BAB I PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Merokok sangat berbahaya dan merusak kesehatan baik bagi perokok aktif maupun orang-orang yang berada disekitar perokok tersebut, karena rokok
mengandung zat-zat sangat yang berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Selain itu, dalam sebatang rokok juga
mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya. Dampak kesehatan yang diakibatkan penggunaan tembakau atau kebiasaan
merokok dapat kita lihat bahwa pada tahun 2001, angka kejadian akibat penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan merokok yang dilaporkan di Indonesia adalah
22,6 atau 427,948 kematian. Insidensi kanker paru pada laki-laki di tahun 2001 menunjukkan 20 per 100.000 ribu penduduk, sementara pada wanita 6,8 per 100.000.
Penyebab kematian nomor 1 di Indonesia pada tahun 1999 adalah penyakit sistem sirkulasi, termasuk di dalamnya adalah penyakit kardiovaskular, Kebiasaan merokok
merupakan salah satu faktor risiko kanker paru-paru dan penyakit kardiovaskular. Dampak perokok pasif dengan bukti yang sugestif menyebabkan tumor otak, limfoma
dan leukemia. Data kematian pada perokok pasif cukup tinggi. Data yang didapatkan dari survei pada 23 negara di Eropa pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kematian
yang berkaitan dengan perokok pasif sebesar 79.449, dengan rincian sebesar 32.342 kematian karena penyakit jantung iskemik, 28.591 karena stroke, serta kanker paru
Universitas Sumatera Utara
sebesar 13.241 dan PPOK sebesar 5.275.3 Data di Amerika menunjukkan sebanyak 38.000 perokok pasif meninggal setiap tahunnya akibat kanker paru dan penyakit
jantung.
1
Indonesia merupakan salah satu dari lima negara dengan konsumsi rokok terbanyak. Data Tobacco Atlas 2012 menunjukkan bahwa Indonesia masih
merupakan salah satu dari lima konsumsi terbanyak, meskipun sudah menduduki peringkat keempat sejajar dengan Jepang. Persentase di lima negara tersebut, yaitu
Cina 38, Rusia 7, Amerika serikat 5, Indonesia dan Jepang 4.
2
Beberapa negara dan kota di dunia telah membuktikan bahwa Undang- Undang Kawasan Tanpa Rokok UU KTR yang diikuti dengan penegakan hukum
yang ketat, memiliki dukungan dan tingkat kepatuhan masyarakat yang cukup tinggi. Negara-negara yang memiliki dukungan dan tingkat kepatuhan tinggi, yaitu Irlandia
90, Uruguay 80, New York 75, California 75, dan New Zealand 70. Hasil penelitian di California menunjukkan bahwa terjadi perubahan sikap
yang positif dan signifikan terkait hukum bebas asap rokok dimana pada survei tahun 1998 43,0, meningkat pada survei tahun 2002 82,1 pemilik bar dan staf akan
meminta untuk berhenti atau merokok di luar ketika ada pelanggan yang merokok di bar. Selain itu, penelitian yang dilakukan di Meksiko untuk menilai tentang sikap dan
1
Yayi Suryo Prabandari. dkk, Jurnal: Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok terhadap Perilaku dan Status
Merokok di Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2009, hal 220.
2
Intan Fatmasari. dkk, Jurnal: Perilaku Supir Angkutan Pasca penetapan PERDA Kawasan Tanpa Rokok di Kota Makassar Makassar: Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas
Hasanuddin hal 2.
Universitas Sumatera Utara
keyakinan terhadap hukum bebas asap rokok memberikan hasil adanya dukungan tinggi yang meningkat untuk 100 kebijakan bebas asap rokok, meskipun 25
bukan perokok dan 50 dari perokok setuju dengan hak perokok untuk merokok di tempat umum.
3
Namun hal tersebut tidak sejalan dengan fakta yang ada di Indonesia. Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menandatangani
dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control FCTC, jumlah perokok di Indonesia dari tahun ke tahun tidak beranjak turun, justru naik. Pada tahun
2001 menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT prevalensi perokok pria di atas 15 tahun adalah 58.3, sementara pada tahun 2004 menurut SKRT prevalensi
perokok pria di atas 15 tahun adalah 63.2. Angka tersebut meningkat seiring dengan naiknya jumlah konsumsi rokok dari 198 milyar batang di tahun 2003
menjadi 220 milyar batang di tahun 2005. Rata-rata perokok menghabiskan 10-11 batang per hari di tahun 2004. Naiknya jumlah rokok yang dikonsumsi oleh para
perokok mencerminkan hasil produksi rokok yang terus naik dari 141.000 ton di tahun 2001 menjadi 177.895 ton pada tahun 2004.
4
Data Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi penduduk umur lebih dari atau sama dengan 10 tahun yang merokok
sebesar 29,2 dimana 81,2 diantaranya merokok setiap hari dan 85,4 merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga yang lain. Pada tahun 2010 prevalensi
3
World Health Organization WHO. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic; 2008.
4
Yayi Suryo Prabandari. dkk, ibid., hal 218.
Universitas Sumatera Utara
perokok meningkat menjadi 34,7 dimana 81,3 diantaranya merokok setiap hari. dan berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, proporsi penduduk umur 15 tahun yang
merokok dan mengunyah tembakau cenderung meningkat dalam Riskesdas 2010 34,7 dan Riskesdas 2013 36,3.
5
Seperti penerapan kebijakan kampus bebas rokok di Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Dimana dari hasil penelitian bahwa dengan adanya pelaksanaan
Sehingga untuk menanggulangi meningkatnya prevalensi perokok dan masalah yang ditimbulkan oleh paparan asap rokok, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Kemenkes RI mengharapkan para kepala daerah baik gubernur maupun bupatiwalikota mengembangkan kebijakan kawasan tanpa rokok di daerah
masing-masing Kemenkes RI, 2007 dan 2010 yang di dasari oleh UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan PP Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan
yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Maka sebagai bentuk implementasi dari himbauan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia tersebut, daerah-daerah di Indonesia membentuk Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Dimana
dalam implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok tersebut ada daerah atau kawasan yang telah dapat dikatakan
efektif dan efisien dalam mengimplementasikan Perda tersebut, namun ada juga daerah yang belum mampu menjalankannya secara efektif dan efisien.
5
Ni Luh Putu Devhy, Tesis: Pengaruh Faktor Pengelola terhadap Kepatuhan Pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok pada Hotel Berbintang di Kabupaten Bandung, Denpasar:
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, 2014, hal 1-2.
Universitas Sumatera Utara
kebijakan kampus bebas rokok mempunyai dampak positif pada pengurangan kebiasaan merokok dan mempromosikan perilaku berhenti merokok pada mahasiswa
FK UGM. Mayoritas mahasiswa dan mahasiswi FK UGM sangat mendukung kebijakan kampus bebas rokok. Hal tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut:
6
Tabel I. 1 Status Merokok Mahasiswa FK UGM Tahun 2003 dan 2007
Laki-laki Perempuan
2003n=311 2007 n=189 2003n=423
2007 n=274 Tidak merokok
50,20 69,30
90,10 92,30
Perokok eksperimen
36 21,20
9,20 7,30
Mantan perokok 2,90
1,10 Perokok
10,90 8,50
0,70 0,40
Berdasarkan Tabel I. 1 diatas menunjukkan bahwa pola perilaku merokok mahasiswa FK UGM setelah pemberlakukan kampus bebas rokok. Meskipun
sebagian besar mahasiswa FK UGM tidak pernah merokok, namun sekitar 12 mahasiswa laki-lakinya dan 6 mahasiswi menghentikan kebiasaan merokoknya
semenjak menjadi mahasiswa FK UGM. Setelah kampus bebas rokok diberlakukan, sebanyak 6 mahasiswa laki-laki dan 3.7 mahasiswi berhenti merokok, meskipun
masih ada yang tetap mempertahankan perilaku merokoknya. Penerapan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan
Terbatas Merokok dapat juga kita lihat di kabupaten Bandung yakni tentang
6
Yayi Suryo Prabandari. dkk, ibid.,
Universitas Sumatera Utara
kepatuhan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok pada Hotel Berbintang. Dimana pada hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa kepatuhan hotel
berbintang terhadap Perda KTR masih rendah 15,4. Faktor yang meningkatkan kepatuhan adalah pengetahuan yang baik, sikap yang baik, dukungan yang nyata
terhadap Perda KTR dan adanya himbauan organisasi. Perilaku merokok pengelola berpengaruh secara bermakna menghambat kepatuhan.
7
KTR Efektif
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Perda tentang KTR di kabupaten Bandung masih rendah.
Kita juga dapat melihat efektivitas penerapan kebijakan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok KTR dalam upaya menurunkan perokok aktif di Sumatera
Barat. Hal tersebut dapat kita lihat dalam tabel berikut:
Tabel I. 2 Distribusi Responden Berdasarkan Efektifitas KTR
Frekuensi Persentase
Ya 51
51 Tidak
49 49
Jumlah 100
100
Pada Tabel I. 2 di atas dapat dilihat 51 menyatakan bahwa KTR cukup efektif menurunkan perokok aktif. Dimana efektifitas KTR dalam penurunan perokok
aktif pada tiga kota belum menunjukkan angka yang signifikan, namun ada kecenderungan penurunan perokok. Berdasarkan data kuantitatif dapat dilihat bahwa
di tiga kabupaten perokok masih mencapai 59. Di Padang Panjang, peraturan ini sudah berjalan karena adanya komitmen dari Walikota dan DPR. Di Kota
7
Ni Luh Putu Devhy, ibid.,
Universitas Sumatera Utara
Payakumbuh juga adanya komitmen dari Walikota dan dukungan dari Dinas Kesehatan berdasarkan Perda KTR No. 152011. Dan di kota Padang baru perusahaan
swasta yang telah menerapkan KTR seperti BANK, sedangkan di kantor pemerintahan, sekolah dan tempat umum belum sepenuhnya dilaksanakan KTR.
8
Selain itu, kita juga dapat melihat penerapan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok di kota Surabaya. dimana
dalam pelaksanaan pasal 7 Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya
dalam upaya Pembinaan meliputi 2 tahap, yaitu bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Surabaya terhadap sarana – sarana
kesehatan sudah berjalan dengan baik dalam pelaksanaanya sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan
Kawasan Terbatas Merokok. Namun, penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya masih belum sesuai dengan Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok karena masih terdapat hambatan – hambatan eksternal dalam
pelaksanaannya.
9
Maka berdasarkan beberapa uraian dan implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok di beberapa daerah
8
Nizwardi Azkha, Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan PERDA Kota tentang Kawasan Tanpa Rokok KTR dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Barat Tahun 2013 , Padang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, 2013.
9
Agil Prianggara, Pelaksanaan Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dan Kawasan Terbatas Merokok Studi Di Dinas Kesehatan Kota
Surabaya, Surabaya: Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013
.
Universitas Sumatera Utara
di Indonesia, penulis ingin mengetahui bagaimana proses implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok di kota Medan yang diundangkan sejak
tanggal 20 Januari 2014 lalu. Dimana pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok diserahkan kepada Dinas
Kesehatan Kota Medan
10
10
Peraturan Walikota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Pasal 1
yang menjadi tugas dan kewajiban dari Dinas Kesehatan Kota Medan untuk benar-benar merealisasikannya. Selain itu, penulis tertarik
meneliti tentang proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini karena dari beberapa penelitian di Medan
belum ada yang meneliti dari perspektif kebijakan publik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang implementasi kebijakan publik dengan
judul “Proses Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok”.
I. 2 Perumusan Masalah