Melihat dalam Perspektif Gender

13 Serve Melayani kt.kerja Minister Melayani =Diakoneo Ministro Service Pelayanan Ministry Pelayanan =Diakonia Slave Budak =Duolus Servus Dari uraian di atas mengungkapkan bahwa ia memilah kata-kata yang berbeda dalam berbagai bahasa untuk mendefinisikan apa itu pelayan dan pelayanan. Beberapa kata diantaranya digunakan dalam Alkitab Perjanjian Baru untuk menggambarkan pelayan atau hamba dalam arti sessungguhnya. Pdm. Markus S., M.Th 2010:196 kata „pelayanan‟ berasal dari bahasa Yunani, yakni diakonia yang berarti melakukan sesuatu yang diperintahkan Tuhan kepada kita. Bagi orang yang sudah percaya kepada Yesus Kristus, pelayanan merupakan suatu kewajiban. 1 Petrus 4:10 “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.”

1.2.3. Melihat dalam Perspektif Gender

Secara umum gender merupakan pembedaan atau perbedaan peran laki-laki dam perempuan baik dalam fungsi, tanggung jawab, perilaku, yang dibentuk oleh sosial budaya pada masing-masing masyarakat tersebut. Dalam pemahaman gender terdapat 2 teori, yakni : Universitas Sumatera Utara 14 1. Teori nature yang beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki hanya disebabkan oleh perbedaan fisiologis dan biologis saja. 2. Teori nurture yang beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki disebabkan oleh proses belajar dari lingkungan. Konstruksi sosial budayalah yang memunculkan maskulinitas dan feminimitas. Dari uraian teori di atas, maka jelaslah bahwa agama merupakan hasil budaya yang dibentuk oleh lingkungan yang merupakan factor dari teori nurture. Dalam bukunya yang berjudul “Getar Gender” Nunuk P. Murniati 2004: 5 juga mengungkapkan bahwa agama dikembangkan berdasarkan pola pikir yang sudah ada dalam masyarakat. Ideologi gender juga mewarnai munculnya agama-agama dan perkembangannya. Warna atau pengaruh ini tampak dalam peraturan agama. Dari beberapa agama dapat diketahui seberapa jauh agama mempunyai andil memantapkan ekses negative dari ideologi gender. A. Nunuk P. Murniati 2004: 9 mengungkapkan bahwa dalam agama Kristen status perempuan dijadikan subjek dosa sehingga dihukum. Hal ini didukung oleh adanya nats Alkitab yang mengatur cara hidup perempuan seakan perempuan merupakan makhluk yang harus diberi hukuman. Di dalam alkitab tertulis seperti di Amsal 31 :10-31, Imamat 15:19-24, Ulangan 22:13-20. Agama Kristen dalam menilai perempuan berangkat dari cerita Adam dan Hawa, dimana sebagai manusia Hawa sebagai perempuan lebih rendah dibanding Adam. Asal-usul Hawa Universitas Sumatera Utara 15 dari tulang rusuk Adam merupakan hal yang paling tidak menyatakan status inferior 10 perempuan. Dan dibenarkan oleh adanya cerita bahwa perempuanlah yang pertama kali jatuh ke dalam dosa. Ia juga menjelaskan bahwa beberapa perikop dalam Alkitab menafsirkan bahwa para Bapa Gereja memojokkan perempuan. Perempuan tidak diberikan hak untuk bicara dalam pertemuan jemaat. Kekuasaan ditentukan, seperti dalam gereja Katolik yang berkuasa adalah laki-laki. Sebelumnya perempuan tidak boleh menjadi imam dan pemimpin upacara atau ibadah. Namun, sekarang gereja mulai memberi kesempatan untuk perempuan memimpin ibadah. Gereja-gereja Kristen telah mentahbiskan pendeta perempuan, tak bisa dipungkiri masih banyak paham hakikat pekerjaan perempuan cenderung melayani. Dalam penelitian ini juga tidak hanya melihat perempuan saja di dalam gereja namun juga melihat pembagian tugas dan peranan antara laki-laki dan perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Nunuk P. Muniarti bahwa analisis gender tidak hanya melihat peran dan kegiatan antara laki-laki dan perempuan, namun juga melihat relasi mereka. Bagaimana agama dalam mempengaruhi hubungan perempuan dan laki-laki. Bersumber dari kitab suci yang ada, dibuat peraturan untuk beribadah kekuasaan mulai ditentukan, seperti dalam gereja Katolik yang berkuasa adalah laki-laki. Perempuan tidak boleh menjadi imam dan pemimpin upacaraibadah. Namun, sekarang gereja mulai memberi kesempatan bagi perempuan, bahkan gereja Kristen, selain Katolik, sudah mentasbihkan pendeta perempuan. 10 Inferior = posisi perempuan yang cenderung dianggap lemah. Universitas Sumatera Utara 16 Akan tetapi gambaran mengenai kedudukan perempuan di dalam masyarakat tidak dapat kita peroleh sebelum kita meneliti arti kedudukan perempuan di dalam rumah tangga dan meninjau ulang kasus-kasus tersebut. T.O Ihromi dan Maria Ulfa Subadio 1994:41 Dari teks di atas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa ideologi agama yang merupakan unsur kebudayaan yang mengalami perubahan. Kebudayaan tidak bersifat statis ia selalu berubah. Dalam suatu kebudayaan selalu ada sesuatu kebebasan tertentu pada para individu memperkenalkan variasi hingga variasi-variasi tersebut diterima dan dapat menjadi milik masyarakat. T.O Ihromi 1980:32 Trisakti Handayani dan Sugiarti 2008:15-18 mengungkapkan bahwa perbedaan gender dapat melahirkan ketidakadilan. Adapun bentuk manifestasi ketidakadilan tersebut di antaranya adalah 11 : 1. Gender dan marginalisasi perempuan Bentuk manifestasi ini merupakan proses marginalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan atau disebut juga pemiskinan ekonomi. 2. Gender dan subordinasi pekerjaan perempuan. Adanya anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan keputusan. Perempuan cenderung tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial dan mengakibatkan adanya diskriminasi kerja bagi perempuan. 3. Gender dan stereotip atas pekerjaan perempuan. 11 Trisakti Handayani, Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender Malang: UMM Press, 2008 hal. 15-18 Universitas Sumatera Utara 17 Stereotip merupakan pelabelan terhadap suatu kelompok ataujenis pekerjaan tertentu. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Biasanya terjadi karena disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki, misalnya laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sedangkan perempuan adalah makhlukyang lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Dengan adanya pelabelan tersebut membuat perempuan dikonstruksikan sebagai kaum yang identik dengan pekerjaan-pekerjaan rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas. 4. Gender dan kekerasan terhadap perempuan. Jika diperhatikan bahwa kekerasan yang terjadi pada perempuan merupakan kekerasan yang disebabkan adanya keyakinan gender. 5. Gender dan beban kerja lebih berat Perkembangan perempuan tidaklah „mengubah‟ peranannya yang lama yaitu peranan dalam lingkup rumah tangga. Maka dari itu, perkembangan peran perempuan menambah dan menuntut perempuan mengerjakan peranannya sekaligus, sehingga membuat beban kerja yang lebih berat. Saumiman Saud 2006:59-66 menjelaskan bahwa dalam kehidupan seorang wanita, ia haruslah berhikmat. Dimana ia mengartikan hikmat sebagai kebijaksanaan dalam bertindak maupun mengambil keputusan yang seadil- adilnya. Ia mengambil ayat Alkitab yang tertulis di Amsal 31:10-31 lalu menguraikannya dan menjelaskan bahwa wanita yang berhikmat adalah : Universitas Sumatera Utara 18 1. Wanita yang berhikmat mengasihi keluarganya. 2. Wanita yang berhikmat memperhatikan kebutuhan keluarganya. 3. Wanita yang berhikmat mendapat pujian orang banyak karena kualitas kehidupannya yang baik. Kualitas yang baik dibuktikan dengan adanya sikap dan tindakan yang taat dan melayani Tuhan. Dalam bukunya yang berjudul “Lady in Waiting” Jeckie Kendall dan Debbie Jones 2005:9-23 dan 73-87 menguraikan bagaimana seorang perempuan harusnya menyerahkan diri kepada Allah untuk mengabdi dan melayani Tuhan. Dalam tulisan ini dijelaskan bagaimana perempuan memutuskan untuk menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan Yesus serta menjadikan Yesus sebagai fokus utama dalam kehidupan. Kata pengabdian yang dimaksudkan artinya ialah mengabdia atau melayani dan memberikan diri sepenuhnya kepada Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya. Harmona Daulay 2007:5 mengungkapkan bahwa gender merupakan konsepsi yang mengaharapkan kesetaraan status dan peranan antara laki-laki dan perempuan. Konsep gender melihat semua hal yang dapat dipertukarkan atau berubah dari waktu ke waktu berbeda, dari suatu tempat ke tempat lain. Sehingga stereotip-stereotip yang selama tentang laki-laki dan perempuan yang selama ini dianggap kodrat bukan suatu harga mati yang harus dipertahankan yang tidak menyeimbangkan kesetaraan hubungan laki-laki dan perempuan. Dengan demikian sesungguhnya perempuan haruslah memiliki ciri ideal yang diharapkan oleh lingkungan sekitarnya. Sekalipun dalam pelayanan, terdapat hal- Universitas Sumatera Utara 19 hal yang memang harus dimiliki atau diubahkan oleh perempuan. Agar eksistensi seorang perempuan dapat terus bertahan. Dalam kajian ini peneliti akan menekankan tentang persepsi dan konstruksi, serta ideologi yang terdapat dalam Gereja Bethel Indonesia Rayon IV Sumatera Resort.

1.3. Rumusan Masalah