarganya. Bahkan ketika memilih melayani di GBI, Kak Feronika jujur kepada kedua orang tuanya,
kemudian Ibu Siahaan dan suaminya tetap memberikan dukungan. Sejauh ini memandang bahwa anaknya tetaplah seperti anaknya yang dikenalnya, ia
mengaku semua anaknya semuanya merupakan anak-anak yang baik dan penurut. Bahkan hampir semua anaknya melayani Tuhan di gereja. Sepengetahuannya
sejak kuliah Kak Feronika bahkan sudah menjadi anak yang mandiri yang bekerja sambil kuliah untuk meringankan kedua orang tuanya.
“Ini biasanya nanti jam 10 datang kawannya kemari latihan menari. Karna gak sempat setiap hari, kan kerja orang itu. Malam minggu
biasanya datang, mau sampe jam 12.”
Universitas Sumatera Utara
138 Kak Feronika adalah orang yang sibuk baik dalam aktivitas sehari-hari bahkan
pelayanannya. Sekalipun demikian Ibu Siahaan enggan untuk menuntut anaknya untuk melakukan kemauannya. Ia justru memberikan ruang gerak yang bebas bagi
anaknya untuk tetap berkreatifitas dalam pilihannya. Ia mengaku meskipun berbeda gereja tetaplah sama karena sama-sama melayani Tuhan.
“Kalau udah malam dia pulang dari kerja dan pelayanannya ya kita tenangkan lah dia. Makan kau nak, mandi kau nak, kita bilang lah. Kan
tau kita dia udah capek, kami gitu sama bapaknya. Kami gak mau menekan anak kami karna sejak dini anak kami baik-
baiknya semua.” Menurutnya Kak Feronika adalah anak yang berbakti bahkan jika gajian ia akan
memberikan sebagian gajinya untuk orangtuanya. Untuk berkumpul bersama keluarga Ibu Siahaan menceritakan bahwa mereka akan berkumpul dan
bercengkerama sekeluarga semua anak-anaknya kembali ke rumah.Biasanya jika akhir bulan Kak Feronika akan lama kembali dari kantor karena tutup buku.
Menurut pendapat Ibu Siahaan meamndang pelayanan sebagai sesuatu yang memang harus dilakukan. Ia bahkan sangat setuju jika anak perempuannya
melayani di gereja. Yang terpenting baginya adalah anaknya melayani Tuhan dan hidupnya damai dan baik-baik saja.
“Selagi masih melayani yang terbaik dia untuk Tuhan ya setuju. Ini karna kita tengok dia masih bagus ya setuju aja.”
Untuk pelayanan keluarga yang dilakukan Kak Feronika, Ibu Siahaan menceritakan bahwa dahulu ketika anak-anaknya masih kuliah mereka sangat
sering kumpul bersama doa malam maupun doa pagi saat teduh bersama. Namun, semenjak anak-anaknya bekerja dan sangat sibuk dengan urusan masing-
masing sehingga sering pulang malam tidak sempat untuk kumpul doa bersama.
Universitas Sumatera Utara
139 Oleh karena itu mereka melakukan doa secara pribadi-pribadi di kamarnya
masing-masing. Dari kelima anaknya hampir keseluruhan anaknya melakukan pelayanan,
meskipun sejak menikah beberapa anaknya berpisah gereja dengan mereka. Namun demikian, ia tetap selalu bangga dan mendukung pelayanan yang
dilakukan oleh setiap anaknya. Ia menceritakan bahwa semua anak-anaknya sejak kecil dimasukkan ke sekolah yang musik dan belajar tari. Ia melakukan hal
tersebut karena anaknya meminta dan ia merasa bahwa anak-anaknya memiliki talenta dalam bermain musik maupun menari. Tapi ia mengatakan hal tersebut
tidak masalah dan tidak memberatkannya karena ia melihat hasilnya sekarang bahwa setiap anaknya setia melayani Tuhan.
Ibu Siahaan mengaku bahwa semua anggota keluarganya kompak satu sama lain. Dimana orangtua dekat dengan anak dan anak dekat dengan orangtua sangat
dekat. Ia pun enggan memberi jarak dengan anak-anaknya dan akan selalu mendukung pelayanan anak-anaknya.
4.4.Frisca Tarigan 4.4.1. Profil Frisca Tarigan
Frisca Tarigan, seorang pelayan perempuan yang melayani sebagai WL Worship Leader di GBI Rayon IV Sumatera Resort. Peranannya sebagai WL yang cukup
berpengaruh dalam pelayanannya sekalipun ia masih muda, hal ini dikarenakan talenta menyanyi, memuji dan menyembah yang dimilikinya dapat dikategorikan
amat baik. Ia menamatkan studi S1 Sastra Inggris di Universitas Methodist
Universitas Sumatera Utara
140 Indonesia. Setelah tamat kuliah ia sempat bekerja di Bank HSBC ada di Kota
Medan selama dua tahun. Cukup lama bekerja di bank tersebut ia menghadapi suatu hal yang membuatnya tidak nyaman lagi bekerja. Akhirnya ia memutuskan
untuk keluar dan mengundurkan diri. Setelah ia keluar dari bank tersebut ia bergumul dan mencari pekerjaan baru.
Kak Frisca kini bekerja sebagai fulltimer di Sekretariat GBI sebagai Asisten Chief Of Staff . Ia memulai karirnya sebagai fulltimer GBI sejak januari 2016. Dahulu
awalnya ia tidak tertarik menjadi seorang fulltimer, sampai suatu ketika ia mengalami pengalaman yang berarti baginya
“Yang buat saya sadar jadi fulltimer itu adalah keponakan saya, yang waktu itu masih umur tiga tahun. Kan di rumah masih nganggur dia
ngomong bilang „udahlah bibik gak usah di rumah, bibik kerja aja di gereja‟. Hah? Anak tiga tahun bisa ngomomg gini? Saya konfirmasi,
saya berdoa sama Tuhan untuk masuk sini. Malah sama sekali gak ada terbuka pintu untuk jadi fulltimer. Saat saya pengen kok gak ada ya,
yaudah saya tunggu aja. Saya tetap setia melayani Tuhan, sampai satu kali bos saya yang sekarang dia panggil saya, udah mau masuk bulan
September tahun lalu, Medan Plaza terbakar. Kemudian dipending lagi, saya sempat hopeless dan cari pekerjaan baru. Namun akhir tahun
desember 2015 saya dibilangi, siap gak masuk 5 januari 2016? Saya siap, yaudah sampe s
ekarang saya jadi fulltimer” Baginya menjadi seorang fulltimer di GBI bukanlah pekerjaan, melainkan sebuah
panggilan. Karena tidak semua orang bisa menjadi fulltimer. Banyak yang melamar, namun tidak diterima karena pada umumnya orang-orang ingin
menjadikan fulltimer sebagai pekerjaan bukan pelayanan. Karena panggilan tersebutlah ia memiliki peluang menjadi seorang fulltimer di GBI.
Dengan kemampuan dan talenta yang ia miliki, ia dipercayakan menjadi seorang WL Pemimpin Pujian di GBI Sumatera Resort. Baginya WL berperan untuk
Universitas Sumatera Utara
141 membangun jemaat untuk sama-sama menyembah Tuhan. Menjadi seorang WL
baginya tidaklah mudah dan WL harus penuh dengan firman untuk penyembahan, tidak asal-asalan.
4.4.2. Sejarah dan Keterlibatan dalam Pelayanan
Ia mulai berkecimpung di pelayanan sejak berusia 16 tahun, yaitu ketika ia duduk di bangku sekolah kelas 1 SMA. Saat itu ia melayani di GBI Adam Malik yang
merupakan cabang GBI Rayon IV. Kak Frisca dan kakaknya ketika itu sama-sama sedang mengikuti kelas les musik di Yehuda Music Centre. Mereka mengikuti
sekolah music dengan modal dari kakak sulungnya. Awal pelayanannya di kala itu dimulai dari kakak perempuan kembarannya yang ditawarkan untuk pelayanan
di GBI Adam Malik sebagai pemain bass oleh guru lesnya. Dikarenakan GBI Adam Malik merupakan gereja cabang kecil dan ketika itu kekurangan pengerja
pelayan, sehingga Kak Frisca diajak oleh kakaknya untuk mengambil bagian dalam pelayanan di gereja tersebut. Kelas 1 SMA ia memutuskan untuk ambil
bagian dalam pelayanan tersebut sebagai seorang singer. Setelah dua tahun menjalani aktifitasnya sebagai seorang pelayan singer, tepatnya
di tahun 2008 setelah mengikuti berbagai training ia kemudian diangkat menjadi WL dan dipercayakan memimpin ibadah. Tak lama kemudian ia juga
dipercayakan menjadi Koordinator Bidang Musik di GBI Adam Malik. Di tahun 2010 Gembala Sidang Cabang GBI Adam Malik meninggal dunia dan gembala
GBI Adam Malik digantikan dengan yang baru. Ia kemudian memilih untuk keluar dari pelayanannya. Alasan Kak Frisca keluar ialah merasa sangat respect
dengan beliau karena ia sangat dekat dengan gembala tersebut dan sudah
Universitas Sumatera Utara
142 menganggapnya sebagai ayahnya sendiri. Ia vakum sampai dua bulan, namun ia
masih mengikuti ibadah-ibadah di GBI Medan Plaza pada masa itu. Sementara itu kembarannya yang sama melayani dengannya tidak lagi melayani sampai saat ini.
Selama mengikuti ibadah-ibadah di Medan Plaza ia sempat bertemu dengan seorang WL pria yakni Ko Bendi yang mengatur bagian penjadwalan. Suatu hari
seusai menara doa Ko Bendi memanggilnya dan merekomendasikannya untuk diaudisi, padahal saat itu sedang tidak ada jadwal audisi di GBI Medan Plaza yang
merupakan pusat GBI Rayon IV. Ketika diaudisi Kak Frisca disuruh bernyanyi, tak lama kemudian hari minggunya ia dijadwalkan menjadi singer. Karena Kak
Frisca sebelumnya sudah cukup lama melayani di GBI Cabang Adam Malik sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk kembali melayani sebagai
singer. Melihat perkembangannya setelah beberapa bulan melayani sebagai singer di GBI Medan Plaza ia kemudian dijadwalkan menjadi WL. Melayani sebgai WL
ia tidak langsung melayani di ibadah raya, namun ia memulainya dengan ibadah- ibadah yang jemaatnyan tak banyak seperti menara doa. Sejak saat itu ia menjadi
pelayan tetap sebagai salah satu WL perempuan yang melayani di Rayon IV hingga saat ini.
“Gak ikut training lagi karena di gereja sebelumnya kan basic aku melayani sebagai WL dan mereka sudah kenal. Sekarang kita untuk jadi
WL harus jadi singer dulu, jadi gak cepat. Kasih karunia juga sih”
4.4.3. Dasar dan Motivasi Pelayanan Frisca Tarigan
Kak Frisca mengisahkan kepada peneliti bahwa awalnya ia tidak pernah punya keinginan untuk melayani. Sewaktu remaja ia sering dibawa oleh kakakanya
beribadah di GBI Medan Plaza. Suatu kali ia melihat seorang WL perempuan, ia
Universitas Sumatera Utara
143 tertarik melihat perempuan yang memimpin ibadah tersebut dan ia terinspirasi.
setiap kali selesai ibadah ia melewati mimbar dan mendekatinya sambil menyentuh.
“Saya pernah SMP ibadah di Medan Plaza dan kakak saya yang bawa saya. Saya pernah satu kali lihat ada seorang WL, yang sampe sekarang
saya gak ingat itun orangnya siapa. Saya lihat dia bagus, kayaknya senang ya liatnya, bagus. Jadi setiap kali pulang ibadah setiap kali
lewat pasti saya pegang mimbar itu dan berkata „nanti saya melayani disini‟. Perempuan itu menginspirasi saya.”
Awalnya ketika sering diajak beribadah di GBI ia merasa ogah-ogahan, dan beberapa kali diajak oleh kakaknya yang kedua ia tidak mau ikut. Hal ini
dikarenakan perbedaan ibadah GBI dengan gereja tradisi yang ia dan keluarga ikuti. Namun, meskipun demikian ia sangat menyukai GBI ketika melihat WL dan
jemaatnya menyanyi memuji dan menyembah. Bahkan ketika diajak ibadah ia mau asalkan dibelikan mie ayam.
“Yang menginspirasi saya juga kakak saya. Karna kan dia berjuang untuk saya, dia leskan saya vocal. Yang saya dulunya gak ngerti
pelayanan, dia bener-bener punya hati pengen saya melayani, dan dia bener-bener berdoa untuk saya. Beberapa kali diajak kakak ibadah saya
gak mau, karna saya dari gereja tradisi kan. Sama seklai hati saya gak dis
itu. Tapi akhirnya Tuhan yang panggil saya.” Dasar melayani yang dimiliki oleh Kak Frisca, ia memiliki kesaksian tentang
pengalaman rohaninya. Ketika itu ia merupakan siswi tingkat akhir di bangku SMP, dan ia mengikuti Ujian Nasional. Namun sayangnya ketika ujian mata
pelajaran Bahasa Indonesia, tanpa sengaja ia membolongkan lembar jawaban. Sementara waktunya sudah habis, dan dengan pasrah ia kumpulkan lembar
jawaban tersebut.
Universitas Sumatera Utara
144 “Saya dulunya betul-betul gak rohani, di GBKP juga gitu-gitu aja.
Minggu di rumha gitu. Satu yang membuat saya berubah pas lulusan SMP kelas 3 pas Ujian Bahasa Indonesia kertasnya saya buat bolong.
Nah, secara manusiawi itu sebenernya gak bisa lulus kan? Waktunya
gak sempat lagi untuk ganti terpaksa kumpul.” Setibanya di rumah ia pasrah berdoa dan berjanji di dalam doanya jika ia lulus ia
akan sungguh-sungguh mau melayani. Ketika pengunguman, ibunya yang mengambil hasilnya. Kemudian ketika dibuka ternyata ia lulus. Ia sangat bahagia
daan memasuki kelas 1 SMA ia mengambil formulir untuk melayani di GBI Adam Malik.
“Sampe rumah saya udah gak tau lagi mau gimana, saya berdoa sama Tuhan sambil nangis saya bilang „Tuhan kalau Tuhan kasih saya lulus
saya akan sungguh-sungguh sama Tuhan. Sampai satu ketika pas pengumuman orang tua yang ngambil, mama yang ambil ternyata pas
dia buka saya lulus. Nah itulah yang membuat saya mau mengambil formulir untuk melayani. Makanya kelas 1 SMA saya sudah melayani
Tuhan.” Selama melakukan pelayanan ia melalui setiap ritme dan perubahan dilewatinya
yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini, kak Frisca di GBI Sumatera Resort cukup dikenal dalam pelayanan WL yang dilakukan melalui talenta yang
dimilikinya. Ia merasa bersyukur karena orang-orang banyak mempercayakan pelayanan-pelayanan yang besar
“Dari pelayanan ini, secara rohani secara jasmani saya diberkati. Dari yang dulunya orang gak banyak kenal siapa Frisca. Bahkan orang banyak
mempercayakan pelayanan-pelayanan besar. Contohnya kayak natal itu jadwal padat. Yah perubahan-perubahan itu yang membuat pelayanan dan hubungan
sama Tuhan semalin lama semakin baik.” Ia juga merasa kapasitas yang dimilkinya ketika ia masih awal-awal melayani
dengan saat ini sudah sangat jauh berbeda. Ia terus melatih kemampuannya bernyayi serta memuji dan menyembah. Selain itu di GBI para pelayan difasilitasi
Universitas Sumatera Utara
145 latihan vocal dan menyanyi. Sehingga tak heran jika ia mengalami kemajuan dari
waktu ke waktu hingga kini. “Kapasitas saya dulu ketika masih di cabang di gereja lama dengan
yang sekarang jauh beda lah., dari teknik, cara saya melayani, cara saya memimpin semua berbeda. Disini kita juga kan diperlengkapi,
gembala yang ngajarin. Sejauh pelayanan ini semakin baik sih.” Saat ini ia tidak lagi mengikuti latihan WL, untuk latihan menyanyi masih
difasilitasi dari gereja setiap hari kamis. Latihan WL hanya untuk WL junior baru yang baru melayani. Justru Kak Frisca dan para senior WL lainnya lah
yang melatih mentoring bibit-bibit WL baru. Dia berharap muncul generasi baru yang mau melayani.
Pelayanan lain yang ia lakukan selain menjadi WL ialah mengajar, yakni mengajar WL. Banyak gereja-gereja yang memintanya untuk mengajar WL di
gereja tersebut, kelas WL. ia ingin membagikan kepada orang-orang yang diajarkan bagiamana cara memimpin ibadah dan memuji serta menyembah agar
memperoleh hadirat ketika beribadah. Ia juga merupakan salah satu presenter dalam video warta jemaat yang ditampilkan setiap minggu. Pelayanan yang
dilakukannya hanya di pusat dan difokuskan di GBI Sumatera Resort, GBI Medan Fair dan GBI HDTI. Ia cukup sibuk dalam pelayanannya, ia bercerita bahwa ia
pernah diminta oleh GBI Pekanbaru untuk melayani disana. Namun, karena jadwalnya yag padat permintaan tersebut tidak diterima, karena harus melewati
prosedur melalui pihak GBI Sumatera Resort. Di GBI Sumatera Resort terdapat lima kali jadwal ibadah dalam sehari untuk
ibadah raya di hari minggu. Untuk pelayanannya di hari minggu, Kak Frisca
Universitas Sumatera Utara
146 melayani maksimal tiga kali dalam satu hari, karena dalam melayani pihak
penjadwalan di GBI juga mempertimbangkan daya tahan dan kapasitas seorang pelayan. Jika sudah sangat terdesak karena keterbatasan pelayan, maka mau tidak
mau Kak Frisca melayani empat kali dalam ibadah raya. Ia mengatakan bahwa jika melayani dalam sehari empat kali sangat maksimal dan pasti akan kelelaha,
karena ia menyadari kemampuannya sampai dimana. Waktu Kak Frisca bekerja dalam seminggu ialah selasa sampai dengan sabtu.
Setiap hari senin biasanya ia libur karena mengikuti jadwal secretariat, namun sebulan sekali ia mngikuti doa pengerja setiap bulan hari senin di minggu
pertama. Sementara hari minggu adalah hari baginya untuk melakukan pelayanan. Jadwal yang padat setiap harinya membuat ia harus mampu mengatur waktunya
dengan baik. Untuk hari selasa dan sabtu ia juga menyelingi waktu bekerjanya untuk melayani.
Dimana di hari selasa ia melayani di Ibadah Menara Doa, dan di hari sabtu ia melayani di Doa Puasa di GBI Sumatera Resort. Untuk hari lainnya ia full bekerja.
“Untuk selasa dan sabtu tuh saya memang udah bilang ke pemimpin saya melayani, dan itu adalah salah satu syarat yang saya ajukan ketika
masuk jadi fulltimer, saya mau tetap melayani.” Setiap hari selasa sore ia juga les vocal privat di rumahnya dengan tujuan
mengasah lagi kemampuan suara yang dimilikinya. Untuk mentoring WL ia melaksanakan biasanya sekali dalam sebulan dan tergantung permintaan. Selain
bertatap muka ia juga menerima mentoring via telekomunikasi baik itu chat maupun lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
147 Kak Frisca juga mengungkapkan bahwa kini ia juga sedang mengikuti training
penerjemah di GBI Sumatera Resort. Training ini ditujukan untuk menerjemahkan bahasa dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia untuk keperluan jika pembicara
atau pengkhotbah menggunakan Bahasa Inggris. Tak jarang di GBI mendatangkan pembicara yang berasal dari luar negeri, baik itu misionaris, pendeta, maupun
pembicara seminar. Selain itu ia kini juga sedang disibukkan untuk mengikuti training Internal Auditor dan juga training untuk melayani di Ibadah Pernikahan.
Sejauh ini ia sangat menikmati pelayanan yang dilakukannya di tengah jadwal yang sangat padat. Maka dari itu ia harus benar-benar menjaga kesehatannya, jika
ia merasa kelelahan maka ia akan meminta cuti di kantor untuk mengambil waktu beristirahat. Meskipun agak susah untuk meminta waktu cuti.
Kak Frisca menganggap bahwa pelayanan tidak hanya di gereja, pelayanan itu dilakukan dimana-mana. Namun sejauh ini ia masih disibukkan dengan pelayanan
gereja. Ia bercerita bahwa dahulu ia dan teman-teman sepelayanannya di Departemen Musik melakukan pelayanan diakonia, yakni membagikan makanan
bagi orang yang tidak mampu. Pelayanan ini merupakan pelayanan sosial swadaya dari maing-masing mereka.Namun sekarang ia tidak lagi melakukannya karna
jadwal yang sangat padat dan sangat sibuk.
4.4.4. Pengetahuan tentang Pelayanan
Secara pribadi Kak Frisca memaknai pelayanan sebagai tujuan hidupnya. Ia menganggap panggilannya adalah pelayanan, dan ia merasa diberkati dari
pelayanan. Karena sejak dulu ia juga sudah dibiasakan oleh gembalanya yang terdahulu dididik keras dalam memahami sebuah pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
148 “Kalau buat saya makna pelayanan, pelayanan adalah hidup buat
saya.Tujuan hidup kita itu melayani Tuhan. Melayani itu adalah hidup saya, selama saya hidup saya melayani Tuhan. Saya juga udah
dibiasakan oleh almarhum gembala saya dididik keras.” Ketika ditanya apa makna pelayan menurutnya, Kak Frisca menjawab bahwa
pelayan diartikan sebagai hamba, pembantu, bahkan keset kaki yang artinya membersihkan. Demikian ia memandang manusia sebagai pelayan yang
mengerjakan perintah dan firman Tuhan dalam kehidupannya. Sama halnya dengan orang suruhan, itulah yang dimaksud dengan pelayan oleh Kak Frisca.
“Pelayan Tuhan itu, kalo dari terjemahan aslinya hamba, pembantu, bahkan disebut keset kaki. Jadi sebenarnya kita itu bukanlah orang yang
eksklusif, kita ini cuma hamba yang dipercayakan tuannya. Ya orang
suruhan gitu lah.” Sejak awal melayani sampai hari ini, banyak hal yang membuatnya mengalami
perubahan. Bahkan ia pernah mengalami suatu kejadian saat ia masih melayani di GBI Adam Malik. Hal tersebut membuatnya menjadi sangat menghargai
pelayanan. Ia juga termasuk orang yang sangat menghargai waktu, ia lebih suka menunggu daripada ditunggu.
“Ada kejadian dulu waktu saya di gereja lama. Pernah suatu kali saya sakit, demam gitu. Ada ibadah di Binjai. Saya ditelpon kamu dimana? Di
rumah pak? Jadi siapa WL? Gak ada pak. Saya disuruh datang,saya gak pelayanan disuruh duduk aja. Sejak itu saya sangat mengahargai
pelayanan.” Kak Frisca awalnya sama sekali tidak terpikir untuk menjadi seorang WL. Dahulu
ia bukanlah orang yang percaya diri untuk tampil di hadapan banyak orang. Namun kini ia menyadari bahwa menyanyi adalah karunia yang Tuhan beri
untuknya. Ia merasa bukan dirinya yang memilih pelayanan ini, namun Tuhan lah yang memilihkan pelayanan ini baginya.
Universitas Sumatera Utara
149 “Dulunya sama sekali gak kepikiran untuk jadi WL. Saya ini orangnya
gak pede-an. Dan dulu saya suka nyanyi, keluarga tau saya bisa nyanyi. Tapi begitu tampil di depan saya gak bisa. Saya gak tau kenapa
pelayanan ini yang Tuhan kasih sama saya, dari singer jadi WL yaudah ngalir aja gitu. Saya gak pilih pelayanan ini tapi Tuhan yang ppilihkan
untuk saya, gitu.” Ada sesuatu yang berbeda di dalam dirinya, dimana ia memiliki kemampuan
bernyanyi, namun ia hanya bisa menyanyi di gereja dan pelayanan saja. Jika disuruh bernyanyi lagu-lagu sekuler di depan umum, ia tidak bisa. Ia merasa
bahwa panggilannya untuk di gereja saja. “Dan uniknya saya itu kalo nyayi ya bisanya di gereja, kalo disuruh ke
tempat-tempat lain saya gak bisa nyanyi. Aneh aja gitu, panggilannya memang sudah di gereja.”
Dari hasil pengamatannya di GBI semua laki-laki dan perempuan boleh melayani. Tidak ada batasannya, selama seseorang tersebut sanggup dan
berkomitmen melayani Tuhan di gereja. Di dunia kini ada yang disebut dengan emansipasi wanita, demikian juga menurutnya dalam pelayanan. Ia bercerita
bahwa di GBI Sumatera Resort perempuan bisa masuk ke dalam setiap jenis pelayanan yang ada. Pelayanan tidak memandang jenis kelamin, karena
menurutnya Tuhan mengutus semua manusia di bumi untuk mengerjakan keselamatan, bukan hanya laki-laki atau hanya perempuan saja.
“Gak ada batasan sih kalo kita disini, sejauh mana ia sanggup melayani Tuhan ia bakal dipercayakan pelayanan itu. Kenapa perempuan harus
melayani? Kalau kembali ke saya lagi, karna hidup saya adalah pelayanan, biarpun saya perempuan saya harus melayani Tuhan.
Firman Tuhan pun gak harus laki-
laki „ini aku utuslah aku‟ bukan ini dia perempuan, ini dia laki-laki-laki utuslah. Siapa yang mau, Tuhan
kasihkan pelayanan itu, jadi bukan gendernya sih.” Menurutnya siapapun bisa melayani Tuhan, selama ia mengasihi Tuhan dan
Tuhan memilih dan memanggil orang tersebut, sekalipun ia laki-laki ataupun
Universitas Sumatera Utara
150 perempuan tidaklah masalah. Namun, ia menyadari ada beberapa gereja yang
kadang memberikan batasan bagi perempuan dalam pelayanannya. “Memang ada beberapa gereja yang pikirannya mungkin belum terbuka,
yang merasa perempuan itu gak mampu, jadi dibatasi. Tapi Puji Tuhan bersyukur untuk gereja di tempat ini, dikasih banyak kesempatan untuk
perempuan.” Ia memiliki kesaksian tentang pelayanan perempuan di GBI Sumatera Resort.
Bahwa dulunya yang pelayanan WL seperti untuk Ibadah Doa Puasa, Ibadah Menara Doa, yang mendampingi gembala, itu biasanya adalah tugas pelayan laki-
laki. Namun setelah ia memulai pelayanannya di GBI, saat itu sudah dibuka peluang-peluang tersebut bagi perempuan. Hingga kini banyak perempuan yang
dipercayakan untuk pelayanan WL tersebut. Namun untuk memimpin Ibadah Raya sudah dari dulu perempuan dipercayakan untuk melayani. Kini ia
memandang perempuan itu bisa melayani Tuhan sesuai dengan setiap talenta yang diberikan oleh Tuhan. Dan menurut pandangannya secara umum perempuan lebih
banyak yang sungguh-sungguh melayani dibandingkan laki-laki. Tokoh alkitab yang memotivasi dan menginspirasi dalam pelayanannya ialah
Daud yang merupakan pemuji penyembah Tuhan yang tertulis di Mazmur. Tokoh Alkitab yang perempuan di antaranya adalah Hana, Ruth, dan Naom, serta banyak
perempuan lainnya. Ia juga melihat perempuan Samaria yang berdosa, yang melayani Tuhan dan mempersembahkan persembahan yang terbaik. Pelayanan
kepada Tuhan harusnya seperti itu dengan memberikan yang terbaik yang dipunyai ke hadapan Tuhan.
“Seperti perempuan Samaria yang meminyaki Tuhan dengan minyak narwastu yang sangat mahal. Mestinya melayani seperti itu,
Universitas Sumatera Utara
151 mempersembahkan yang terbaik. Perempuan itu penginjil pertama yang
memenangkan satu kota. Itulah pelayanan itu, orang gak kenal kita, tapi kitanya berdampak memenangkan banyak jiwa
.” Dari sudut pandangnya seorang pelayan perempuan hanyalah orang yang
dipercayakan Tuhan dan hanyalah seorang hamba. Sehingga seorang pelayan perempuan haruslah menjadi berkat bagi setiap orang. Seorang hamba selayaknya
menempatkan diri sebagai hamba dan harus rendah hati dalam pelayanannya. Pelayan perempuan harus lemah lembut seperti kodratnya.
“Kalo jadi seorang perempuan itu jadilah seperti seorang perempuan bagaimana kita ngomong, bagaimana kita berjalan, bagaimana kita
duduk. Jagalah sikap dan harus disesuaikan baik di mimbar maupun di luar pelayanan. Nah, itu semua kan dinilai orang
”
4.4.5. Pelayanan Keluarga
Adapun latar belakang gereja Kak Frisca dan keluarganya bukanlah GBI, melainkan gereja kesukuan yaitu GBKP Gereja Karo Batak Protestan. Ayahnya
juga merupakan seorang sintua di gereja tersebut. Sejak ia melayani di GBI ia memilih meninggalkan GBKP dan fokus pada pelayanannya di GBI. Orang
tuanya cukup keras padanya dan masih memegang tradisi. Adalah sebuah perjuangan baginya untuk memilih pelayanan yang dilakukan, orang tuanya cukup
keras dan bersikukuh dan memegang tradisi kesukuan dan cukup menentang pelayanan karismatik. Sehingga awal pelayanannya ketika melayani di GBI Adam
Malik ia dan kakaknya sembunyi-sembunyi pergi melayani. “Awalnya berat, gimana ya, perjuanglah. Orang tua saya dulu keras,
kalo bapak gak kasih ke karismatik. Karna pemikiran bapak tentang gereja ini masih belum terbuka. Ibadah kok tepuk-tepuk tangan. Tepuk
tangan itu kan ekspresi pujian. Tau lah ya kan, pikirannya masih tradisi gitu. Jadi untuk ibadah dulu ke Adam Malik sembunyi-sembunyi sama
Universitas Sumatera Utara
152 kakak, kan dia main bass. Asal dibilang mau kemana, bilangnya ada
kerja kelompok. Karna kita takut bapak marah.” Sesungguhnya ayah Kak Frisca sudah mengetahui pelayanan anaknya sejak lama.
Namun, ayahnya baru memberikan ijin setelah beberapa tahun pelayanannya. Tepatnya ketika ia sudah melayani GBI Medan Plaza di tahun 2010. Hal ini
didiamkan cukup lama olehnya, ia tidak berani jujur karena takut dengan watak ayahnya yang keras. Ketika itu ada seorang pendeta dari GBI yang merupakan
teman ayahnya yang bercerita tentang pelayanan yang Kak Frisca lakukan. Mulai saat itulah hati ayahnya terbuka dan memberikan ijin melayani di GBI.
“Kita sekeluarga anak-anak bapak semuanya udah di GBI semua. Itu pun saya gak berani ngomong langsung ke bapak. Jadi, ya biar ajalah
mengalir gitu kan. Sampai suatu kali ada gembala di Deli Tua, di teman bapak kan. Dibilangnya gini, anakmu udah pelayanan di Medan Plaza,
masa ada ribuan orang yang lihat dia pelayanan. Kenapa kamu gak pernah lihat anak kamu pelayanan? Nah, dari situ pikiran bapak
berubah
dan dia udah terima.” Kak Frisca merupakan anak kelima dari enam bersaudara ia memiliki satu orang
abang, tiga orang kakak perempuan dan satu orang adik laki-laki. Kini hanya Kak Frisca yang sudah resmi menjadi anggota jemaat GBI Rayon IV. Sementara,
kedua orang tua dan kakak serta adiknya masih tetap setia melayani dan beribadah di GBKP. Kadang ibu dan kakaknya juga sesekali beribadah di GBI. Ibunya
cukup terbuka dan mendukung pelayanannya. Karena senin adalah waktu liburnya, maka ia memiliki waktu di rumah. Biasanya
ia mempergunakan waktu tersebut untuk berkumpul bersama keluarga. Biasanya kegiatan yang ia lakukan bersama keluarga adalah nonton bersama, makan
bersama, bahkan ngobrol bersama ayah dan ibunya. Ia juga tetap membangun hubungan yang baik dengan keluarganya disela-sela kesibukannya setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
153 Kak Frisca menceritakan kepada peneliti bahwa ia juga memiliki seorang kekasih
yang sudah bersama selama tujuh tahun. Meskipun sibuk pelayanan ia tetap menjaga komuniksai yang baik dengan kekasihnya. Untuk kekasihnya mereka
biasanya banyak bertemu di pelayanan karena sang kekasih juga merupakan pelayan di GBI yakni pelayan musik bass. Ia juga bercerita meskipun sering
bersama mereka jarang jalan bersama karena sama-sama sibuk. Ia dan kekasihnya tidak menggunakan sosial media seperti Facebook, Twitter,
Istagram dan lain-lain. Ia hanya memiliki Line dan BBM untuk berkomunikasi dengan orang-orang terdekat saja. Dulunya ia pernah pakai, namun ia merasa
bahwa memakai sosial media membuatnya menjadi sibuk dengan hal-hal yang semestinya tidak membuatnya sibuk dan membuatnya tidak nyaman. Akhirnya ia
menutup akun sosial medianya tersebut. “Banyak orang yang chat saya, besok pelayanan dimana, blabla.. Itu
membuat saya aneh, orang ke gereja kok mau bertemu dengan saya bukan dengan Tuhan. Kita kan hamba Tuhan, bukan arti.”
4.4.6. Pengetahuan Juliana Tarigan Tentang Pelayanan Frisca Tarigan
Juliana Tarigan berusia 35 tahun, merupakan kakak pertama dari Kak Frisca. Kak Juliana yang kini berprofesi sebagai ibu dan merupakan pegawai negeri. Ia adalah
salah satu orang yang berpengaruh dalam pelayanan Kak Frisca selama ini. Dari hasil wawancara peneliti dengan Kak Juliana, ia menceritakan bagaimana awalnya
ia yang membuka jalan bagi adiknya tersebut. Berawal ketika Kak Juliana menyelesaikan kuliahnya di salah satu akademi
kesehatan, saat itu adiknya, yakni Kak Frisca masih duduk di bangku SMP.
Universitas Sumatera Utara
154 Setelah itu ia bekerja dan memiliki penghasilan. Ia menceritakan demi adiknya ia
rela gajinya dipakai untuk mengembangkan kemampuan adiknya, ia melihat adiknya memiliki bakat dalam hal bernyanyi sejak kecil. Lalu dengan uang gaji
yang secukupnya ia memasukkan Kak Frisca dan kembarannya les musik, dimana kakak kembarannya mengikuti les musik bass.
“Saya tangkap ada sesuatu dalam Frisca, sepertinya Tuhan punya rencana baginya. Saya pala-palain lah me-leskan nya, saat itu uang les
70 ribu, gaji saya 200 ribu.” Ia merasa bahwa Kak Frisca memiliki sesuatu yang berbeda yang bisa dipakai
untuk memuliakan Tuhan. Sampai akhirnya Kak Juliana men-support habis- habisan adiknya tersebut. Ia merasakan ada suatu visi dalam diri Kak Frisca.
Sembari mengikuti les vocal, Kak Juliana juga mengetahui bahwa Kak Frisca mencoba mengikuti pelayanan yang dimulai sejak duduk di bangku SMA, bahkan
ia tetap setia melayani sambil berkuliah. Sejak awal melayani ayah mereka yang notabene merupakan seorang Sintua di GBKP tidak memberikan ijin melayani.
Maka setiap kali Kak Frisca melakukan pelayanan, Kak Juliana membantunya untuk mengelabuhi ayahnya agar tidak ketahuan. Namun seiring berjalannya
waktu ternyata diam-diam sang ayah sudah mengetahui pelayanan tersebut namun enggan untuk membahasnya. Namun akhirnya mendapatkan ijin melayani di GBI
setelah berthaun-tahun. Berbeda dengan sang ayah, ibunya justru memberikan dukungan bagi pelayanan anaknya dan tidak mempermasalahkan pilihan tersebut.
Bagi Kak Juliana ia selalu bangga dan mendukung pelayanan yang dilakukan adiknya tersebut. Ia merasakan banyak perubahan yang terjadi dalam diri adiknya
sejak ia melayani sampai hari ini. Ia mengakui bahwa berkat Tuhan mengalir
Universitas Sumatera Utara
155 dalam kehidupan adiknya, dan mengaku bahwa telah terjadi perubahan dalam hal
karakter pribadi Kak Frisca. Kak Frisca diakuinya kita menjadi pribadi yang percaya diri, mampu dalam hal berbicara serta memimpin.
Di dalam keluarga ia juga merasakan bahwa Kak Frisca memberkati keluarga melalui pelayanannya. Menurut cerita Kak Juliana, jika ada doa keluarga maka
secara otomatis Kak Frisca lah yang akan manjadi pemimpin pujiannya. Bahkan tutur kata, serta perbuatannya menjadi teladan bagi keluarganya. Kak Frisca juga
kadang meluangkan waktu untuk keluarga hanya untuk berkumpul bersama. Jika ada hari libur atau tanggal merah tak jarang mereka pergunakan untuk jalan-jalan
bersama berekreasi bersama keluarga. Kak Juliana memang sampai saat ini merupakan jemaat yang terdaftar di GBKP.
Namun menurut penjelasannya bahwa ia sejak masih remaja sudah menjadi simpatisan di GBI yang sesekali beribadah di GBI. Ia mengartikan bahwa
pelayanan adalah kegiatan untuk melayani Tuhan. Sehingga apapun yang manusia lakukan adalah bentuk pelayanan kepada-Nya.
“Hmm.. pelayanan itu ya melayani, melayani Tuhan. Apapun yang dilakukan fokusnya Tuhan, sekalipun manusia yang dilayani tapi itu
untuk kemuliaan Tuhan.” Sebagai orang yang menyaksikan pelayanan adiknya dari awal sampai saat ini ia
merasakan Kuasa Tuhan yang luar biasa. Ia juga mengatakan bahwa ia berharap Kak Frisca tak jenuh-jenuh dalam pelayanannya. Bahkan berharap Kak Frisca
diangkat lebih lagi dan menjadi orang yang berdampak untuk pelayanan Tuhan. Serta ia berharap Kak Frisca setia dalam pelayannya bahkan sampai akhirnya
nanti.
Universitas Sumatera Utara
156 “Ya saya berharap Frisca diangkat lebih lagi oleh Tuhan. Saya selalu
terapkan jangan melihat posisi, jangan melihat upah, ya melayani saja”
Universitas Sumatera Utara
157
BAB V BUDAYA DAN PELAYAN PEREMPUAN DI GEREJA