commit to user
10
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Landasan Teori
1. Morfologi
Morfologi berasal dari kata morfo ‘morfem’ dan logos ‘ilmu’. Morfem
adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya selalu stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna. Morfologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji
bentuk bahasa serta pengaruh perubahan bahasa pada fungsi dan arti bahasa. Cabang ilmu linguistik ini menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara
pembentukannya. Menurut Harimurti Kridalaksana 2008:159, morfologi adalah 1. bidang
linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; 2. bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem.
Morfologi mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal J.W.M. Verhaar, 2001:97. Bidang morfologi mempelajari kata dan
pembentukan kata.
2. Proses Morfologis
Proses morfologis dapat ditentukan sebagai proses pembentukan kata dengan pengubahan bentuk dasar tertentu yang berstatus morfem bermakna
leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem tetapi dengan kecenderungan bermakna gramatikal dan bersifat terikat Sudaryanto, dkk.,
commit to user 11
1992:18. Menurut Samsuri, yang dimaksud dengan proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan
morfem yang lain 1982:190. Proses ini juga disebut dengan proses morfemis, karena proses ini bermakna dan berfungsi sebagai pelengkap makna leksikal yang
dimiliki oleh sebuah bentuk dasar. Harimurti Kridalaksana memberi definisi proses morfologis sebagai proses
yang mengubah leksem menjadi kata 2008:202 dan membaginya atas 6 bagian. Proses ini dibagi menjadi derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi,
dan derivasi balik. Wedhawati, dkk. dalam bukunya menyebutkan bahwa proses pembentukan kata melalui perubahan morfemis ada 9 yaitu afiksasi, modifikasi
vokal, diftongisasi, pengulangan, pemajemukan, proses kombinasi, pemaduan, pemenggalan, dan pengakroniman 2006:40.
Menurut JD Parera dalam buku Morfologi, proses morfologis dapat dibedakan menjadi 6 proses 2007:18. Proses morfemis itu adalah proses
morfemis afiksasi, proses morfemis pergantian atau perubahan internal, proses morfemis pengulangan, proses morfemis zero, proses morfemis suplesi, dan
proses morfemis suprasegmental. Samsuri membagi proses ini menjadi lima bagian yaitu afiksasi, reduplikasi, perubahan internal, suplisi, dan modifikasi
kosong 1982:190-194.
a. Afiksasi
Afikasasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau diletakkan pada sebuah morfem bebas secara lurus JD Parera, 2007:18.
Harimurti Kridalaksana berpendapat bahwa afiksasi adalah proses atau hasil
commit to user 12
penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas 2008:3. Pengertian afiksasi yang diberikan Wedhawati, dkk. adalah proses perangkaian afiks pada bentuk dasar
2006:40. Samsuri 1982:190 berpendapat bahwa afiksasi yaitu penggabungan akar atau pokok dengan afiks. Jadi afiksasi adalah proses morfologis yang terjadi
pada bentuk asal, dasar, maupun bentuk akar yang diditambah dengan afiks. Terdapat empat macam afiks yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Afiks
sebagai alat pembentuk kata baru akan menimbulkan atau menambahi komponen maknawi baru Sudaryanto, dkk., 1992:31. Contoh proses afiksasi adalah kala
menjing ‘jakun’ + e ‘nya’ kala menjinge ‘jakunnya’.
Proses afiksasi pada kata majemuk diterapkan pada awal atau akhir kata majemuk seluruhnya Soepomo Poedjosoedarmo, 1978:165. Afiks yang dapat
diterapkan hanya berupa awalan, akhiran, maupun kombinasi keduanya. Sisipan tidak dapat diterapkan dalam kata majemuk karena akan mengubah makna.
Contoh proses afiksasi pada kata majemuk adalah karanggesing ‘nama makanan’
+ e ‘nya’ karanggesinge ‘karanggesingnya’.
b. Reduplikasi Pengulangan
Reduplikasi merupakan suatu proses morfologis yang banyak sekali terdapat pada bahasa-bahasa dunia. Reduplikasi adalah kata jadian yang dibentuk
dengan proses pengulangan Sudaryanto, dkk., 1992:39. Menurut Wedhawati dkk, pengulangan merupakan proses pembentukan kata dengan mengulang
seluruh atau sebagian bentuk dasar 2006:41, sedangkan Harimurti Kridalaksana 2008:208 berpendapat reduplikasi sebagai proses dan hasil pengulangan satuan
bahasa sebagi alat fonologi atau gramatikal. Jadi, reduplikasi atau pengulangan
commit to user 13
merupakan proses morfologis dengan cara mengulang seluruh atau sebagian bentuk dasar.
Proses pengulangan penuh ada tiga macam Wedhawati, dkk., 2006:41 yaitu pengulangan tanpa perubahan vokal, pengulangan dengan perubahan vokal,
dan pengulangan semu. Sementara pengulangan parsial atau sebagian ada empat macam yaitu dwipurwa, dwiwasana, pengulangan sebagian bentuk dasar atau
pengulangan dasar primer atau sekunder, dan pengulangan parsial perubahan vokal Wedhawati dkk,2006:42.
Proses reduplikasi pada kata majemuk harus diulang seluruhnya Soepomo Poedjosoedarmo, 1987:166. Hal ini karena kelakuan kata majemuk seperti pada
sebuah kata biasa. Pengulangan ini bisa terjadi seperti pengulangan biasa maupun dikombinasikan dengan afiks. Cotoh proses reduplikasi pada kata majemuk adalah
sebagai berikut. Kata majemuk tapak dara ‘nama tanaman’ + R tapak dara-
tapak dara
‘banyak tanaman tapak dara’. Jika kata majemuk itu direduplikasi dan mendapat afiks, maka menjadi tapak dara-tapak dara
‘banyak tanaman tapak dara’ + e ‘nya’ tapak dara-tapak darane ‘banyak tanaman tapak dara
miliknya’.
c. Pemajemukan Komposisi
Pemajemukan adalah proses perangkaian dua bentuk dasar atau lebih menjadi sebuah kata, yaitu kata majemuk Wedhawati, dkk., 2006:42. Samsuri
1982:199 memberi pengertian majemuk ialah konstruksi yang terdiri atas dua morfem atau dua kata atau lebih. Bentuk dasar dari kata majemuk dapat berupa
commit to user 14
morfem tunggal maupun morfem kompleks. Proses ini akan dibahas secara mendalam pada subbab berikutnya.
d. Derivasi Zero Modifikasi Kosong
Pada bahasa terdapat suatu proses yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya, hanyalah konsep saja yang berubah Samsuri, 1982:193. Proses
ini biasa disebut dengan proses kosong oleh JD Parera, modifikasi kosong oleh Samuri, dan derivasi zero oleh Harimurti Kridalaksana. Derivasi zero Harimurti
Kridalaksana, 2008:47 adalah proses morfologis yang mengubah leksem menjadi kata tanpa penambahan atau pengurangan apapun.
e. Abreviasi Pemendekan
Abreviasi adalah proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata
Harimurti Kridalaksana, 2008:1. Proses ini menyangkut proses penyingkatan, pemenggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf. Proses morfologis menurut
Wedhawati, dkk. yang masuk dalam proses ini adalah pemaduan, pemenggalan, dan pengakroniman.
Penyingkatan adalah hasil proses pemendekan yang berupa huruf demi huruf seperti DKI Daerah Khusus Ibukota maupun yang tidak dieja huruf demi
huruf seperti dgn dengan Harimurti Kridalaksana, 2008:187. Proses ini sama dengan istilah pengakroniman yang digunakan oleh Wedhawati, dkk.
Pemenggalan adalah proses pembentukan kata dengan cara menghilangkan salah satu suku kata atau lebih dengan tujuan agar bentuk kata itu menjadi lebih pendek
commit to user 15
Wedhawati, dkk., 200:40. Contoh proses pemenggalan ini misalnya perpus pemenggalan dari perpustakaan.
Akronimi Harimurti Kridaksana, 2008:5 adalah proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan
sebagai sebuah kata yang sedikit-banyak memenuhi kaidah fonotaktik suatu bahasa. Contoh dari bagian proses morfologis ini adalah FKIPefkip dan bukan
ef, ka, i, pe. Kontraksi adalah proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem, contoh sendratari dari seni, drama, dan tari
Harimurti Kridalaksana, 2008:135. Menurut Harimurti Kridalaksana 2008: 140 proses pemendekan huruf dapat disebut dengan lambang karena dalam
perkembangannya tidak dirasakan lagi asosiasi antara bentuk itu dan kepanjangannya. Lambang huruf ini banyak ditemui pada bidang ilmu pasti.
f. Derivasi Balik
Menurut Harimurti Kridalaksana 2008:47 derivasi balik adalah proses pembentukan kata secara terbalik. Maksud dari terbalik di sini adalah orang salah
dalam menganggap kata dasar sebagai kata turunan dan sebaliknya kata turunan sebagai kata dasar. Dalam Kamus Linguistik Harimurti Kridalaksana memberi
contoh kata dalam bahasa Sunda tikah ‘nikah’. Kata ditikahkeun ‘dinikahkan’
dibentuk dari kata nikah. Berdasarkan pola analogi dengan pola yang ada misalnya tanya menjadi nanya, jadi kata tikah dianggap sebagai asalnya
sedangkan nikah sebagai bentuk derivasinya. Padahal hal yang benar adalah kebalikannya.
commit to user 16
Tidak semua proses morfologis pelbagai pendapat para ahli ini ditemukan dalam bahasa Jawa. Proses yang banyak dijumpai dalam bahasa Jawa antara lain
afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, dan abreviasi atau pemenggalan. Terdapat proses pembentukan kata yang khas yang terjadi di dalam bahasa Jawa. Proses itu
adalah modifikasi vokal dan pendiftongan. Kedua proses ini untuk menyatakan sesuatu yang lebih. Contoh modifikasi vokal dan pendiftongan adalah sebagai
berikut. Kata dhuwur [DuwUr ] ‘tinggi’ berubah menjadi dhuwur [Duwur ]
‘sangat tinggi’ dan kata abang [ abaG] ‘merah’ menjadi uabang [ uabaG] ‘sangat merah’.
3. Proses Pamajemukan
Kata majemuk merupakan hasil dari proses pemajemukan atau komposisi. Yang dimaksud dengan komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem
dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru Masnur Muslich, 2008:57. Proses pamajemukan ini merupakan salah satu dari enam
proses morfemis. Abdul Chaer 2003:185 juga berpendapat bahwa komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Di sini terlihat perbedaan dan
persamaan antara Masnur Muslich dengan Abdul Chaer. Keduanya sama-sama menyebut proses penggabungan dengan komposisi, sedangkan perbedaannya
terletak dari penyebutan hasil proses penggabungan. Abdul Chaer tetap menyebutnya dengan komposisi, sedangkan Masnur Muslich menyebut dengan
bentuk majemuk.
commit to user 17
Kata majemuk nomina randha nunut ‘bagian dari keris’ misalnya. Kata
majemuk itu berasal dari randha ‘janda’ dan nunut ‘menumpang’. Pada proses
penggabungan kata randha ‘janda’ dan nunut ‘menumpang’ Abdul Chaer dan
Masnur Muslich sama-sama menyebut proses itu dengan komposisi. Randha nunut ‘bagian dari keris’ disebut komposisi oleh Abdul Chaer dan bentuk
majemuk oleh Masnur Muslich. Soepomo Poedjosoedarmo dalam Tugiya, 1991: 22 menyebutkan dua
bagian proses kata majemuk yaitu kata majemuk yang langsung terjadi dan kata majemuk yang melalui proses. Kata majemuk yang langsung terjadi menurut
Soepomo Poedjosoedarmo ialah kata majemuk yang timbul secara spontan atau sekali terjadi. Kata majemuk ini dapat ditemui pada penamaan suatu benda,
tanaman, makanan, nama tempat, karya seni, dan nama orang. Contoh pamajemukan spontan adalah sida mukti
‘motif batik’, nagasari ‘makanan dari pisang’, kumis kucing ‘kumis kucing’, Surabaya ‘Surabaya’, kebo giro ‘nama
tembang’ dan pawira utama ‘nama tua setelah menikah’. Maksud dari spontan adalah terlihat jelas perbedaan makna setelah unsur-unsur pembentuk kata
majemuk bergabung. Kata majemuk yang melalui proses adalah kata majemuk yang tidak
langsung terjadi secara spontan, tetapi melalui suatu proses Soepomo Poedjosoedarmo dalam Tugiya, 1991:22. Dalam proses ini Soepomo
Poedjosoedarmo membagi lagi atas tiga bagian yaitu arti dari salah satu unsurnya tidak dimengerti lagi, makna yang diacu istilah ini berubah sehingga
pelambangannya terus tidak langsung dan berakibat kedua komponen kata majemuk erat, dan proses perubahan makna yang diacu itu disertai dengan
commit to user 18
menghilangnya beberapa komponen yang produktif. Contoh dari proses pemajemukan ini adalah palakesimpar
‘umbi-umbian yang terletak di atas tanah’, juru
tulis ‘sekretaris’, dan juru madharan ‘koki’.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kata majemuk yang langsung terjadi yang keberadaannya tidak diragukan. Hal ini diperkuat
dengan adanya kata majemuk yang muncul dengan kesatuan bentuk dan kesatuan arti yang baru. Misalnya kata nagasari
‘nama pohon’ dalam kalimat berikut. 2
Mligine para peziarah jalu westri padha golek berkah ana sangisoring
wit nagasari sarampunge nyekar. PS52Des201042
‘Umumnya para peziarah laki-laki perempuan mencari berkah di bawah pohon nagasari selesai ziarah.’
Kata majemuk nomina nagasari ‘nama pohon’ kalimat 2 merupakan kata
majemuk yang langsung terjadi. Hal ini mengacu pada pernyataan Soepomo Poedjosoedarmo yang menyatakan bahwa kata majemuk yang langsung terjadi
dapat ditemui pada penamaan tanaman. Selain itu, kata majemuk nomina nagasari ‘nama pohon’ juga diperkuat dengan adanya perubahan makna secara keseluruhan
dari unsur-unsur pembentuknya. Kata nagasari ‘nama pohon’ berasal dari kata
naga ‘jenis ular’ dan sari ’inti’, tetapi setelah bergabung membentuk makna baru
nama pohon.
4. Kata Majemuk