salah konstruksi sehingga merusakkan perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar.
3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan interest. Karena debitur
lalai, kreditur kehilangan keutungan yang diharapkannya. Dalam hukum perikatan, khususnya hukum perjanjian, ganti rugi umumnya
terdiri dari tiga unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga. Dalam setiap kasus, tidak selamanya ketiga unsur itu selalu ada, tetapi adakalanya hanya terdiri dari dua
unsur saja. Sedangkan dalam kaitannya dengan perbuatan melawan hukum, ketentuan yang sama dapat dijadikan sebagai pedoman.
B. Dasar Hukum Mengenai Ganti Rugi
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu dikarenakan adanya unsur kesalahan padanya,
maka debitur dapat dikenakan sanksi hukum. Berdasarkan Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan b
ahwa, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau
kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
Berdasarkan penjelasan pasal tersebut tidak terdapat gambaran tentang apa yang menjadi dasar pertanggungjawaban produsenpelaku usaha itu. Akan tetapi,
jika dilihat dalam Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang jangka waktu pemberian ganti rugi, yaitu selama tujuh hari setelah tanggal
transaksi, segera dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab itu sifatnya mutlak strict sebab pada Pasal 19 ayat 3 ini tidak menganjurkan persoalan tersebut
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan melalui pengadilan yang membutuhkan proses persidangan yang relatif lama. Artinya, menurut pembuat undang-undang, jika konsumen menderita
kerugian sebagai akibat dari penggunaanpemakaian produk, ia dapat langsung menuntut ganti rugi kepada produsennya. Kalau ternyata pihak produsen menolak
menanggapi atau membayar ganti rugi, barulah kemudian produsen dapat dituntut ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau ke Pengadilan Pasal 23.
32
C. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi
Kerugian yang diderita oleh seseorang karena perbuatan melawan hukum itu dapat dibedakan menjadi kerugian ekonomis dan kerugian fisik economic loss
and physical harm. Economic loss, yaitu kerugian berupa hilangnya atau berkurangnya sejumlah harta kekayaan sebagai akibat dari perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh orang lain jadi sama dengan kerugian dalam hal wanprestasi. Physical harm berupa berkurangnya kesehatan seseorang karena
akibat dari perbuatan melawan hukum, misalnya luka-luka, sakit, dan sebagainya.
33
Kedua jenis kerugian ini sangat berbeda, di mana kerugian yang pertama itu dapat dihitung secara matematis dan diwujudkan dalam bentuk sejumlah uang,
sedangkan yang kedua, sulit dinilai dengan uang. Untuk menentukan jumlah kerugian yang berkaitan dengan physical harm, misalnya luka-luka, maka orang
terpaksa memperbandingkan dua hal yang tidak sama macamnya, dan satu- satunya cara ialah menaksir nilai harga dari keganjilan itu dengan suatu ukuran
yang mungkin terpakai, yaitu dengan memperhitungkannya dengan sejumlah
32
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal.157
33
Loc.it
Universitas Sumatera Utara
uang.
34
Ini merupakan suatu solusi yang dapat diterima secara umum dalam praktik peradilan dan dipandang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kerugian yang dapat dituntut dari tergugat dalam hal wanprestasi umumnya menganut ajaran teori adequate. Dimana suatu ganti kerugian harus
menempatkan kreditur dalam kedudukan di mana ia seharusnya berada, andai kata perjanjian itu dilaksanakan secara baik. Inilah prinsip penggantian kerugian, yang
juga berlaku dalam hal perbuatan melawan hukum. Jadi, kerugian itu meliputi kerugian yang betul-betul diderita oleh penggugat sebagai akibat dari perbuatan
wanprestasi atau melawan hukum itu. Di dalam perbuatan melawan hukum terdapat hubungan kausalitas antara
kesalahan dan kerugian pada tuntutan ganti rugi. Hubungan kausal sebab akibat antara kerugian dan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, oleh undang-
undang tidak dijelaskan tentang ukuran-ukuran yang dipergunakan untuk menentukannya. Akan tetapi, menurut ajaran teori adequate dari Von Kries,
ukuran tersebut adalah apabila suatu peristiwa itu secara langsung menurut pengalaman manusia yang normal dapat diharapkan menimbulkan akibat tertentu.
Adapun kerugian yang dapat dituntut dari produsen, menurut Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdiri dari:
a. Kerugian atas kerusakan
Yang dimaksud dengan kerugian atas kerusakan adalah segala kerugian berupa timbulnya kerusakan pada barang-barang milik konsumen
yang ditimbulkan oleh produk yang dipakaidibelinya. Misalnya, konsumen
34
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal.39
Universitas Sumatera Utara
membeli suatu barang lalu disimpan bersama-sama dengan barang lain atau dipakai pada barang lain dan menimbulkan kerusakan pada barang lain itu.
b. Kerugian karena pencemaran
Yang dimaksud dengan kerugian karena pencemaran adalah kerugian berupa pencemaran yang ditimbulkan oleh produk yang dipakaidibeli.
Misalnya, produk yang baru dibeli itu mencemari produk lain yang dimiliki sebelumnya oleh konsumen sehingga barang-barang yang telah ada itu
menjadi tidak berguna atau berkurang kegunaannya. Dua jenis kerugian di atas, kerugian atas kerusakan dan kerugian karena pencemaran, dapat
digolongkan sebagai economic loss kerugian ekonomis, kerugian harta benda.
c. Kerugian konsumen sebagai akibat mengonsumsi barang danatau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan. Yang dimaksud dengan kerugian konsumen adalah kerugian berupa
physical harm korban manusia sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Misalnya, karena mengonsumsi produk tertentu, konsumen jatuh sakit atau
bahkan meninggal dunia.
35
Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi,
fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian yang
berdasarkan wanprestasi dan tuntutan yang berdasarkan perbuatan melanggar
35
Janus Sidabalok, op.cit., hal.159
Universitas Sumatera Utara
hukum.
36
Kedua dasar tuntutan ganti kerugian ini dibahas secara khusus di bawah ini:
a. Tuntutan Berdasarkan Wanprestasi
Dalam penerapan ketentuan yang berada dalam lingkungan hukum privat tersebut, terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian
yang didasarkan pada wanprestasi dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum.
Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka terlebih dahulu tergugat dengan penggugat produsen dengan konsumen
terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga bukan sebagai pihak dalam perjanjian yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti kerugian
dengan alasan wanprestasi. Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan
akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminangaransi dalam
perjanjian. Bentuk-bentuk wanprestasi ini dapat berupa:
37
1 Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2 Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi;
3 Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya.
Terjadinya wanprestasi pihak debitur dalam suatu perjanjian, membawa akibat yang tidak mengenakkan bagi debitur, karena debitur
harus:
38
36
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal.127
37
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-Undang, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.11
38
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
1 Mengganti kerugian
2 Benda yang menjadi objek perikatan, sejak terjadinya
wanprestasi menjadi tanggung gugat debitur; 3
Jika perikatan ini timbul dari perikatan timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan pemutusan perjanjian.
Sedangkan untuk menghindari terjadinya kerugian bagi kreditur karena terjadinya wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut salah satu dari
lima kemungkinan:
39
1 Pembatalan pemutusan perjanjian;
2 Pemenuhan perjanjian;
3 Pembayaran ganti kerugian;
4 Pembatalan perjanjian disertai perjanjian kerugian;
5 Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian.
Dalam tanggung gugat berdasarkan adanya wanprestasi, kewajiban untuk membayar ganti kerugian tidak lain daripada akibat penerapan
klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum yang oleh kedua pihak secara sukarela tunduk berdasarkan perjanjiannya. Dengan
demikian, bukan undang-undang yang menentukan apakah harus dibayar ganti kerugian atau berapa besar ganti kerugian yang harus dibayar,
melainkan kedua belah pihak yang menentukan syarat-syaratnya serta besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, dan apa yang telah
diperjanjikan tersebut, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
40
b. Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum
Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari perjanjian karena terjadinya wanprestasi, tuntutan
ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak
39
Ibid., hal.12
40
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit., hal.129
Universitas Sumatera Utara
perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang
dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak ketiga pun dapat
menuntut ganti kerugian. Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus
merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian, harus dipenuhi unsur-unsur sebagai
berikut: 1
Ada perbuatan melanggar hukum; 2
Ada kerugian; 3
Ada hubungan kasualitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian; dan
4 Ada kesalahan.
Adapun yang dimaksud dengan kalimat diatas yaitu: a
Perbuatan Melanggar Hukum Unsur perbuatan melanggar hukum yang pertama adalah
melanggar hak orang lain, yang menurut van der Grinten, bahwa tidak seorang pun boleh merusak barang orang lain
tanpa suatu kewenangan. Kalau orang bertindak demikian, maka ia melanggar hak orang lain sehingga dikategorikan
sebagai melakukan
perbuatan melanggar
hukum. Walaupun demikian, melakukan pelanggaran hak orang
lain tidak secara serta merta bertanggung gugat atas kerugian yang timbul, karena diperlukan adanya kesalahan
dari orang yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, sebagai bentuk kedua dari perbuatan melanggar hukum.
Kewajiban hukum yang dimaksud adalah kewajiban menurut undang-undang, baik yang termasuk hukum
publik maupun hukum privat. b
Kerugian Pengertian
kerugian menurut
Niewenhuis, adalah
berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan
yang melanggar norma oleh pihak lain.
41
Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri
dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang. Sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa
kerugian nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan.
Walaupun kerugian dapat berupa kerugian atas diri fisik seseorang atau kerugian yang menimpa harta benda,
namun jika dikaitkan dengan ganti kerugian, maka keduanya dapat dinilai dengan uang harta kekayaan.
Demikian pula karena kerugian harta benda dapat pula berupa kehilangan seharusnya adalah berkurangnya tidak
diperolehnya harta kekayaan pihak yang satu, yang
41
Nieuwenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih, Universitas Airlangga, Surabaya, 1985, hal.57
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain.
42
Ganti kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hanya meliputi pengembalian uang atau
penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian
santunan yang sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ini berarti bahwa ganti kerugian
yang dianut dalam UUPK adalah ganti kerugian subjektif.
43
c Hubungan Sebab Akibat
Hubungan antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkannya itu secara kausalitas harus langsung
yang menyebabkan terjadinya kerugian, sebagai satu- satunya
alasa munculnya
kerugian Adequate
Veroorzaking. Kerugian itu harus merupakan akibat dari perbuatan salah dari si pelaku, yang tanpa perbuatannya
itu, kerugian tersebut tidak akan muncul.
44
d Kesalahan
Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, salah satu syarat untuk membebani tergugat dengan tanggung gugat
42
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal.133
43
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal.136
44
http:www.legalakses.comgugatan-ganti-rugi-karena-pmh diakses pada 09 November 2015
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan perbuatan melanggar hukum adalah adanya kesalahan. Kesalahan ini memiliki 3 unsur, yaitu:
45
1 Perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan;
2 Perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya;
a Dalam arti objektif: sebagai manusia
normal dapat menduga akibatnya; b
Dalam arti subjektif: sebagai seorang ahli dapat menduga akibatnya;
3 Dapat dipertanggungjawabkan: debitur dalam
keadaan cakap.
D. Pedoman atau Ukuran Ganti Rugi