materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
dan pelaksanaan Pembangunan Nasional terutama tergantung dari kinerja Aparatur Sipil Negara.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut di atas diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang penuh kesetiaan dan ketaatan
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar
akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur. Alasan penulis memilih judul di lingkungan Pemerintahan Provinsi
Sumatera Utara adalah karena dari data yang dikemukakan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, Pegawai
Aparatur Sipil Negara Provinsi Sumatera Utara termasuk ke dalam data Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melakukan korupsi dari tahun 2005 sampai 2014.
Sehingga peran pendampingan ASN Biro Hukum sangat diperlukan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut diatas ada beberapa masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum
dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan di Lingkungan
Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?
2. Apakah hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan
di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara? 3.
Apakah solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipilih di atas tujuan yang ingin dicapai adalah
1. Mengetahui bagaimana peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam
mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalama pelaksanaan tugas kedinasan.
2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan
di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. 3.
Mengetahui solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur
Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
2. Manfaat Penulisan
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
a Manfaat teoritis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan ilmu hukum pidana, khususnya dalam tata acara pendampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum dalam
mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan Pegawai ASN tersebut dalam pelaksanaan tugas kedinasannya.
b Manfaat praktis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk bahan masukan bagi setiap Pegawai Aparatur Sipil Negara yang kurang memahami tentang hukum yang berlaku di Indonesia agar
mengetahui hak-haknya dalam proses beracara pidana mengingat adanya peraturan baru yang mengatur hal tersebut.
D. Keaslian Penulisan
“Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri Nomor
12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara”, yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Dengan meneliti dan menelaah peraturan perundang-undangan baru yang
berkaitan dengan hukum pidana, Judul diangkat penulis dan telah lolos dari uji bersih yang dilakukan oleh bagian kepustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Bila ternyata dikemudian hari ditemukan Skripsi yang sama,
penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pendampingan Hukum
Sebelum kita masuk kedalam pengertian dari Pendampingan Hukum, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian dari Pendampingan.
Pendampingan memiliki kata dasar “damping” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti dekat dengan seseorang mengikuti seseorang
kemanapun dia bergerak. Pendampingan adalah Upaya terus menerus dan sistematis dalam
mendampingi menfasilitasi individu, kelompok maupun komunitas dalam mengatasi permasalahan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan hidup yang
dialami sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan tersebut dan mencapai perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Pendampingan merupakan proses
interaksi timbal balik tidak satu arah antara individu kelompokkomunitas yang mendampingi dan individukelompokkomunitas yang didampingi yang bertujuan
memotivasi dan mengorganisir individu kelompokkomunitas dalam mengembangkan sumber daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak
menimbulkan ketergantungan terhadap orang yang mendampingi mendorong kemandirian. Pendampingan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk maupun
situasi dengan pendekatan yang beragam baik formal maupun non formal, individu, kelompok maupun komunitas.
7
7
https:kamuspsikososial.wordpress.comtagdefinisi-pendampingan.
Pendampingan Hukum adalah proses penyuluhan atau pemberian bantuan hukum dari seseorang yang ahli dibidang hukum kepada orang yang
membutuhkan jasanya sebagai seorang yang ahli dibidang hukum tersebut. Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan
Hukum, Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Namun, jika dilihat dari perkembangannya, Penerima Bantuan Hukum bukan
hanya orang atau kelompok orang miskin saja. Tetapi juga diberikan kepada orang atau sekelompok orang yang buta hukum atau kurang mengerti akan hukum. Hal
ini disebabkan karena mereka juga termasuk individu atau kelompok yang memiliki hak, dan hak-hak mereka harus ditegakkan dalam setiap proses perkara
yang dihadapinya. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang
Bantuan Hukum, Bantuan Hukum memiliki arti jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
Sedangkan menurut Adnan Buyung Nasution, pengertian bantuan hukum disini dimaksudkan adalah khusus bantuan hukum bagi golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah atau dalam bahasa populer simiskin, ukuran kemiskinan sampai saat ini masih tetap merupakan masalah yang sulit dipecahkan, bukan saja
bagi negara-negara berkembang bahkan negara-negara yang sudah majupun masih tetap menjadi masalah.
8
8
Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Bantuan Hukum dan Politik Pembangunan, cet. Ke-1 ,Jakarta: LP3ES, 1982, hal 1.
2. Pengertian Aparatur Sipil Negara
Aparatur Sipil Negara adalah
profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN
terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Istilah Aparatur Sipil Negara ASN ini memang masih baru dalam lingkup pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya memakai istilah Pegawai Negeri Sipil biasa.
Iastilah Aparatur Sipil Negara ini dianggap memiliki pengertian yang lebih luas,
pegawai kontrak, bahkan dalam jabatan tertentu, pejabat pembina kepegawaian.
Istilah ini mulai dipakai sejak berlakunya UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN.
3. Pengertian Tindak Pidana
Sebelum menguraikan pengertian korupsi, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian tindak pidana. Tindak pidana sering juga disebut dengan kata “delik”.
9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut: “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap undang- undang tindak pidana”.
10
Pembentukan undang-undang kita menggunakan istilah straafbaarfeit untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasan
secara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut.
11
9
Kata “delik” disebut juga dengan delictum Latin, delict Jerman dan Belanda, dan delit Prancis.
10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001.
11
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2008, hal 5.
Dalam Bahasa Belanda
straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentukan kata yaitu straafbaar dan feit. Perkataan feit dalam Bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan,
sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harafiah perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.
12
Pengertian dari straafbaarfeit menurut dari salah satu sarjana yaitu E. Utrecht adalah menterjemahkan dengan istilah peristiwa yang sering juga disebut
delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen- negatif, maupun akibatnya keadaan yang ditimbulkan karena
perbuatan atau melalaikan itu. Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa hukum yaitu peristiwa kemsyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh
hukum. Tindakan semua unsur dari peristiwa pidana, yaitu perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum unsur melawan hukum, oleh sebab itu dapat
dijatuhi suatu hukuman dan adanya seorang pembuat dalam arti kata bertanggung jawab. Sedangkan menurut Moeljanto, straafbaarfeit adalah perbuatan yang
dilarang suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi beruoa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan
bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan
yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan.
13
12
Ibid, hal. 5.
13
Ibid, hal. 7.
4. Pengertian Korupsi
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” dari bahasa latin: Corruptio atau penyuapan, corruptore atau merusak gejala di mana para pejabat,
badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.
14
a Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan
ketidakjujuran. Adapun arti harfah dari korupsi dapat
berupa:
15
b Perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya.
16
c Korup busuk; suka menerima uang suapsogok; memakai kekuasaan untuk
kepeningan sendiri dan sebagainya; d
Korupsi perbuatan busuk perti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya;
e Koruptor orang yang korupsi.
17
Secara harafiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan
kenyataan semacam itu karena menyangkut segi- segi moral, sifat, dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta
14
httpensiklopedia.com
15
S. Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, kamus lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia- Inggris,
Penerbit: Hasta, Bandung.
16
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1986.
17
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2008, hal 8.
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabtannya. Dengan demikian, secara harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa
sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
18
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dinyatakan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan yang
merugikan negara atau perekonomian negara dan perbuatan yang merugikan masyarakat atau perseorangan seperti penyuapan, gratifikasi, penggelapan uang
negara, pemerasan dalam jabatan, pemalsuan dokumen dan sebagainya untuk a. Korupsi penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan
sebagainya untuk kepentingan pribadi dan orang lain. b. Korupsi, busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan
kepadanya, dapat disogok melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Jika ditelaah dengan kacamata hukum, pengertian korupsi melekat dengan tindak
pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
secara melawan hukum, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun pasal 2 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999.
18
Ibid. Hal. 7
mengalihkan uang negara, dan turut serta dalam pemborongan, leveransir dan rekanan sedangkan pejabat yang bersangkutan terkait dengan pekerjaan tersebut.
5. Pengertian Tugas Kedinasan
Tugas Kedinasan adalah suatu kegiatan pemerintahan yang mengatur atau mengurus pekerjaan dalam bidang tertentu yang dilakukan oleh pegawai
pemerintahan baik pegawai pusat maupun daerah dalam rangka melayani masyarakat untuk mencapai tujuan nasional.
Tujuan nasional ini dapat kita temukan dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana disebut diatas, diperlukan adanya aparatur sipil negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila, UUD 1945, Negara, Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.
19
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
19
Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Pegawai Negeri Sipil di Indonesia, penerbit cv. Mandar maju, 2003, hlm. 1.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif penelitian hukum doktriner dan yuridis empiris studi lapangan. Yuridis Normatif yaitu suatu penelitian yang
dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Yuridis Empiris yaitu
dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara dari informan yang secara langsung yang ikut terlibat dalam
upaya pendampingan yang dilakukan oleh Biro Hukum Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara.
2.
Sumber Data
Adapun jenis data penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Sumber data Primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari
responden atau sumber asli tidak melalui media perantara. Data primer dapat berupa opini subjek orang secara individual atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda fisik, kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.
20
a. Bahan Hukum Primer, dalam penelitian ini dipakai:
Maka dari itu data Primer dalam penulisan ini diperoleh dari penelitian lapangan yaitu
melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro Hukum di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang secara langsung ikut terlibat dalam upaya pendampingan
Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya. Data sekundermerupakan studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis.
Data sekunder dalam tulisan ini meliputi:
1. Hukum Acara Pidana yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
20
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, 2010, Jakarta, Rineka Cipta, hal.123.
3.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
4.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
5.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
6.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
7.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan
Pemerintahan Daerah. b.
Bahan Hukum Sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun
kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yaitu data primer yang diperoleh
dari penelitian lapangan yaitu melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro Hukum di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang secara langsung ikut
terlibat dalam upaya pendampingan Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya. Hal ini digunakan untuk memperoleh hal yang
lebih jelas dan lengkap mengenai peran dan tata cara pendampingan yang dilakukannya.
Data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah bahan- bahan kepustakaan hukum dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan
yang dikemukakan. Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka
dilakukan untuk mencari berbagai konsepsi, teori-teori, asas-asas, doktrin- doktrin dan berbagai dokumen yang berhubungan dengan pokok persoalan.
4. Analisis Data
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini
pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan
kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
21
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam
bentuk uraian: Bab I.
Pendahuluan Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian
pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan. Bab II.
Peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas
kedinasan di lingkungan pemerintahan provinsi sumatera utara.
21
Ibid, hal. 61.
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendamping Pegawai ASN yang terkait
tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasan. Bab III. Hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan
tugas kedinasan. Dalam bab ini akan dibahas hambatan dalam peran dan fungsi biro
hukum dalam tugasnya mendampingi Pegawai ASN yang terkait Tindak Pidana Korupsi di lingkungan pemerintahan Provinsi
Sumatera Utara dan tata cara proses pendampingannya. Bab IV.
Solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara
Dalam bab ini akan dibahas solusi dari hambatan Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai ASN yang terkait Tipikor yang
dilakukannya dalam tugas kedinasan. Bab V.
Kesimpulan dan Saran. Dalam Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir
dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.
23
BAB II PERAN DAN FUNGSI PEGAWAI ASN BIRO HUKUM DALAM
MENDAMPINGI PEGAWAI ASN YANG TERKAIT TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEDINASAN
A. Struktur Organisasi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
Dalam suatu instansi pemerintahan haruslah memiliki struktur organisasi pemerintahan yang tetap dan jelas. Hal ini untuk menentukan apa saja tugas dan
wewenang dari suatu posisi yang diduduki seorang Pegawai ASN di suatu instansi pemerintahan secara administratif. Struktur organisasi yang baik dalam suatu
pemerintahan akan memastikan terjadinya koordinasi yang efektif bagi seluruh organ-organ yang bertugas dalam instansi pemerintahan tersebut. Adanya
pembagian tugas dan fungsi menjadi komponen-komponennya. Sehingga setiap pegawai bertanggung jawab untuk tugas yang dikerjakannya dan
pertanggungjawaban tugas ini dilakukan kepada jabatan yang ada diatasnya secara berjenjang.
Menurut Prof. Prajudi, Struktur Organisasi Keadministrasian Negara adalah keseluruhan tata susunan Administrasi Negara dalam arti institusional
yang terdiri atas kementerian-kementerian unit urusan menteri pada umumnya danatau departemen-departemen, direktorat-direktorat jenderal, biro-biro,
kantor-kantor, wilayah-wilayah, daerah-daerah otonomi, dan sebagainya. Keseluruhan dari pada kesatuan organisasi administratif yang berkantor, yang
tidak bergerak langsung ke tengah-tengah masyarakat ramai, disebut birokrasi