28 perahu dayung sampan cara menangkap ikan udang dan kepiting dilakukan
dengan beberapa cara diantaranya ngejang yaitu bubu yang dibuat dari rotan dengan bentuk melingkar yang panjangnya sekitar1 meter dan dengan diameter
0,5 meter, salah satu ujungnya ditutup dan ujungnya yang lain dibuka sebagai pintu masuk dengan cerocok atau jeruji yang berbentuk kerucut dipasangkan
menjorok kebagian dalam berfungsi agar ikan dan binatang lain yang sudah masuk tidak akan berani keluar lagi. Bubu tersebut dikelilingi dipagar dengan
jang yang terbuat dari rotan juga bentuknya seperti krei. Disamping itu juga alat yang biasa dipakai adalah pancing atau kail, jaring,
jala, tombak, ambe jaring berbentuk hampir seperti kerucut yang dipsang dekat muara sungai atau sering tanggok yang berdiameter 3-4 meter dan panjang 5-6
meter. Khusus untuk kepeting digunakan alat yang diberi nama “angkol” yaitu
jaring yang dipasang pada tangkai yang terbuat dari bambu dengan bentuk melengkung dan bersilang empat, panjang sisi sekitar 30 cm di persilangkan
tangakai inilah digantung umpan biasanya ikan-ikan busuk atau sejenisnya.
2.4 Sistem Kekerabatan
Bagi suku perkauman Tamiang perkawinan suatu keharusan yang ditetapkan oleh agama dimana perkawinan itu seorang merupakan suatu bentuk
hidup bersama antara laki-laki dengan seorang perempuan yang memenuhi syarat dalam hukum, oleh sebab itu setiap laki-laki dan wanita yang telah aqil baligh
diwajibkan mencari dan mendapatkan jodohnya. Bagi suku perkauman Tamiang untuk mencari dan mendapatkan jodoh itu membutuhkan syarat-syarat tertentu
yaitu, pertama yang mencari jodoh itu adalah orang tua kedua jodoh yang dipilih
Universitas Sumatera Utara
29 untuk anak mereka berdasarkan keturunan fungsi dan status sosial dari keluarga si
gadis sebaiknya orang tua si gadis menerima lamaran tersebut sesuai pula dengan ketentuan diatas, hal ini berlaku timbale balik antara keluarga laki-laki maupun
perempuan. Perwakilan juga sebagai upaya untuk melanjutkan keturunan, oleh sebab
itu pasangan dari anak mereka harus benar-benar diketahui dahulu asal usulnya sehingga keterunan yang dihasilkan juga memiliki status yang jelas dalam suatu
keturunan misalnya anak keturunan raja dengan anak yang mempunyai keturunan yang sama yang jelas setiap anak tidak akan dikawinkan dengan anak yang tidak
diketahui asal-usul keluarganya baik anak laki laki maupun anak perempuan.
2.5 Sistem Kemasyarakatan
Kesatuan teritorial dari bentuk yang terkecil sampai yang terbesar dalam suku perkauman kumpulan beberapa kemukiman dan kewedanaan yang terdiri
dari beberapa kecamatan. Status kewedanaan kemudian berubah status menjadi Pembantu Bupati Wilayah III.
Perangkat-perangkat adat di desa yang sudah ada dalam suku perkauman Tamiang berdasakan kedudukan dan fungsinya adalah:
a. Urang tuhe kampong, sebagai penasehat gecik kepala kampong.
b. Imam, yang mengurus masalah didesa.
c. Ketue belang tetuhe belang, yang mengurus masalah sistem persawahan.
d. Pawang laot, yang mengatur masalah nelayan dan peraturan-peraturan
dilaut yang berkenaan dengan penangkapan ikan dan areal atau tempat penangkapan ikan serta sengketa bagi hasil.
Universitas Sumatera Utara
30 e.
Pawang rimbe, yang mengatur masalah ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam memasuki hutan, dan peraturan membuka areal hutan.
f. Kepale pecan, yang mengatur ketertiban, keamanan, kebersihan dan
mengutip retribusi pasar pecan. g.
Syahbandar, yang mengurus dan mengatur lalulintas laut dan sungai serta tambatan perahu dan sampan.
Pemerintahan kampong desa terdiri dari beberapa pejabat yaitu: a.
Gechik atau kepala desa, dalam suku perkauman Tamiang gechik ada juga yang menyebut datok berkewajiban menjaga ketertiban, keamanan dan
adat dalam kampong desanya dan memberikan keadilan dalam setiap menyelesaikan perselisihan dengan berpegang teguh kepada langkah-
langkah yang telah menjadi suatu keyakinan yang disebut dengan 16
falsafah pusaka Tamiang. Ke-16 falsafah tersebut adalah: kaseh, sayang,
tilek, pandang, alang, tolong, berat, bantu, salah, tegah, benar, papah,
sidek, siasat, usul, dan periksa.
Dalam menyelesaikan masalah langkah pertama ialah menghadapi orang yang bermasalah harus dengan penuh kaseh, tanpa ada rasa
kebencian terhadap pihak manapun yang kemudian ditumbuhkan rasa
sayang terhadap kedua pihak. Tilek, adalah cara melihat yang sangat
mendalam, baik terhadap persoalan yang akan diselesaikan maupun terhadap individunya, kemudian pandang yaitu melihat latar belakang baik
persoalan individunya, keturunannya, prilakunya dan lain lain. Alang, menghalangimenyulitkan, janganlah membuat suatu persoalan tersebut
menjadi sulit atau menghalangi penyelesaianya, akan tetapi bila ada
Universitas Sumatera Utara
31 sesuatu yang memungkinkan dapat menghalangi penyelesaiannya maka
harus tolong. Berat, janganlah memberatkan persoalan atau salah satu individunya, bila persoalan tersebut dirasa berat maka harus dibantu.
Salah, bila ada pihak yang memang nyata-nyata berbuat salah berilah petunjuk dan nasehat atau tegah. Benar, bila ada pihak yang benar maka
tuntun atau papah agar tidak terseret dalam emosi yang membuat semakin ruwetnya persoalan. Jangan terlalu cepat mempercayai keterangan atau
pengakuan suatu pihak untuk membuktikannya haruslah diselidiki atau sidek. Terhadap orang yang melakukan sidek juga harus ada orang lain
yang menyelidiki yaitu siasat, guna melihat kejujuran orang yang melakukan sidek. Setelah segala tahap selesai barulah ada usul yang
kemudian dilanjukan pada suatu periksa untuk mengambil keputusan. Dengan ke 16 falsafah tersebut sebesar apapun permasalahan
dikampong tetap diselesaikan dengan tidak ada satu pihakpun yang merasa dirugikan. Keterikatan adat jualah yang membuat masyarakat suku
perkauman Tamiang tidak pernah merasa ketidakadilan dalam suatu penyelesaian permasalahan. Jabatan gecik biasanya dipilih yang pada
waktu dulu tidak terbatas berapa lama periodesasinya.
b. Imam, pejabat ini bertindak sebagai agama dalam kampong desa.
Jabatan ini dipilih dan dapat dijabat oleh setiap orang yang faham tentang agama Islam sehingga Imam sebagai centrum religious didalan kampong
desa. Segala sesuatu yang bersifat ritual keagamaan diurus oleh imam. Peran imam memang sangat terasa kental dalam kehidupan
masyarakat suku perkaumam Tamiang sepertinya segala urusan baik yang
Universitas Sumatera Utara
32 menyangkut keagamaan maupun sosial misalnya kenduri. Pesta
perkawinan dan lain sebagainya tidak afdhal dan tidak sempurna bila tidak ikut serta imam, oleh sebab itu imam benar-benar sebagai panutan
dalam masyarakat dan orang yang mampu menyelesaikan seluruh persolan agama islam, sehingga keluarga imampun menjadi cerminan
terhadap sikap dan prilaku dari pada imam tersebut. Dahulu imam ini dibawahi oleh Raje Imam yaitu orang yang memberi nasehat kepada
setiap imam, dan Raje Imam ini juga yang berperan untuk melakukan pernikahan kepada setiap orang yang akan melakukan perkawinan. Setiap
kecamatan hanya ada satu Raje Imam, namun sekarang jabatan ini sudah tidak ada lagi karena sudah ada lembaga pemerintah di Kecamatan yaitu
Kantor Urusan Agama Kecamatan KUA Kec yang mengkoordinasi
seluruh imam yang ada dalam Kecamatan tersebut,
c. Urang tuhe, di kampong desa biasanya ada majlis yang terdiri dari
beberapa orang yang biasanya sudah tua-tua dan banyak pengalaman serta faham tentang soal adat istiadat. Mereka adalah wakil wakil rakyat
yang dipilih dan ikut serta membicarakan kepentingan kampong desa, sehingga kampong desa menunjukan cirri masyarakat yang demokratis
dan tanpak dua unsur yang bergandeng sama dan sejalan yaitu agama dan adat. Urang tuhe ini merupakan komponen dari masyarakat desa
yang tidak boleh ditinggalkan dalam setiap persoalan didesa dengan kata lain setiap permasalahan, persoalan, dan kegiatan yang ada di desa
mereka harus dilibatkan.
Universitas Sumatera Utara
33 Kemudian adalah gabungan dari beberapa kampong desa merupakan
kesatuan hukum yang bercorak agama. Jabatan Kepala Mukim dalam suku perkaumam Tamiang biasanya dijabat secara turun temurun, maka setiap yang
menjadi kepala mukim adalah orang-orang tertentu yang memiliki status sosial, keturunan dan kemampuan yang diakui kepala mukim ini membawahi
dari beberapa kepala desa dan merupakan tempat bermusyawarah kepada desa yang ada dalam kemukimannya. Untuk hal-hal tertentu terutama yang
menyangkut adat dan pembangunan didesa meskipun telah mendapat suatu keputusan dalam musyawarah didesa namun tetap dibicarakan kembali dengan
kepala mukim. Wilayah Tamiang merupakan bagian dari Daerah Provinsi Aceh, maka
segala struktur dan Birokrasi Perintahan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku di Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya. Aceh oleh Pemerintah Pusat
diberi hak penuh untuk mengurus daerahnya sebagai daerah istimewah yang kemudian Aceh dinamakan Provinsi Daerah Istimewah Aceh Dista sesuai
dengan keputusan Perdana Menteri R.I. No. 1Missi1959 yang berarti istimewa dalam hal: a keagamaan, b peradatan, dan c pendidikan.
Kemudian di era Reformasi dengan berlakunya sistem Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang R.I. No. 18 tahun 2001 Aceh diberi Otonomi
Khusus dengan nama menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD. Hal ini dapat terjadi karena setiap suku perkauman di Aceh menjujung tinggi nilai-
nilai adat istiadat, demikian pulalah keberadaan suku perkauman Tamiang yang prilaku kehidupannya berketerikatan dengan adat istiadat yang sejalan dengan
nilai-nilai agama sesuai dengan falsafah yang telah diyakini yaitu: Sebadi adat
Universitas Sumatera Utara
34 dangan syara’, adat dipangku, syara’ dijunjong, resam dijalin, qanun diator,
duduk setikar. Dalam kaitan falsafah ini membuktikan bahwa adat dan nilai-nilai agama tak dapat dipisahkan seperti satu adanya, dalam melaksanakan adat tetap
berpegang pada ajaran agama, sehingga setiap menetapkan aturan adat tetap mengacu pada ketentuan agama yaitu agama Islam karena masyarakat suku
perkauman Tamiang seluruhnya beragama Islam, kebiasaan adat dijalin dan hukum diatur dalam suatu musyawarah.
Agama Islam lebih menonjol dalam segala bentuk dan manifestasinya didalam masyarakat yang seirama dengan perlakuan adat. Sehingga kelihatanlah
agama Islam telah mempengaruhi sifat kekeluargaan, seperti perkawinan, harta waris dan kematian, apalagi sejak berlakunya syariat Islam di Aceh segala sesuatu
penyelesaian tetap mengacu pada ajaran Islam. Keterikatan agama ini juga mempengaruhui dalam menentukan
pendidikan, banyak masyarakat suku perkauman Tamiang memasukan anaknya pada sekolah-sekolah agama, kalaupun mereka sekolah disekolah umum namun
pada siang atau sore hari bahkan malam hari mereka harus dididik dalam pelajaran agama. Hal ini juga yang membuat banyaknya Pasantren dan Taman
Pendidikan Al-Qur ’an TPA didirikan didaerah ini.
Menyangkut pembangunan dalam era modrenisasi, wilayah Tamiang sama nasipnya dengan Provinsi Aceh secara keseluruhan yang diperlakukan oleh
Pemerintah Pusat yang telah menimbulkan konflik akibat kecemburuan sosial dari perlakuan Pemerintah Pusat yang tidak adil. Demikian juga wilayah Tamiang
yang telah mendapat perlakuan sama dari Pemerintah Daerah Aceh Timur, dimana pembangunan lebih terkonsentrasi ke wilayah barat dimulai dari Langsa Ibu kota
Universitas Sumatera Utara
35 Kabupaten kearah menuju Banda Aceh sebagai Ibu kota Provinsi. Disadari atau
tidak keterikatan primordialisme telah mempengaruhi laju pembangunan di Aceh Timur, salah satu penyababnya karena birokrasi ditingkat Kabupaten lebih
didominasi oleh orang-orang wilayah barat, sehingga Bupati Aceh Timur sejak zaman Orde Baru tidak pernah diduduki oleh orang wilayah timur Tamiang.
Perubahan yang dirasakan sangat lambat ini belum mampu untuk mangankat tingkat ekonomi dari masyarakat sehingga masyarakat seperti apatis meresponsif
terhadap setiap pembangunan apalagi yang bersifat Swakarya, karena kebanyakan masyarakat lebih dibebani untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, dan
banyaknya janji-janji yang diucapkan oleh pemimpin tidak pernah dijalankan secara konsekwen, perubahan kebudayaan dalam arti meteri hampir tidak
kelihatan. Komunikasi dan keamanan telah terakumulasi dalam bentuk ketakutan.
2.6 Sistem Kepercayaan Animisme