KATA MAJEMUK NOMINA BAHASA JAWA (KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN PERAN

(1)

commit to user

i

KATA MAJEMUK NOMINA BAHASA JAWA

(KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN PERAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

NURYANTINI

C0107038

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Nuryantini NIM : C0107038

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juli 2011

Yang membuat pernyataan.


(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk. 1. Kedua orang tua, ayah dan ibu. 2. Ketiga adikku, Nur Wikani, Nur Rahman, dan Nur Syafi. 3. Kedua almarhum eyang kakung dan kedua eyang putriku tersayang.


(6)

commit to user

vi

4. Almamaterku tercinta.

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran) ini. Di dalam penyusunan skripsi ini penulis sering menemui hambatan, tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi penulis dalam menyusun skripsi.

3. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang sabar membimbing dan memberi nasihat kepada penulis dari awal hingga akhir kuliah.

4. Prof. Dr. Drs. H. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran.

5. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku pembimbing kedua dengan sabar dan perhatian dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ilmu dan bekal kepada penulis.


(7)

commit to user

vii

7. Seluruh staf perpustakaan, baik perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta maupun perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, yang telah memberikan pelayanan dan menyediakan referensi yang diperlukan. 8. Keluarga kecil yang ada di Makamhaji dan keluarga besar Kiyaran,

keluarga besar Girimarto, serta keluarga besar Krapyak yang telah memberikan senyum kebahagiaan dan tangis kesedihan.

9. Teman-temanku di Sastra Daerah, Zulfa, Rara, Mbak Fajar, Iffa, Febri, Rizki, Heka, Anna, anak-anak linguistik 2007, dan mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2007.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati masalah linguistik.

Surakarta, Juli 2011


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

SARI PATHI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Sistematika Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR... 10


(9)

commit to user

ix

1. Morfologi ... 10

2. Proses Morfologis ... 10

a. Afiksasi ... 11

b. Reduplikasi ... 12

c. Pemajemukan (Komposisi) ... 13

d. Derivasi Zero (Modifikasi Kososng) ... 14

e. Abreviasi (Pemendekan) ... 14

f. Derivasi Balik... 15

3. Proses Pamajemukkan ... 16

4. Kata Majemuk ... 18

5. Kalimat ... 20

6. Struktur Sintaksisis ... 21

a. Bentuk ... 21

b. Fungsi ... 22

c. Kategori ... 25

d. Peran ... 27

B. Kerangka Pikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Data dan Sumber Data ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Alat Penelitian ... 34

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Metode dan Teknik Analisis Data ... 36

G. Teknik Penyajian Data ... 40

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Analisis Data ... 42

1. Bentuk Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa ... 42

I. Kata Majemuk Nomina Camboran Wutuh ... 43

a. Struktur ... 43

1) Monomorfemis-Monomorfemis ... 43


(10)

commit to user

x

3) Polimorfemis-Monomorfemis ... 49

b. Kategori ... 51

1) Nomina-Nomina ... 51

2) Nomina-Verba ... 54

3) Nomina-Numeralia ... 57

4) Nomina-Adjektiva ... 60

5) Verba-Nomina ... 63

6) Numeralia-Nomina ... 66

7) Adjektiva-Nomina ... 68

8) Verba-Adjektiva ... 70

9) Verba-Verba ... 72

II. Kata Majemuk Nomina Camboran Tugel ... 74

a. Struktur (Monomorfemis-Monomorfemis) ... 74

b. Kategori ... 77

1) Nomina-Nomina ... 77

2) Nomina-Adjektiva ... 79

3) Adjektiva-Adjektiva ... 81

2. Fungsi Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa ... 83

a. Fungsi Morfologis ... 83

1) Tidak Mengubah Identitas atau Kelas Kata ... 84

2) Mengubah Identitas atau Kelas Kata... 84

b. Fungsi Sintaksis ... 85

1) Subjek ... 85

2) Predikat ... 87

3) Objek ... 88

4) Keterangan ... 89

5) Pelengkap ... 91

3. Peran Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa ... 92

a. Agentif... 92

b. Objektif ... 93

c. Reseptif ... 95


(11)

commit to user

xi

e. Lokatif ... 97

f. Kompanional ... 98

g. Instrumen ... 99

B. Pembahasan ... 100

BABA V SIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Simpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel (1a). Kata Majemuk Nomina Gabungan Monomorfemis-Monomorfemis..44

Tabel (2b). Kata Majemuk Nomina Gabungan Monomorfemis-Polimorfemis .. .47

Tabel (3c). Kata Majemuk Nomina Gabungan Polimorfemis-Monomorfemis .. .49

Tebel (4d). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Nomina ... .52

Tabel (5e). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Verba ... .55

Tabel (6f). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Numeralia ... .58

Tabel (7g). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Adjektiva ... .61

Tabel (8h). Kata Majemuk Nomina Gabungan Verba-Nomina ... .64

Tabel (9i). Kata Majemuk Nomina Gabungan Numeralia-Nomina ... .66

Tabel (10j). Kata Majemuk Nomina Gabungan Adjektiva-Nomina ... .69

Tabel (11k). Kata Majemuk Nomina Gabungan Verba-Adjektiva ... .71

Tabel (12l). Kata Majemuk Nomina Gabungan Verba-Verba ... .72

Tabel (13a). Kata Majemuk Nomina Gabungan Monomorfemis-Monomorfemis75 Tabel (14b). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Nomina ... .77

Tabel (15c). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Adjektiva ... .79


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

A. Daftar Tanda

* : menandai ketidakgramatikalan atau katidakberterimaan Ø : menandai sebuah pelesapan

( ) : menandai nomor data

[ ] : menandai bahwa bentuk yang ada di dalamnya bentuk fonetis + : menandai hubungan antarsatuan lingual

 : menandai proses perubahan

‘…’ : menandai bahwa formatif yang ada di dalamnya makna atau glos satuan lingual

- : menandai keterikatan morfem tertentu …. : terdapat tuturan sebelumnya atau sesudahnya √ : menandai infiks atau sisipan

B. Daftar Singkatan

Adj : adjektiva Des : Desember

DM : diterangkan menerangkan EKSIS : lembar kerja siswa EKSIS


(14)

commit to user

xiv è : dibaca [E] seperti kata èdi [EDi]

ê : dibaca [C] seperti kata êmoh [CmOh]

Feb : Februari FN : frasa nomina FV : frasa verba Jan : Januari JB : Jaya Baya

JJ : Jagad Jawa SOLOPOS K : keterangan

Konj : konjungsi

MD : diterangkan menerangkan Mono : monomorfemis

MS : Mekar Sari “KEDAULATAN RAKYAT”

N : nomina

Nop : Nopember Num : numeralia

O : objek

Okt : Oktober

P : predikat

P1 : predikat pertama P2 : predikat kedua

paN : paNassal (pa + Nassal) Pel : pelengkap


(15)

commit to user

xv PS : Panjebar Semangat

R : reduplikasi

S : subjek

SBJ : (buku ajar) Seneng Basa Jawa


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

A. Contoh Kata Majemuk Nomina ... 107

B. Bentuk Kata Majemuk Nomina ... 108

C. Fungsi Kata Mejemuk Nomina ... 111


(17)

commit to user

xvii

ABSTRAK

Nuryantini. C0107038. 2011. Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran). Skripsi: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini difokuskan pada tiga pokok permasalahan yaitu: (1) bagaimanakah bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa?, (2) bagaimanakah fungsi kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa?, dan (3) bagaimanakah peran kata majemuk nomina bahasa Jawa?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina bahasa Jawa, (2) mendeskripsikan fungsi kata majemuk nomina bahasa Jawa, dan (3) mendeskripsikan peran kata majemuk nomina bahasa Jawa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data berasal dari JB, PS, JJ, MS, EKSIS, dan SBJ. Wujud datanya berupa kalimat-kalimat yang mengandung kata majemuk nomina. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kalimat yang mengandung kata majemuk nomina bahasa Jawa yang terdapat dalam sumber data. Adapun sampel penelitian ini berupa kalimat yang mengandung kata majemuk nomina yang dapat mewakili populasi data. Pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap dilanjutkan dengan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan metode distribusional (agih). Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dengan teknik dasar bagi unsur langsung dengan teknik lanjutan teknik sisip dan teknik lesap. Penyajian hasil analisisis data menggunakan metode penyajian informal dan formal.

Dari analisis data ditemukan adanya (1) bentuk kata majemuk nomina camboran wutuh berdasarkan struktur terbentuk dari gabungan mono dengan mono, mono dengan poli, poli dengan mono. Berdasarkan kategori kata majemuk nomina camboran wutuh terbentuk dari gabungan N dengan N, N dengan V, N dengan Num, N dengan Adj, V dengan N, Num dengan N, Adj dengan N, V dengan Adj, dan V dengan V. Berdasarkan struktur camboran tugel hanya terbentuk dari mono dengan mono, sedangkan berdasarkan kategori camboran tugel terbentuk dari gabungan N dengan N, N dengan Adj, dan Adj dengan Adj. (2) Fungsi morfologis kata majemuk nomina tidak dapat dan dapat mengubah identitas. Kata majemuk nomina dapat menempati fungsi sintaksis sebagai fungsi S, P, O, K, dan fungsi Pel. (3) Peran yang ditempati adalah peran agentif, objektif, reseptif, benefaktif, lokatif, kompanional, dan peran instrumen.


(18)

commit to user

xviii

SARI PATHI

Nuryantini. C0107038. 2011. Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran). Skripsi: Jurusan Sastra Dhaerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta Hadiningrat.

Prêkawis ingkang dipunrêmbag wontên panalitèn punika (1) Kados pundi wujudipun lan kategori unsur pembentuk têmbung camboran basa Jawi? (2) Kados pundi fungsi têmbung camboran basa Jawi? (3) Kados pundi peran têmbung camboran basa Jawi?

Ancasing panalitèn punika (1) hangandharakên wujudipun têmbung lan kategori unsur pembentuk têmbung camboran basa Jawi, (2) hangandharakên

fungsi têmbung camboran basa Jawi, (3) hangandharakên peran têmbung

camboran basa Jawi.

Jinising panalitèn inggih punika panalitèn deskriptif kualitatif. Dhatanipun saking JB, PS, JJ, MS, EKSIS, lan SBJ. Wujud dhatanipun inggih punika ukara-ukara ingkang ngêwrat têmbung camboran aran. Populasi panalitèn punika sadaya ukara ingkang ngêwrat têmbung camboran aran. Wujud sampelipun inggih punika ukara ingkang ngêwrat têmbung camboran aran ingkang sagêd makili populasi dhata. Anggènipun ngêmpalakên dhata migunakakên metode sêmak kanthi teknik dasar sadap, Salajêngipun dhata ingkang kapanggih kasêrat wonten kretu dhata migunakakên teknik cathêt. Metode analisis dhata kanthi metode distribusional (agih). Teknik dasar bagi unsur langsung kaliyan teknik sisip kanggé angandharakên wujudipun têmbung camboran aran. Teknik lesap kanggé angandharakên fungsi saha peran saking têmbung camboran aran basa Jawi. Penyajian asil panalitèn migunakakên metode penyajian informal kaliyan formal.

Dudutan panalitèn punika (1) Têmbung camboran wutuh kawangun saking gabungan saking mono kaliyan mono, mono kaliyan poli, poli kaliyan mono. Miturut jênising têmbung kawangun saking têmbung aran kaliyan têmbung aran, aran kaliyan kriya, aran kaliyan wilangan, aran kaliyan kaanan, kriya kaliyan aran, wilangan kaliyan aran, kaanan kaliyan aran, kriya kaliyan kaanan, lan têmbung kriya kaliyan têmbung kriya. Camboran tugel sagêd kawangun saking gabungan mono kaliyan mono, aran kaliyan aran, aran kaliyan kaanan, lan tembung kaanan kaliyan kaanan. (2) Fungsi sintaksis saking têmbung camboran aran inggih punika sagêd dados jêjêr, wasèsa, lésan, panêrang, utawi gêganêp. Fungsi morfologis saking têmbung camboran inggih punika sagêd ngéwahi idhèntitas lan botên sagêd ngéwahi idhèntitas. (3) Peran têmbung camboran inggih punika minangka paraga, lésan, panampa, kang antuk pikolèh, panggonan, kompanional, utawi piranti.


(19)

commit to user

xix

ABSTRACT

Nuryantini. C0107038. 2011. Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran). Thesis: Javanese Literature Program, Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University.

Problem statements in this research are: (1) how is the shape and category of nomina compositum words in Javanese?, (2) what is the function of nomina compositum words in Javanese?, (3) what is the role of nomina compositum words in Javanese?.

Research objectives of this research are: (1) describe and explain the shape of nomina compositum words in Javanese, (2) describe and explain the function of nomina compositum words in Javanese, and (3) describe and explain the role of nomina compositum words in Javanese.

This research is a kind of qualitative description research. Data’s source that is used are various written data sources with Javanese such as PS, JB, JJ, MS, EKSIS and SBJ. The genre of data in this research is written data. . The population of this research are the all sentences that contains nomina compositum words in Javanese which existed in data sources. The sample of this research are the all sentences that contains nomina compositum words in Javanese which existed in data sources which can represent of the population. The forms of the data are sentences which contain nomina compositum words. Data collection has been done with simak method with teknik dasar sadap then has been continued with teknik catat. Data analysis which has been used is distributional method. While, the technique that is used in agih method is teknik dasar for direct unsure and teknik lanjutan teknik sisip dan teknik lesap. Presentation of data result is using formal and informal presentation method.

The congclusions of this research are: (1) the shape of nomina compositum words camboran wutuh were based by structure were formed from the composite of monomorpheme with monomorpheme, monomorpheme with polymorpheme, polymorpheme with monomorpheme, based category were formed from the composite of nomina with nomina, nomina with verbs, nomina with numerical, nomina with adjective, verb with nomina, numerical with nomina, adjective with nomina, verb with adjective, and verb with verb. Based the structure of camboran tugel is only formed from monomorpheme with monomorpheme and based category were formed from composite of nomina with nomina, nomina with adjective, and adjective with adjective. (2) The morphological function of nomina compositum words do not change identity and change identity. The syntax function that could be placed by nomina compositum words are subject function, predicate, object, adverb, and supplement function. (3) The roles that could be placed by nomina compositum words are agentive role, objective, receptive , benefactive, locative, companional, and instrumental role.


(20)

commit to user


(21)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Morfologi adalah ilmu linguistik yang membahas tentang kata dan pembentukan kata. Harimurti Kridalaksana (2008:159) memberi definisi morfologi sebagai berikut: 1. bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; 2. bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem. Ilmu ini hanya mempelajari dan membahas seluk beluk morfem dan pola pembentukan kata yang tidak membawa konsekuensi sintaksis.

Kata sebagai bagian dari morfologi, mempunyai pengertian suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional yang berarti memiliki komposisi tertentu dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas (Gorys Keraf, 2005:21). Berdasarkan kategorinya, kata dapat dibedakan menjadi 8 jenis yaitu nomina, verba, adjektiva, pronominal, numeralia, adverbial, kata tugas, dan interjeksi (Sudaryanto, dkk., 1992:70). Menurut Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2008:115-150) dalam bahasa Jawa terdapat 10 jenising tembung yaitu tembung aran, kriya, kahanan, katrangan, sesulih, wilangan, panggandheng, ancer-ancer, panyilah, dan tembung panyeru. Penelitian ini penentuan kategori kata menggunakan teori dari Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka karena lebih lengkap. Gabungan dari kata akan membentuk frasa, kata majemuk, kalimat, paragraf, hingga wacana. Setiap gabungan itu memiliki maksud dan tujuan tertentu serta memiliki perbedaan penggunaannya.


(22)

commit to user

Unsur pembentuknya memiliki makna leksikal akibatnya konstruksi kata majemuk dikacaukan dengan konstruksi satuan lain, seperti frasa. Penulisan kata majemuk ada dua macam yaitu ditulis secara terpisah dan dirangkai, sedangkan frasa selalu ditulis dengan cara terpisah. Kata majemuk merupakan hasil proses morfologis, sedangkan frasa merupakan hasil dari proses pembentukkan berdasarkan konstruksi sintaksis. Keduanya memiliki struktur pembentuk yang hampir sama yaitu gabungan dari dua kata atau lebih, tetapi mempunyai makna yang berbeda setelah proses penggabungan. Jika frasa mengandung makna yang dapat terlihat dari morfem-morfem pembentuknya, sedangkan kata majemuk memiliki makna yang berbeda dari morfem pembentuknya setelah proses penggabungan terjadi atau makna baru.

Secara morfologi kata majemuk dapat dibagi menjadi kata majemuk kerja (verba), benda (nomina), bilangan (numeralia), sifat (adjektiva), penghubung (konjungsi), kata ganti, keterangan, kata seru (interjeksi), dan kata majemuk kata sandang. Menurut Didi Yulistio, dkk. (2002:7) komponen kata majemuk dapat berupa bentuk dasar atau kata dasar, berupa bentuk kata jadian atau berafiks, dan bentuk bereduplikasi atau kata ulang, serta bentuk morfem unik. Soepomo Poedjosoedarmo (1978:167) menggolongkan kata majemuk berdasarkan dari segi bentuk, posisi modifikasi, kadar luluh komponen, persamaan arti komponen, arti, jenis kata, dan bidang yang dilambangkan. Meskipun penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Soepomo Poedjosoedarmo, tetapi penelitian ini mempunyai kelebihan dibanding penelitian tersebut. Kelebihannya terletak pada analisis bentuk dari kata majemuk yang dianalisis berdasarkan struktur dan kategori


(23)

commit to user

pembentuknya. Dalam analisis penelitian ini juga membahas mengenai fungsi dan peran dari kata majemuk nomina bahasa Jawa.

Terdapat tujuh kiat yang dapat dilakukan untuk mengikat suatu konstruksi lingual menjadi berstatus polimorfemis jenis majemuk. Tujuh kiat itu adalah penghadiran makna baru yang tak terkembalikan seperti banyak angrem ‘rasi

bintang’ , penghadiran makna baru yang berambu-rambukan makna bentuk dasar seperti tepaslira ‘timbang rasa’, penghadiran bentuk fonemis antarbentuk dasar seperti dol tinuku ‘jual beli’, penghadiran bentuk dasar yang berupa unsur unik seperti peteng dhedhet ‘gelap gulita’, penghadiran bentuk penggalan sebagai bentuk dasar seperti jitu (siji pitu) ‘hebat’, dan onomatope sebagai bentuk dasar seperti cespleng ‘mujarab’ (Sudaryanto, dkk., 1992:47-56). Tujuh kiat ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk membedakan kata majemuk dengan gabungan kata lainnya.

Contoh dari kata majemuk nomina dalam kalimat bahasa Jawa adalah sebagi berikut.

(1) Suket wit-witan kalempit wedhus gembel. (JJ/188/Jan/2011/IX)

‘Rumput dan pepohonan dibinasakan awan panas.’

Kata wedhus gembel ‘awan panas’ termasuk kata majemuk nomina karena mempunyai makna baru setelah proses penggabungan. Kata wedhus gembel ‘awan

panas’ diberi makna berdasarkan bentuk awan yang menyerupai wedhus gembel

‘kambing jenis gembel’. Ini membuktikan bahwa kata wedhus gembel ‘awan


(24)

commit to user

Jika wedhus gembel ‘awan panas’ pada kalimat (1) disisipi dengan sufiks – e ‘nya’ menjadi wedhuse gembel ‘kambingnya gembel’, maka mengubah makna kata majemuk tersebut. Hasil penyisipan ini jika diterapkan dalam kalimat akan menjadi

(1a) *Suket wit-witan kalempit wedhuse gembel.

‘Rumput dan pepohonan dibinasakan kambingnya gembel.’.

Tampak pada kalimat (1) jika ditambahi –e ‘nya’ pada kata wedhus gembel ‘awan

panas’ maka kalimat ini menjadi tidak berterima. Perubahan struktur inilah yang digunakan untuk membedakan kata majemuk dengan kumpulan kata lain seperti frasa.

Penelitian atau buku yang membahas tentang kata majemuk yang pernah dilakukan antara lain.

1) Morfologi Bahasa Jawa oleh Soepomo Poedjosoedarmo, 1978, dalam

bentuk buku. Buku ini tidak hanya membahas kata majemuk saja, tetapi hal–hal yang berkaitan dengan morfologi bahasa Jawa. Pembahasan kata majemuk dibahas pada bab VII yang terdiri dari pendahuluan, batasan, dan klasifikasi kata majemuk. Pengklasifikasian kata majemuk berdasarkan dari segi bentuk, posisi modifikasi, kadar luluh komponen, persamaan arti komponen, arti, jenis kata, dan bidang yang dilambangkan.

2) Kajian Morfologi Bahasa Jawa oleh EM Uhlenbeck tahun 1982. Buku ini

hanya membahas komposium numeralia saja. EM Uhlenbeck membagi komposium numeralia menjadi tiga bagian yaitu komposium numeralia dengan


(25)

commit to user

seri –iji ‘biji’ dan –puluh ’puluh’, -welas ’belas’ dan –likur ’…’, dan komposium dengan ping- ‘-kali’, kaping- ‘ke-‘, dan pra- ‘per-‘.

3) “Kata Majemuk dalam Bahasa Jawa” oleh Tugiya tahun 1991 dalam bentuk skripsi. Skripsi ini membahas bentuk kata majemuk, ciri morfologis kata majemuk, dan makna kata majemuk bahasa Jawa yang terdiri dari dua kata.

4) Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa oleh Sudaryanto, dkk. pada tahun 1992.

Buku ini memberi batasan mengenai konstruksi lingual yang dapat disebut dengan bentuk majemuk. Dalam buku ini Sudaryanto, dkk. Menyebutkan tujuh kiat untuk mengikat konstruksi lingual menjadi berstatus polimorfemis jenis majemuk sebagaimana telah disebutkan di atas.

5) “Kata Majemuk yang Unsur-Unsurnya Bersinonim: Identik dengan Tembung Saroja dalam Bahasa Jawa” oleh Edi Suwatno pada tahun 2006. Penelitian ini membahas tentang bentuk dan hubungan makna kata majemuk yang unsur-unsurnya bersinonim: identik dengan tembung saroja. Penelitian ini khusus meneliti kata majemuk yang unsur-unsur pembentuknya bersinonim, misalnya waras wiris ‘segar bugar’.

Dari uraian di atas, penelitian secara khusus mengenai “Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” perlu dilakukan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas terletak pada.

a. Pada buku 1) dan penelitian 3) mengkaji semua bentuk kata majemuk; buku 2) hanya membahas komposium numeralia saja, buku 4) mengikat konstruksi majemuk berdasar tujuh kiat sebagaimana telah disebutkan di atas, dan penelitian 5) mengkhususkan pada kata


(26)

commit to user

majemuk yang unsur-unsurnya bersinonim. Penelitian “Kata Majemuk

Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” ini

dikhususkan pada kata majemuk kategori nomina.

b. Dilihat dari segi bentuk, penelitian ini didasarkan pada jumlah morfem dan kategori kata yang membentuk kata majemuk nomina, baik camboran wutuh maupun camboran tugel. Bentuk kata majemuk yang dibahas dari kelima buku dan penelitian di atas adalah bentuk camboran wutuh.

c. Kelima penelitian di atas belum mengkaji tentang fungsi sintaksis dan peran dari kata majemuk, sedangkan pada penelitian ini menganalisis tentang kedua aspek tersebut.

Hal lain yang menarik dilakukan penelitian ini adalah 1. dari segi bentuk tidak semua kata majemuk nomina bahasa Jawa terbentuk dari gabungan kategori nomina, tetapi gabungan dari dua kategori kata selain nomina, 2. kekhasan bentuk kata majemuk nomina dapat dijumpai pada kalimat bahasa Jawa dalam medis tulis seperti majalah Panjebar Semangat, majalah Jayabaya, suplemen Jagad Jawa dalam surat kabar SOLOPOS dan Mekar Sari pada Kedaulatan Rakyat. Oleh karena itu, peneliti mendeskripsikan mengenai masalah kata majemuk nomina bahasa Jawa dari segi bentuk, fungsi, dan peran.

B.

Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya permasalahan mengenai kata majemuk nomina, maka berdasarkan latar belakang, lingkup penelitian hanya terbatas pada


(27)

commit to user

bentuk, fungsi, dan peran kata majemuk nomina bahasa Jawa berupa camboran tugel dan camboran wutuh dua kata yang terdapat dalam sumber data.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan tiga masalah penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa)

2. Bagaimanakah fungsi kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan fungsi kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa)

3. Bagaimanakah peran kata majemuk nomina bahasa Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan peran kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa)

D.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Menjelaskan bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.

2. Menjelaskan fungsi kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa. 3. Menjelaskan peran kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.


(28)

commit to user

E.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik teoretis maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis yakni menambah teori morfologi khususnya tentang kata majemuk (tembung camboran) dalam bahasa Jawa dan teori sintaksis. Dalam bidang morfologi penelitian ini memberi gambaran mengenai bentuk kata majemuk nomina yang dilihat berdasarkan struktur maupun kategori unsur pembentuk baik yang berbentuk camboran wutuh maupun camboran tugel dan fungsi morfologis dari kata majemuk nomina bahasa Jawa. Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat teori sintaksis bahasa Jawa mengenai fungsi sintaksis dari kata majemuk nomina bahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.

a. Masyarakat dapat mengetahui kata majemuk bahasa Jawa baik yang berbentuk camboran tugel maupun camboran wutuh.

b. Menambah referensi dalam penelitian bidang morfologi dan sintaksis.


(29)

commit to user

F.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian “Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” ini meliputi lima bab yaitu sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori dan Kerangka Pikir berisi landasan teori yang meliputi morfologi, proses morfologis, proses pamajemukan, kata majemuk, kalimat, struktur sintaksis, dan kerangka pikir.

Bab III Metode Penelitian, meliputi jenis penelitian, data dan sumber data, populasi dan sampel, alat penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode penyajian data.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan mengenai bentuk, fungsi, dan peran kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.

Bab V Simpulan dan Saran hasil penelitian yang telah dilakukan. Daftar Pustaka.


(30)

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A.

Landasan Teori

1. Morfologi

Morfologi berasal dari kata morfo ‘morfem’ dan logos ‘ilmu’. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya selalu stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna. Morfologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji bentuk bahasa serta pengaruh perubahan bahasa pada fungsi dan arti bahasa. Cabang ilmu linguistik ini menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya.

Menurut Harimurti Kridalaksana (2008:159), morfologi adalah 1. bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; 2. bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem. Morfologi mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (J.W.M. Verhaar, 2001:97). Bidang morfologi mempelajari kata dan pembentukan kata.

2. Proses Morfologis

Proses morfologis dapat ditentukan sebagai proses pembentukan kata dengan pengubahan bentuk dasar tertentu yang berstatus morfem bermakna leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem tetapi dengan kecenderungan bermakna gramatikal dan bersifat terikat (Sudaryanto, dkk.,


(31)

commit to user

1992:18). Menurut Samsuri, yang dimaksud dengan proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (1982:190). Proses ini juga disebut dengan proses morfemis, karena proses ini bermakna dan berfungsi sebagai pelengkap makna leksikal yang dimiliki oleh sebuah bentuk dasar.

Harimurti Kridalaksana memberi definisi proses morfologis sebagai proses yang mengubah leksem menjadi kata (2008:202) dan membaginya atas 6 bagian. Proses ini dibagi menjadi derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi, dan derivasi balik. Wedhawati, dkk. dalam bukunya menyebutkan bahwa proses pembentukan kata melalui perubahan morfemis ada 9 yaitu afiksasi, modifikasi vokal, diftongisasi, pengulangan, pemajemukan, proses kombinasi, pemaduan, pemenggalan, dan pengakroniman (2006:40).

Menurut JD Parera dalam buku Morfologi, proses morfologis dapat dibedakan menjadi 6 proses (2007:18). Proses morfemis itu adalah proses morfemis afiksasi, proses morfemis pergantian atau perubahan internal, proses morfemis pengulangan, proses morfemis zero, proses morfemis suplesi, dan proses morfemis suprasegmental. Samsuri membagi proses ini menjadi lima bagian yaitu afiksasi, reduplikasi, perubahan internal, suplisi, dan modifikasi kosong (1982:190-194).

a. Afiksasi

Afikasasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau diletakkan pada sebuah morfem bebas secara lurus (JD Parera, 2007:18). Harimurti Kridalaksana berpendapat bahwa afiksasi adalah proses atau hasil


(32)

commit to user

penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas (2008:3). Pengertian afiksasi yang diberikan Wedhawati, dkk. adalah proses perangkaian afiks pada bentuk dasar (2006:40). Samsuri (1982:190) berpendapat bahwa afiksasi yaitu penggabungan akar atau pokok dengan afiks. Jadi afiksasi adalah proses morfologis yang terjadi pada bentuk asal, dasar, maupun bentuk akar yang diditambah dengan afiks.

Terdapat empat macam afiks yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Afiks sebagai alat pembentuk kata baru akan menimbulkan atau menambahi komponen maknawi baru (Sudaryanto, dkk., 1992:31). Contoh proses afiksasi adalah kala menjing ‘jakun’ + e ‘nya’  kala menjinge ‘jakunnya’.

Proses afiksasi pada kata majemuk diterapkan pada awal atau akhir kata majemuk seluruhnya (Soepomo Poedjosoedarmo, 1978:165). Afiks yang dapat diterapkan hanya berupa awalan, akhiran, maupun kombinasi keduanya. Sisipan tidak dapat diterapkan dalam kata majemuk karena akan mengubah makna. Contoh proses afiksasi pada kata majemuk adalah karanggesing ‘nama makanan’ + e ‘nya’  karanggesinge ‘karanggesingnya’.

b. Reduplikasi (Pengulangan)

Reduplikasi merupakan suatu proses morfologis yang banyak sekali terdapat pada bahasa-bahasa dunia. Reduplikasi adalah kata jadian yang dibentuk dengan proses pengulangan (Sudaryanto, dkk., 1992:39). Menurut Wedhawati dkk, pengulangan merupakan proses pembentukan kata dengan mengulang seluruh atau sebagian bentuk dasar (2006:41), sedangkan Harimurti Kridalaksana (2008:208) berpendapat reduplikasi sebagai proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagi alat fonologi atau gramatikal. Jadi, reduplikasi atau pengulangan


(33)

commit to user

merupakan proses morfologis dengan cara mengulang seluruh atau sebagian bentuk dasar.

Proses pengulangan penuh ada tiga macam (Wedhawati, dkk., 2006:41) yaitu pengulangan tanpa perubahan vokal, pengulangan dengan perubahan vokal, dan pengulangan semu. Sementara pengulangan parsial atau sebagian ada empat macam yaitu dwipurwa, dwiwasana, pengulangan sebagian bentuk dasar atau pengulangan dasar primer atau sekunder, dan pengulangan parsial perubahan vokal (Wedhawati dkk,2006:42).

Proses reduplikasi pada kata majemuk harus diulang seluruhnya (Soepomo Poedjosoedarmo, 1987:166). Hal ini karena kelakuan kata majemuk seperti pada sebuah kata biasa. Pengulangan ini bisa terjadi seperti pengulangan biasa maupun dikombinasikan dengan afiks. Cotoh proses reduplikasi pada kata majemuk adalah sebagai berikut. Kata majemuk tapak dara ‘nama tanaman’ + R  tapak dara-tapak dara ‘banyak tanaman tapak dara’. Jika kata majemuk itu direduplikasi dan mendapat afiks, maka menjadi tapak dara-tapak dara ‘banyak tanaman tapak

dara’ + e ‘nya’  tapak dara-tapak darane ‘banyak tanaman tapak dara

miliknya’.

c. Pemajemukan (Komposisi)

Pemajemukan adalah proses perangkaian dua bentuk dasar atau lebih menjadi sebuah kata, yaitu kata majemuk (Wedhawati, dkk., 2006:42). Samsuri (1982:199) memberi pengertian majemuk ialah konstruksi yang terdiri atas dua morfem atau dua kata atau lebih. Bentuk dasar dari kata majemuk dapat berupa


(34)

commit to user

morfem tunggal maupun morfem kompleks. Proses ini akan dibahas secara mendalam pada subbab berikutnya.

d. Derivasi Zero (Modifikasi Kosong)

Pada bahasa terdapat suatu proses yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya, hanyalah konsep saja yang berubah (Samsuri, 1982:193). Proses ini biasa disebut dengan proses kosong oleh JD Parera, modifikasi kosong oleh Samuri, dan derivasi zero oleh Harimurti Kridalaksana. Derivasi zero (Harimurti Kridalaksana, 2008:47) adalah proses morfologis yang mengubah leksem menjadi kata tanpa penambahan atau pengurangan apapun.

e. Abreviasi (Pemendekan)

Abreviasi adalah proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata (Harimurti Kridalaksana, 2008:1). Proses ini menyangkut proses penyingkatan, pemenggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf. Proses morfologis menurut Wedhawati, dkk. yang masuk dalam proses ini adalah pemaduan, pemenggalan, dan pengakroniman.

Penyingkatan adalah hasil proses pemendekan yang berupa huruf demi huruf seperti DKI (Daerah Khusus Ibukota) maupun yang tidak dieja huruf demi huruf seperti dgn (dengan) (Harimurti Kridalaksana, 2008:187). Proses ini sama dengan istilah pengakroniman yang digunakan oleh Wedhawati, dkk. Pemenggalan adalah proses pembentukan kata dengan cara menghilangkan salah satu suku kata atau lebih dengan tujuan agar bentuk kata itu menjadi lebih pendek


(35)

commit to user

(Wedhawati, dkk., 200:40). Contoh proses pemenggalan ini misalnya perpus pemenggalan dari perpustakaan.

Akronimi (Harimurti Kridaksana, 2008:5) adalah proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit-banyak memenuhi kaidah fonotaktik suatu bahasa. Contoh dari bagian proses morfologis ini adalah FKIP/efkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/. Kontraksi adalah proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem, contoh sendratari (dari seni, drama, dan tari) (Harimurti Kridalaksana, 2008:135). Menurut Harimurti Kridalaksana (2008: 140) proses pemendekan huruf dapat disebut dengan lambang karena dalam perkembangannya tidak dirasakan lagi asosiasi antara bentuk itu dan kepanjangannya. Lambang huruf ini banyak ditemui pada bidang ilmu pasti.

f. Derivasi Balik

Menurut Harimurti Kridalaksana (2008:47) derivasi balik adalah proses pembentukan kata secara terbalik. Maksud dari terbalik di sini adalah orang salah dalam menganggap kata dasar sebagai kata turunan dan sebaliknya kata turunan sebagai kata dasar. Dalam Kamus Linguistik Harimurti Kridalaksana memberi contoh kata dalam bahasa Sunda tikah ‘nikah’. Kata ditikahkeun ‘dinikahkan’ dibentuk dari kata nikah. Berdasarkan pola analogi dengan pola yang ada (misalnya tanya menjadi nanya), jadi kata tikah dianggap sebagai asalnya sedangkan nikah sebagai bentuk derivasinya. Padahal hal yang benar adalah kebalikannya.


(36)

commit to user

Tidak semua proses morfologis pelbagai pendapat para ahli ini ditemukan dalam bahasa Jawa. Proses yang banyak dijumpai dalam bahasa Jawa antara lain afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, dan abreviasi atau pemenggalan. Terdapat proses pembentukan kata yang khas yang terjadi di dalam bahasa Jawa. Proses itu adalah modifikasi vokal dan pendiftongan. Kedua proses ini untuk menyatakan sesuatu yang lebih. Contoh modifikasi vokal dan pendiftongan adalah sebagai berikut. Kata dhuwur [DuwUr ] ‘tinggi’ berubah menjadi dhuwur [Duwur ] ‘sangat tinggi’ dan kata abang [ abaG] ‘merah’ menjadi uabang [ uabaG] ‘sangat merah’.

3. Proses Pamajemukan

Kata majemuk merupakan hasil dari proses pemajemukan atau komposisi. Yang dimaksud dengan komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru (Masnur Muslich, 2008:57). Proses pamajemukan ini merupakan salah satu dari enam proses morfemis. Abdul Chaer (2003:185) juga berpendapat bahwa komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Di sini terlihat perbedaan dan persamaan antara Masnur Muslich dengan Abdul Chaer. Keduanya sama-sama menyebut proses penggabungan dengan komposisi, sedangkan perbedaannya terletak dari penyebutan hasil proses penggabungan. Abdul Chaer tetap menyebutnya dengan komposisi, sedangkan Masnur Muslich menyebut dengan bentuk majemuk.


(37)

commit to user

Kata majemuk nomina randha nunut ‘bagian dari keris’ misalnya. Kata majemuk itu berasal dari randha ‘janda’ dan nunut ‘menumpang’. Pada proses penggabungan kata randha ‘janda’ dan nunut ‘menumpang’ Abdul Chaer dan Masnur Muslich sama-sama menyebut proses itu dengan komposisi. Randha

nunut ‘bagian dari keris’ disebut komposisi oleh Abdul Chaer dan bentuk

majemuk oleh Masnur Muslich.

Soepomo Poedjosoedarmo (dalam Tugiya, 1991: 22) menyebutkan dua bagian proses kata majemuk yaitu kata majemuk yang langsung terjadi dan kata majemuk yang melalui proses. Kata majemuk yang langsung terjadi menurut Soepomo Poedjosoedarmo ialah kata majemuk yang timbul secara spontan atau sekali terjadi. Kata majemuk ini dapat ditemui pada penamaan suatu benda, tanaman, makanan, nama tempat, karya seni, dan nama orang. Contoh pamajemukan spontan adalah sida mukti ‘motif batik’, nagasari ‘makanan dari

pisang’, kumis kucing ‘kumis kucing’, Surabaya ‘Surabaya’, kebo giro ‘nama

tembang’ dan pawira utama ‘nama tua setelah menikah’. Maksud dari spontan adalah terlihat jelas perbedaan makna setelah unsur-unsur pembentuk kata majemuk bergabung.

Kata majemuk yang melalui proses adalah kata majemuk yang tidak langsung terjadi secara spontan, tetapi melalui suatu proses (Soepomo Poedjosoedarmo dalam Tugiya, 1991:22). Dalam proses ini Soepomo Poedjosoedarmo membagi lagi atas tiga bagian yaitu arti dari salah satu unsurnya tidak dimengerti lagi, makna yang diacu istilah ini berubah sehingga pelambangannya terus tidak langsung dan berakibat kedua komponen kata majemuk erat, dan proses perubahan makna yang diacu itu disertai dengan


(38)

commit to user

menghilangnya beberapa komponen yang produktif. Contoh dari proses pemajemukan ini adalah palakesimpar ‘umbi-umbian yang terletak di atas tanah’, juru tulis ‘sekretaris’, dan juru madharan ‘koki’.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kata majemuk yang langsung terjadi yang keberadaannya tidak diragukan. Hal ini diperkuat dengan adanya kata majemuk yang muncul dengan kesatuan bentuk dan kesatuan arti yang baru. Misalnya kata nagasari ‘nama pohon’ dalam kalimat berikut.

(2) Mligine para peziarah jalu westri padha golek berkah ana sangisoring wit nagasari sarampunge nyekar. (PS/52/Des/2010/42)

‘Umumnya para peziarah laki-laki perempuan mencari berkah di bawah

pohon nagasari selesai ziarah.’

Kata majemuk nomina nagasari ‘nama pohon’ kalimat (2) merupakan kata majemuk yang langsung terjadi. Hal ini mengacu pada pernyataan Soepomo Poedjosoedarmo yang menyatakan bahwa kata majemuk yang langsung terjadi dapat ditemui pada penamaan tanaman. Selain itu, kata majemuk nomina nagasari

‘nama pohon’ juga diperkuat dengan adanya perubahan makna secara keseluruhan

dari unsur-unsur pembentuknya. Kata nagasari ‘nama pohon’ berasal dari kata naga ‘jenis ular’ dan sari ’inti’, tetapi setelah bergabung membentuk makna baru nama pohon.

4. Kata Majemuk

Harimurti Kridalaksana (2008:111) berpendapat bahwa kata majemuk merupakan gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata majemuk. Kriteria kategori majemuk


(39)

commit to user

dapat dilihat dari cirinya yaitu dari segi semantik, memiliki satu makna, dari segi fonologis, memiliki satu tekanan, dan dari segi struktur, dua unsur, sistem gabungan dari dua unsur (Fatimah Djajasudarma, 1993:47). Hal ini yang membedakan antara kata majemuk dengan frasa.

Kata majemuk mempunyai ciri tersendiri jika dibandingkan dengan kumpulan kata lain seperti frasa. Kata majemuk mempunyai ciri-ciri yaitu, terdiri dari dua kata, sistem keeratannya ketat atau bersifat rapat, setelah bergabung membentuk makna baru, dan diberlakukan sebagai satu kata. Secara morfologis, kata majemuk tidak dapat disisipi dengan kata apapun. Jika mendapat imbuhan, diterapkan pada awal atau akhir kata majemuk seluruhnya dan jika diduplikasikan harus pula diulang secara keseluruhan (Soepomo Poedjosoedarmo, 1978:165).

Kata majemuk dalam bahasa Jawa disebut dengan tembung camboran. Kata ini berasal dari bahasa Kawi cambor yang bermakna campur dan mendapat sufiks –an (W. J. S. Poerwadarminta, 1939:624). Menurut Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka kata majemuk dibagi menjadi dua yaitu tembung camboran wutuh (kata majemuk dua kata) dan tembung camboran tugel (kata majemuk satu kata) (2008:113-114). Camboran wutuh adalah kata majemuk yang terdiri dari kata-kata yang masih utuh. Contoh: randha royal ‘nama makanan’. Camboran tugel adalah kata majemuk yang terdiri dari kata yang utuh dan kata penggalan atau kata majemuk yang merupakan bentuk panggalan dari dua kata. Contoh: bangjo ‘lampu lalu lintas’ yang berasal dari kata abang ‘merah’ dan ijo ‘hijau.

Jadi, kata majemuk adalah gabungan dua unsur yang masing-masing mempunyai makna dan mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan, tetapi setelah bergabung


(40)

commit to user

memiliki makna tersendiri. Kata majemuk berkategori nomina adalah kata majemuk yang mempunyai makna menunjukkan suatu benda (nomina).

5. Kalimat

Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Pengurutan rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan (Anton M Moeliono, dkk., 1988:30). Menurut Ramlam (1996:27) kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada naik atau turun. Selain intonasi, kalimat dapat diidentifikasi dari tanda baca yang mengakhirinya. W.J.S. Poerwadarminta (1984:437-438) memberi definisi kalimat sebagai sepatah kata atau sekelompok kata yang merupakan suatu kesatuan yang mengutarakan suatu pikiran atau perasaan (atau pikiran dan perasaan) dan perkataan. Kalimat adalah satuan lingual yang mengungkapkan pikiran (cipta, rasa, dan karsa) yang utuh (Wedhawati, dkk., 2006:461). Menurut Anton M Moeliono, dkk. (1988:254) kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.

Kalimat dapat berwujud lisan maupun tulis. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan alunan nada naik turun, disela oleh jeda, diakhiri intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam bentuk tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!). Jadi kalimat adalah satuan lingual yang merupakan bagian terkecil dari ujaran atau teks (wacana) yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran yang utuh


(41)

commit to user

secara ketatabahasaan yang diakhiri dengan jeda panjang. Contoh kalimat yang berwujud tulis adalah sebagai berikut. Nalika isih taruna Raden Wasudewa sakadang sajake ya padha thukmis. ‘Ketika masih muda Raden Wasudewa bersaudara kelihatannya juga seorang pecinta wanita.’.

6. StrukturSintaksis

Struktur sintaksis menurut Sudaryanto (1983:13-14) terdiri dari bentuk, fungsi, kategori, dan peran.

a. Bentuk

Bentuk adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis. Bentuk dibedakan menjadi bentuk asal, bentuk bebas, bentuk dasar, bentuk kata, dan bentuk terikat (Harimurti Kridalaksana, 2008:32-34). Dalam bahasan ini bentuk yang dikaji adalah bentuk nomina majemuk bahasa Jawa. Menurut Wedhawati, ddk. (2006:225) berdasarkan konstituen pembentuknya kata majemuk dibedakan menjadi empat yaitu:

1. kata majemuk yang terdiri dari morfem asal plus morfem asal (misalnya: sida luhur ‘motif batik’),

2. morfem pangkal plus morfem asal (misalnya: kebo giro ‘nama tembang’), 3. morfem asal plus morfem pangkal (misalnya: sangga wedhi ‘sanggurdi’),

dan


(42)

commit to user

Buku Morfologi Bahasa Jawa karangan Soepomo Poedjosoedarmo mengklasifikasikan kata majemuk berdasarkan segi bentuk, posisi modifikasi, luluhnya komponen, persamaan arti, dan arti (1978:167-171). Masing-masing dari bentuk kata majemuk itu masih dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian. Misalnya pada bentuk kata majemuk berdasarkan posisi modifikasi dibagi menjadi tiga yaitu mengikuti pola DM seperti garudha nglayang ‘cara berperang’, mengikuti pola MD seperti raja pati ‘pembunuhan’, dan pola kata pertama sejajar dengan kata kedua seperti tata raharja ‘teratur dan sejahtera’.

b. Fungsi

Setiap kata dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata yang lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi adalah hubungan antara satu satuan dengan unsur gramatikal, leksikal, atau fonologis dalam suatu deret satuan-satuan (Harimurti Kridalaksana, 2008:67). Fungsi bersifat relasional, artinya adanya fungsi yang satu tidak dapat dibayangkan tanpa hubungan dengan fungsi yang lain. Kita tidak dapat mengatakan suatu kata berfungsi sebagai P jika tidak melihat fungsi lain seperti S atau O dalan deret satuan tersebut. Adapun ciri dari fungsi menurut Ramlan (2001:80-93) adalah sebagai berikut.

a. S (Subjek) dan P (Predikat)

1) Berdasarkan intonasi, antara S dan P secara potensial terdapat jeda sedang.

2) Berdasarkan strukturnya S dan P dapat dipertukarkan tempatnya. 3) P terdiri dari golongan verba transitif, verba intransitif, dan


(43)

commit to user

4) Unsur yang menduduki fungsi S berkategori Nomina dan P diduduki kata berkategori Nomina, Verba, Bilangan, dan FD. b. O (Objek) dan Pel (Pelengkap)

1) O selalu terletak di belakang P yang terdiri dari kata verba transitif. 2) Jika klausa diubah dari klausa aktif menjadi klausa pasif, maka kata atrau frasa yang berkedudukan sebagai O menduduki fungsi S. 3) Pel terletak dibelakang P tetapi tidak bisa dijadikan bentuk pasif. 4) Kata yang menduduki fungsi O termasuk kategori Nomina dan Pel

diduduki kata berkategori Nomina, Verba, dan Bilangan. c. K (Keterangan)

1) Pada umumnya mempunyai letak yang bebas.

2) Kata yang menduduki fungsi K termasuk kategoti Keterangan, FD, dan Nomina.

Menurut Anton M Moeliono, dkk. (1988:30) fungsi bersifat sintaksis artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis yang dimaksud adalah.

a. S (Subyek)

1) Berwujud nomina atau kata benda. 2) Terletak di muka P.

b. P (Predikat)

1) Dapat berwujud FV, Adjektiva atau kata sifat, Nomina atau kata benda, dan preposisional.


(44)

commit to user

c. O (Objek)

1) Berwujud FN atau Nomina.

2) Berada di belakang P yang berupa FV transitif aktif. 3) O berubah menjadi S dalam kalimat pasif.

d. Pel (Pelengkap)

1) Umumnya berupa frasa nomina berada di belakang P verba. 2) Pel tidak dapat menjadi S.

3) Wajib hadir untuk melengkapi konstruksi. e. K (Keterangan)

1) Letak dari K bebas.

2) Dapat berupa kata yang bermakna alat, tempat, cara, waktu, kesertaan, atau tujuan.

Secara umum, fungsi kata dalam sebuah kalimat dapat dibagi atas fungsi subjek, objek, predikat, pelengkap, dan fungsi keterangan (selanjutnya disingkat S, O, P, Pel, dan K). Pada penelitian ini fungsi yang dibahas adalah fungsi sintaksis dari kata majemuk nomina. Contoh dari analisis fungsi kata majemuk nomina dalam kalimat adalah sebagai berikut.

(3) Tembang semut ireng tau popular lan dadi pangeram-eram.

(JB/13/Nop/2010/6)

Lagu semut ireng pernah terkenal dan menjadi kejutan.’

Pada kalimat (3) di atas kata majemuk semut ireng ‘lagu dhandhanggula’ berfungsi sebagai subjek kalimat. Hal ini dapat dibuktikan dari ciri-ciri yang disebutkan di atas.

(3a) Tembang semut ireng tau popular lan dadi pengeram-eram.


(45)

commit to user

c. Kategori

Kategori adalah 1. bagian dari suatu sistem klasifikasi; mis. kategori gramatikal dan kategori leksikal; 2.hasil pengelompokan unsur-unsur bahasa yang menggambarkan pengalaman manusia; 3. Golongan satuan bahasa yang anggota-anggotanya mempunyai perilaku sintaksis dan mempunyai sifat hubungan yang sama (Harimurti Kridalaksana, 2008:113). Kategori dalam bahasa Jawa menurut Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2008:115-150) dibagi atas 10 kategori yaitu.

a. Tembung aran ‘kata benda’ atau nomina (selanjutnya disingkat N) yaitu kata yang menerangkan suatu barang atau sesuatu yang dianggap sebagai barang. Kata benda ini dapat didahului kata dudu ‘bukan’atau ana ‘ada’. Contoh semar mendem ‘nama makanan’.

b. Tembung kriya ‘kata kerja’ atau verba (selanjutnya disingkat V) yaitu kata yang menerangkan suatu tindakan atau proses. Kategori kata ini dapat dinegasikan dengan kata ora ‘tidak’. Contoh dari kata verba majemuk adalah tambal sulam ‘memperbaiki kerusakan kecil’.

c. Tembung kahanan ‘kata sifat’ atau adjektiva (selanjutnya disingkat Adj) yaitu kata yang dapat menerangkan keadaan atau sifat suatu benda. Kategori kata jenis ini dapat didahului dengan kata luwih ‘lebih’, rada

‘lebih’, paling ‘ter-‘, dan diakhiri dengan banget ‘sangat’. Contoh adjektiva majemuk adalah landhep dhengkul ‘sangat bodoh’.

d. Tembung katrangan ‘kata keterangan’ atau adverbial (selanjutnya

disingkat Adv) yaitu kata yang memberi keterangan terhadap kata lain. Contoh adverbial adalah arep ‘akan’.


(46)

commit to user

e. Tembung sesulih ‘kata ganti’ atau pronomina (selanjutnya disingkat Pro) yaitu kata yang sebagai kata ganti orang, barang atau apapun yang dianggap sebagi barang. Contoh pronomina adalah pronominal persona seperti sampeyan ‘kamu’.

f. Tembung wilangan ‘kata bilangan’ atau numeralia (selanjutnya disingkat Num) yaitu kata yang menerangkan jumlah atau kuantitas suatu barang. Contoh numeralia bentuk majemuk adalah kapat sasur ‘35’.

g. Tembung panggandheng ‘kata sambung’ atau konjungsi (selanjutnya

disingkat Konj) yaitu kata yang berguna untuk menggabungkan kata, frasa, atau kalimat satu dengan yang lain supaya bertambah panjang. Contoh dari konjungsi adalah lan ‘dan’.

h. Tembung ancer-ancer ‘kata depan’ atau preposisi (selanjutnya disingkat Pre) yaitu kata yang berguna untuk memberi tanda tempat atau barang. Kata depan selalu terletak di depan atau kiri kata benda atau kata sifat. Contoh preposisi majemuk adalah awit saking ‘karena’.

i. Tembung panyilah ‘kata sandang’ atau artikula yaitu kata yang

memperkuat kedudukan subjek. Kata ini terletak di sebelah kiri kata. Bahasa Jawa memiliki enam artikula (Wedhawati, dkk., 2006:412) yaitu sang, hyang, sang hyang, dhanyang, si, dan pun.

j. Tembung panyeru ‘kata seru’ atau interjeksi yaitu kata yang digunakan untuk menggambarkan perasaan senang, sedih, susah, kaget, kecewa, dan heran. Contoh dari interjeksi adalah iyung ‘aduh’ yang menyatakan rasa kesakitan. Partikel juga masuk ke dalam jenis kategori ini. Contoh dari partikel adalah mbok aja ‘jangan’.


(47)

commit to user

Dalam bahasan ini yang dikaji adalah kategori kata pembentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa. Sebagai contoh kata majemuk kuping gajah

‘nama makanan’ yang terbentuk dari kategori nomina dengan kategori nomina.

kuping gajah ‘nama makanan’. N N

d. Peran

Peran adalah hubungan antara predikator dengan sebuah nomina dalam proposisi (Harimurti Kridalaksana, 2008:187). Peran bersifat relasional dan struktural. Peran dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu peran konstituen pusat, pada umumnya terdapat pada predikat, dan peran konstituen pendamping yang biasanya terdapat pada subjek, objek dan keterangan (Dyah Padmaningsih, 2009:-). Peran konstituen pusat terbagi atas empat peran yaitu.

a. Peran aktif yaitu peran yang menyatakan tindakan aktif, misalnya palakrama ‘menikah’, nggulawentah ‘mengasuh’.

b. Peran pasif yaitu peran yang menyatakan tindakan pasif, misalnya dirudapeksa ‘diperkosa’.

c. Peran resiprokal adalah peran yang menyatakan hubungan timbal-balik atau makna saling, misalnya adu geger ‘saling bersandar’.

d. Peran reflektif adalah peran yang menyatakan tindakan yang mengenai atau dimanfaatkan oleh yang bertindak sendiri atau perbuatan untuk diri sendiri, misalnya sanggauwang ‘berpotang dagu’.

Peran konstituen pendamping terbagi atas sembilan peran yaitu.

a. Peran agentif adalah peran yang menampilkan perbuatan atau yang menyebabkan suatu kejadian. Peran ini umumnya terdapat pada subjek


(48)

commit to user

atau objek suatu kalimat. Contoh: Pakdhe ngluku sawah ‘Paman

membajak sawah’. Pakdhe ‘paman’ dalam kalimat berperan sebagai agent. b. Peran objektif adalah peran yang menampilkan objek. Peran ini terdapat pada kalimat yang berobjek. Contoh: Ibu gawe nagasari ‘Ibu membuat kue nagasari’. Nagasari ‘nama kue/makanan’ sebagai objek dalam kalimat.

c. Peran reseptif yaitu peran yang menyatakan subjek mengalami keadaan psikologis dari P. Contoh: Parimuka diantemi warga. ‘Perampok dipukuli

warga.’. Parimuka ‘perampok’ merupakan peran reseptif dalam kalimat. d. Peran benefaktif adalah peran yang diuntungkan atau peran yang

menyatakan perbuatan yang dilakukan untuk orang lain. Contoh: Ibu

numbasake mbako mbahkung. ‘Ibu membelikan tembakau untuk kakek.’.

Mbahkung ‘kakek’ dalam kalimat berperan sebagai benefaktif.

e. Peran faktor yaitu peran yang menyatakan sebab atau faktor. Contoh: Wulu kalong nutupi dhadhane ‘Bulu halus menutupi dadanya’. Wulu kalong ‘bulu halus’ sebagai faktor dalam kalimat.

f. Peran target adalah peran yang menyatakan sasaran yang ingin dicapai dari suatu perbuatan. Contoh: Wong kuwi mlaku rindhik-rindhik ameh jarah rayah sertfikat omah saka sedulure ‘Orang itu jalan dengan hati-hati mau

merebut sertifikat rumah dari saudaranya.’ Jarah rayah ‘merebut’ dalam kalimat berperan sebagai target dari tindakan.

g. Peran lokatif yaitu peran yang menunjukan tempat. Contoh: Prabu Pandhudewanata kautus sowan Begawan Abiyasa ing Saptaarga ‘Prabu Pandudewanata diutus menemui Begawan Abiyasa di Saptaarga.


(49)

commit to user

Saptaarga ‘nama pertapaan/tempat dewa’ merupakan lokatif dalam

kalimat ini.

h. Peran kompanional yaitu peran yang menyatakan kesertaan. Contoh: Ibu tindak peken kaliyan budhe ‘Ibu ke pasar bersama bibi’. Budhe ‘bibi’ mempunyai peran kompanional.

i. Peran instrumen yaitu peran yang menyatakan alat. Contoh: Pakathik

nuntun jaran nganggo amben apus ‘Perawat kuda menarik kuda

menggunakan tali amben apus.’ Amben apus ‘nama tali’ merupakan peran instrumen dalam kalimat.

Peran yang digunakan dalam analisis penelitian ini lebih banyak membahas peran konstituan pendamping. Hal ini disebabkan karena kata majemuk nomina lebih banyak berperan sebagai konstituen pendamping daripada konstituan pusat. Dalam sebuah kalimat peran pusat lebih banyak diisi oleh kategori verba. Contoh peran kata majemuk nomina dalam kalimat adalah sebagai berikut.

(4) “Menawi mekaten Dewi Ragu badhe kula rebat,”pangancame Dasamuka getap. (JB/13/Nop/2010/20)

‘”Kalau begitu Dewi Ragu akan saya rebut,” ancaman Dasamuka mantap.’

Pada kalimat (4) dasamuka ‘raja Alengka’ berperan sebagai agentif.

B.

Kerangka Pikir

Data dalam penelitian ini adalah bahasa tulis berupa kalimat bahasa Jawa yang terdapat dalam majalah, suplemen berbahasa Jawa di dalam surat kabar, dan buku ajar baik buku pelajaran maupun lembar kerja siswa. Penggabungan satuan lingual dengan satuan lingual yang lain membentuk kalimat bahasa Jawa. Di


(50)

commit to user

antara satuan lingual tersebut adalah kata majemuk. Berdasarkan kategorinya, terdapat bentuk kata majemuk nomina bahasa Jawa. Selanjutnya, kata majemuk nomina tersebut diteliti berdasarkan bentuk, fungsi, dan peran.

Berikut adalah kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian berjudul

“Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” ini.

Bagan Kerangka Pikir BENTUK

KALIMAT BAHASA JAWA

KATA MAJEMUK

FUNGSI

PERAN

KATA MAJEMUK NOMINA

Camboran wutuh

Camboran tugel

1. Agentif. 2. Objektif 3. Reseptif 4. Benefaktif 5. Lokatif 6. Kompanional 7. Instrumen

1. Subjek 2. Predikat 3. Objek 4. Keterangan 5.Pelengkap 1. Mono-Mono

2. Mono-Poli 3. Poli-Mono

1. N-N 2. N-Adj 3. Adj-Adj Struktur Kategori

1. N-N 2. N-Num 3. N-Adj 4. N-V 5. V-N 6. Num-N 7. Adj-N 8. V-Ajd 9. V-V Struktur

Mono-Mono Kategori Morfologis Mengubah dan Tidak Mengubah kelas kata Sintaksis


(51)

commit to user

31

BAB III

METODE PENELITIAN

Istilah metode dalam penelitian linguistik mencakup kesatuan dari serangkaian proses: penentuan kerangka pikir, perumusan hipotesis atau perumusan masalah, penentuan populasi, penentuan sampel, data, teknik pemerolehan data, dan analisis data (Edi Subroto, 1992:31). Dalam penelitian ini metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data, populasi dan sampel, alat penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data.

A.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian kajian “Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian

Bentuk, Fungsi, dan Makna)” adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang

kerjanya menyajikan data berdasarkan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada (Sudaryanto, 1992:5). Menurut Lexy J Moleong (2007:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomana tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan pelbagai metode ilmiah. Jadi, penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menyajikan data dalam bentuk kata-kata dan bahasa sekarang berdasarkan fakta yang ada dengan memanfaatkan pelbagai metode ilmiah.


(52)

commit to user

B.

Data

dan

Sumber Data

Data adalah fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:5). Data dalam penelitian ini adalah data tulis yaitu berupa kalimat-kalimat yang mengandung kata majemuk nomina bahasa Jawa.

Data tulis lebih dipilih sebagai data dalam penelitian ini daripada data lisan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, data tulis memperlihatkan ciri yang lebih konsisten daripada data lisan. Kekonsistenan itu dapat terlihat baik dari struktur kalimat maupun pilihan kata. Kedua, tingkat interferensi bahasa Indonesia maupun bahasa asing lebih rendah daripada data lisan. Dalam menulis orang akan lebih memilih kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran sesuai dengan kosa kata bahasa yang digunakan. Untuk mendapatkan data yang aktual dan dapat mewakili pemakain bahasa Jawa dewasa ini, maka pelbagai media tulis dipakai sebagai sumber data.

Sumber data adalah asal muasal data penelitian itu diperoleh (Edi Subroto, 1992:34). Sumber data penelitian ini berasal dari: 1. Majalah Panjebar Semangat tahun 2010, 2. Majalah Jayabaya tahun 2010, 3. Suplemen Jagad Jawa dalam surat kabar SOLOPOS tahun 2010 dan 2011, 4. Mekar Sari dalam surat kabar

KEDAULATAN RAKYAT” tahun 2011, 5. Buku ajar EKSIS bahasa Jawa (untuk

kelas 6 Sekolah Dasar semester II) tahun 2010, 6. Buku pelajaran Seneng Basa Jawa (untuk kelas 3 Sekolah Dasar) tahun 2007.

Adapun alasan pemilihan sumber data tersebut adalah: 1. keenam sumber data tersebut menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, 2. sumber-sumber data tersebut beredar di daerah sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga


(53)

commit to user

pemakaian bahasa Jawa dari pelbagai daerah dan lingkungan dapat diketahui, dan 3. keenam sumber data di atas mengandung kata majemuk nomina dan kalimat yang menggunakan kata majemuk nomina.

C.

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian linguistik (Edi Subroto, 1992:32), populasi pada umumnya ialah keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa. Populasi adalah objek dari penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah kalimat yang mengandung kata majemuk nomina bahasa Jawa yang terdapat dalam sumber data.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian langsung yang mewakili populasi secara keseluruhan (Edi Subroto, 1992:32). Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling (sampel bertujuan), maksud dari sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (contructions) (Lexy J Moleong, 2007:224). Sampel penelitian ini berupa kalimat yang mengandung kata majemuk nomina yang dapat mewakili populasi data. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jayabaya nomor 13 minggu IV Nopember 2010.

2. Penjebar Semangat nomor 52, 25 Desember 2010.

3. Jagad Jawa, kalawarti III/No. 174/Oktober/2010. 4. Jagad Jawa, kalawarti III/No 188/Januari/2011.


(54)

commit to user

6. EKSIS Buku Ajar Bahasa Jawa kelas 6 SD semester 2 (Drs. Heru Purwanto) tahun ajaran 2009/2010 Penerbit Citra Pustaka, Kartasura. 7. Seneng Basa Jawa kanggo SD/MI kelas III pengarang Drs. Sawukir,

Sutadi, S. Pd, dan Drs. Mulyadi tahun 2007 penerbit Aneka Ilmu, Semarang.

Alasan pemilihan nomor majalah dan suplemen berbahasa Jawa dalam surat kabar di atas berdasarkan banyaknya kalimat yang mengandung kata majemuk nomina. Pemilihan ini juga dimaksudkan untuk mewakili bulan masing-masing edisi. Perbedaan itu juga digunakan untuk memenuhi aspek kajian analisis.

D.

Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Disebut alat utama karena alat tersebut yang paling dominan dalam penelitian khususnya dalam pencarian data. Alat bantu berguna untuk memperlancar jalannya penelitian. Adapun alat bantu dalam penelitian ini adalah bolpeint berwarna untuk menandai data dalam sumber data, bolpeint, tipe-ex, buku catatan, kertas hvs, katu data, dan alat bantu elektronik berupa komputer dan flash disk.

E.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan, karena memang berupa penyimakan:


(55)

commit to user

dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988:2). Teknik dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik catat.

Teknik sadap digunakan sebagai teknik dasar dalam penelitian ini. Menurut Sudaryanto (1988:2) penerapan teknik sadap dapat dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa. Teknik catat adalah pencatatan yang menggunakan alat tertentu dan dipandang sebagai teknik lanjutan (Sudaryanto, 1988:5). Penerapan teknik catat yaitu data dicatat dalam kartu data dengan membari tanda lengkap dengan sumber data sesuai kebutuhan dan masalah yang diteliti sehingga mudah untuk mengklasifikasikan data dan analisis. Contoh dari kartu data adalah sebagai berikut.

Keterangan sumber : JJ  sumber data 188  edisi

Jan  bulan 2011  tahun IX  halaman

Langkah-langkah pengumpulan data penelitian ini adalah sebagi berikut. Pertama, penulis menyimak sumber data tulis yang telah ditentukan pada sampel data. Kedua, peneliti mencari kata majemuk nomina dan kalimat-kalimat yang mengandung kata majemuk nomina untuk dijadikan data dalam penelitian. Kemudian, memberi tanda dengan menggarisbawahi dengan bolpoint pada

Kalimat : Awan kang kari separo dientekake ana Kaliurang

Bentuk : Mono-Mono/N-N Fungsi : K

Peran : Lokatif


(56)

commit to user

kalimat-kalimat yang mengandung kata majemuk nomina maupun yang berbentuk kata majemuk nomina. Langkah selanjutnya peneliti menerapkan dengan teknik catat yakni dengan mencatat data yang diperoleh ke dalam kartu data lengkap dengan sumber datanya. Selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan pokok permasalahannya.

F.

Metode dan Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode distribusional (agih). Metode distribusional yaitu metode analisis data yang alat penentunya adalah unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode distribusional digunakan untuk menganalis bentuk, fungsi, dan peran kata majemuk nomina.

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung (BUL). Teknik ini digunakan untuk menganalisis satuan lingual data menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, 1993:31). Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik sisip dan teknik lesap. Menurut Sudaryanto, (1993:37), teknik sisip dilaksanakan dengan menyisipkan unsur tertentu di antara unsur-unsur lingual yang ada. Teknik ini berguna untuk mengetahui kadar keeratan kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip. Dalam penelitian ini, selain untuk mengetahui kadar keeratan teknik sisip juga digunakan untuk membuktikan bahwa gabungan kata itu merupakan kata majemuk. Hal ini membuktikan ciri kata majemuk yang tidak dapat disisipi dengan kata lain. Jika hasil penyisipan tidak gramatikal, maka kadar keeratan kedua kata tinggi dan gabungan kedua kata itu merupakan bentuk polimorfemis majemuk.


(57)

commit to user

Teknik lesap dilaksanakan dengan cara melesapkan (melepaskan, menghilangkan, menghapuskan, mengurangi) unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:37). Kegunaan teknik lesap untuk mengetahui kadar keintiman unsur yang dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan tidak gramatikal, maka unsur yang dilesapkan memiliki kadar keintian yang tinggi. Artinya, sebagai unsur pembentuk satuan lingual, unsur yang bersangkutan mutlak diperlukan. Jadi, demi keutuhan satuan lingual tersebut tidak boleh tidak ada. Hilangnya suatu unsur berarti runtuh pula pola satuan lingual yang bersangkutan dan hal ini berarti pula hilangnya tipe satuan lingual tertentu yang termanifestasikan dalam wujud satuan lingual itu (Sudaryanto, 1993:42).

Secara garis besar, berdasarkan jumlah morfem yang membentuk kata majemuk dapat dibedakan menjadi kata majemuk yang terdiri dari satu kata, dua kata, dan tiga kata atau lebih. Dalam bahasa Jawa, bentuk kata majemuk yang banyak ditemukan adalah bentuk kata yang terdiri dari dua kata (camboran wutuh). Bentuk kata majemuk nomina dapat dianalisis dengan teknik BUL. Penerapan teknik ini dapat dilihat dari contoh berikut.

(5) Bantal emas iku jinising duren unggul, kang asale saka kabupeten Langkat, Sumatra Selatan.(EKSIS/6/II/2010/47)

‘Bantal emas adalah jenis durian unggul yang berasal dari kabupaten

Langkat, Sumatra Selatan.’.

Kalimat di atas mengandung kata majemuk nomina bantal emas ‘jenis

durian’ yang berasal dari kata bantal ‘alas tidur’ dan emas ‘emas’. Kata ini termasuk kata majemuk nomina bahasa Jawa yang penulisannya secara terpisah. Kata bantal emas ‘jenis durian’ terdiri dari gabungan antara monomorfemis dengan monomorfemis dan dari kategori nomina dengan kategori nomina.


(58)

commit to user

Jika kata majemuk di atas dianalisis teknik BUL, maka hasil dari analisis teknik ini tampak seperti gambaran berikut ini.

(5a) bantal emas ‘jenis durian’ Mono Mono

N N

Jika data (5) di atas, disisipi dengan kata sing ‘yang’ di antara kedua kata maka data akan diperoleh data seperti berikut.

(5b) * Bantal sing emas iku jinising duren unggul, kang asale saka kabupaten Langkat, Sumatra Selatan.

‘*Bantal yang berwarna emas adalah jenis durian unggul yang berasal

dari kabupaten Langkat, Sumatra Selatan.’.

Tampak pada (5b) bahwa kata *bantal sing emas ‘bantal berwarna emas’ berubah makna dari jenis durian menjadi menunjukan bantal yang berwarna emas. Perubahan makna ini, menjadikan kalimat pada data (5) tidak gramatikal. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kata bantal emas ‘jenis durian’ adalah bentuk polimorfemis majemuk kategori nomina.

Sifat dari fungsi yang relasional dapat dianalisis menggunakan teknik lesap. Jika hasil dari pelesapan tidak gramatikal maka, unsur yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi. Pelesapan yang dilakukan adalah pelesapan kata majemuk nomina dalam kalimat. Contoh penggunaan teknik lesap adalah sebagai berikut.

(6) Bulik ora mangsuli pitakone Mas Gito malah ngendika marang Bagas. (MS/6/Feb/2011/18)

‘Bibi tidak menjawab pertanyaan Mas Gito, justru berbicara dengan Bagas.


(1)

commit to user kata nagasari ‘nama pohon’ data (2).

f. Kompanional

(50) Panji Gunung Sari dhaup karo Ragil Kuning. (JJ/188/Jan/2011/VIII) ‘Panji Gunung Sari menikah dengan Ragil Kuning.’

Kalimat di atas merupakan kalimat tunggal yang mengandung kata majemuk nomina ragil kuning ‘nama orang’ dengan struktur kalimat sebagai berikut.

(50a) Panji Gunung Sari dhaup karo Ragil Kuning. S/N P/V O/N

Agentif Aktif Kompanional

Kata ragil kuning ‘nama orang’ dalam kalimat tersebut berperan sebagai kompanional, sedangkan kata panji gunung sari ‘nama orang’ berperan sebagai agentif dan peran aktif diisi oleh kata dhaup ‘menikah’. Kata majemuk nomina ragil kuning ‘nama orang’ merupakan gabungan dari nomina dengan adjektiva dan berfungsi sebagi objek dalam kalimat. Apabila kata majemuk nomina dalam data (50) dilesapkan, maka kalimat berubah menjadi.

(50b) *Panji Gunung Sari dhaup karo Ø.

Hasil dari pelesapan kata ragil kuning ‘nama orang’ dalam kalimat menghasilkan kalimat yang tidak gramatikal. Ketidakgramatikalan ini menunjukkan kadar ketegaran dari peran kata majemuk nomina, sehingga peran tersebut kehadirannya bersifat inti dalam kalimat. Preposisi karo ‘dengan’ menunjukkan peran dari kata ragil kuning ‘nama orang’ yang menyertai kata panji gunung sari ‘nama orang’ yang berperan agentif.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

g. Instrumen

(51) Kutang antrakusuma kanggo mabur. (SBJ/3/SD/2007/115)

Kutang antrakusuma digunakan untuk terbang.’

Data di atas merupakan kalimat tunggal yang mengandung kata majemuk nomina kutang antrakusuma ‘senjata Bima’ dengan struktur kalimat sebagai berikut.

(51a) Kutang antrakusuma kanggo mabur. S/N P/V Instrumen Aktif

Kata kutang antrakusuma ‘senjata Bima’ merupakan kata majemuk nomina yang berperan sebagai instrumen dalam kalimat, sedangkan peran aktif ditempati oleh kata kanggo mabur ‘untuk terbang’. Adapun kategori yang mmbentuk kata kutang antrakusuma ‘senjata Bima’ adalah gabungan nomina dengan nomina. Apabila kata majemuk nomina tersebut dilesapkan, maka kalimat berubah menjadi.

(51b) * Ø kanggo mabur.

Hasil pelesapan kata majemuk nomina kutang antrakusuma ‘senjata Bima’ data (51) menghasilkan kalimat yang tidak gramatikal. Hal ini menunjukkan bahwa kadar ketegaran dari kata tersebut tinggi, sehingga kehadirannya dalam kalimat bersifat inti. Preposisi kanggo ‘untuk’ yang diikuti dengan verba mabur

‘terbang’ dalam data di atas menjelaskan bahwa kata sebelumnya merupakan alat


(3)

commit to user

Kata majemuk merupakan gabungan kata yang memiliki makna berbeda dari komponen pembentuknya atau makna baru. Dalam bahasa Jawa, jenis kata ini banyak dijumpai. Kata majemuk dalam bahasa Jawa disebut dengan tembung camboran. Jenis kata ini dapat dibagi menjadi camboran wutuh dan camboran tugel. Camboran wutuh merupakan gabungan dari kata-kata yang masih utuh, sementara camboran tugel gabungan dari kata utuh dengan kata penggalan atau komponen pembentuknya semua kata penggalan.

Kata majemuk nomina camboran wutuh banyak ditemukan dalam bahasa Jawa. Kata ini banyak ditemukan dari gabungan kata monomorfemis dengan monomorfemis dan gabungan kata nomina dengan nomina. Selain itu juga terdapat camboran wutuh yang terdiri dari gabungan monomorfemis dengan polimorfemis, polimorfemis dengan monomorfemis, nomina dengan verba, nomina dengan numeralia, nomina dengan adjektiva, verba dengan nomina, numeralia dengan nomina, adjektiva dengan nomina, verba dengan adjektiva, dan gabungan verba dengan verba. Tidak ada camboram wutuh yang terdiri dari gabungan polimorfemis dengan polimorfemis.

Camboran tugel yang terdapat dalam analisis data terdiri dari gabungan monomorfemis dengan monomorfemis, nomina dengan nomina, nomina dengan adjektiva, dan adjektiva dengan adjektiva. Tidak ada camboran tugel yang terdiri dari gabungan monomorfemis dengan polimorfemis maupun gabungan dari dua kata polimorfemis. Jenis kata ini lebih banyak didominasi dengan kata utuh yang bergabung dengan kata penggalan.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Kata majemuk nomina bahasa Jawa dapat menempati berbagai fungsi dalam kalimat. Gabungan kata ini dapat menempati fungsi subjek, predikat, objek, keterangan, maupun pelengkan dalam suatu kalimat. Fungsi keterangan yang dapat ditemapati oleh kata majemuk nomina dalam suatu kalimat adalah keterangan tempat, keterangan alat, maupun keterangan pembanding. Selain fungsi sintaksis, terdapat pula fungsi morfologis kata majemuk nomina yaitu tidak dapat mengubah identitas dan dapat mengubah identitas atau kelas kata.

Dalam sebuah kalimat, kata majemuk nomina lebih banyak menempati peran konstituen pemdamping dibanding peran konstituen pusat. Kata majemuk nomina dapat berperan sebagai agentif, objektif, reseptif, benefaktif, lokatif, kompanional, dan peran instrumen. Dari hasil analisis data tidak terdapat kata majemuk nomina yang berperan sebagai konstituen pusat. Hal ini karena peran dari konstituan pusat lebih banyak didominasi oleh kategori verba dibandingkan kategori lain seperti nomina.


(5)

commit to user

102

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian mengenai kata majemuk nomina bahasa Jawa dalam kalimat dengan tinjauan secara deskriptif dapat diambil simpulan sebagi berikut.

1. Dari segi bentuk kata majemuk nomina bahasa Jawa yang berupa camboran wutuh dapat dibentuk dari gabungan monomorfemis dengan monomorfemis, monomorfemis dengan polimorfemis, polimorfemis dengan monomorfemis, nomina dengan nomina, nomina dengan verba, nomina dengan numeralia, nomina dengan adjektiva, verba dengan nomina, numeralia dengan nomina, adjektiva dengan nomina, verba dengan adjektiva, dan gabungan verba dengan verba. Kata majemuk nomina yang berupa camboran tugel dapat dibentuk dari gabungan monomorfemis dengan monomorfemis, nomina dengan nomina, nomina dengan adjektiva, dan gabungan adjektiva dengan adjektiva.

2. Kata majemuk nomina bahasa Jawa baik yang berupa camboran wutuh maupun camboran tugel berfungsi mengubah dan tidak mengubah identitas secara fungsi morfologis. Secara fungsi sintaksis kata majemuk nomina dapat menempati fungsi sebagai subjek, predikat, objek, keterangan, maupun pelengkap.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

3. Dari segi peran kata majemuk nomina bahasa Jawa dapat menempati peran agentif, objektif, reseptif, benefaktif, lokatif, kompanional, dan instrumen.

B.

Saran

Penelitian mengenai kebahasaan masih perlu dilakukan. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk menambah kaidah ilmu kebahasaan itu sendiri. Penelitian ini mengkhususkan pada kata majemuk kategori nomina. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti kata majemuk selain kategori nomina.