Sistem Ekonomi Masyarakat Gambaran Umum Kota Balige 1. Letak Geografis

2.1.4. Sistem Ekonomi Masyarakat

• Pertanian Masyarakat Bercocok tanam adalah suatu mata pencaharian pokok bagi penduduk daerah Tapanuli umumnya dan balige khususnya. Hampir setiap rumah tangga di balige memiliki areal pertanian. Umumnya masyarakat Batak Toba sangat berkeinginan untuk memiliki lahan pertanian, sehingga petani di daerah Tapanuli jarang dijumpai tidak memiliki areal sendiri. Sumber kehidupan masyarakat batak toba di balige sangat bergantung kepada pertanian. Tinggi rendahnya hasil pertanian juga sangat tergantung kepada luas tanah yang dimiliki oleh masyarakat. Tidak salah masyarakat menggangap bahwa tanah merupakan aset yang sangat berharga. Masyarakat Batak Toba Balige pada awal-mulanya adalah petani sawah. Keadaan ini masih bertahan sampai sekarang. Sistem pemilikan tanah sawah dalam masyarakat Batak Toba Dibalige bersandar pada hukum adat. Pada prinsipnya hak milik atas tanah melekat pada kelompok marga raja, disebut juga marga tano marga tanah, atau pargolat pemilik golat, tanah, yaitu laki-laki pendiri huta. Sistem kekerabatan patrilineal dan sejalan dengan itu, sistem pewarisan menyebabkan hak milik atas tanah berada ditangan laki-laki. Menurut hukum adat batak toba, seorang laki-laki memperoleh hak milik atas tanah sawah melalui jalur pewarisan dari ayah, pemberian dari ayah, dan pemberian dari kakek. Namun demikian, kendati hak milik dan pewarisan atas tanah pada prinsipnya ada ditangan laki-laki, tidak tertutup kemungkinan bagi wanita untuk memperoleh dan memiliki sebidang sawah. Adat batak toba balige membuka peluang bagi wanita memperoleh hak milik atas tanah Universitas Sumatera Utara melalui jalur pemberian dari ayah sebelum dan atau sesudah menikah. 14 Dengan jalur pewarisan hak milik tanah yang beragam seperti yang disinggung diatas, maka suatu keluarga batak toba sangat mungkin memiliki sejumlah bidang persawahan dengan asal usul yang saling berbeda dan lokasi terpencar di dua huta atau lebih. Umumnya bidang-bidang sawah itu sangat sempit, atau sekurangnya tidak cukup luas Untuk dapat dipecah lagi menjadi petak-petak yang masih ekonomis diusahakan. Sering kali bidang sawah itu terdiri hanya dari satu atau dua petak kecil, sehingga sering disebut sapartataringa seluas satu petak tunggku dirumah. Bidang sawah tersebut jelas tidak cukup untuk menopang ekonomi rumah tangga petani, dan penyakapan adalah salah satu cara yang lazim untuk mengatahi hal tersebut. Sistem penyakapan umumnya berlaku dalam komunitas petani Batak Toba di wilayah Balige adalah mamola pinang membelah dua buah pinang suatu sistem bagi hasil yang lazim berlaku dalam usaha tani sawah. Dalam sistem mamola pinang pemilik sawah hanya menyediakan benih, tetapi ada kalanya juga menyediakan tenaga kerbau untuk mengolah tanah. Selebihnya seluruh proses 14 Jalur-jalur pewarisan tanah sawah dari orang tua kepada anak laki-laki adalah sebagai berikut: a. pewarisan dari ayah: menurut hukum adat batak toba hanya anak laki-laki yang berhak mewarisi tanah khususnya sawah, b. pemberian dari ayah sebagai hauma panjaean sebidang sawah untuk modal hidup mandiri sebagai keluarga baru, c. pemberian dari kakek: ini dapat berupa dondon tua limpahan berkah yaitu sebidang sawah yang diberikan oleh seorang kakek kepada cucu laki-laki sulung dari anak laki-laki tertua, dapat pula berupa indahan arian nasi siang hari yaitu sebidang sawah yang diberikan seorang kakek kepada cucu laki-laki yang dilahirkan oleh anak perempuannya, atas permohonan ibu cucunya secara adat. Sedangkan jalus pewarisan tanah sawah dari orangtua kepada anak perempuannadalah sbagai berikut: a. pemberian dari ayah sebagai hauma pauseang- sebidang tanah yang diberikan seorang ayah kepada anak perempuannya pada waktu pernikahan anak itu, sebagai modal untuk hidup mandiri sebagai keluarga baru, b. pemberian dari ayah sebagai hauma bangunan- sebidang sawah yang diperoleh seorang anak perempuan semasa masih lajang sebagai perwujutan kasih sanyang dari ayahnya, dan ketika anak perempuan itu kemudian menikah, sawah itu tetap menjadi miliknya. Universitas Sumatera Utara produksi merupakan tanggung jawab pihak penyakap. Pada masa panen pihak pemilik sawah akan memdapat bagiannya dari hasil panen. Usaha tani dalam masyarakat Batak Toba adalah usaha keluarga inti. Disini keluarga inti merupakan unit produksi dan konsumsi sekaligus. Tenaga kerja inti adalah anggota keluarga sendiri, atau ditambah dengan anggota keluarga dekat. Dengan demikian hubungan produksi menajadi terbatas diantara anggota keluarga saja. Walaupun usaha tani sawah merupakan usaha keluarga, tidak berarti bahwa tenaga kerja luar keluarga tidak terlibat sama sekali. Dalam kenyataan sering bahwa potensi tenaga kerja keluarg tidak mencukupi untuk penyelesaian berbagai tahapan kegiatan bersawah secara tepat waktu. Untuk itu, kegiatan marsiadapari yaitu pertukaran tenaga kerja dalam rangka tolong-menolong menjadi jalan keluar. Marsiadapari pada umumnya ditempuh terutama untuk tahap-tahap kegiatan mencangkul, bertanam, menyiangi, dan panen padi. Dengan cara ini pemilik sawah dapat memecahkan masalah keterbatasan tenaga kerja rumahtangga, tanpa mengeluarkan biaya dalam bentuk upah buruh. Pengeluaran biaya hanya untuk kepentingan konsumsi pekerja yaitu biaya makan dua kali dalam satu hari kerja, ditambah kopiteh dan jajanan kecil seta tembakau atau rokok khusus untuk pria. • Peternakan Unsur ternak tidak dapat dilepaskan dari kehidupan ekonomi dan budaya masyrakat Batak Toba di Balige. Namun demikian jarang di temukan keluarga- keluarga Batak Toba dengan mata pencaharian utama beternak. Mata pencaharian Universitas Sumatera Utara utama adalah usaha tani tanaman pangan, sedangkan peternakan adalah usaha sampingan. Ada empat jenis ternak utama yang dipelihara masyarakat Batak Toba sejak dahulu adalah babi, kerbau, kuda, dan ayam. Babi adalah ternak komersil sekaligus ternak adat. Sebagai ternak komersil babi adalah tabungan keluarga. Orang Batak Toba lazimnya memelihata ternak babi untuk dijual pada saat kritis, yaitu pada saat suatu keluarga memerlukan biaya cukup besar untuk suatu keperluan, misalnya biaya sekolah anak dan ongkos anak utuk merantau. Masyarakat batak Toba sendiri adalah target pasar ternak babi yang paling utama. Sesuai dengan predikat ternak adat, babi adalah jenis ternak yang paling umum disembelih orang Batak Toba untuk keperluan pesta adat. Permintaan ternak babi untuk kepentingan adat ini sangat besar mengingat frekuensi pesta adat dalam masyrakat Batak Toba tergolong sangat tinggi, baik itu pesta-pesta kecil seperti menyambut bayi lahir dan memberangkatkan anak merantau, maupun pesta-pesta besar seperti perkawinan, kematian, sampai pesta tugu leluhur atau marga. Di Onan balige terdapat tempat khusus jual-beli babi dimana transaksi jual-beli babi hidup selalu berlangsung ramai pada setiap hari pekan Jumat. Selain babi, kerbau juga memiliki arti penting dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Batak Toba. Kerbau merupakan ternak kerja, ternak komersil, dan sekaligus juga ternak adat. Sebagai ternak kerja, yaitu tenaga utama penarik bajak, luku dan garu dalam pengolahan sawah, kerbau menjadi bagian yag tidak terpisahkan dari budaya ekologi budaya sawah batak toba. Untuk wilayah Kecamatan Balige sejak tahun 1980-an fungsi kerbau sebagai ternak kerja disawah memang Universitas Sumatera Utara sudah mulai diganti oleh traktor tangan, walaupun tidak bisa dikatakan bahwa traktorisasi telah sepenuhnya telah menyisihkan peranan kerbau. Selai sebagai ternak kerja, kerbau juga merupakan ternak adat walaupun penyembelihan kerbau untuk keperluan pesta adat tidak sekerap penyembelihan babi. Penyembelihan kerbau dilaksanakan pada pesta adat-adat besar, misalnya pesta perkawinan, kematian, dan pesta tugu. Selain itu kerbau juga menyandang fungsi sebagai tabungan, yang dapat dijual sewaktu-waktu pada saat pemilik memerlukan uang dalam jumlah besar. Untuk itu pemilik tidak perlu membawa kerbaunya kepasar kerbau. Cukuplah ia beritahukan niatnya kepada seorang toke horbo makelar kerbau dan toke itu akan datang melakukan transaksi sekaligus membawa pergi kerbau itu setelah harga disepakati. Selain kerbau kuda juga merupakan ternak kerja untuk keperluan transportasi atau pengangkutan hasil-hasil bumi. Namun seiring perkembangan transportasi modern peranan kuda sebagai transportasi semakin berkurang. Dari beberapa jenis ternak utama diatas, maka ternak ayamlah yang paling luas penyebarannya dalam masyarakat Batak Toba dapat di katakan hampir setiap keluarga Batak Toba memelihara ayam. Selain untuk kepentingan konsumsi sendiri, lazimnya disembelih dalam kesempatan acara-acara terbatas keluarga misalnya, menjamu tamu, anak pulang dari rantau, perayaan natal dan tahun baru. keluarga- keluarga Batak Toba umumnya juga menjual ayam peliharaannya. Kaum perumpuan ibu-ibu datang ke pekan onan dengan membawa satu-dua ekor ayam disamping hasil-hasil bumi lain untuk dijual adalah pemandangan yang sangat lazim di onan Balige pada setiap hari pekan. Uang hasil penjualan ayam itu kemudian akan Universitas Sumatera Utara digunakan untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari, antara lain ikan asin, gula, kopi, garam dan aneka bumbu dapur lainnya, minyak goreng, dan tembakau, ataupun untuk membeli perlengkapan sekolah anak antara lain dan buku pelajaran. • Perdagangan Kegiatan perdagangan martiga-tiga sudah dikenal orang batak toba sejak lama. Dahulu kegiatan itu berpusat di lingkunan onan baik itu ditingkat onan manogot-nogot pasar pagi maupun onan namarpatik. Untuk wilayah balige lembaga onan namarpatik itu pada masa pra-kolonial adalah onan raja, dimana penduduk wilayah balige dan wilayah sekitarnya melakukan kegiatan dagang. Dahulu transaksi dagang dilakukan secara barter dimana gabah sebagai alat tukar utama. Pada masa pemerintahan kolonial ekonomi uang telah meluas ke pedesaan, pekan tersebut telah mengalami transformasi menjadi suatu pasar rakyat yaitu onan Balige yang dikenal sekarang. Setiap hari pekan Jumat, pekan Balige menjadi pusat transaksi jual beli ragam jenis hasil bumi, ternak, ikan, dan barang-barang hasil industri yang melibatkan tidak saja pedaganng partiga-tiga dan pembeli dari wilayah Balige tetapi juga dari wilayah Samosir, Silindung, Humbang, Huluan, dan Simalungun. Onan Balige sekarang adalah salah satu dari tiga onan besar di wilayah Toba, satunya lagi adalah onan Porsea dan onan Ajibata. Sampai awal abad ke-20 kegiatan perdagangan dalam masyarakat batak termasuk di Balige belum menjadi suatu kegiatan profesional, dalam arti seseorang melakukannya secara paruh waktu sebagai suatu kegiatan ekonomi utama. Diduga Universitas Sumatera Utara bidang kegiatan itu dimasa lalu didominasi oleh golongan raja atau penguasa dusun, sebagai jalan untuk meningkatkan kemakmuran mereka dengan demikian golongan pedagang pada masa itu pada umumnya adalah golongan penguasa. Salah seorang putra Balige yang mulai merintis usaha dagang pada masa itu Karl Sianipar, seorang dari perintis pengusaha Batak yang kemudian menjadi sebagai pengusaha tenun lokal di Balige. • Industri Dari segi jumlah unit usaha, kegiatan industri di wilayah Balige didominasi oleh industri skala rumahan. Di kecamatan Balige industri rumahan itu mencakup terutama jenis-jenis industri tenun adat atau ulos, pengolahan pangan, dan kerajinan mebel kayu. Dari ragam jenis industri ini yang paling menonjol adalah pertenunan ulos. Sebagai wujud industri awal, yaitu suatu kegiatan kerajinan rumahan sebagai kerja sampingan diluar kegiatan utama pertanian, pertenunan ulos dengan basis teknologi tradisional sudah hadir ditengah-tengah masyarakat Batak Toba di Balige atau Tapanuli Utara umumnya sejak masa pra-kolonial. Pertenunan merupakan jenis industri yang paling menonjol dalam masyarakat Batak dibanding misalnya kerajinan gerabah.

2.2. Munculnya Industri Pertenunan di Balige