Asal Bapak Senang ABS

BAB VII Bekerja Untuk Siapa ?

7.1. Asal Bapak Senang ABS

Pengertian pembangunan beberapa dekade lalu banyak menyiratkan pada arah ”penduduk untuk pembangunan”, bukan ”pembangunan untuk penduduk”. Pembangunan di Indonesia pada 3-4 dekade terakhir masih terbawa arus penerapan pertumbuhan aspek fisik budaya material. Jika berbicara mengenai pembangunan untuk penduduk, maka acuannya adalah mengarah pada prinsip kerja suatu organisasi. Korten mengemukakan bahwa untuk masa kini program pengembangan masyarakat dibantu oleh pengembangan NGOs generasi kelima yaitu pemberdayaan masyarakat empowering society. Untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat diperlukan kerja sama melalui jaringan kerja baik pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. 66 Pembangunan untuk masyarakat bukanlah suatu pekerjaan yang mudah jika dilihat dari sisi tantangan yang ada dalam kelompok masyarakat. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada BAB V bahwa mentalitas masyarakat saat ini juga merupakan tantangan bagi para pelaksana pembangunan untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan. 66 David C. Korten dalam Zubaedi, 2013 Pengembangan Masyarakat Wacana Praktik Kencana:Jakarta hal.115 Universitas Sumatera Utara Program sanitasi berbasis masyarakat yang difasilitasi oleh IUWASH atas dana bantuan dari USAID berinisiatif untuk membantu perbaikan sanitasi di Indonesia dengan membentuk kerja sama SKPD Sumut menjalankan program sanitasi ini, salah satunya yaitu di Belawan. IUWASH sebagai lembaga non- pemerintahan bersifat memfasilitasi sekaligus mendanai setiap kegiatan-kegiatan pelayanan ke masyarakat dan juga memfasilitasi pelatihan training capacity building untuk para pelaksana proyek agar dapat menjalankan tugas mereka sesuai tujuan. Misalnya, Public Speaking training TIM POKJA Promosi IPAL Terpadu Kota Medan diselenggarakan dengan tujuan untuk melatih keuletan public speaking tim pokja dalam melakukan penyuluhan ke masyarakat guna mecapai tujuan promosi. Selain untuk peningkatan capacity building tim pokja, penyelenggaraan agenda seperti ini membantu kemandirian para pekerja dalam menjalankan proyek tanpa dampingan tim IUWASH jika masa program IUWASH telah selesai. Sementara itu Pemko Medan yang terlibat dalam program ini memiliki rencana kerja masing- masing dalam mendukung program sanitasi berbasis masyarakat. Dalam hal ini ada pembagian kerja yang terencana berdasarkan ranah kerja masing-masing sebagai tim pelaksana. Berdasarkan perspektif struktural-fungsionalis menurut Parsons 1953, setiap individu menempati suatu status dalam berbagai struktur masyarakat. Status dalam hal ini bukanlah posisi individual. Individu yang menempati suatu status juga memiliki hak-hak dan kewajiban tertentu, yang merupakan peranan dalam status tersebut. 67 67 Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer Jakarta:Kencana,2005hal.157 Universitas Sumatera Utara Sistem pembagian kerja seperti ini dapat dikategorikan sebagai bentuk gotong royong 68 yang berarti kegiatan kerja sama untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan umum. Konsep kerjasama dalam gotong royong untuk menyelesaikan suatu proyek adalah suatu paham yang sebenarnya pekerjaan tersebut dilakukan untuk kepentingan bersama. Namun, apakah praktek di lapangan dapat menjelaskan konsep gotong royong yang mampu melibatkan partisipasi masyarakat? Menurut Tanty Widiyanarti 2005, Konsep kedermawanan perusahaan coorporate philantropy yang selama ini dikenal dan dipakai pada beberapa perusahaan tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan dan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders yang lain. Selama ini perusahaan lebih memperhatikan stakeholdernya saja dalam rangka pengembangan dan kemajuan bisnis yang dijalankannya. Hal ini berkaitan dengan anggapan perusahaan bahwa urusan meningkatkan kualitas hidup komunitas lokal adalah urusan pemerintah. Bahkan terkadang perusahaan dituntut juga oleh pihak lain untuk menyumbangkan modal bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan skala nasional dengan mengesampingkan kebutuhan komunitas lokal sekitar perusahaan. Permasalahan pembangunan saat ini yang sering terjadi ialah adanya diskontinuitas dan diskoordinasi, yaitu keseluruhan program pemberdayaan masyarakat dilaksanakan tidak dikoordinasikan dengan baik dan 68 Kontjaraningrat menjelaskan bahwa konsep gotong royong adalah bentuk kerjasaam untuk menyelesaikan suatu gawe atau proyek kepentingan bersama tanpa ada prinsip reciprocity asas timbal balik Universitas Sumatera Utara dilaksanakan secara sporadis. Kebijakan pemerintah kadang malah berseberangan dengan pendampingan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi atau LSM. Orientasi progam yang dilaksanakan oleh pemerintah, pada satu sisi menampakkan hasil yang nyata, namun pada sisi yang lain terkadang tidak menyentuh akar permasalahan yang ada Eko, 2002. Pembangunan sarana sanitasi bukan hanya sekedar bagaimana membangun jamban tetapi juga mengajak masyarakat untuk mengubah persepsi mereka bahwa membuang air besar harus di jamban, tidak lagi sembarangan di sungai atau menggunakan WC cemplung. Terkait dengan teknologi jamban yang digunakan seharusnya juga bersifat praktis, dan mudah dijangkau masyarakat dari perspektif pengetahuan. Masalah yang terjadi di lapangan yaitu jamban yang dibangun terbengkalai dan tidak digunakan lagi sebagaimana fungsinya. Dengan berbagai alasan kebutuhan air, kerusakan material, dan posisi bangunan jamban yang tidak nyaman dipakai berdampak pada keputusan masyarakat beralih ke WC cemplung. Pekerjaan tukang yang dianggap telah selesai membangun septictank biofilter untuk rumah tangga individu ternyata menuai pekerjaan yang kurang beres di lapangan. Kurang adanya sistem pengawasan pekerjaan tukang di lapangan seperti membudayakan perilaku “ABS” Asal Bapak Senang, asalkan pekerjaan WC yang dibangun sudah mencapai target tanpa memperdulikan kualitas bangunan fisiknya. Sementara itu pembangunan sarana sanitasi tidak menyentuh akar permasalahan di masyarakat bahwa apakah teknologi tersebut tepat dan mudah digunakan oleh mereka. Universitas Sumatera Utara Berikut adalah lampiran sumber berita dari Harian Andalas mengenai proyek bangunan WC di Belawan sebagai data pendukung : Pengerjaan Proyek MCK Di Belawan Asal Jadi Kamis, 04 Desember 2014 Belawan-andalas Proyek pembangunan sarana mandi cuci kakus MCK di tiga Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan dari APBD 2014 Dinas Perkim Kota Medan sebesar Rp5 miliar realisasinya diduga tidak sesuai dengan komponen volume fisik dan gambar. Data yang dihimpun dari Dinas Perkim Kota Medan, tiga Kelurahan yang dibangun MCK tersebut yaitu Kelurahan Belawan Bahari Jalan Sinabang Lingkungan 8 sebanyak 139 unit dan Jalan Pulau Ambon Lingkungan 7 sebanyak 98 unit, Kelurahan Belawan II Jalan Selebes Gang 2 Paluh Lingkungan 35 sebanyak 37 unit, dan Kelurahan Belawan Bahagia Jalan Bandeng, Jalan Selar, Jalan Belanak, Jalan Sepat Lingkungan 16 sebanyak 271 unit. Dari 545 unit MCK yang dibangun di tiga Kelurahan itu tidak ada yang selesai sesuai gambar dan volume fisik. Sebab di lapangan ditemukan pintu MCK tidak ada, lantai sudah rusak parah, closed terbuat dari fiber bermutu rendah, kondisi tiang semua miring, dan lokasinya terendam air ketika air pasang laut naik. Diduga material bangunan untuk pembuatan MCK itu dimanipulasi dan pembangunannya asal jadi saja sehingga ketika selesai dibangun tidak dapat digunakan masyarakat, kata Sekretaris LSM Berani Sumut Kasdi Sijabat, Rabu 312. Kasdi yang mengaku telah melihat langsung ke lokasi proyek MCK di tiga Kelurahan tersebut menilai kualitas pengerjaan fisik MCK tersebut sangat jelek. Menurutnya hal ini terjadi karena tidak adanya pengawasan saat pembangunan proyek sanitasi MCK itu dari pihak Dinas Perumahan dan Permukiman Perkim Kota Medan sehingga pekerja proyek membangunnya asal jadi saja. Untuk itu Kasdi meminta kepada Kejari Belawan, Kejati Sumut, dan kepolisian mengusut dugaan manipulasi dalam pelaksanaan proyek sanitasi MCK di Belawan itu. DP Kasus proyek pembangunan seperti ini menimbulkan kembali pertanyaan kepada masing- masing pihak, “mereka bekerja untuk kepentingan siapa?”. Pengawasan pengerjaan proyek di lapangan merupakan contoh hilngnya peran tanggung jawab pelaksana yang membiarkan pengerjaan proyek asal jadi. Padahal konsep pembangunan bukan sekedar persoalan mengenai capaian target secara Universitas Sumatera Utara kuantitas. Tetapi bagaimana kualitas fisik pembangunan tersebut dapat membawa perubahan yang positif untuk masyarakat menengah kebawah. Pekerjaan tukang merupakan perintah atasan mereka untuk dapat menyelesaikan bangunan WC sesuai target. Sementara itu atasan tidak bertanggung jawab atas hasil pekerjaan anak buahnya. Dari kasus tersebut disimpulkan bahwa praktek ABS antara tukang dan atasan memiliki keuntungan bagi keduanya. Tukang mendapat keuntungan upah yang dijanjikan dan atasan mereka pun mendapatkan pujian karena berhasil menyelesaiakan proyek sesuai target. Sementara itu masyarakat sebagai penerima manfaat sarana sanitasi menikmati hasil pembangunan yang asal jadi. Ketimpangan seperti ini seharusnya tidak terjadi dalam proyek pembangunan karena pekerjaan yang menyangkut untuk pemberdayaan masyarakat seharusnya mengutamakan kepentingan masyarakat tersebut. Pembangunan seperti ini bisa melahirkan sikap “distrust” masyarakat terhadap program-program pembangunan pemerintah selanjutnya. Masyarakat seakan kehilangan kepercayaan terhadap kinerja pemerintah yang selama ini masih dianggap gagal ketika pemerintah berperan sebagai aktor tunggal dalam pembangunan. Sama halnya ketika menjelang pilkada tidak sedikit masyarakat lebih memilih untuk golput dengan alasan masyarakat tidak percaya dengan kinerja pemerintah dan tidak merasakan perubahan yang diinginkan dari pemimpin terpilih sebelumnya. Padahal suara masyarakat untuk pemilu merupakan bentuk partisipasi yang diharapkan untuk pembangunan. Sebelumnya pemerintah sempat mengadakan program pelayanan air bersih di Kelurahan Belawan Bahagia, namun program Universitas Sumatera Utara tersebut tidak berkelanjutan. Sehingga dampak dari distrust tersebut membuat masyarakat enggan berpartisipasi. Masyarakat low social trust terindikasi dari kerjasama dalam bentuk-bentuk kebijakan formal yang dilaksanakan dengan cara wajib bahkan koersif. Filosofi pembangunan sebenarnya menyangkut pertanyaan yang mendasar bukan hanya tentang „untuk apa‟ dan „untuk siapa‟ pembangunan itu dilakukan tetapi ju ga „dari siapa‟ pembangunan itu berasal. Kepentingan manusia harus pula, selain dipahami sungguh-sungguh, diperhatikan di dalam „pelaksanaan‟ pembangunan itu.

7.2. Persepsi Masyarakat terhadap Program Pembangunan Sarana Sanitasi