2. 2. 2 Deskripsi Hasil Wawancara dengan Informan Utama

Tabel IV. 21 Distribusi Jawaban Informan Mengenai Dukungan Ormas atau LSM tentang Perda KTR Kategoti Jawaban Jumlah Orang Persentase Sangat Mendukung 23 38,33 Cukup Mendukung 6 10,00 Mendukung 23 38,33 Kurang Mendukung 7 11,66 Tidak Mendukung 1 1,66 Total 60 100,00 Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2016 Berdasarkan Tabel IV. 21 diatas diketahui bahwa sebanyak 23 orang informan 38,33 menyatakan bahwa Ormas atau LSM sangat mendukung adanya Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut, 6 orang informan 10,00 menyatakan bahwa Ormas atau LSM cukup mendukung adanya Perda KTR, 23 orang informan 38,33 menyatakan bahwa Ormas atau LSM mendukung adanya Perda KTR, 7 orang informan 11,66 menyatakan bahwa Ormas atau LSM kurang mendukung adanya Perda KTR dan 1 orang informan 1,66 menyatakan bahwa Ormas atau LSM tidak mendukung adanya Perda KTR.

IV. 2. 2. 2 Deskripsi Hasil Wawancara dengan Informan Utama

Berikut ini akan di paparkan deskripsi hasil wawancara dengan informan utama, yakni kepada empat 4 orang masyarakat yang merupakan perokok aktif yang tinggal di Kecamatan Medan Deli. Wawancara dengan masyarakat ini dilakukan Universitas Sumatera Utara untuk menggali lebih dalam lagi apa yang menjadi alasan masyarakat tersebut untuk merokok. Dimana hal ini nantinya akan menggambarkan salah satu variabel dalam penelitian ini yakni variabel kondisi sosial, ekonomi dan politiknya. Adapun alasan mendasar mengapa masyarakat Kota Medan cenderung untuk merokok adalah karena beberapa faktor yakni pertama, awalnya ikut pergaulan dengan teman-teman sehingga terbiasa untuk merokok. Kedua, merokok dianggap sebagai upaya untuk tidak suntuk dan jika tidak merokok akan mengakibatkan sakit kepala. Ketiga, informan menganggap bahwa jika selesai makan tidak merokok, maka rasanya akan seperti orang bodoh dan linglung kesana-kemari. Keempat, informan itu merokok karena sudah terbiasa. Kelima, merokok itu dianggap untuk menutupi kekurangan, karena jika tidak merokok akan terasa ada yang kurang tetapi kalau sudah merokok itu rasanya menjadi lengkap. Selain itu kurang semangat rasanya jika tidak merokok. Dimana para informan itu suda mulai merokok di usia 17 tahun, 18 tahun dan bahkan di usia 11 tahun. Tempat biasanya informan ini merokok adalah di rumah, di tempat kerja, di tempat pangkalan becak, di tempat-tempat berkumpul dengan teman-teman, kecuali ada larangan tidak boleh merokok No smoking seperti di dalam angkot, di rumah makan, di tempat umum, dan di dalam ruangan ber AC. Namun ada juga informan yang akan merokok dimana saja yang mereka sukai. Dengan penghasilan rata-rata 3 juta rupiah, seorang informan mengatakan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk keperluan rumah sehari-hari sebanyak Rp. Universitas Sumatera Utara 2.100.000, keperluan sekolah sebanyak Rp.300.000 dan yang lainnya untuk biaya membeli rokok. Dimana rokok tersebut dengan harga rata-rata Rp.17.000 per bungkus di kali 2 bungkus per hari dan dalam sebulan itu biaya untuk rokok sekitar Rp.1.020.000. Maka penghasilan tersebut dapat dikatakan kurang untuk memenuhi kebutuhan informan setiap bulannya karena harus membeli rokok tersebut. Informan lain mengatakan bahwa, dengan pendapatan rata-rata Rp.1.500.000 per bulan, akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti beli beras dan keperluan dapur sekitar Rp. 800.000 dan selebihnya akan digunakan untuk membeli rokok. Bahkan berdasarkan pernyataan informan bahwa biaya untuk rokok sendiri akan lebih di utamakan dibandingkan kebutuhan rumah lainnya. Dalam sehari informan mampu menghabiskan satu bungkus per hari, dan ada juga yang habis sampai 2 bungkus per hari. Bahkan salah satu informan mampu menghabiskan 3 sampai 4 bungkus per hari. Tergantung pada suasana hati dan kegiatan pada malam harinya ketika berkumpul dengan kawan-kawannya. Dan harga rokok per bungkusnya mulai dari Rp.10.000, Rp.12.000, Rp.17.000 atau bahkan Rp.19.000. Maka untuk sebulan informan menghabiskan gaji yang dimilikinya sekitar 12 untuk rokok, namun ada juga yang 40 dan 42 dan bahkan ada juga gaji yang dimilikinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari karena harus membeli rokok juga. Dan masyarakat tetap membeli rokok dan mengonsumsi dengan jumlah yang sama yakni 2 atau bahkan ada yang 4 bungkus per harinya meskipun Universitas Sumatera Utara akhir-akhir ini harga rokok terus naik, karena mereka menganggap bahwa rokok itu sudah menjadi suatu kebutuhan kecuali seorang informan yang mengurangi untuk mengonsumsi rokok. Ketika dibahas tentang niat untuk berhenti merokok, informan mengatakan bahwa mereka pernah berniat untuk berhenti merokok. Tetapi karena sudah kecanduan dan merupakan suatu kebutuhan, informan sangat susah untuk berhenti merokok. Tanpa disadari sudah mulai lagi untuk merokok. Bahkan seorang informan menyatakan bahwa ia akan tetap merokok kecuali pabrik rokoknya tutup. Selain itu itu berdasarkan pernyataan seorang informan, pernah dalam waktu 3 bulan mencoba untuk berhenti merokok. Namun ketika suntuk dan ada masalah di dalam keluarga ingin kembali merokok lagi dan pada akhirnya sampai sekarang kembali lagi merokok. Ketika informan ditanya tentang Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, sebagian mereka mengetahui adanya Perda tersebut tetapi belum mengerti dengan jelas apa maksud dari Perda tersebut. Namun sebagian lagi belum pernah mendengar tentang adanya Perda tersebut. Adapun fasilitas yang mereka ketahui untuk penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok ini adalah berupa selebaran dan brosur yang terdapat di Rumah Sakit, di kantor, di mall, di jalan-jalan umum, di masjid, area pabrik, di SPBU, dan di angkutan umum. Universitas Sumatera Utara

IV. 2. 3 Deskripsi Hasil Wawancara dengan Informan Tambahan