Sistem Sosial Masyarakat Gambaran Umum Kota Balige 1. Letak Geografis

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Balige Tahun Luas wilayah km Jumlah penduduk jiwa Kepadatan penduduk jiwakm Pria Wanita P + W 1960 - - - 30.336 - 1970 - - - 30.764 - 1980 - - - 35.810 - 1985 115,50 17.441 18.599 36.040 312 1990 115,50 18.164 19.153 37.317 323 Sumber:data sensus penduduk dalam analisa kependudukan serta kaitannya dengan pendidikan di Dati II Tapanuli Utara tahun 1990.

2.1.3. Sistem Sosial Masyarakat

Walau secara fisik Balige tampak sebagai kota kecil, tetapi struktur asli masyarakat Batak Toba masih bertahan dalam masyarakat disana. Dengan struktur sosial asli dimaksudkan disini adalah struktur masyarakat petani Batak Toba yaitu sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu yang sekaligus juga menjadi acuan struktur sosial huta atau kampung asli masyarakat Batak Toba. Tidak ada orang Batak Toba Universitas Sumatera Utara Balige yang dapat melepaskan diri dari struktur sosial asli ini. Pada setiap individukeluarga Batak Toba di Balige selalu melekat statusperanan tertentu baik dalam konteks sosial Dalihan Na Tolu maupun huta. Balige sendiri adalah sebuah kota yang terdiri dari sejumlah huta yang merupakan kerajaan-kerajaan kecil. Hubungan sosial antar tiga unsur Dalihan Na Tolu itu diatur oleh suatu norma adat. Pada prinsipnya Dalihan Na Tolu terdiri dari tiga unsur yang kuat dalam mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba, yakni:  Hula-hula: kelompok pemberi istri    Boru: kelompok penerima istri    Dongan tubu: kelompok semarga.   Sistem Dalihan Na Tolu secara sederhana dapat dijelaskan sebagai suatu pola interaksi sosial segitiga, dimana seorang individu dalam kehidupan sosialnya berinteraksi dengan tiga golongan sosial dengan status berbeda yaitu hula-hulanya, borunya, dan dongantubu-nya. Sebagai implikasi dan pola interaksi ini, maka individu tersebut dengan sendirinya menyandang tiga status sosial dalam interaksi sosialnya yaitu sebagai boru bagi hula-hulanya, hula-hula bagi borunya dan dongan tubu bagi dongan tubu-nya. Dengan merujuk pada tarombo marga silsilah seorang individu batak toba selalu dapat menentukan statusnya ketika berhadapan dengan individu Batak Toba lainnya, sekalipun sebelumnya mereka tidak saling kenal. Dengan demikian individu tersebut dapat menentukan dirinya harus menyapa dengan nama status apa terhadap individu lainnya. Universitas Sumatera Utara Orang Batak Toba merumuskan norma sebagai berikut: Sombah marhula-hula hormat terhadap hula-hula, manat mardongan-tubu hati-hati terhadap dongan- tubu, elek marboru Penuh kasih terhadap boru. Intinya adalah bahwa seseorang diingatkan untuk tidak melakukan sesuatu tindakan atau mengajukan sesuatu perkataan yang dapat menimbulkan ketersinggungan, kemarahan, sakit hati, ataupun kesedihan dipihak hula-hula, dongan tubu, dan boru-nya. Jika hal itu sampai terjadi, dan tidak disusul dengan suatu upaya permohan maaf, maka ada keyakinan bahwa orang tersebut tidak akan selamat dalam hidupnya Sistem Dalihan Na Tolu itu tidak semata-mata berfungsi sebagai acuan tindakan sosial individu, tetapi juga merupakan acuan masyarakat dalam pengorganisasian seperti landasan dalam kegiatan gotong royong dalam masyarakat petani Batak Toba, misalnya dalam mendirikan rumah, menanggulangi bencana, pemakaman belulang leluhur. Dengan ini hendak dikatakan bahwa sistem sosial Dalihan Na Tolu adalah sistem sosial masyarakat Batak Toba. Sistem sosial Dalihan Na Tolu juga merupakan dasar pembentukan struktur huta, satuan sosial-politik terkecil dan bersifat otonom dalam masyarakat Batak Toba. Huta terdiri dari dua kelompok sosial utama yaitu marga raja dan marga penumpang. Marga raja atau marga tano marga tanah, adalah keturunan patrilineal pendiri kampung yang memegang hak memerintah harajaon, panggomgomion dan hak milik atas tanah disuatu kampung, sebagai hak bersama bagi seluruh anggota kelompok marga tersebut. Di balige, marga raja adalah marga-marga yang termasuk Universitas Sumatera Utara dalam rumpun sibagotnipohan 13 . Marga pardede misalnya meraja di kelurahan pardede onan dan kelurahan lumban dolok-haumabange, sedangkan marga napitupulu meraja di kelurahan napitupulu bagasan dan kelurahan sangkar ni huta. Masing- masing marga raja itu mempunyai marga rakyat gomgoman sendiri yang hidup bersama di suatu wilayah kampung kerajaannya, yaitu penumpang yang terdiri dari marga boru dan warga pendatang lainnya. Dalam konteks struktur Dalihan Na Tolu, yang merupakan basis struktur sosial asli suatu kampung, marga raja secara hisotris menempati status hula-hula yaitu pihak pemberi istri kepada kelompok marga lae yang disebut marga boru, marga boru ini sekaligus merupakan marga penumpang utama yang menjadi pihak rakyat yang diperintah dalam suatu kampung, disamping kemungkinan adanya penumpang lain. Berbeda dengan marga raja yang memegang hak milik atas tanah, marga boru hanya memegang hak pakai, dengan pengecualian pada tanah kampung marga boru yang telah berdiri sendiri atas ijin dan restu marga raja. 13 Marga-marga Sibagot Ni Pohan: TUAN SIHUBIL: Tampubolon, Barimbing, Silaen . TUAN SOMANIMBIL: SiahaanNasution, Simanjuntak , Hutagaol. TUAN DIBANGARNA: Panjaitan, Silitonga, SiagianPardosi ,Sianipar. SONAKMALELA: SimangunsongTarumbeang, Marpaung, Napitupulu, Pardede. Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Sistem Ekonomi Masyarakat