56
Bab III HAMBATAN PELAKSANAAN TUGAS PEGAWAI APARATUR SIPIL
NEGARA BIRO HUKUM DALAM TUGAS PENDAMPINGAN
Hambatan merupakan rangkaian problemetik yang menghalangi, merintangi sehingga berakibat tidak atau kurang lancarnya pelaksanaan tugas baik
yang bersifat permanen maupun yang bersifat insidentil atau fakultatif. Hambatan pelaksanaan tugas dapat bersumber dari dalam intern dan dari luar ekstern
lembaga atau institusi. Hambatan tersebut dapat mengurangi nilai kinerja dari seseorang yang hendak melakukan tugas-tugasnya, sehingga bisa saja tugas-tugas
tersebut tidak terlaksana dengan baik atau kurang memuaskan stakeholder.
44
A. Perundang-undangan
Dalam pembuatan karya tulis ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum ada beberapa
hambatan yang mengakibatkan tugas-tugas pendampingan ASN yang menghadapi permasalahan hukum kurang optimal. Adapun hambatan yang dimaksud antara
lain:
Hambatan pelaksanaan tugas pendampingan ASN Biro Hukum menurut undang-undang semata-mata bukan dimaksudkan untuk membatasi aktivitas dan
kegiatan Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Akan tetapi merupakan pembatasan limitatif yang
menbedakan antara tugas-tugas ASN dengan tugas-tugas advokatpengacara. Sehingga dalam tulisan ini tugas-tugas pendampingan yang dilakukan oleh ASN
44
Kotan Y. Stefanus, Mengenal Peradilan Kepegawaian Di Indonesia, 1995, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm. 95.
Biro Hukum hanya sebatas pembelaan organ-organ dalam kaitannya dengan institusilembaga pemerintahan dan dalam batas-batas atau tahapan-tahapan
tertentu pula.
45
a. warga negara Republik Indonesia.
Batasan-batasan ini harus dipatuhi pula mengingat batasan tersebut diberikan sendiri oleh undang-undang yang bersifat mengikat.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas kita dapat menyimak secara konprehensif Undang-Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Dalam
pasal 1 angka 1 Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Selanjutnya dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan
hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien
.
Sementara Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat
pasal 1 angka 3. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat sebagai advokat
diatur dalam pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 disebutkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
b. bertempat tinggal di Indonesia.
45
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.
d. berusia sekurang-kurangnya 25 dua puluh lima tahun.
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. f.
lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat. g.
magang sekurang-kurangnya 2 dua tahun terus menerus pada kantor Advokat.
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih. i.
berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
Selanjunya pada ayat 2 dikatakan Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menjalankan
praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Fungsi
mengadili klien selama proses penyelidikan dan penyidikan timbul dari pengakuan akan perlindungan hak-hak tersangkaterdakwa dalam perkara pidana.
Setiap warga negara membutuhkan bantuan dari profesi hukum guna mendapatkan peradilan yang wajar due process of law dalam menghadapi
tuduhan kriminal yang sering kali mendapatkan upaya paksa dari alat-alat negara
yang berwenang memprosesnya secara hukum. Sehingga peran Advokat disini adalah memastikan tidak adanya penyalahgunaan wewenang tersebut.
46
Mengingat juga bahwa sering kali adanya kekecewaan terhadap kinerja lembaga peradilan pidana yang dipandang tidak jujur yang sudah menjadi rahasisa
umum. Peradilan bebas dan tidak memihak sudah terkontaminasi oleh berbagai kepentingan politik. Fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa dengan
mudah dimanipulasi oleh penuntut umum dengan hanya mengutip BAP. Bahkan kesaksian dibawah sumpah dengan mudah dikesampingkan manakala kesaksian
itu menguntungkan terdakwa.
47
46
Binziad Kadafi, dkk, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, 2002, Penerbit Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, Hlm. 83.
47
O.C.Kaligis, Kejahatan Jabatan Dalam Sistem Peradilan Terpadu, Bandung, P.T. Alumni, Hlm. 54.
Hal yang seperti inilah yang harus dihindari agar terciptanya peradilan yang seadil-adilnya.
Kemudian dalam penjelasan pasal 3 ayat1 huruf c ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil dan “pejabat negara”, adalah
pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dan “pejabat negara” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dalam Pasal 2 ayat 1 ditentukan bahwa
Pegawai Negeri terdiri dari: a. Pegawai Negeri Sipil
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pengertian Pegawai Negeri Sipil dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, telah diperbaharui dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam Pasal 1 angka 1 sampai dengan
angka 3 disebutkan bahwa : Angka 1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi
bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
Angka 2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian
kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara
lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Angka 3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan. Kemudian dalam pasal 6 disebutkan bahwa Pegawai ASN terdiri atas:
a. PNS dan b. PPPK.
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini.
Sedangkan dalam pasal 8 menyebutkan bahwa Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara. Dalam pengertian ini PNS tidak lagi
mencakup Kepolisian dan Tenara Nasional Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil disebut dengan Aparatur Sipil Negara. Sehingga PNS yang disebutkan dalam
Undang-Undang Advokat harus dibaca dalam kerangka Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014.
Pasal 31 disebutkan bahwa: “Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai
Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling
banyak Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.” Dengan adanya sanksi ini, walaupun ada wewenang seorang ASN Biro
Hukum untuk mendampingi rekan pegawainya yang terlibat tindak pidana akan akan merasa enggantakut untuk mengeluarkan seluruh kemampuannya mengingat
ancaman yang diberikan oleh undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan apabila pendampingan yang dilakukan melampaui batas sedikit saja yang
diberikan peraturan perundang-undangan maka bisa saja dituntut karena sudah melewati batas wewenangnya dalam mendampingi klienrekannya.
48
1. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pegawai ASN Biro Hukum adalah pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 ayat 1 huruf c yang telah disebutkan diatas. Sehingga Pegawai ASN Biro Hukum tidak bisa melaksanakan tugas-tugas pendampingan sebagaimana
layaknya seorang Advokatpengacara dalam tugas-tugas pendampingan. Pelanggaran atas ketentuan ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 lima tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sebagaimana diatur dalam pasal 31 Undang-Undang Advokat.
Peraturan lain yang membatasi limitasi pendampingan ASN Biro Hukum adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman
Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dimana dalam pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa Biro Hukum Provinsi
melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang dilakukan oleh GubernurWakil Gubernur dan CPNSPNS Provinsi.
Pada pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut dikatakan bahwa pemdampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum Provinsi
berkaitan dengan :
2. ketentuan hukum acara pidana.
3. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.
48
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
4. hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi.
Menyikapi isi pasal 13 dan pasal 15 Permendagri No. 12 tahun 2014 di atas dapat diketahui bahwa peran pegawai ASN Biro Hukum terbatas hanya dalam
pendampingan yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum baik oleh Kepolisian maupun Kejaksaan
terhadap suatu permasalahan hukum yang dihadapi seorang pegawai ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan.
Keterbatasan ruang lingkup pendampingan yang dilakukan oleh ASN Biro hukum ini merupakan akibat pembatasan berdasarkan peraturan perundangan
yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat yang intinya mengisyaratkan bahwa yang berhak untuk beracara di muka pengadilan adalah
mereka yang sudah memenuhi persyaratan untuk itu yaitu seorang advokat, sedangkan pegawai negeri sipil ASN dilarang untuk beracara di muka
pengadilan berdasarkan pasal 3 ayat 1 huruf c. Selanjutnya dalam permendagri Nomor 12 tahun 2014 ini juga peran
pegawai ASN Biro hukum secara limitataif telah ditetapkan yaitu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan, ketentuan
hukum acara pidana mengenai mekanisme setiap tahapan pemeriksaan aparatur penegak hukum, materi delik pidana yang disangkakan apakah berkaitan atau
tidak dengan tugas kedinasan dan apakah permasalahan hukum yang dipersangkakan itu merupakan delik pidana atau tidak atau hanya sekedar
kesalahan administrasi. Lebih lanjut boleh juga disampaikan hal-hal lain yang
dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi oleh pegawai ASN yang didampingi.
B. Keterbatasan Keahlian