Sering kali di temui hambatan dalam sebuah program adalah pada permasalahan sosialisasi program yang kadangkala kurang dalam memberikan
informasi pada masyarakat ataupun sebaliknya masyarakat kurang merespons atau ikut berpartisipasi dalam program yang digalakkan oleh pemerintah. Pada bab ini
akan dibahas mengenai implementasi sosialisasi dalam program pembangunan sarana sanitasi di Kelurahan Belawan Bahagia. Apakah pendekatan sosialisasi yang
digunakan berhasil merangsang kepedulian masyarakat untuk dapat mengubah perilaku hidup bersih dan sehat.
4.2. Masyarakat Tidak Mengetahui Sosialisasi Pembangunan Sarana
Sanitasi Gratis
Sosialisasi adalah penyebarluasan informasi progam, peraturan, kebijakan dari satu pihak pemilik progam ke pihak lain masyarakat umum dan proses
pemberdayaan, dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan perubahan sikap, dan perilaku masyarakat
52
Dari hasil wawancara peneliti dengan informan masyarakat penerima manfaat mengatakan bahwa
masyarakat mengetahui sosialisasi pembangunan ini dari antar tetangga, kebanyakan dari informan saya juga mengaku sama sekali tidak tahu apa-apa soal sosialisasi yang
ada di Kelurahan nya. Beberapa dari informan mengatakan bahwa mereka
52
PNPM Mandiri Perkotaan,Sosialisasi.htmhttp:www.P2Kp.orgabout.asp, diakses 11 November 2015.
Universitas Sumatera Utara
mengetahui ada pembangunan WC gratis saat ada tukang yang langsung membujuk masyarakat agar mau menerima bantuan pembangunan WC gratis.
Sebelumnya anggota keluarga Pak Suheri menggunakan WC cublukWC cemplung yang pembuangannya langsung ke aliran sungai. Saat ia mengetahui akan
ada pembangunan WC gratis dari tetangganya yang bernama Pak Rozi, Pak Suheri tertarik karena ia merasa perlu mengganti material MCK dirumah dengan yang baru.
Disini saya ingin menceritakan sedikit mengenai cara pendataan data penduduk yang berminat untuk menerima bantuan pembangunan septictank gratis, sebelumnya Bu
Asnah adik pak junaidi bercerita mengenai cara penawaran bantuan septictank ini bersifat memaksa. Tetap Bu Asnah menolak bantuan tersebut karena ia tidak merasa
butuh dan sudah memiliki satu WC yang bagus dirumah menurutnya. Kebetulan rumah Bu Asnah berada di kawasan daratan dan bangunan rumahnya pun permanen,
serta kondisi kamar mandinya layak untuk digunakan. Ketika Bu Asnah menolak ia mendapatkan perlakuan tidak senang dari orag
yang bertugas saat itu, “katanya saya sombong dan sok kaya karena tidak mau menerima bantuan”. Keesokan harinya Pak
Junaidi yang menjadi orang kepercayaan yang bertanggung jawab atas koordinator lapangan di kampung tersebut mendatangi Bu Asnah kembali agar mau menerima
bantuan pembangunan WC itu, tetapi Bu Asnah tidak mau dan hingga pada akhirnya terus berselisih dan hubungan mereka menjadi kurang baik karena proyek ini.
Saat saya berjalan menuju rumah Pak Azanar, saya tidak menjumpai beliau dirumahnya. Malah saya bertemu dengan seorang ibu-ibu yang sudah lansia bernama
bu minah. Beliau adalah isteri dari pak azanar, sementara pak azanar sudah
Universitas Sumatera Utara
meninggal dunia 2 tahun yang lalu. Bu minah berumur 65 tahun, ia tinggal sendiri di rumah yang sangat tidak terawat. Hanya ada satu lampu penerang di ruang tengahnya.
Untung saja beliau masih sedikit nyambung ketika saya ajak berbicara. Ia tidak banyak tau tentang pembangunan sarana sanitasi gratis bagi masyarakat miskin.
Sekedar mengetahui ada orang datang ke rumah dan pasang WC katanya. Itu juga tidak terpakai oleh Ibu Minah karena ia tidak bisa menggunakan WC jongkok di usia
lansia karena konstruksi bangunan terlalu rendah. Cerita yang sama datang dari Pak Imul
“Saya tidak tahu apa-apa soal program sanitasi ini dek, taunya dari tetangga.” Begitulah jawaban yang saya terima ketika menanyakan perihal program
pembangunan sarana sanitasi gratis ini. Berdasarkan definisi sosialisasi yang sudah disebutkan bahwa proses sosialisasi bertujuan agar masyarakat benar-benar
memahami secara jelas informasi mengenai program yang sedang berjalan untuk membangun kesadaran kritis mereka dalam mengambil keputusan apakah mereka
akan menerima atau menolak bantuan tersebut. Dari hasil wawancara saya dengan informan, ada indikasi bahwa masyarakat menerima bantuan pembangunan WC itu
karena bersifat gratis saja. Tidak mementingan kelayakan model WC yang akan dibangun untuk rumah panggung mereka.
Masyarakat miskin sudah sepantasnya dibantu bukan hanya dari aspek ekonomi saja, melainkan mereka juga perlu dibantu untuk membangun
kesadaran secara kognitif agar tidak lagi terbelenggu dalam ketidakberdayaan.
53
53
Rahim Erman. Partisipasi dalam Perspektif Kebijakan Publik.
Universitas Sumatera Utara
Umumnya bentuk bantuan apapun dari pemerintah dengan mudah diterima oleh masyarakat apalagi jika bersifat gratis. Masyarakat tidak perlu berfikir panjang atau
mencari tahu kepastiannya secara mendalam mengenai informasi program bantuan pemerintah yang diterima. Buaian kata “gratis” sangat mudah membius masyarakat
menerima bantuan secara cuma-cuma. Kesalahpahaman yang diterima masyarakat dalam hal ini bahwa bantuan merupakan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah
tanpa harus membebani masyarakat lokal untuk berfikir agar bantuan yang diberikan dapat berkelanjutan.
Temuan yang saya dapatkan dilapangan, rata-rata masyarakat mau menerima bantuan sarana sanitasi ini hanya karena gratis saja. Padahal seharusnya masyarakat
menerima pembangunan sarana sanitasi gratis ini dengan alasan kebutuhan karena selama ini mereka masih buang air besar sembarangan di sungai. Produk WC gratis
inilah yang merupakan konsep sanitasi berbasis masyarakat yang dimaksudkan tidak membebani masyarakat dengan biaya pembangunan. Namun hal tersebut menjadi
salah kaprah bagi masyarakat. Masyarakat dengan mudah menerima barang gratis tanpa terlebih dahulu mengetahui dengan pasti konstruksi WC yang akan dibangun.
Misalnya, Pak Sopian yang menerima bantuan ini karena terpaksa. Awalnya ia sempat berfikir tidak mau menerima bantuan sarana sanitasi gratis tersebut karena
bukan suatu kebutuhan yang mendesak baginya. Tetapi, karena gratis dan menurutnya tidak terlalu merepotkan akhirnya ia menerima bantuan tersebut. Jadi,
pekerjaan si tukang yang membangun WC tersebut menjadi serba asal-asalan karena menganggap si penerima bantuan tidak mengerti apa-apa soal bangunan. Bu asmida
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa alasannya mau menerima bantuan ini “Yaa, diterima saja mumpung gratis” katanya.
Masyarakat paling senang menerima bantuan gratis dari pemerintah apalagi jika diberikan bantuan tun
aisembako yang lebih bermanfaat, “Lain kali jangan kasi kami bantuan WC dek, buat apa. K
ami perlunya buat makan”. Perkataan ibu-ibu yang saat itu sedang berkumpul mengupas udang menyimpulkan bahwa kehidupan
penduduk disana masih lebih mengutamakan kebutuhan perut dari pada sarana penunjang kesehatan seperti MCK.
Pada sisi aktifitas fisiknya, sosialisasi diharapkan menerapkan beberapa pendekatan yang didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran, pendekatan yang
dilakukan, diharapkan bisa membangun keterlibatan masyarakat sebagai subjek pelaksana progam melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman
untuk menemukan kesepakatan –kesepakatan bersama yang berpijak pada kesetaraan,
kesadaran kritis dan akal sehat.
54
Namun, dalam penelitian ini implementasi sosialisasi program pembangunan masyarakat hanya sampai pada tahap pertemuan antara kepala lingkungan dan
stakeholders. Sosialisasi dan perencanaan pembangunan sarana sanitasi gratis di Kelurahan Belawan Bahagia hanya diketahui sampai tingkat Kelurahan saja.
Sementara masyarakat tidak mengetahui secara pasti mengenai sosialisasi program tersebut. Padahal jika dilihat dari sisi aktivitasnya, tujuan dari sosialisasi adalah untuk
membangun partisipasi masyarakat. Proses penyebaran informasi adanya
54
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pembangunan WC gratis diketahui masyarakat hanya dari tukang yang tiba-tiba datang kerumah menawarkan bantuan pembangunan WC itu. Hal ini justru tidak
membentuk pola kognitif masyarakat tentang arti pentingnya sanitasi dan teknologi WC septictank biofilter yang digunakan. Seharusnya ada pendekatankomunikasi
secara langsung dengan masyarakat agar mereka mengetahui seluk-beluk dari program pembangunan, agar masyarakat sebagai penerima manfaat tidak memandang
bantuan pembangunan WC yang diberikan secara gratis seolah-olah benda mati yang tidak perlu diketahui asal usulnya dan tidak dirawat sesuai fungsinya.
Kepala lingkungan
yang mengetahui
program pembangunan ini mensosialisasikan informasi yang di dapatnya hanya kepada
rekantetangga terdekat saja. Misalnya, bapak kepala lingkungan XIV yang memberitahukan informasinya kepada tetangga terdekatnya saja seperti Pak Muksin
dan Pak Sarifudin. Informasi tidak disebarluaskan menyeluruh ke warga sekitarnya. Jika pun benar adanya penyebaran informasi pembangunan, pesan yang disampaikan
dari mulut ke mulut hanya sebatas infomasi kulit luarnya saja. Dalam hal ini sosialisasi butuh peran dan pendekatan dari stakeholders yang benar-benar
memahami proyek pembagunan WC tersebut dan mampu menjelaskan keseluruhan konsep pembangunan dan mempromosikan produk yang akan diberikan ke
masyarakat secara edukatif. Sebagai sebuah tindakan praktis, penyuluhan merupakan upaya-upaya yang
dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pada individu, kelompok, komunitas, ataupun masyarakat agar mereka tahu, mau, dan mampu menyelesaikan
Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang dihadapi. Penyuluhan sering diartikan sebagai suatu aktivitas sesaat dari aktivitas petugas dari lembaga tertentu yang datang ke sebuah pertemuan,
berceramah, lalu tanya jawab, dan akhirnya pergi. Pada hakekatnya, berbicara tentang penyuluhan setidaknya menyangkut lima
unsur yaitu: proses pembelajaran, ada subyek yang belajar, pengembangan kesadaran dan kapasitas diri dan kelompok, pengelolaan sumber daya untuk
perbaikan kehidupan, dan diterapkan prinsip berkelanjutan dari sisi sosial, ekonomi, dan menerapkan fungsi kelestarian lingkungannya.
55
Kurangnya sosialisasi program pembangunan sarana sanitasi di Kelurahan Bahagia mengakibatkan masyarakat tidak mendapatkan informasi tentang sanitasi
secara edukatif, tidak menumbuhkan rasa kebutuhan terhadap WC karena masyarakat secara spontan menerima bantuan pembangunan WC gratis tanpa mempertimbangkan
kelayakan bentuk bangunan WC yang akan dibangun.
4.3. Pilihan Kader Masyarakat