Pertenunan Boi-Tulus Tekstil Di Kecamatan Balige (1950-1998)

(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : J. Situmorang Umur : 45 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Balige

Pekerjaan : Penerus Usaha Pertenunan Timbultex

2. Nama : Hotma Siahaan Umur : 67 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Balige

Pekerjaan : Pemilik Usaha pertenunan Hotmatex

3. Nama : Esron Sianipar Umur : 42 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Balige

Pekerjaan : Penerus Industri Pertenunan Boi-TulusTex mulai tahun 2000-sekarang

4. Nama : Ibu Melin Sirait Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Balige Pekerjaan : bidang jahit


(2)

Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Balige

Pekerjaan : Bidang Tenun

6. Nama : Ganda Marbun Umur : 28 Tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat : Balige

Pekerjaan : Bidang Pencelupan

7. Nama : Marsap Uli Lumban Batu Umur : 30 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat : Balige Pekerjaan : Mandor

8. Nama : Pak Lili Umur : 46 Tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat : Balige Pekerjaan : Mekanik


(3)

LAMPIRAN

Gambar 1 Merek /Cap Produk

Gambar 2 Produk Sarung


(4)

Gambar 3 Produk Ulos

Gambar 4 Bahan Baku Benang


(5)

Gambar 5 Proses Mangiran

Gambar 6 Pencelupan


(6)

Gambar 7


(7)

(8)

Gambar 8 Proses Pengelosan

Gambar 9 Proses Pemaletan


(9)

Gambar 10


(10)

Gambar 11 Proses Pencucukan

Gambar 12 Proses Penenunan Ulos


(11)

Gambar 13


(12)

Gambar 14 Proses Penjahitan


(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999.

Bugaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba

hingga 1945, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006

Dewa Ayu Putu Susilawati, Peranan Museum Nusa Tenggara Timur Dalam

Pembelajaran Dan Pelestarian Tenun, Thesis,Program pascasarjana UI,

2009.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Seminar Sejarah

Nasionla V: Subtema Sejarah Industrialisasi, Jakarta, 1992.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Pembinaan Nilai Kebudayaan, Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat

Akibat Pertumbuhan Industri Di Daerah Sulawesi Selatan, Jakarta, 1990.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: UI-Press, 1985.

Herlison Enie dan Ny. Koestini Karmayu, Pengantar Teknologi Tekstil, Jakarta, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 1980.

Herry Gendut Janarto, Matiur M. Panggabean Bunga Pansur Dari Balige, Jakarta: PT Gramedia, 2010

Joko Suryo, Kegiatan Usaha Kecil Dalam Presfektif Sejarah, Dalam Makalah, Yogyakarta: Tanpa Penerbit, 1994.

Mario Lopes Da Cruss, Pengrajin Tradisional Daerah Ttimor-Timur, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991

Siahaan, Bisuk, Industrialisasi Di Indonesia Sejak Hutang Kehormatan Sampai

Banting Stir, Jakarta: Departemen Perindustrian Dan Perdagangan, 1996.

Sitorus M.T Felix, Pembentukan Golongan Pengusaha Lokal: Kasus Pengusaha

Tenun dalam Masyarakat Toba. Disertasi, Program Pasca Sarjana IPB,


(18)

Situmorang Sitor, Toba Na Sae (sejarah ringkas lahirnya institusi-institusi organisasi parbaringin dan dinasti Sisingamangaraja sejarah suku bangsa

Batak-Toba), Jakarta: Komunitas Bambu, 1993.

Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007.

Sutrasno, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Pradya Paramita,1975.

Sasmita, Jumiati, Analisi Fungsi Produk Industri Kain Tenun Siak Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Masyarakat Pengrajin di Kabupaten Bengkalis (Studi

Kasus: Kecamatan Siak Sri Indrapura). Tesis, Program Pasca Sarjana USU,

1999.

Sitor Situmorang, Sitor Situmorang Sebagai Satrawan 45: Penyair Danau Toba , Jakarta: Sinar Harapan, 1981.

Syaraswati dkk, Pakaian Tradisional daerah Nusa Tenggara Barat , Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Bagian Proyek pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, 1993/1994

Tambunan, Tulus T.H, UMKM di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Wibowa, Singih, dkk, Pedoman Pengelolaan Industri Kecil, Jakarta: Penebar Swadaya,2000.


(19)

BAB III

PERTENUNAN BOI-TULUS TEKSTIL DI KECAMATAN BALIGE

(1950-1998)

3.1. Sejarah Berdirinya Industri Pertenunan Boi-Tulus Tekstil di Balige

Dalam mendirikan sebuah perusahaan, pemilik tentunya sudah mempunyai suatu ide atau gagasan dimana perusahaan akan didirikan, perusahaan apa yang didirikan, dengan harapan akan menguntungkan. Maka karena itu, pendirian itu tentunya memperhatikan lokasi perusahaan. Karena lokasi itu menjadi tenpat aktivitas perusahaan akan berlangsung. Letak perusahaan mendapatkan suatu sorotan yang penting karena memegang peranan dalam merealisasi salah satu tujuan perusahaan. Setiap orang akan berusaha memilih lokasi tempat pendirian perusahaan di mana akan memungkinkan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Pertenunan Boi-Tulus pada awalnya didirikan di lumban silintong Balige, tepatnya di jalan Pelabuhan Balige tahun 1950 luas lahan untuk bangunan pabrik Boi-Tulus tersebut 400 m2. Berkat perkembangannya pabrik Pertenunan Boi-Tulus dipindahkan karena jumlah peralatan mesin produksi semakin banyak dan dan berkembang sehingga basis usaha di Jalan Pelabuhan semakin sempit maka Julius memindahkan usahanya ke Jalan Tarutung Sangkarnihuta pada tahun 1980 dan mendirikan kilang baru di atas areal tanah seluas 1.200 m2 dengan bangunan semi permanen seluas 1.000 m2 serta dilengkapi dengan alat tenun mesin (ATM) dan alat bantu produksi lainnya (seperti mesin kelos, mesin palet, mesin hank, dan mesin


(20)

hanian) dan menetap sampai saat ini. Jalan Tarutung adalah jalan raya yang menghubungkan Kota Balige dengan kota-kota yang berada disebelah timur antara lain laguboti dan porsea, sementara ke sebelah barat menuju Tarutung dan siborong-borong. Di sepanjang Jalan Tarutung merupakan daerah pertokoan. Sekitar 0,5 Km terdapat pusat pasar kota Balige yang disebut dengan onan balerong. Di tempat inilah berbagai barang hasil tenunan berupa sarung dan ulos dipasarkan termasuk hasil tenun Boi-tulus Tekstil. Bahkan dijalan Tarutung terdapat satu pusat penjualan hasil produksi tenun Boi-Tulus yaitu UD. Toko Sonia.

Pabrik tenun Boi-Tulus terdiri dari beberapa gedung diantaranya adalah rumah pemilik, kantor administrasi, gudang perbengkelan, gudang bahan baku dan barang jadi. Selain itu terdapat pula asrama karyawan, kamar mandi (wc), dapur pencelupan, dapur karyawan, dan gedung produksi tempat mesin-mesin produksi. Gedung-gedung tersebut berdinding papan setengah beton (semi permanen).

Pembangunan gedung-gedung baru yang dilakukan Pabrik Tenun Boi-Tulus untuk produksi tentunya tidak terlepas dari penempatan mesin-mesin yang cukup membutuhkan areal yang cukup luas. Mesin-mesin alat tenun yang cukup banyak dan bervariasi bentuk membutuhkan juga syarat-syarat penentuan tempat untuk penyaluran material produksi.

Letak strategis dapat menjadi faktor yang mempengaruhi proses produksi dan pemasaran. Karena dengan letak yang strategis itu maka sejumlah produksi dengan mudah dipasarkan sehingga apa yang mereka kerjakan terlihat secara jelas


(21)

hasilnya. Keberadaan pabrik tenun Boi-Tulus yang terletak di pinggir jalan pusat kota telah mempengaruhi proses pengangkutan. Barang-barang produksi yang sudah jadi atau bahan-bahan mentah yang dibutuhkan mudah dijangkau untuk pengiriman. Letak ini menjadi daya tarik tersendiri bagi produsen maupun para konsumen.

Salah satu industri pertenunan yang masih beroperasi di Balige sampai saat ini adalah Industri pertenunan Boi-Tulus Tekstil, produk utamanya Kain Sarung dan Ulos dengan merek produk cap Jempol. Pemberian nama Boi-Tulus diambil dari nama anak Julius. Sedangkan untuk pemberian merek cap jempol menunjukkan pada kualitas sarung yang bagus. Industri pertenunan Boi-Tulus berdiri pada tahun 1950 oleh Julius Sianipar didaerah Lumban Silintong Kecamatan Balige. Pada awal produksi pertenunan Boi-Tulus merupakan industri kecil yang menggunakan masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Pada awalnya industri ini hanya berbentuk industri kecil yang terdiri dari 10 unit alat tenun bukan mesin (ATBM) dan mempekerjakan sekitar 12 orang tenaga kerja termasuk anggota keluarganya. Basis usahanya berada didalam bangunan seluas 400 m2 ketika itu masih berada di Lumban Silintong tepatnya di jalan Pelabuhan. Sebelum mendirikan usaha pertenunan ini Julius Sianipar memperoleh Keterampilan dan keahlian menenun dari hasil pengalaman yang telah dipelajari sebelumnya ketika bekerja di industri pertenunan karlsiteks milik Karel Sianipar. Sehingga dalam mendirikan industri tenun bukan hal yang sulit dan baru lagi. Pengalaman terdahulu sebagai karyawan telah membuat bapak Julius tidak asing lagi dalam aspek teknis kilang tenun, sehingga sudah memiliki sedikit bekal pemehaman mengenai menejemen usaha tenun.


(22)

Faktor-faktor yang mendorong Julius Sianipar untuk mendirikan pertenunan tersebut tidak lepas dari pengaruh keberhasilan pengusaha ditempat dia menjadi karyawan yaitu pertenunan Karlsiteks. Julius Sianipar ingin mengikuti jejak dari pengusaha tersebut. Selain itu pengaruh dari besarnya permintaan pasar akan kain tenun yang belum dapat terpenuhi oleh perusahaan-perusahaan yang ada pada saat itu, sekaligus membantu pemerintah dalam membantu penyerapan tenaga kerja, karena peralatan tenun yang digunakan pada saat itu masih membutuhkan tenaga manusia dalam menggerakkannya.

Sebelum mendirikan pabrik pertenunan Boi-Tulus Julius Sianipar menjadi tenaga tanpa bayaran seperti magang di pertenunan Karlsiteks. Setelah pandai menenun barulah perusahaan memberikan gaji padanya30

Ketika menjadi karyawan tenun penghasilan Bapak Julius Sianipar dapat dikatakan lumanyan dan dapat menyisihkan sebagian gajinya untuk ditabung. Hal tersebut Ia lakukan secara rutin tiap bulannya sejak dari tahun 1943 mulai bekerja di pertenunan Karltex tersebut sampai tahun 1950. Selanjutnya, setelah memiliki modal ada niat untuk mendirikan usaha pertekstilan secara mandiri. Sumber modal lain berupa hasil penjualan tanah warisannya. Ketika itu, harga 1 rante

. Pekerjaan menjadi karyawan tenun pada waktu itu hasilnya sangat baik. Gaji seorang karyawan tenun lebih baik jika dihitung dibandingkan gaji Guru lebih baik karyawan tenun.

31

30

Pada saat itu dikenal dengan istilah sikkola martonun (sekolah menenun/belajar menenun) wawancara dengan Esron Sianipar.

31

1rante berukuran sekitar 400 m2 untuk ukuran tanah daerah Balige

tanah telah dapat membeli sekitar 5-10 ATBM dan sekitar 1 bal benang tenun beserta lengkap dengan


(23)

obat pewarna. Untuk tenaga kerja diperoleh dari sekitar desa-desa di pedalaman balige. Biasanya para tenaga kerja merupakan para petani yang memiliki lahan pertanian yang sempit dan juga dari petani yang miskin sehingga mereka terdorong untuk melakukan aktifitas ekonomi diluar pertanian untuk menambah penghasilan keluarga.

Kemudian pada tahun 1960 industri pertenunan di Balige mendapat perhatian dari pemerintahan Orde Lama. Dalam masa ini pemerintahan Orde Lama industri tenun di indonesia tak terkecuali di Balige sempat mengalami kelesuan akibat kelangkaan bahan baku berupa benang tenun. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah karena dua hal yaitu: pertama, masih dalam semangat RUP (Rencana Urgensi Perekonomian) atau lazim disebut program Benteng32

Perhatian pemerintah tersebut berupa pemberian modal kerja berupa subsidi bahan baku benang yang disalurkan melalui koperasi Toba Tekstil. Pada tahun ini lah pertenunan dibalige semakin berkembang termasuk Pertenunan Boi-Tulus. Perkembangan tersebut terjadi hingga tahun 1965 sehubungan dengan penjatahan benang yang dilakukan oleh pemerintah ketika itu. Perkembangan tersebut dapat . Pemerintah berkepentingan dalam menyelamatkan para pengusaha pribumi antara lain di bidang pertenunan/pertekstilan. Kedua, pemerintah berkepentingan untuk menyediakan tekstil murah bagi masyarakat.

32

Program Benteng dilaksanakan sebagai kebijakan pemerintah Republik Indonesia dalam mengimbangi kekuatan ekonomi asing. Dengan menciptakan pengusaha-pengusaha pribumi melalui pembentukan dan pemupukan dan pembentukan modal nasional. Dikutip dariDian Komala, Pengaruh Kebijakan Ekonomi Program Benteng Terhadap Pembentukan Pengusaha Pribumi Tahun 1950-1957, Skripsi, Program Sarjana UPI, 2012, hal: 70


(24)

dilihat dari jumlah tenaga kerja dan jumlah ATBM yang digunakan. Sekitar tahun 1963 jumlah ATBM sebanyak 25 unit dan tenaga kerja 30 orang. Tetapi kemudian ditahun 1966-1970 usaha ini tersendat-sendat akibat terhentinya pasokan benang dari pemerintah, dan juga situasi peralihan pemerintahan Orde Lama kepada Orde Baru. Pada masa pemerintahan Orde Baru pemerintah indonesia menekankan pengembangan jenis industri yang menghasilkan devisa negara termasuk dalam hal ini industri tenun/tekstil. Pada masa pra-pelita, dalam rangka pelaksanaan program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi (1966-1968), Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.33

33

Dikutip dari: http://sukmazaman.blogspot.co.id/2013/01/perekonomian-pada-masa-orde-lama-dan.html

Dengan sasaran utama pertanian maka langkah pertama pemerintahan Orde Baru adalah penghapusan sistem kuota benang warisan Pemerintahan Orde lama dalam penyediaan benang tenun, dan menyerahkan urusan tersebut kepada mekanisme pasar. Perubahan sistem ini telah memukul terhadap para pengusaha tenun ATBM, karena sebelumnya kelangsungan usaha pertenunan terutama didasarkan pada jatah bahan baku dari pemerintah, bukan pada kemampuan modal usaha. Sehingga ketika itu para pengusaha tenun di Balige mengalami kesulitan bahan baku. Memang ketika itu di Balige ada pedagang benang tetapi karena jumlah pengusaha tenun di Balige banyak sehingga terjadi kekurangan bahan


(25)

baku dan juga harganya cukup mahal. Agar usahanya tetap berjalan Bapak Julius Sianipar mencari distributor benang di Siantar untuk memasok bahan baku ke perusahaannya akan tetapi kualitas benangnya kurang bagus.

Kemudian sekitar tahun 1970 Julius Sianipar mendapat informasi bahwa di Bandung banyak distributor untuk keperluan sandang baik berupa benang dan bahan pembantu obat pewarna. Julius Sianipar pergi ke Bandung dan singgah dirumah kerabat disana, kemudian mencari distributor benang dari Bandung dan menjatuhkan pilihan pada pada PD. MUTIARA milik R. Laciram di Jl. Oto Iskandardinata No. 468 Bandung. Kemudian kedua belah pihak melakukan kerjasama, dan R. Laciram menyanggupi permintaan Julius Sianipar sebagai penyalur bahan baku untuk perusahaannya. Kerja sama itu berlangsung hingga saat ini.

3.2.Perkembangan Industri Pertenunan Boi-Tulus Tekstil 3.2.1. Teknologi Produksi

Pada umumnya setiap industri baik industri kecil, sedang , besar membutuhkan dan menggunakan mesin-mesin serta peralatan-peralatan yang diperlukan dalam pengolahan bahan-bahan untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi. Penggunaan mesin dan peralatan dimaksud adalah untuk membantu manusia dalam melaksanakan pekerjaan pengolahan ataupun pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan manusia dengan baik secara manual. Selain itu, penggunaan mesin-mesin dan peralatan bukanlah hanya untuk melaksanakan pekerjaan yang sulit ataupun yang rumit saja tetapi juga untuk tujuan utama dari segi ongkos dan mutu yaitu dalam rangka penghemat serta peningkatan mutu produk. Dengan cara ini maka


(26)

diharapkan bahwa biaya produksi akan lebih murah daripada biaya produksi yang jika dilakukan dengan cara manual.

Teknologi produksi merupakan alat dan cara yang digunakan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa. Masyarakat pada masa lalu sudah dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun, teknologi yang digunakannya masih sangat sederhana. Dengan menggunakan alat sederhana, memerlukan tenaga besar dan hasilnya pun terbatas. Ketika ilmu pengetahuan berkembang maka berkembang pula teknologi. Alat-alat yang memudahkan pekerjaan manusia banyak ditemukan. Alat-alat tersebut sangat membantu dalam menyelesaikan pekerjaan manusia. Dengan alat yang lebih modern pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat, ringan, dan hasilnya pun lebih banyak.

Di samping itu fasilitas-fasilitas produksi yang dirasakan ketinggalan juga mengalami perubahan. Mesin Pertenunan Boi-Tulus dalam produksi mulai dari tahun 1950-1970 masih menggunakan mesin tenun ATBM dan semi mesin manual dayasa dan malaba. Alat tenun mesin ini adalah alat tenun bukan mesin yg dikembangkan menjadi semi mesin. Kontruksi alat masih menggunakan ATBM namun menjalankannya menggunakan dinamo 250 watt34

34

Jenis mesin ini sudah punah didaerah Balige digantikan oleh alat tenun mesin suzuki dan sakamoto sehingga penulis tidak dapat menjelaskan secara detail mengenai alat tenun ini. Ketika itu para pengusaha menggolongkannya sebagai mesin tenun karena telah digerakkan oleh sebuah motor listrik dan menggunakan kerangka ATBM sedangkan mesin tenun suzuki dan sakamoto menggunakan kerangka besi.

. Namun di tahun 1975 perusahaan melakukan pergantian alat tenun yang lebih baik menjadi mesin otomatis buatan Jepang dengan merek suzuki dan sakamoto yang di didatangkan langsung dari para pengusaha tenun Bandung. Mesin tersebut merupakan mesin listrik yang telah dapat


(27)

beroperasi dengan sendiri. Operator mesin hanya bertugas untuk mengganti teropong benang pakan untuk menghasilkan motif kain yang hendak ditenun dan juga menyambung benang lusi yang putus akibat gesekan dari sisir alat tenun, karena jika salah satu benang putus maka mesin akan berhenti secara otomatis. Mesin suzuki dan sakamoto merupakan mesin tenun bekas yang telah direnopasi oleh para pengusaha tenun bandung tepatnya didaerah majalaya. Mesin-mesin tersebut sangat membantu para pekerja hingga saat ini. Mesin tenun suzuki dan sakamoto tersebut dapat berjalan dengan baik hingga saat ini karena dijaga dan dirawat oleh perusahaan. Penambahan teknisi pada organisasi produksi difungsikan untuk merawat mesin-mesin agar tetap dapat berproduksi dengan baik.

Dengan pandangan ini maka penggantian alat tenun yang bersifat manual dengan alat tenun mesin memberikan mamfaat yang besar terhadap perusahaan diantaranya adalah: peningkatan produktivitas pengolahan/produksi, penekanan ongkos produksi seminimal mungkin, peningkatan kapasitas produksi, pemenuhan permintaan atas seuatu produk. Selain itu Kapasitas ATBM hanya mampu memproduksi kain tenun sarung dan ulos sebanyak 1-3 lembar dalam satu hari tergantung pada kondisi fisik penenun, jika dibandingkan dengan alat tenun mesin dapat memproduksi 10-15 lembar kain sarung dan 9-12 lembar ulos per satu unit mesin tenun dalam satu hari.

Hal lain yang mengakibatkan pergantian alat tenun ATBM ke ATM adalah untuk mengoperasikan ATBM dibutuhkan tenaga yang kuat terutama tangan dan kaki untuk menggerakkannya ketika itu banyak karyawan yang mengeluh dan kelelahan


(28)

sehingga produksi tidak maksimal. Selain pergantian alat tenun mesin alat pembantu lainnya mengalami pergantian seperti alat penggulung benang (sorha) dan anian (hanian) dengan alat mesin kelos dan mesin hani. Pergantian ini dipengaruhi oleh kecepatan mesin tenun dalam beroperasi sehingga harus diimbagi persediaan bengan lusi dan benang pakan karena keberhasilan pertenunan sangat dipengaruhi oleh setiap bidang proses pertenunan baik mulai dari persiapan benang dari mangiran, pencelupan, pengkelosan, pemaletan, penghanian, pengebooman, pencucukan hingga proses penenunan. Proses ini saling bergantung satu sama lainnya dalam proses produksi kain sarung dan ulos. Keberhasilan setiap unit menentukan hasil akhir dari kualitas dan kuantitas produksi. Sehingga dalam industri dipergunakan pembagian kerja baik itu dalam penggunaan ATBM dan juga ATM.

3.2.2. Pemindahan Lokasi Pabrik

Keberadaan perkembangan kota kecil Balige dalam rentan tahun 1980 telah mengalami perkembangan yang pesat yang ditandai dengan pembangunan disegala bidang35

35

kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi 5 (lima) wilayah pembangunan yang bersifat Administratif yakni wilayah: Wilayah Pembangunan I (Silindung) berpusat di Tarutung, Wilayah Pembangunan II (Humbang Timur) berpusat di Siborong-borong, Wilayah Pembangunan III (Humbang Barat) berpusat di Dolok Sanggul, Wilayah Pembangunan IV (Toba) berpusat di Balige, Wilayah Pembangunan V (Samosir) berpusat di pangururan

. Hal itu dikarenakan kota Balige merupakan jalur lintas Sumatera. Kondisi tersebut lambat laun membuat kota Balige berkembang dengan merespon kebutuhan para pendatang maupun yang akan maenyebrang, dengan memberikan jasa maupun usaha dagang dan membangun kios – kios maupun toko yang pada akhirnya membentuk suatu area bisnis. Hal ini mangakibatkan pemusatan pembangunan yang


(29)

terpusat disekitar jalan utama kota yakni jalan Sisingamangaraja dan jalan Tarutung sebagai jalan utama yang membelah kota. Dengan perkembangan ini merupakan kebijakan pemerintah guna pemaksimalan daya kinerja pemerintah dalam pelayanan masyarakat. Seiring dengan perkembangan pembangunan kota Balige, yang merupakan daerah pemerintahan kecamatan, Balige berkembang dengan pesat dan menjadi pusat aktifitas masyarakat, seperti pusat jalur transportasi, pusat perdagangan (ekonomi), pusat pendidikan dan juga sebagai pusat pemerintahan.

Dengan melihat perkembangan tersebut perusahaan pertenunan Boi-Tulus memperluas usahanya dan pindah kedaerah pusat pembangunan tersebut yakni dijalan Tarutung. Letak ini dipilih karena perusahaan telah berkembang menjadi perusahaan yang digolongkan dalam industri sedang. Pembangunan gedung-gedung baru yang dilakukan Perusahaan Boi-Tulus untuk produksi tentunya tidak terlepas dari penempatan mesin-mesin yang cukup membutuhkan areal yang cukup luas. Mesin-mesin pertenunan yang cukup banyak dan bervariasi bentuk membutuhkan juga syarat-syarat penentuan tempat untuk penyaluran material produksi.

Selain itu, lokasi ini juga dekat dengan pasar, lebih luas dan lebih strategis dari lokasi mula-mula yaitu di Lumban Silintong. Sebelum melakukan pemindahan tersebut perusahaan telah mempertimbangkan hal tersebut seperti diatas.Pemindahan ini terjadi karena perusahaan ketika itu telah memfasilitasi usahanya dengan berbagai peralatan tenun mesin sehingga membutuhkan lokasi yang luas.


(30)

3.2.3. Struktur Organisasi Perusahaan

Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu atau periode tertentu. Penentuan tujuan ini penting sebagai arah atau sasaran perusahaan dalam mencapai tujuan tersebut. Alat untuk mencapai tujuan tersebut kita kenal dengan nama manajemen. Organisasi dan manjemen adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Organsasi adalah alat bagi manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan36. Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari tenaga manusia dengan bantuan alat yang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu37

Pembagian Tugas adalah alat bantu atau pedoman bagi setiap anggota yang terlibat di Industri ini supaya pekerjaan itu dilaksanakan dengan efektif dan bermakna. Dengan adanya Pembagian Tugas ini diharapkan agar masing-masing orang yang bekerja dapat bertanggung jawab terhadap tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan dan dipercayakan kepada masing-masing. Pedoman kerja atau

.

Struktur Organisasi adalah suatu hal penting yang harus ada pada setiap usaha baik usaha kecil, sedang, dan besar. Karena dari struktur organisasi tersebut akan dihasilkan tata kelola yang baik bagi karyawan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Struktur tersebut juga harus ditaati dan dilaksanakan oleh setiap karyawan. Tujuannya tak lain untuk mempermudah setiap karyawan dalam pembagian tugas.

36

Kasmir, kewirausahaan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal. 57 37

H. Hadari Nawawi, Administrasi Personel Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1990, hal. 13


(31)

Pembagian Tugas ini bukan berarti menutup segala kemungkinan terhadap tugas dan pekerjaan yang ada sesuai kebutuhan.

Struktur organisasi merupakan gambaran mengenai pembagian tugas serta tanggungjawab kepada individu maupun bagian tertentu dari organisasi. Penentuan struktur organisasi sangat berperan penting dalam memperlancar jalannya roda perusahaan. Pengalokasian tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, serta hubungan satu sama lain dapat digambarkan pada struktu organisasi perusahaan, sehingga para karyawan akan mengetahui dengan jelas apa tugasnya darimana ia mendapatkan perintah dan kepada siapa ia harus bertanggungjawab.

Dalam perencanaan pembagian kerja industri pertenunan Boi-Tulus menempatkan karyawan secara profesional dengan melihat potensi dari setiap karyawan. Hal ini dimaksudkan supaya anggota dapat bekerja secara maksimal. Pembagian kerja ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan fungsi masing-masing bagian. Dengan demikian, setiap aktivitas perusahaan dapat terselenggara dengan baik dan terkoordinir. Dalam hal ini, pertenunan Boi-Tulus sebagai salah satu perusahaan yang ada di Balige tentunya menetapkan manejemen dan organisasi. Manajemen dan organisasi yang diteliti penulis adalah dalam pembahagian kerja (division of work).


(32)

Bagan 1.

Susunan Organisasi Pertenunan Boi-Tulus Tekstil

Pimpinan

Mandor

Bidang Mangiran

Bidang Pencelupan

Bidang Pengkelosan

Bidang Pemaletan

Bidang Penghanian

Bidang Pencucukan

Bidang Tenun

Bidang Pengepakan Teknisi


(33)

Tabel 3.

Jumlah karyawan untuk tiap-tiap bagian unit kerja pada Pertenunan Boi-Tulus Tekstil

NO Bagian unit kerja Jumlah karyawan

1 Pimpinan 1

2 Mandor 1

3 Teknisi/Montir 2

4 Bidang mangiran 2

5 Bidang pencelupan 6 6 Bidang pengelosan 4

7 Bidang pemaletan 4

8 Bidang penghanian 2 9 Bidang pencucukan 2

10 Bidang Tenun 20

11 Pengepakan 4


(34)

3.2.4. Tenaga Kerja dan Upah

Manusia dalam menjalani dan menjalankan kehidupannya tidak pernah berada dalam keadaan kosong. Kehidupan terus-menerus diisi oleh manusia dengan berbagai kegiatan yang dilakukan perseorangan ataupun kelompok. Diantara kegiatan itu terdapat kegiatan kerja untuk menghasilkan sesuatu guna untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses produksi. Dari seluruh sumber daya perusahaan, manusia atau tenaga kerja jelas menjadi salah satu yang terpenting. Mesin tidak akan berjalan sendiri, dan tanpa manusia, uang tidak ada mamfaatnya, hanya tergeletak bercampur debu. Apa yang menyebabkan perusaan itu hidup dan berguna adalah manusia.

Untuk melaksanakan suatu usaha, selalu dibutuhkan tenaga. Sesuai dengan peningkatan kesibukan kerja suatu usaha, maka pengusaha memerlukan tambahan tenaga orang lain, yaitu buruh, karyawan, dan untuk perusahaan besar masih ditambah lagi dengan staf-staf. Pegawai, karyawan, buruh atau tenaga kerja merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan kegiatan usaha. Bagaimanapun majunya teknologi dewasa ini, namun faktor manusia masih memegang peranan bagi suksesnya suatu usaha.

Memang kita mengetahui, bahwa sudah banyak tenaga manusia yang dapat digantikan oleh alat mekanis dan otomatis. Tetapi di dalam banyak hal, manusia masih diperlukan, terutama di dalam hal-hal dimana alat perlengkapan mekanis itu


(35)

belum dapat dipergunakan. Kegiatan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan, yang kegiatannya dilakukan dengan bantuan tenaga orang lain. Demikian penting kedudukan manusia dalam suatu usaha, sehingga sebagian besar waktu dan tenaga pengusaha dalam menghadapi masalah adalah terutama dicurahkan kepada masalah-masalah manusia, yaitu tenaga kerjanya. Dilihat secara praktis dan historis, perkembangan manusia boleh dikatakan bahwa semenjak manusia membentuk suatu usaha, bagaimanapun primitif bentuk usaha itu sudah diharapkan kepada manajemen kepegawaian atau tenaga kerja.

Rata-rata kaum karyawan yang bekerja di perusahaan Boi-Tulus berasal dari masyarakat setempat dan dari desa-desa sekitar Balige yang berdekatan seperti sangkar ni huta, lumban silintong, lumban dolok, baba lubis, perdede pasir dan desa baruara. Mereka berasal dari kalangan yang memiliki lahan pertanian yang sedikit, bisa dikatakan memiliki ekonomi yang lemah sehingga mencari alternatif penghasilan tambahan dari luar pertanian. Kadangkala resiko kegagalan dalam sektor pertanian juga ada, lebih- lebih pada mereka yang mempunyai lahan pertanian sedikit tadi, maka mereka tidak semata-mata untuk menggantungkan diri pada sektor agraris atau dengan kata lain untuk mengurangi kegagalan bertani dan menambah pendapatan yang terasa kurang dari luar sektor pertanian. Namun mereka juga tetap menjalankan usaha pertaniannya guna untuk menutupi kebutuhan akan beras selama setahunnya.

Dalam hal perekrutan tenaga kerja pada pertenunan Boi-Tulus tidak memerlukan syarat-syarat khusus untuk bekerja seperti izasah dan sebagainya yang terpenting adalah mau bekerja, karena dalam pertenunan ini hanya dibutuhkan


(36)

keuletan, kesabaran dan ketekunan sehingga tidak ada aturan yang mengikat dan karyawan tersebut bebas keluar masuk perusahaan. Biasanya karyawan yang baru bergabung diberi pelatihan oleh para karyawan satu krunya. Misalnya, jika Ia masuk dalam bagian pengkelosan maka karyawan senior pada bagian pengkelosan tersebut akan mengajarinya hingga mahir, biasanya sampai memakan waktu kira-kira 2-5 hari.

Jika terjadi kekurangan karyawan atau jika ada seseorang meninggalkan industi pertenunan ini dengan alasan tersendiri, misalnya pekerja tersebut mendapat pekerjaan yang lebih layak menurutnya atau merantau ketempat lain. Maka pengusaha akan memintakan kepada para tenaga kerja yang lain yang sudah menetap bekerja untuk merekrut tenaga kerja yang ingin bekerja. Dari penelitian penulis, bahwa tenaga kerja yang direkrut yang diutamakan adalah dari sahabat ataupun keluarga yang pernah atau masih kerja di perusahaan itu. Misalnya, seorang karyawan membawa tetangganya untuk bekerja dan juga saudaranya yang lain untuk bekerja bersama dengannya di perusahaan Boi-Tulus ini. Tujuan perekrutan seperti ini adalah agar terjalinnya hubungan kekeluargaan pada setiap karyawan karena diluar perusahaan pun mereka sudah saling mengenal.

Ada kecenderugan pengusaha pertenunan memakai tenaga kerja perempuan alasannya karena perempuan selain rajin bekerja juga dalam hal menenun lebih rapi, tekun, dan sangat cocok dengan karakteristiknya sebagai perempuan. Tetapi bukan berati pertenunan ini tidak membuka peluang kerja untuk laki-laki, ini dapat dimengerti karena secara tradisional pekerjaan pertenunan dalam masyarakat batak adalah dominan wanita. Namun industri tenun tradisional memiliki karakteristik yang


(37)

berbeda dengan industri tenun modern antara lain dalam proses ketenagakerjaan. Dalam proses tenun tradisional, semua tahapan dilakukan oleh kaum wanita. Sedangkan untuk industri yang lebih modern (ATBM/ATM) terdapat pembagian kerja antara wanita dan pria. Posisi atau begian kerja yang dilakukan para karyawan laki-laki adalah pada bagian pencelupan dan mekanik posisi karena bagian pekerjaan ini tergolong berat dan memerlukan tenaga yang kuat. Ada juga posisi yang lain yaitu mandor, penghanian, dan juga mekanik/teknisi.

Keterlibatan tenaga kerja perempuan dalam proses pertenunan didasarkan

pada anggapan umum tentang sifat-sifat yang dimiliki tenaga kerja perempuan, yaitu:

1. Tenaga kerja perempuan dapat bekerja lebih rajin, rapi, teliti, tekun, dan sabar sesuai dengan kebutuhan proses produksi pertenunan agar dapat menghasilkan produk sarung dan ulos yang berkualitas baik. Anggapan tersebut sampai saat ini masih melekat, khususnya pada tahap produksi menenun.

2. Tenaga kerja perempuan lebih tahan bekerja pada tahap produksi yang sifatnya monoton. Hal tersebut sesuai dengan tahap produksi menenun yang dilakukan dalam waktu lebih kurang 3-5 hari untuk menghabiskan benang lungsi pada lalatan tenun, dengan posisi berdiri sambil agak membungkuk.

Setiap harinya para karyawan bekerja berdasarkan jam kerja yang sudah ditentukan, yaitu sekitar 7 jam. Para buruh masuk kerja pada pukul 07.00 wib sampai pukul 16.30 wib, diselingi dengan waktu istrirahat yang 1,5 jam yaitu pukul 12.00 wib sampai 13.30 wib. Pada industri tidak mengenal adanya lembur karena merka


(38)

bekerja pada sistem harian kecuali hari Minggu. Mereka juga tidak mengenal jaminan kesehatan terlebih asuransi kesehatan. Penghasilan yang diterima seorang pekerja di pertenunan Boi-Tulus dapat digolongkan menjadi dua bentuk berupa:

1. Upah atau Gaji

Upah merupakan penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Berfungsi sebagai kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang ditetapkan sesuai persetujuan, Undang-undang dan peraturan, dan dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja38

38

Diakses dari http://education-vionet.blogspot.com(Istilah Ekonomi, Kompas 2 Mei 1998).

Sistem penggajian yang diterapkan oleh perusahaan secara keseluruhan menggunakan gaji pokok yang diterima tersebut sesuai dengan jabatan dan kinerja masing-masing karyawan. Gaji pokok ini kemudian dibagikan kepada para karyawan dalam setiap bulannya secara rutin. Gaji Tingkat pengupahan karyawan berdasarkan pada keterampilan dan jenjang penguasaan pertenunan yang dimiliki oleh karyawan tersebut sebagai berikut:

a). Tingkat I: mangiran, pencelupan (tukang celup/cat: mencelup/mewarnai benang) b). Tingkat II: Penjahit, pengelosan dan pemaletan

c). Tingkat III: penghanian (mengatur susunan benang menurut motif tertentu sebelum ditenun) dan penenun (tukang tenun: mengoperasikan alat tenun).


(39)

Jenjang keterampilan terendah adalah tukang celup dan yang tertinggi adalah tukang hanian dan tenun dua jenis pekerjaan ini paling rumit. Dengan sendirinya upah dan gengsi jenis pekerjaan ini adalah tentu lebih tinggi. Penggajian pada mandor dan teknisi juga dilakukan setiap bulan sebesar Rp. 70.000. mandor dan teknisi tidak dimaksukkan pada pembagian jenjang pengupahan karena mandor dan teknisi masuk dalam kategori staf perusahaan dan menjadi orang kepercayaan pemilik (pemimpin perusahaan) jika sewaktu-waktu pemimpin perusahaan tidak berada di lingkungan perusahaan.

Tabel 4.

Rata-rata upah karyawan industri tenun Boi-Tulus 1990-an No Jenis Pekerjaan Rata-rata upah (orang/bulan/Rp) 1 Tingkat I 55.000

2 Tingkat II 60.000 3 Tingkat III 65.000

2. Tunjangan Hari Raya dan Hari Natal

Tunjangan pada hari besar keagamaan diberikan kepada karyawan dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan dan diterima setiap tahunnya. Tunjangan ini diberi kepada para buruh sebesar upah 1 bulan.


(40)

3.2.5. Modal

Dalam melakukan sebuah kegiatan atau usaha dengan tujuan untuk menghasilkan barang yang disebut proses produksi diperlukan sarana pendukung yang berfungsi untuk memepercepat dan memperlancar proses tersebut. Salah satu dari sarana pendukung tersebut dikenal dengan istilah modal, maka suatu kegiatan atau usaha baru dapat dilaksanakan karena para pengusaha menggunakan modal untuk membeli berbagai alat dan bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi tersebut.

Modal merupakan salah satu yang menjadi faktor pendukung dalam proses produksi. Tanpa modal proses produksi tidak akan mungkin berjalan baik. Modal yang dimaksudkan adalah uang atau dana maupun modal skill atau keahlian. Modal merupakan sarana pokok bagi terciptanya usaha dan kelangsungannya, di samping minat, bakat, ketekunan dan keyakinan, modal berperan sangat penting untuk pengembangan dan peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi, terlebih lagi jika keadaan harga bahan baku di pasar sedang meningkat, maka modal benar-benar dapat menentukan hidup matinya usaha pertenunan ini39

Pada awal berdirinya pertenunan Boi-Tulus mempergunakan modal yang bersumber dari modal sendiri. Yaitu berupa penjualan dari tanah dan hasil tabungan dari penghasilan selama menjadi karyawan di pertenunan karl sianipar. Selain itu pada tahun 1950 sudah terdapat beberapa tukang yang telah mampu membuat ATBM

.

39

Hartati Prawinoto, dkk. Pengrajin Tradisional Daerah Jawa Tengah, Semarang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, hal. 93.


(41)

sehingga harga per unit ATBM tidak terlalu mahal, lagi pula pada awal pendirian usahanya Boi-Tulus hanya sebatas industri kecil.

Kemudian pada tahun 1960 dukungan pemerintah sangat menentukan perkembangan modal karena pemberian subsidi benang sangat murah sehingga sebagian modal usaha pertenunan secara langsung telah ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan ini pada awalnya sangat melapangkan bagi para pengusaha tenun dibalige untuk memasuki bidang usaha pertenunan. Tetapi berbeda pada tahun-tahun berikutnya semenjak tahun pemerintahan soeharto para pengusaha balige hampir tidak pernah mendapat suntikan dana dari pemerintahn pusat sehingga semenjak dari situ para pengusaha berusaha untuk mencari modal sendiri agar usahanya tetap berjalan.

Pada awalnya pertumbuhan industri tenun balige khususnya atau di tapanuli utara umumnya kebutuhan permodalan itu masih dapat dilayani oleh bank rakyat indonesia pada masa kemerdekaan, terutama pada pemerintahan presiden soekarno. Tetapi pada tahun 1960-an, menyusul jumlah pertenunan dibalige mengalami pertumbuhan jumlah yang sangat besar peningkatan permintaan jumlah kredit mengalami peningkatan sehingga pengusaha tenun mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit. Masalahnya sumber kredit waktu itu yaitu BRI cabang tarutung dalam istilah seorang pengusaha tenun senior mengalami situasi nasabah terlalu padat artinya terlalu banyak permintaan kredit (tidak hanya dari pengusaha tenun) sehingga tidak mudah untuk memperoleh kredit bank waktu itu. Maka melihat hal ini sejumlah pengusaha tenun yang mampu bertahan hingga tanuh 1980-an mengajukan usulan


(42)

kepada pemerintah daerah agar mendirikan sebuah bank di balige. Usulan tersebut mendapat sambutan dari pemerintah daerah dan kemudian mendirikan bank BNI 1946 cabang pembantu di balige. Bank ini kemudian yang melayani kredit pengusaha tenun balige. Semua pengusaha tenun balige wajib menjadi nasabah pada bank ini karena mereka sendirilah yang mengusulkan pendirian tersebut. Pendirian bank itu dibalige tidak saja memperlancar kebutuhan kredit untuk modal usaha uutuk para pengusaha balige tetapi juga para pengusaha diluar pertenunan, dan secara langsung juga merangsang penduduk balige lebih sadar bank.

3.2.6. Sumber Bahan Baku

Untuk menjamin terlaksananya kegiatan proses produksi dalam suatu perusahaan harus ditunjang oleh tersediannya bahan baku yang cukup disamping faktor-faktor produksi yang lain. Dengan tersedianya bahan baku yang cukup diharapkan kegiatan operasional akan terus berkelanjutan. Bahan baku sendiri adalah sebagian bahan-bahan yang dimiliki oleh perusahaan yang belum dikerjakan dan digunakan dalam proses produksi dimana sifat maupun wujudnya belum berubah atau dengan kata lain bahan-bahan tersebut secara fisik diolah menjadi barang jadi.

Bahan baku merupakan bahan langsung, yaitu bahan yang membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi. Bahan baku adalah bahan utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utama dari suatu produk. Dalam industri tenun Boi-Tulus jenis bahan baku terbagi atas dua bagian yaitu Bahan baku utama


(43)

dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yaitu benang catton. Benang tersebut terbagi atas dua jenis yaitu benang untuk sarung jenisnya catton 20s dan untuk ulos jenisnya catton 18s dan benang emas purada yang digunakan sebagai hiasan ulos. Sedangkan bahan baku pembantu yaitu bahan pewarna yang terdiri dari cat helanhreen (hijau, biru dan violet), napthol AS, napthol ASG, sulfit, soda api, garam R, garam B, coustik soda, soafel, bahan pembantu lainnya seperti kanji, kaporit, air bersih, kayu bakar, minyak tanah, bahan ini diperoleh dari sekitar Balige.

Semua bahan baku yang digunakan berasal dari dalam negeri. Benang dan bahan pewarna tersebut diperoleh dari pemasok dari Bandung yaitu dari PD. MUTIARA pemasok tersebut dipilih oleh perusahaan karena menawarkan kualitas benang yang sesuai dengan standar perusahaan. Disamping itu, harga benang masih tergolong wajar dan sesuai dengan kwalitas benang yang ditawarkan oleh pemasok. Benang yang digunakan oleh perusahaan Boi-Tulus adalah benang yang 100 persen terbuat dari serat kapas (benang katun). Pemilihan atas benang katun adalah benang tersebut tahan lama dan tidak mudah putus.

Pembelian benang dan bahan pembantu pewarna yang dilakukan oleh pertenunan Boi-Tulus kepada PD. MUTIARA, dilakukan dengan cara pemesanan dengan menentukan jumlah, biaya, dan waktu pengiriman. Sedangkan pembayaran dilakukan apabila pesanan telah sampai dan dikirim melalui rekening bank. Harga benang telah ditentukan oleh pemasok, sedangkan biaya pengiriman dibebankan kepada perusahaan. Sampai saat ini belum ada kerjasama secara tertulis dengan PD. MUTIARA dalam pembelian bahan baku benang dan obat pewarna, tetapi karena


(44)

pertenunan BOI-TULUS membeli bahan baku secara rutin maka kerjasama kedua perusahaan berjalan dengan baik dari tahun 1970-an hingga sekarang.

Perusahaan melakukan pembelian persediaan bahan baku setiap 3 minggu sekali untuk masing-masing jenis benang, obat pewarna dan jumlahnya tidak stabil. Hal ini karena tingkat produksi perusahaan tidak stabil pada setiap bulannya. Perusahaan terkadang membeli persediaan bahan baku lebaih banyak dari biasanya agar dapat digunakan sebagai stok jika suatu saat ada peningkatan permintaan pasar akan kain sarung dan ulos.

Perusahaan Boi-Tulus merupakan produsen sarung tenun dan ulos yang memperoleh bahan bakunya dari pembelian kepada pemasok karena perusahaan ini tidak memproduksi sendiri bahan baku yang diperlukan. Prosedur pembelian bahan baku yang ada diperusahaan ini sangat sederhana dan tidak memerlukan banyak birokrasi. Kegiatan pembelian benang dilakukan oleh pemilik perusahaan berdasarkan permintaan dan informasi dari bagian produksi kususnya mandor. Secara umum proses pembelian bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan melakukan pemesanan kepada pemasok yang dapat menyediakan bahan baku sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh perusahaan seperti kualitas, kuantitas, harga dan jangka waktu pengiriman.

2. Membuat kesepakatan dengan pemasok tentang kriteria bahan baku yang ditetapkan perusahaan biasanya melalui kontak telepon.


(45)

3. Setelah kesepakatan terbentuk, pemasok mengirimkan bahan baku beserta nota jumlah bahan yang dikirim, jumlah harga yang akan dibayar oleh perusahaan. Proses pengiriman ini menggunakan jasa bus ALS, kemudian perusahaan melunasi biaya pengiriman.

4. Bahan baku diterima, kemudian diperiksa berdasarkan nota yang dikirim oleh pemasok, jika bahan sudah lengkap dan sesuai perusahaan melakukan pembayaran melalui rekening bank.


(46)

Tabel 5.

Harga Bahan Baku Benang Dan Obat Pewarna

No Bahan Baku Satuan Harga

1 Benang: Catton 20s Catton 18s Emas Purada Bal Bal Pak Rp. 3.750.000 Rp. 2.260.000 Rp. 50.000 2 Cat helanhreen: hijau

biru violet Kg Kg Kg Rp.63.000 Rp.65.000 Rp.60.000 3 Napthol AS

Napthol ASG

Kg Kg

Rp. 62.000 Rp. 64.000 4 Garam merah R

Garam merah B

Kg Kg

Rp. 36.000 Rp. 47.500

5 Sulfit, Kg Rp 32.000

6 Coustik soda, Kg Rp 11.000

7 Soafel, Kg Rp. 7.000

8 Fast scarlet R salt 20 Kg Rp. 45.000

9 Sulfur hitam Kg Rp. 20.000


(47)

3.2.7. Proses Produksi

Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.40

Kegiatan produksi akan melibatkan pengubahan dan pengolahan berbagai macam sumber menjadi bahan jadi yang siap diminati konsumen. Kegiatan-kegiatan produksi akan menentukan peningkatan efesiensi operasi, perencanaan dan pengawasan produksi dalam menghasilkan kuantitas dan kualitas produk yang baik. Bahwa fungsi produksi adalah menciptakan barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan

Konsep produksi sebenarnya mempunyai arti lebih luas dari pada hanya pengolahan (manufaktur) ataupun pengubahan tetapi bagaimana mengatur, mengelola, mengadministrasikan kegiatan produksi menjadi efektif dan efesien. Dalam meningkatkan proses produksi suatu perusahaan diperlukan bahan-bahan produksi. Untuk melakukan itu semua dibutuhkan unsur tenaga manusia, sumber daya alam, modal serta kecakapan. Semua unsur tersebut dinamakan faktor-faktor produksi, dimana faktor produksi tersebut menjadi penopang dalam usaha menciptakan nilai atau memperbesar nilai suatu barang yang dihasilkan perusahaan.

40


(48)

masyarakat pada waktu harga dan jumlah yang tepat41

41

Basu Swasta dan Ibnu Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusaahaan Modern), Yogyakarta:Liberty, 1998, hal 285.

. Agar fungsi produksi dapat berjalan dengan baik maka perencanaan produksi menjadi hal penting yang perlu dilaksanakan. Perencanaan produksi itu meliputi yaitu jenis barang yang akan dibuat, jumlah barang yang akan dibuat, cara pembuatan (penggunaan peralatan yang dipakai). Keputusan tentang jenis barang dan jumlah yang akan dibuat dan peralatan yang dipakai tentu dipengaruhi oleh kebutuhan pasar.

Untuk dapat menghasilkan produk sarung dan ulos, karyawan membutuhkan beberapa tahapan proses produksi yang telah dibagi berdasarkan pembagian bidang-bidang kerja tertentu.


(49)

Bagan 2

Proses Produksi sarung dan ulos

Maniran/Hank

Pencelupan benang

Pengkelosan

Pemaletan Penghanian

Pencucukan

Penyetelan

Ditenun

Pengepakan (pemotongan, jahit, packing, cap) Pengebooman

Benang lusi (dalam lalatan lusi)

Benang pakan


(50)

1. Proses Mangiran/Hank.

Bahan baku yang didatangkan dari pabrik pemintalan tidak bisa langsung diproses lanjut, karena masih berbentuk gulugan yang digulung pada bobbin. Untuk melakukan pencucian dan pewarnaan benang harus diurai dulu menjadi urain benang dengan diameter kurang lebih 50 cm dan tebal gulungan sekitar 5 cm. proses penguraian ini disebut dengan proses mangiran atau hank yaitu dengan cara penggulugan benang tungkul pada mesin iran/hank. Tujuannya yaitu memisahkan benang dari tungkulnya agar mudah untuk proses pencelupan.

2. Proses Pencelupan

Pencelupan pada benang dilakukan untuk memberi warna pada benang dan jika benang tersebut ditenun akan menghasilkan kain yang memiliki komposisi warna /corak tertentu dari susunan dan persilangan benang lusi dan pakan. Pencelupan yaitu pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan warna yang sama pada seluruh bahan tekstil dengan 3 komponen bahan utama yaitu zat warna, air dan obat bantu. Dalam proses pencelupan ada beberapa tahap yang harus dilalui diantaranya adalah:

a. Proses pencucian benang. Obat-obatan yang digunakan antara lain : - Tepol.


(51)

Benang yang keluar dari mesin hank sudah dalam bentuk untaian. Untaian benang tersebut direndam dalam air yang sudah dicampur dengan tapol kurang lebih 3 jam. Fungsi tepol adalah untuk membuka pori-pori benang supaya benang dapat menyerap obat-obatan yang diberikan. Selesai direndam benang diperas dengan mesin peras untuk menghilangkan kandungan air pada benang. Selanjutnya benang tersebut direndam kedala air yang sudah dicampur dengan kaporit. Perbandingannya untuk 1 m3 air diberi 2 kg kaporit. Kemudian benang dalam rendaman diinjak-injak dengan kaki supaya penyerapan obat lebih merata. Setelah itu direndam kurang lebih 2 jam agar didapatkan hasil yang maksimal yaitu benang yang putih bersih. Setelah direndam kurang lebih 2 jam benang dimasukkan kedalam mesin peras untuk menghilangkan kandungan air.

b. Proses pewarnaan

Setelah benang dicuci bersih kemudian benang dicelupkan pada pewarna textil dalam kondisi panas dalam waktu sekitar 15-30 menit. Jenis-jenis warna yang digunakan antara lain: hitam, hijau, biru, violet, kuning, merah, merah cas, merah marun, putih. Untuk pewarnaan benang ulos dilakukan dengan proses pengikatan pada benang lungsi sesuai dengan motif yang diinginkan kemudian dicelup. Pada benang sarung tidak perlu ada pengikatan, karena sarung hanya mengunakan motif kotak-kotak. Benang yang terikat tidak akan tercelup sehingga pada waktu bahan tersebut ditenun akan memberikan motif, biasanya benang yang diikan tersebut akan menghasilkan belang antara warna hitam dan putih.. Pencelupan dilakukan untuk memberikan


(52)

warna secara merata. Disini bahan yang terikat tidak akan tercelup sehingga pada waktu bahan tersebut ditenun akan memberikan motif.

Adapun Resep-resep warna-warna.

a. warna hitam, bahannya:

 sulfur black

 soafel

 air dengan suhu 100oC b. warna biru, violet, hijau bahannya:

 cat helanhreen warna biru, hijau, violet

• soda api

• sulfit

• air dengan suhu 500C c. warna kuning, bahannya:

 cat merah B

 soda api

 naftol ASG

 air dengan suhu 500C d. warna putih, bahannya:

 kaporit

 air bersih e. warna merah bahannya:


(53)

 naftol AS

 soda api

 air panas sekitar 500 C f. warna merah tua, bahannya:

 cat warna merah B Base

 nettrit

 naftol

 soda api

 air keras

 air panas sekitar 500 C

Benang yang telah diwarnai dicuci kembali kemudian ditiriskan dengan mesin pengering. Kemudian dipisahkan untuk benang pakan dan untuk benang lusi. Untuk benang pakan langsung dikeringkan/dijemur dibawah sinar matahari.

c. Proses Pengkanjian

Untuk proses pengkanjian benang untuk sarung berbeda dengan ulos. Untuk benang sarung dilakukan pengkanjian pada benang lusi. Untuk benang ulos kedua benang lungsi dan pakan dilakukan pengkanjian. Tujuan pengkanjian ini agar benang lusi maupun pakan tersebut tidak mudah putus. Setelah benang lusi dikanji benang tersebut ditiriskan selama satu malam, kemudian besok paginya dikukus selama dua jam, setelah itu benang tersebut dijemur langsung dibawah sinar matahari.


(54)

3. Proses pengkelosan

Setelah benang selesai dicuci dan diwarnai sampai keringdilanjutkan proses pengelosan, benang dari hasil pencucian dan pewarnaan masih berupa untaian selain itu keadaan benang masih dalam keadaan menggumpal karena pengaruh zat warna. Untuk itu benang harus dirapikan kedalam bentuk bobbin dan proses tersebut dinamakan pengelosan. Setelah selesai pengkelosan kemudia benang dipisahkan untuk pakan dan lungsi. Untuk lungsi langsung pada proses penghanian, sedangkan pakan pada proses pemaletan. Jadi dapatdisimpulkan bahwa maksud dari pengelosan adalah :

 Memperbaiki mutu benang.

 Mendapatkan gulungan benang dalam volume yang sesuai. 4. Proses Pemaletan

Pemaletan merupakan proses yang di lakukan khusus untuk benang pakan yang di gunakan pada proses pertenunan. Gulungan benang pada bobbin palet ini akan di pasangkan pada alat teropong yang di sebut shuttle. Agar gulungan benang pada bobbin palet dapat masuk / sesuai dengan shuttle, harus ada pengaturan antara jenis benang yang akan di palet dengan kecepatan penggulungan benang pada bobbin palet. Tujuan dari proses pemaletan, yaitu untuk menggulung kembali benang-benang dari bentuk bobbin palet, menjdi bentuk bobin pakan atau palet.

5. Proses Penghanian

Proses penghanian adalah pengaturan dan penyusunan warna dan jumlah benang lusi sesuai panjang dan lebar kain yang akan dibuat secara sejajar sesuai


(55)

dengan desain. Biasanya dalam sekali proses penghanian bisa menghasilkan 50-60 lembar kain sarung dan ulos.

6. Proses Mangeboom

Pada proses ini benang yang sudah siap dalam proses penghanian kemudian dipindahkan dengan cara menggulung benang lusi pada lalatan (boom hanian) yang kosong. Adapun tujuan dari proses pengebooman ini agar seluruh benang lusi sama tegangnya.

7. Manutcup/pencucukan

Pencucukan adalah proses pemasukan benang lusi yang sudah berada pada lalatan atau Boom lusi, dimasukkan atau dicucukkan satu persatu benang lusi kedalam mata gun lalu kedalam celah-celah lubang sisir dengan menggunakan pisau cucuk.

8. Penyetelan

Pada proses ini benang lusi dalam lalatan/boom yang sudah dicucukan pada mata gun dan celah-celah sisir kemudian dipasang pada mesin tenun sehingga benang dapat ditenun. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan benang pakan yang sudah berada dalam gulungan palet pada mata teropong, dan dipasangkan pada peluncur teropong. Penyetelan ini dilakukan oleh mekanik. Guna dari penyetelan ini adalah untuk mengaturatur motif dan perpaduan warna yang akan dihasilkan. Seperti motif liris dengan kotak besar dan kotak kecil dan jenis-jenis ulos yang akan di tenun.


(56)

9. Menenun

Menenun adalah proses menyilang-yilangkan dua set memasuk-masukkan bena (benang lusi) yang akhirnya menghasilkan helaian kain.

Agar proses tenunan dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diketahui gerakan-gerakan pokok yang terjadi pada proses tersebut. Sesuai dengan urutannya maka gerakan tersebut adalah:

a. pembukaan mulut lusi yaitu membuka benang-benang lusi sehingga membentuk celah yang disebut mulut lusi.

b. peluncuran pakan yaitu pemasukan atau peluncuran benang pakan menembus mulut lusi sehingga benang lusi dengan benang pakan saling menyilang membentuk anyaman.

c. pengetekan yaitu merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan kepada benang pakan sebelumnya yang telah menganyam dengan benang lusi. d. penggulungan kain yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai

anyaman yang telah terjadi.

e. penguluran lusi yaitu mengulur benang lusi dari gulungannya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lusi dan penyilangan benang berikutnya.

10.Pengepakan (pemotongan, jahit, cap, packing,)

Setelah proses pertenunan selesai berarti sudah dihasilkan kain sarung dan ulos dengan ukuran panjang. Kemudian untuk mendapatkan sarung dan ulos sesuai


(57)

dengan ukuran yang diinginkan, maka dilakukan pemotongan. Pemotongan dilakukan secara manual dengan menggunakan gunting dan alat ukur. Setelah didapatkan lembaran sarung dan ulos sesuai dengan ukuran, Kemudian dilakukan penjahitan. Untuk sarung kedua ujungnya disatukan, sedangkan ulos kedua ujung rumbai-rumbainya dirapikan agar sama panjang. Kemudian sarung dan ulos dilipat dan di beri cap perusahaan dan kemudian dimasukkan dalam alat packing agar lipatannya rapi. Kemudian dibungkus dalam plastik transparan dan siap untuk dipasarkan. Untuk setiap pemasaran satuan yang digunakan adalah 1 kodi (berisi 20 lembar kain).

3.2.8. Pemasaran Sarung Dan Ulos

Pemasaran merupakan suatu proses perpindahan suatu barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. Seiring dengan perjalanan sejarah manusia dalam memenuhi kebutuhannya, ada pihak yang meminta dan ada pihak yang menawarkan. Pada awal sejarah bahwa pemasaran dilakukan dengan cara pertukaran barang (barter) dan terus berkembang menjadi perekonomian dengan menggunakan uang sampai dengan pemasaran yang modern.

Dalam rangka memasarkan barang-barang produksi, produsen selalu berhubungan dengan konsumen. Konsumen inilah yang membeli barang-barang produksinya, tanpa konsumen barang-barang yang diproduksi akan percuma saja, maka untuk menarik hati para konsumen maka produsen akan membuat berbagai macam stategi agar kegiatan produksi tetap berjalan atau bahkan mendapat keuntungan.


(58)

Pemasaran merupakan aspek yang biasanya paling penting dalam sebuah industri. Pemasaran pada dasarnya dapat diartikan sebagai transaksi jual-beli. Artinya pemilik barang menjual kepada pembeli pada tingkatan harga yang telah disepakati dari lokasi yang satu ke lokasi lain atau pada lokasi yang sama. Tetapi karena penjual sering kali mengalami kesulitan mencari pembeli dan sebaliknya, pembeli kesulitan mencari penjual, maka muncullah agen-agen pemasaran. Di sini bermunculan tengkulak, pedagang perantara, pedagang pengumpul dan sebagainya.

Proses pemasaran kain tenun sarung dan ulos dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung ke konsumen. Pemasaran secara langsung biasanya terjadi bilamana konsumen mendatangi langsung usaha tenun untuk membeli atau memesan kain sarung dan ulos yang diinginkan. Melalui distribusi secara langsung ini, konsumen biasanya mendapatkan harga relatif murah dibanding jika membeli melalui toko atau pasar, pedagang kecil dan juga pedagang besar. Konsumen yang menempuh cara seperti ini biasanya yang berlokasi di dekat usaha tenun itu sendiri. Sedangkan pemasaran tidak langsung dilakukan dengan cara menyalurkan hasil produksi melalui saluran-saluran perantara, seperti butik, toko, pasar tradisional dan pedagang besar dan pedagang kecil. Cara seperti ini biasanya dilakukan melalui perjajian antara perusahaan dengan pedagang perantara jauh hari sebelum transaksi penjualan di lakukan

Jaringan perdagangan untuk memasarkan hasil produksi tekstil awalnya hanya mencakup daerah Balige, Laguboti, Porsea saja. Seiring dengan perkembangan yang terjadi dalam indistri tenun, cakupan untuk daerah pemasaran tidak hanya daerah


(59)

Balige saja tetapi juga mencakup daerah Medan, Siantar, Kisaran, Dairi, Samosir, Tarutung, Siorong-Borong, Pekanbaru, Palembang, dan bahkan sampai ke Pulau Jawa.

Pemasaran di disekitar daerah, umumnya merupakan tanggung jawab pembeli atau pemesan. Pembeli atau pemesan yang berasal dari luar Kota Balige umumnya adalah para pedagang besar yang khusus menjual barang-barang pakaian. Ada beberapa pembeli datang langsung ke tempat perusahaan dengan membawa kendaraan sendiri membawa pick-up atau truk dan mengadakan transaksi dengan perusahaan. kedatangan mereka secara tetap, tergantung pada barang-barang di toko mereka. Karena itu pemesanan disekitar Balige atau kabupaten Tapanuli Utara, pengangkutannya menjadi tanggungjawab pembeli karena biasanya para pedagang kain khususnya para pedagang kecil dan pedagang besar (pedagang profesional berpindah) yang sepanjang minggu berkeliling dari satu ke onan lain (mengikuti hari-hari besar onan/pasar besar) diberbagai kota disekitar Tapanuli bahkan sampai pada daerah Dairi dan Simalungun. Maka dalam setiap sekali seminggu para pedagang akan mandatangi daerah onan Balige dan mereka juga sekalian singgah dan melakukan pemesanan kainsarung dan ulos kepada perusahaan.. Pelanggan produk tenun ulos dan kain sarung yang ada di luar kota biasanya melakukan transaksi jual beli tiga kali dalam sebulan ke perusahaan. Sedangkan pelanggan ulos dari luar kota sering menelepon perusahaan agar ulos dan kain sarung dikirim ke daerah pelanggan, karena keterbatasan waktu dan untuk meminimkan biaya pengiriman. Biaya pengiriman biasanya dilakukan melalui bank, dimana pelanggan luar kota langsung


(60)

mentransfer uang ke nomor rekening perusahaan. Dalam hal pengiriman ulos dan kain sarung ke luar kota perusahaan biasanya memanfaatkan perusahaan jasa pengiriman.


(61)

BAB IV

KEBERADAAN PERTENUNAN BOI-TULUS TEKSTIL DI KECAMATAN BALIGE

4.1. Keberadaan Pertenunan Boi-Tulus Tekstil Terhadap Masyarakat

4.1.1. Penyediaan Kebutuhan Sandang (Sarung Dan Ulos)

Manusia dalam kelangsungan hidupnya sangat memerlukan berbagai jenis barang yang mudah dan dapat dipergunakannya. Kebutuhan manusia yang sangat beragam baik kebutuhan primer dan sekunder yang berupa sandang, pangan dan kebutuhan lainnya sesuai dengan kemajuan zaman dan peradapan manusia. Oleh karena itulah dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dapat kita lihat adanya peredaran berbagai jenis barang dalam masyarakat untuk memenuhi berbagia macam kebutuhan manusia. Sandang merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat perlu dipenuhi, setelah pangan dan papan. Dalam hal ini pertenunan Boi-Tulus memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam penyediaan sandang berupa kain sarung dan ulos terutama bagi masyarakat Balige dan sekitarnya secara khusus.

Penggunaan kain sarung bagi masyarakat sangat penting dan beragam. Sarung sudah menjadi kebutuhan sehari-hari umat muslim, khususnya para pria yang hendak beribadah. Bahkan di beberapa daerah, sarung menjadi pilihan busana pria sehari-hari, dan bukannya celana panjang. Ada beberapa daerah yang kaum prianya memakai sarung untuk upacara-upacara adat yang dikombinasikan dengan baju daerahnya, termasuk pada masyarakat adat batak yang selalu membawa sarung di


(62)

pundaknya jika sedang terlibat dalam acara adat. Sarung bisa juga dikenakan pada saat santai di rumah.

Perempuan yang sudah masuk golongan ibu dan calon ibu, biasanya memakai sarung. Apalagi kalau menghadiri pertemuan atau acara-acara di seputaran kampung. Jika ada acara keluarga, tidak biasa perempuan mengenakan hanya celana panjang, atau mengenakan gaun saja. Mereka selalu melapisinya dengan kain sarung.

Sedangkan penggunaan ulos didominasi oleh masyarakat Batak. Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong", yang artinya jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama. Berbagai jenis dan motif ulos menggambarkan makna tersendiri. Tergantung sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan tertentu. Kapan digunakan, diberikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana. Bahkan, berbagai upacara adat seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian, dan ritual lainnya tak dapat terlaksana tanpa ulos. Melihat peran sentral kain ulos tersebut, nampaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ulos menjadi bagian dari kehidupan orang batak. Meskipun jumlah tenunan ulos dari tahun ketahun cukup banyak, tetapi permintaan masyarakat khususnya untuk kegiatan upacara adat Batak masih tetap ada. Ini disebabkan bahwa dalam adat Batak ulos yang digunakan untuk acara adat tidak lazim digunakan lebih dari satu kali. Sehingga permintaan akan ulos akan tetap ada.


(63)

4.1.2. Menciptakan Lapangan Kerja

Peranan pertenun Boi-Tulus Tekstil mampu menyerap tenaga kerja baik laki-laki dan perempuan di wilayah Balige lambat laun mengalami perkembangan dalam produksi tenun sarung dan ulos karena kualitas dan mutu yang diutamakan. Dengan semakin berkembangnya Pertenunan Boi-Tulus semakin banyak pula tenaga kerja yang diterima karena meningkatnya jumlah produksi dan pemasaran untuk konsumen. Disamping menghasilkan kualitas mutu yang terjamin pertenunan Boi-Tulus dalam keberadaannya dapat menyerap tenaga kerja, baik bagi keluarga sendiri maupun menyerap ataupun dapat menampung tenaga– tenaga kerja diluar keluarga. Sehingga dapat dikatakan berperan dalam menyerap tenaga kerja khususnya bagi perempuan karena kebanyakan karyawan yang bekerja adalah perempuan.

Keberadaan Pertenunan Boi-Tulus Tekstil dapat Mengatasi Kesulitan Terciptanya Lapangan Pekerjaan Bagi Perempuan. Dalam sektor pertanian, laki –laki yang mengerjakan atau bekerja bertani karena merupakan sumber penghasilan utama. Banyak perempuan didalam sektor pertanian hanya bertugas membantu suami bukan menjadi pekerjaan utama. Oleh sebab itu banyak perempuan bekerja sampingan dengan bekerja menenun salah satunya di pertenunan ini. Menenun sudah menjadi kegiatan masyarakat khususnya perempuan. Ketrampilan menenun masyarakat diperoleh secara alamiah dan sudah warisan turun temurun dari orang tua. Oleh sebab itu bekerja menenun di pertenunan ini dianggap cocok sebagai lapangan pekerjaan perempuan.


(64)

Selain mampu mengatasi kesulitan terciptanya lapangan pekerjaan bagi perempuan di wilayah kota Balige, Boi-Tulus Tekstil mampu memberikan pendapatan upah bagi tenaga kerja sesuai dengan kemampuan ketrampilan mereka. Para tenaga kerja dapat semakin sejahtera karena jika mampu menghasilkan kain dengan kualitas terbaik sehingga dapat berpengaruh terhadap penghasilan mereka bisa semakin bertambah. Kebutuhan mereka yang merupakan pekerjaan sampingan dapat menjadi pekerjaan utama. Dari hasil bekerja di pertenunan Boi-Tulus dapat digunakan untuk membeli kebutuhan rumah dan menyekolahkan anak.

Jika masyarakat Balige berbicara tentang ‘rejeki pertenunan’. maka bukan hanya pengusaha dan karyawan pertenunan yang menikmatinya. Tetapi juga sebagian besar pedagang kain khususnya para pedagang kecil dan pedagang besar (pedagang profesional berpindah) yang sepanjang minggu berkeliling dari satu ke onan lain (mengikuti hari-hari besar onan/pasar besar) diberbagai kota disekitar Tapanuli bahkan sampai pada daerah Dairi dan Simalungun. Golongan pedagang kain ini, umumnya pedagang yang bermodal kecil maupun besar adalah ujung tombak pemasaran produk kain tenunan Balige ke seantero Tapanuli Utara dan bahkan keluar daerah. Sebagaimana diakui oleh seorang ibu tua pedagang kain di onan Balige yang sudah menjual tenun balige sejak tahun 1970, ia dan teman-temannya turut juga menikmati keuntungan dari penjualan kain tenun. Kain tenun Balige khususnya kain sarung dan ulos, memang sempat merajai pasaran kain sejenis pada tahun 1960 sampai pada tahun 1980. Terbuat dari bahan katun dengan harga jual yang lumayan murah, jenis kain ini memang sangat cocok untuk penahan dingin bagi penduduk


(65)

tapanuli utara yang memeng berdiam di punggung bukit barisan dan sampai akhir abad ke 20 ini setidaknya menurut pemerintah pusat masih tergolong miskin.42

Visi tersebut jelas menggambarkan betapa kecamatan Balige ingin menjadi salah satu kota yang ingin terkenal akan perkembangannya baik dalam bidang dagang, industri, pendidikan, kesehatan, dan juga daerah ini cocok untuk perkotaan. Perkotaan ditandai dengan tumbuhnya industri, perdagangan, penduduk dan lain-lain. Sektor pembangunan tersebut harus lebih dioptimalkan agar dapat menghasilkan

Perkembangan industri tenun dibalige menambah ragam jenis pekerjaan yang dapat dilakoni oleh penduduk. Usaha ini telah memciptakan lapangan kerja baru bagi pasar tenaga kerja di kecamatan Balige

4.2. Keberadaan Pertenunan Boi-Tulus Tekstil Terhadap Pemerintah

Balige sebagai kota perdagangan dan perindustrian merupakan suatu pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kesejahteraan masyarakat yang ada dalam pembangungan. Begitu juga dengan Balige yang berusaha dalam memajukan kota tanpa menghilangkan perhatian dalam memajukan masyarakatnya. Kecamatan Balige mempunyai visi ”Terwujudnya Kecamatan Balige yang memiliki jati diri kota dalam daerah otonom yang maju, demokratis, berbudaya rukun dan harmonis yang didukung oleh masyarakat Balige yang beriman, bermoral, tangguh, produktif, berdaya saing dan mampu bekerja sama dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia.”

42 Wawancara


(66)

suatu energy dalam mencapai suatu pembangunan. Keseriusan pemerintah dalam pengembangan kawasan industry bukanlah suatu hal yang mengherankan melihat dampak positif/keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan kawasan industry bagi perkembangan lingkungan di sekitarnya. Keuntungaun pertama yang dapat diperoleh dari pengembangan kawasan industry adalah untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Seperti yang sudah dijelaskan perindustrian dan perdagangan menjadi andalan kota Balige. Berdiri industri-industri di mana produknya siap diperdagangkan yang memberikan pengaruh kepada Balige. Salah satunya adalah pertenunan Boi-Tulus Tekstil yang bergerak dalam bidang produksi kain sarung dan ulos. Pertenunan Boi-Tulus Tekstil yang cukup berdiri lama dari tahun 1950-sekarang cukup memberikan kontribusi yang besar terhadap Balige, salah satunya adalah membantu dalam penyediaan lapangan kerja sekaligus penggerak perdagangan yang memunculkan pedagang perantara baik kecil dan besar.

Kontribusi tersebut tentunya memberikan perangsang pembangunan sehingga menciptakan perusahaan industri-perusahaan industri lain yang menciptakan keberhasilan kemajuan ekonomi. Suatu perusahaan industri dapat dikatakan berhasil jika modal, tenaga kerja, bahan baku, teknologi dapat dimaksimumkan dengan baik sehingga menciptakan perkembangan bagi industri itu sendiri juga daerahnya.

Proses pembangunan tak bisa dilepas pisahkan dengan proses industrialisasi. Pembangunan tanpa industri bagaikan nahkoda yang kehilangan arah. Pembangunan di suatu daerah akan berjalan dengan baik ketika terdapat kegiatan-kegiatan industri


(67)

di dalamnya. Tak memandang seberapa luas wilayah daerah itu untuk diadakannya kegiatan industri. Daerah dengan luas wilayah yang kecil pun apabila di dalamnya terdapat sejumlah kegiatan industri, maka pembangunan daerah itu akan berjalan dengan baik. Kegiatan industri merupakan faktor penting dalam kemajuan ekonomi. Dengan kondisi ekonomi yang baik, pembangunan akan berjalan dengan baik pula. Alhasil kesejahteraan rakyat akan menjadi hasil yang sangat memuaskan.

Sejumlah industri tekstil penghasil kain sarung tenun di Balige, dinilai cukup berperan menyumbang peningkatan perekonomian masyarakat. Sektor tersebut memberi kontribusi terbesar terhadap PDRB yakni 43,12 persen dan terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya."Industri tekstil penghasil kain sarung tenun yang ada di Balige dinilai cukup berperan menyumbang peningkatan perekonomian sebagai kegiatan usaha perdagangan dan menyerap tenaga kerja lokal43

Peranan pertenunan Boi-Tulus Tekstil terhadap Balige pada tahun 1950-1998 cukup besar. Pengaruhnya adalah tentunya memberikan andil besar dalam daftar perkembangan sektor industri dan perdagangan kota Balige. Hal lain yang memberikan pengaruh adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tentunya memberikan kontribusi dalam meningkatkan sektor industri dan perdagangan dalam meningkatkan ekonomi kecamatan Balige. Pajak perusahaan industri yang diberikan oleh pertenunan boi-tulus tekstil tentu menambah pendapatan kota dalam menunjang

43

http://sinarharapan.co/news/read/140624022/Sarung-Tenun-Balige-Tingkatkan-Ekonomi-Rakyat


(68)

keberhasilan ekonomi kota. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan industri adalah peningkatan pendapatan daerah melalui pajak. Meningkatnya pertumbuhan industri suatu daerah maka juga akan meningkatkan pajak daerahnya. Dengan bertambahnya pajak daerah, maka pemerintah dapat lebih mengembangkan pembangunan di sekitar kawasan. Selain itu produk kain sarung dan ulos merupakan ikon kota balige dan juga menjadi produk khas kota balige.


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Munculnya industri dan pengusaha tenun di Balige terjadi pada masa kolonial, yakni di tahun 1930-an. Ini berlangsung berkat diterapkannya kebijaksanaan pengembangan industri rakyat oleh Pemerintah kolonial. Dapat dikatakan, pada masa inilah munculnya apa yang dinamai kelompok perintis industri tenun di Balige. Pada tahun 1935 tercatat tiga pengusaha perintis yang cukup besar yaitu Baginda Pipin Siahaan, H.O. Timbang Siahaan, dan Karl Sianipar. Masing-masing mereka menggunakan alat tenun gedogan dan alat tenun bukan mesin (ATBM).

Pada tahun selanjutnya 1950 mulai bermunculan pengusaha-pengusaha tenun yang baru hingga sampai pada tahun 1970 dan pada masa ini Balige menjadi pusat sentra industri tenun yang menghasilkan produk utamanya yaitu sarung dan ulos. Kemunculan para pengusaha baru ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dalam diri mereka untuk mengikuti jejak keberhasilan orang lain. Dalam masyarakat batak Toba berlaku suatu umpasa (pepatah) sebagai berikut: Eme na masak di gagat ursa,

ia i na masa ima niula ( Padai menguning dimakan rusa, jika itu yang berlaku secara

umum maka itulah yang dikerjakan). Umpasa ini merumuskan bahwa orang batak dengan cepat dan mudah meniru atau mengikuti kegiatan orang lain yang dinilai dapat menguntungkan.


(70)

Salah satu industri pertenunan yang masih beroperasi di Balige sampai saat ini adalah Industri pertenunan Boi-Tulus Tekstil, produk utamanya Kain Sarung dan Ulos dengan merek produk cap Jempol. Pemberian nama Boi-Tulus diambil dari nama anak Bapak Julius. Sedangkan untuk pemberian merek cap jempol menunjukkan pada kualitas sarung yang bagus

Industri tenun yang muncul pada masa itu salah satunya adalah pertenunan BOI-TULUS Tekstil. Pada awal berdiri 1950 pertenunan Boi-Tulus hanya merupakan sebuah industri kecil ini terlihat dari jumlah alat tenun yang masih sedikit yang terdiri dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sebanyak 10 unit. Dengan jumlah tenaga kerja upahan sebanyak 12 orang dan dibantu oleh angota keluarga sendiri.

Pertenunan boi-tulus tektil mengalami perkembangan semenjak berdiri hingga sekarang perkembangan tersebut dapat dilihat sejak 1960 ketika pemerintah memberlakukan kebijakan sistem kuota benang yang disalurkan melalui koperasi Tobatex dibawah koordinasi departemen perindustrian. Kemudian pada tahun 1967 perusahaan mengalami kendala produksi karena keterbatasan bahan baku yang disebabkan oleh terhentinya pasokan subsidi bahan baku benang dari pemerintah. Untuk mempertahankan usahanya Julius Sianipar selaku pemilik perusahaan mencari distributor untuk penyediaan bahan baku benang dan bahan pembantu. Kerjasama kemudian dilakukan dengan PD. MUTIARA.

Sejak bekerja sama dengan PD. MUTIARA maka ketersediaan bahan baku sangat terjamin dan lancar sehingga penggunaan teknologi pertenunan yang pada


(71)

awalnya dari ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin berubah menjadi ATM (Alat Tenun Mesin). Selain pergantian alat tenun perusahaan juga melakukan pembagunan gedung baru untuk melakukan kegiatan produksi secara maksimal.

Pertenunan Boi-Tulus Tekstil tentunya sangat berperan terhadap kota Balige. Pengaruh tersebut adalah menambah pendapatan daerah yang memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Balige yang mengurangi jumlah pengangguran di daerah tersebut, sekaligus menjadi produk andalan dan menjadi salah satu ikon kota.


(72)

5.2. Saran

1. Begitu maraknya industri pertenunan saat ini, dan ini menjadi Tantangan Bagi pertenunan Boi-Tulus untuk tetap mempertahankan eksistensi keberadaannya sebagai perusahaan pertenunan dengan menjaga mutu dan kualitas produksinya agar tetap menjadi pilihan bagi masyarakat.

2. Bagi pemerintah daerah hendaknya selalu memberikan perhatian terhadap usaha pertenunan. Dengan adanya dorongan seta motivasi dari pemerintah maka usaha pertenunan di daerah Balige bisa terus berkembang baik dan tetap menjadi produk andalan daerah.

3. Untuk mengembangkan perusahaan ini maka diharapkan menjalin kerjasama dengan pihak lain yang dapat melancarkan jaringan dalam hal pemasaran dan penjualan produk.

4. Sarung dan Ulos sebagai salah satu seni kerajinan tenun yang bernilai tinggi. Dalam lingkungan masyarakat mempunyai tempat yang sangat penting dalam berbagai bidang kehidupan. Bagi masyrakat Batak merupakan salah satu kekayaan budaya dan secara umum banyak digemari. Mengingat ini semua cukuplah alasan akan perlunya usaha pelestarian bahkan pengembangannya.


(73)

BAB II

SEJARAH INDUSTRI PERTENUNAN DI BALIGE

2.1. Gambaran Umum Kota Balige

2.1.1. Letak Geografis

Balige adalah Ibukota Kabupaten Toba Samosir9

Kecamatan Balige terletak pada ketinggian 905-1.200 meter dari permukaan laut sehingga suhu udara cukup lembab. Luas wilayah mencapai 91,05 km2 dan tersebar di 35 desa/kelurahan. Luas lahan di kecamatan Balige seluas 9.105 Ha dan dimanfaatkan untuk lahan sawah sebanyak 2.926 Ha dan sisanya merupakan lahan kering. Lokasi bangunan/perumahan dan lainya. Areal lahan sawah terluas ada di , yang merupakan salah satu kota tersibuk di sekitar kawasan Danau Toba. Hal itu dikarenakan kota Balige merupakan jalur lintas Sumatera yang menghubungkan daerah Balige dengan Tarurung disebelah selatan, dan Pematang Siantar di sebelah utara. Kondisi tersebut lambat laun membuat kota Balige berkembang dengan merespon kebutuhan para pendatang maupun yang akan maenyebrang, dengan memberikan jasa maupun usaha dagang dan membangun kios – kios maupun toko yang pada akhirnya membentuk suatu area bisnis.

9

Daerah Tingkat II Kabupaten Toba Samosir atau sering di sebut dengan Tobasa adalah sebuah kabupaten yang ada di Provinsi Sumatra Utara yang Ibu Kotanya sendiri terdapat di kota Balige. Dan Daerah Balige adalah daerah yang termasuk baik dari segi ekonomi, dilihat dari perkembangan kotanya selama ini dan juga dari segi pemerintahaanya sehinngga dipilih menjadi ibu kota dari Kabupaten Toba Samosir. Kabupaten ini dulu adalah bagian dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara (Taput).


(74)

Desa Baruara seluas 237 Ha dan luas lahan sawah terkecil berada di Desa Siboruan dan kelurahan Balige I masing-masing dengan luas 20 Ha.10

• Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba.

Kecamatan Balige terdiri dari 29 Desa dan 6 kelurahan dengan ibukota kecamatan yaitu kelurahan Napitupulu Bagasan. Untuk lebih jelas Kecamatan Balige berbatasan dengan:

• Sebelah Selatan berbatan dengan Kabupaten Tapanuli Utara.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tampahan.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Laguboti11

Balige merupakan suatu kota yang berada di sebelah selatan tepi danau toba kota ini merupakan lahan yang subur dan padat penduduk. Kota ini dibelah dua oleh lintasan jalan raya trans-sumatera, ibu kota kecamatan ini terletak sekitar 43 km di sebelah utara kota tarutung (ibu kota kabupaten) dan berada sekitar 230 km di sebelah selatan kota Medan (ibu kota provinsi). Ciri utama kota ini adalah adanya tegakan empat bangunan balariung besar beraksitektur rumah adat batak toba di pusat kota yaitu kompleks onan Balige dan berdiri tegak patung pahlawan revolusi Mayjen Anumerta D.I Panjaitan disisi selatan jalan utama kota, dan bagunan museum beraksitektur rumah batak di sebelah utara jalan kota. Di sepanjang sisi kanan dan kiri jalan utama tadi berdiri bagunan-bangunan rumah-toko, rumah penginapan, rumah makan dan kedai, dan bank yang menberikan ciri pasar pada kota itu.

10

Kantor kecamat Balige

11


(75)

Sebagai Ibukota Kecamatan, Balige berkembang dengan pesat dan menjadi pusat aktifitas masyarakat, seperti pusat jalur transportasi, pusat perdagangan (ekonomi), pusat pendidikan dan juga sebagai pusat pemerintahan. Bukan hanya itu saja, akan tetapi masih banyak industri – industri kecil dan menengah yang beroperasi di Balige. Hal ini sangat bermanfaat bagi perkembangan ekonomi masyarakat dan pendapatan kota Balige. Dimana industri kecil dan menengah ini akan mengurangi pengangguran yang ada didaerah ini, dan kehidupan masyarakat bisa lebih berkembang dengan baik.

2.1.2. Keadaan Penduduk

Sebelum tahun 1966, secara resmi Indonesia belum memiliki kebijakan kependudukan yang komprehensif. Dalam rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana juga tidak pernah ada kebijakan kependudukan yang ditujukan untuk menurunkan angka kelahiran dan angka kematian yang akhirnya berpengaruh pada angka pertumbuhan penduduk12

Pertumbuhan angka kelahiran penduduk di Balige memang cukup tinggi, hal ini dapat kita pahami oleh karena mata pencaharian penduduk yang paling dominan adalah bertani. Mata pencaharian sebagai petani dalam proses produksinya membutuhkan sumber tenaga. Sumber tenaga yang paling mungkin adalah dengan

. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali sangat berpengaruh bagi berhasilnya proses pembangunan nasional itu sendiri. Pertumbuhan jumlah penduduk memang cukup sulit untuk dapat diatasi. Butuh program–program yang tepat serta terarah agar pertumbuhan penduduk dapat diminimalisir.

12

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dinamika Kebijakan DanKependudukan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 21–22


(76)

memakai tenaga keluarga petani itu sendiri. Sehingga tidak mengherankan bila jumlah anak dalam satu keluarga dari kalangan petani bisa mencapai 8 sampai 10 orang anak.

Dari segi etnis, agama, dan okupasi (pendudukan, penggunaan, atau penempatan) penduduk kota kecil balige dan sekitarnya dapat dibedakan ke dalam satu kelompok mayoritas dan empat kelompok minoritas. Kelompok mayoritas adalah etnis Batak Toba (penduduk asli) yang umumnya beragama kristen protestan dan katolik dengan bidang okupasi utama pertanian pangan, perdagangan/jasa, dan industri tenun. Sedangkan kelompok minoritas meliputi kaum pendatang, yaitu etnis Cina yang beragama Budha dengan bidang okupasi utama perdagangan/jasa, etnis batak mandailing, etnis Minangkabau, dan etnis Jawa yang umumnya beragama Islam. Tiga kelompok etnis ini umumnya bergerak dibidang usaha dagang/jasa. Disamping lima kelompok etnis tersebut masih ada penduduk dari etnis lain, misalnya Nias, Batak Karo, Batak Pakpak, tetapi jumlahnya sangat kecil dan tidak memiliki okupasi yang spesifik.


(77)

Tabel 1.

Jumlah Penduduk Kecamatan Balige

Tahun Luas wilayah (km)

Jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan penduduk (jiwa/km) Pria Wanita P + W

1960 - - - 30.336 -

1970 - - - 30.764 -

1980 - - - 35.810 -

1985 115,50 17.441 18.599 36.040 312

1990 115,50 18.164 19.153 37.317 323

Sumber:data sensus penduduk dalam analisa kependudukan serta kaitannya dengan pendidikan di Dati II Tapanuli Utara tahun 1990.

2.1.3. Sistem Sosial Masyarakat

Walau secara fisik Balige tampak sebagai kota kecil, tetapi struktur asli masyarakat Batak Toba masih bertahan dalam masyarakat disana. Dengan struktur sosial asli dimaksudkan disini adalah struktur masyarakat petani Batak Toba yaitu sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu yang sekaligus juga menjadi acuan struktur sosial huta atau kampung asli masyarakat Batak Toba. Tidak ada orang Batak Toba


(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

ABSTRAK ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4. Tinjauan Pustaka ... 9

1.5. Metode Penelitian ... 11

BAB II. SEJARAH PERTENUNAN DI BALIGE 2.1. Gambaran Umum Kota Balige ... 14

2.1.1. Letak Geografis ... 14

2.1.2. Keadaan Penduduk ... 16

2.1.3. Sistem Sosial Masyarakat ... 18

2.1.4. Sistem Perekonomian Masyarakat ... 22


(2)

BAB III. PERTENUNAN BOI-TULUS TEKSTIL DI KECAMATAN BALIGE 1950-1998

3.1. Sejarah Berdirinya Industri Pertenunan Boi-Tulus Tekstil

Di Balige ... 39

3.2. Perkembangan Industri Pertenunan Boi-Tulus Tekstil ... 45

3.2.1. Teknologi Produksi ... 45

3.2.2. Pemindahan Lokasi Pabrik ... 48

3.2.3. Struktur Organisasi Perusahaan ... 50

3.2.4. Tenaga Kerja dan Upah. ... 54

3.2.5. Modal ... 60

3.2.6. Sumber Bahan Baku ... 62

3.2.7. Proses Produksi ... 67

3.2.8. Pemasaran ... 77

BAB IV. KEBERADAAN PERTENUNAN BOI-TULUS TEKSTIL DI KECAMATAN BALIGE 4.1. Keberadaan Pertenunan Boi-Tulus Terhadap Masyarakat... 81

4.2.1. Penyediaan Kebutuhan Sandang (Sarung Dan Ulos) ... 81

4.2.2. Menciptakan Lapangan Kerja ... 83


(3)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 89 5.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah penduduk kecamatan Balige ... 18 Tabel 2. Perkembangan jumlah perusahaan pertenunan di Balige,

1935-1998 ... 38 Tabel 3. Jumlah karyawan untuk tiap-tiap bagian unit kerja pada

Pertenunan Boi-Tulus Tekstil ... 53 Tabel 4. Rata-rata upah karyawan industri tenun Boi-Tulus 1990-an ... 59 Tabel 5. Harga Bahan Baku Benang Dan Obat Pewarna ... 66


(5)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Susunan struktur organisasi pertenunan Boi-Tulus Tekstil ... 52 Bagan 2. Proses produksi sarung dan ulos ... 69


(6)

ABSTRAK

Pertenunan Boi-Tulus Tekstil merupakan suatu usaha pertenunan di Balige yang memproduksi kain sarung dan ulos dengan merek cap jempol. Pertenunan ini salah satu pertenunan terbesar di daerah Balige. Pertenunan ini didirikan oleh Bapak Julius Sianipar sekitar tahun 1950 di desa lumban silintong dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) sebanyak 10 unit dengan jumlah tenaga kerja upahan sebanyak 12 orang dan dibantu oleh angota keluarga sendiri. Kemudian pada tahun 1960 pertenunan Boi-Tulus mendapat bantuan dari pemerintah berupa subsidi bahan baku benang hingga tahun 1965 dan berhasil menambahkan jumlah alat tenun bukan mesin hingga 25 unit dan mempekerjakan karyawan sekitar 30 orang.

Kemudian tahun 1970 melakukan kerjasama dengan PD. Mutiara (d/h. R. Laciram) sebagai pemasok bahan baku. Sejak saat itu perusahaan mengalami perkembangan dan mengganti alat tenun bukan mesin (ATBM) menjadi alat tenun mesin (ATM) dan memindahkan usahanya ke jalan Tarutung sekitar tahun 1980. Pemindahan ini dikarenakan tempat kerja di desa Lumban Silintong semakin sempit diakibatkan oleh perlengkapan mesin tenun yang samakin banyak dan beragam. Selain itu lokasi yang baru dekat dengan pusat pasar Balige yaitu onan balerong sehingga mempermudah proses pemasaran. Hasil produksi perusahaan berupa kain sarung dan ulos tetap laku dipasaran. Kain tenun sarung bisa dibentuk, dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan banyak mempunyai ragam fungsi, sedangkan Kain ulos didominasi oleh masyarakat adat Batak khususnya untuk kegiatan upacara adat. Sasaran dari industri tenun ini adalah seluruh lapisan masyarakat, ini dilihat dari harga yang terjangkau dan murah. Industri pertenunan Boi-Tulus Tekstil merupakan salah industri tenun di Balige yang mampu bertahan sampai sekarang. Indusri mempunyai peranan dalam meningkatkan ekonomi terutama dalam penyerapan tenaga kerja, penyedia sandang, serta pengurangan kemiskinan, disamping itu juga merupakan salah satu produk khas dan dikategorikan sebagai produk andalan dan menjadi ikon kota Balige.

Skripsi ini bersifat deskriptif naratif dimana penulis mencoba menjelaskan dan mengungkapkan serta menceritakan secara ringkas dengan bahasa yang mudah dipahami mengenai pertenunan Boi-Tulus Tekstil di kecamatan Balige (1950-1998). Dalam bidang penulisan skripsi, penulis menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu heuristik (pengumpulan sumber/data), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (analisis sumber), dan historiografi (tahapan penulisan).