Persepsi Masyarakat terhadap Program Pembangunan Sarana Sanitasi

tersebut tidak berkelanjutan. Sehingga dampak dari distrust tersebut membuat masyarakat enggan berpartisipasi. Masyarakat low social trust terindikasi dari kerjasama dalam bentuk-bentuk kebijakan formal yang dilaksanakan dengan cara wajib bahkan koersif. Filosofi pembangunan sebenarnya menyangkut pertanyaan yang mendasar bukan hanya tentang „untuk apa‟ dan „untuk siapa‟ pembangunan itu dilakukan tetapi ju ga „dari siapa‟ pembangunan itu berasal. Kepentingan manusia harus pula, selain dipahami sungguh-sungguh, diperhatikan di dalam „pelaksanaan‟ pembangunan itu.

7.2. Persepsi Masyarakat terhadap Program Pembangunan Sarana Sanitasi

Mengubah perilaku masyarakat untuk membangun sarana sanitasi merupakan hal yang tidak mudah dilakukan apalagi bagi mereka yang hidupnya masih sebatas untuk memenuhi urusan perut dan dapur. Bagi masyarakat di Kelurahan Belawan Bahagia, infrastruktur seperti WC merupakan kebutuhan sekunder. Karena sarana pembuangan air besar bukan kebutuhan mendesak yang harus ada, tidak ada pun mereka bisa membuang air besar di sungaiWC cemplung seperti kebiasaan mereka yang sudah lama terbentuk dari dulu. Masalah yang muncul di lapangan dari faktor sosialisasi pelaksanaan pembangunan sarana sanitasi yang berdampak pada kurangnya informasi yang disampaikan masyarakat mengenai penggunaan, perawatan septictank biofilter dan pengambilan keputusan oleh masyarakat atas penerimaan bantuan pembangunan sarana sanitasi gratis seperti kurang memperlihatkan unsur partisipasi. Masyarakat menganggap pembangunan sarana sanitasi ini sebagai proyek Universitas Sumatera Utara kebutuhan pemerintah semata. Sementara itu, berdasakan tujuan pembangunannya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dimaknai sebagai sebuah program pemberdayaan masyarakat. Munculnya tanggapan masyarakat mengenai pembangunan sarana sanitasi dimaknai sebagai sebuah proyek semata dikarenakan program sanitasi ini sama dengan kegagalan proyek-proyek pemerintah sebelumnya. Kecenderungan masyarakat melihat program-program pemberdayaan sebagai sebuah proyek didasari dari pengalaman mereka yang sebelumnya sempat menerima bantuan penyambungan pipa air bersih dari pemerintah sekitar tahun 2005 tetapi program tersebut bersifat sementara, bahkan mereka sempat kembali mengalami krisis air yang penyebabnya juga tidak diketahui oleh masyarakat. Persepsi mereka mengenai program bantuan dari pemerintah yang selama ini tidak memberikan dampak berkelanjutan memberikan efek enggan berpartisipasi. Hal semacam ini lah yang membentuk budaya proyek asal jadi di kalangan masyarakat karena masyarakat terus dibiarkan dalam ketidaktahuan. Sudah menjadi tugas penting bagi para pelaku pembangunan untuk berusaha membangkitkan semangat partisipasi masyarakat mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan hingga proses implementasi pembangunan. Tentunya pembangunan sarana sanitasi gratis bagi masyarakat berpenghasilan rendah MBR diharapkan tidak bersifat sementara, artinya bangunan septictank jangan sampai tidak dipergunakan lagi oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara

BAB VIII PENUTUP