Modal Perkembangan Industri Pertenunan Boi-Tulus Tekstil 1. Teknologi Produksi

3.2.5. Modal

Dalam melakukan sebuah kegiatan atau usaha dengan tujuan untuk menghasilkan barang yang disebut proses produksi diperlukan sarana pendukung yang berfungsi untuk memepercepat dan memperlancar proses tersebut. Salah satu dari sarana pendukung tersebut dikenal dengan istilah modal, maka suatu kegiatan atau usaha baru dapat dilaksanakan karena para pengusaha menggunakan modal untuk membeli berbagai alat dan bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi tersebut. Modal merupakan salah satu yang menjadi faktor pendukung dalam proses produksi. Tanpa modal proses produksi tidak akan mungkin berjalan baik. Modal yang dimaksudkan adalah uang atau dana maupun modal skill atau keahlian. Modal merupakan sarana pokok bagi terciptanya usaha dan kelangsungannya, di samping minat, bakat, ketekunan dan keyakinan, modal berperan sangat penting untuk pengembangan dan peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi, terlebih lagi jika keadaan harga bahan baku di pasar sedang meningkat, maka modal benar-benar dapat menentukan hidup matinya usaha pertenunan ini 39 Pada awal berdirinya pertenunan Boi-Tulus mempergunakan modal yang bersumber dari modal sendiri. Yaitu berupa penjualan dari tanah dan hasil tabungan dari penghasilan selama menjadi karyawan di pertenunan karl sianipar. Selain itu pada tahun 1950 sudah terdapat beberapa tukang yang telah mampu membuat ATBM . 39 Hartati Prawinoto, dkk. Pengrajin Tradisional Daerah Jawa Tengah, Semarang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, hal. 93. Universitas Sumatera Utara sehingga harga per unit ATBM tidak terlalu mahal, lagi pula pada awal pendirian usahanya Boi-Tulus hanya sebatas industri kecil. Kemudian pada tahun 1960 dukungan pemerintah sangat menentukan perkembangan modal karena pemberian subsidi benang sangat murah sehingga sebagian modal usaha pertenunan secara langsung telah ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan ini pada awalnya sangat melapangkan bagi para pengusaha tenun dibalige untuk memasuki bidang usaha pertenunan. Tetapi berbeda pada tahun-tahun berikutnya semenjak tahun pemerintahan soeharto para pengusaha balige hampir tidak pernah mendapat suntikan dana dari pemerintahn pusat sehingga semenjak dari situ para pengusaha berusaha untuk mencari modal sendiri agar usahanya tetap berjalan. Pada awalnya pertumbuhan industri tenun balige khususnya atau di tapanuli utara umumnya kebutuhan permodalan itu masih dapat dilayani oleh bank rakyat indonesia pada masa kemerdekaan, terutama pada pemerintahan presiden soekarno. Tetapi pada tahun 1960-an, menyusul jumlah pertenunan dibalige mengalami pertumbuhan jumlah yang sangat besar peningkatan permintaan jumlah kredit mengalami peningkatan sehingga pengusaha tenun mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit. Masalahnya sumber kredit waktu itu yaitu BRI cabang tarutung dalam istilah seorang pengusaha tenun senior mengalami situasi nasabah terlalu padat artinya terlalu banyak permintaan kredit tidak hanya dari pengusaha tenun sehingga tidak mudah untuk memperoleh kredit bank waktu itu. Maka melihat hal ini sejumlah pengusaha tenun yang mampu bertahan hingga tanuh 1980-an mengajukan usulan Universitas Sumatera Utara kepada pemerintah daerah agar mendirikan sebuah bank di balige. Usulan tersebut mendapat sambutan dari pemerintah daerah dan kemudian mendirikan bank BNI 1946 cabang pembantu di balige. Bank ini kemudian yang melayani kredit pengusaha tenun balige. Semua pengusaha tenun balige wajib menjadi nasabah pada bank ini karena mereka sendirilah yang mengusulkan pendirian tersebut. Pendirian bank itu dibalige tidak saja memperlancar kebutuhan kredit untuk modal usaha uutuk para pengusaha balige tetapi juga para pengusaha diluar pertenunan, dan secara langsung juga merangsang penduduk balige lebih sadar bank.

3.2.6. Sumber Bahan Baku