27 tidak dikenal lagi mereka mengenal huruf-huruf yang digunakan di sekolah yaitu
Latin.
2.3 Mata Pencaharian Hidup
Suku Perkauman Tamiang umumnya hidup dari hasil sawah mereka dalam bahasa Tamiang sawah disebut belang atau hume. Sawah ini dibentuk
berpetak- petak yang dipisahi dengan “batas” pematang. Pengairan disawah
sangat tergantung pada turunnya hujan. Sehingga tanaman padi hanya dapat dilakukan satu kali dalam setahun. Sawah dibajak dengan memakai sapi atau
karbau memakan waktu sampai satu bulan sekarang telah banyak menggunakan peralatan modern dengan tractor atau jacktor dan telah ada pengairan irigasi,
serta dengan berbagai komoditas padi yang dibudidayakan sehingga penanaman dapat dilakukan lebih dari satu kali setahun.
Di samping berbelang sawah. Suku perkauman Tamiang juga mengerjakan ladang dalam bahsa Tamiang ladang disebut padang biasanya
padang mereka agak jauh dengan desa tempat tinggal mereka. Ladang dibuka dikerjakan dengan sistem menebang dan membakar hutan yang letaknya ada
sebagian dilerang bukit. Pekerjaan berladang ini merupakan pekerjaan sambilan yang dikerjakan dengan mencangkul tanah. kemudian baru ditanam dengan
berbagai macam tanaman seperti padi darat, cabai, jagung, dan tanaman palawija serta sayur-sayuran lainnya holtikultura.
Nelayan merupakan mata pencaharian bagi suku perkauman Tamiang yang bertempat tinggal dipinggiran sungai dan di muara-muara yang menjorok
kelaut. Tradisi nelayan yang sering dilakukan sangat tradisional dengan memakai
Universitas Sumatera Utara
28 perahu dayung sampan cara menangkap ikan udang dan kepiting dilakukan
dengan beberapa cara diantaranya ngejang yaitu bubu yang dibuat dari rotan dengan bentuk melingkar yang panjangnya sekitar1 meter dan dengan diameter
0,5 meter, salah satu ujungnya ditutup dan ujungnya yang lain dibuka sebagai pintu masuk dengan cerocok atau jeruji yang berbentuk kerucut dipasangkan
menjorok kebagian dalam berfungsi agar ikan dan binatang lain yang sudah masuk tidak akan berani keluar lagi. Bubu tersebut dikelilingi dipagar dengan
jang yang terbuat dari rotan juga bentuknya seperti krei. Disamping itu juga alat yang biasa dipakai adalah pancing atau kail, jaring,
jala, tombak, ambe jaring berbentuk hampir seperti kerucut yang dipsang dekat muara sungai atau sering tanggok yang berdiameter 3-4 meter dan panjang 5-6
meter. Khusus untuk kepeting digunakan alat yang diberi nama “angkol” yaitu
jaring yang dipasang pada tangkai yang terbuat dari bambu dengan bentuk melengkung dan bersilang empat, panjang sisi sekitar 30 cm di persilangkan
tangakai inilah digantung umpan biasanya ikan-ikan busuk atau sejenisnya.
2.4 Sistem Kekerabatan