Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Lebih-lebih jika barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen merupakan jenis barang atau jasa yang terbatas, produsen dapat menyalahgunakan posisinya yang monopolistis tersebut. Hal itu tentu saja akan merugikan konsumen. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan, memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Perjanjian- perjanjian antara para pihak tidak selamanya dapat berjalan mulus dalam arti masing-masing pihak puas, karena kadang-kadang pihak penerima tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan harapannya. Apabila konsumen tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan yang diperjanjikan, maka produsen telah melakukan wanprestasi, sehingga konsumen mengalami kerugian. Universitas Sumatera Utara Wanprestasi salah satu pihak dalam perjanjian merupakan kelalaian untuk memenuhi syarat yang tercantum dalam perjanjian. Hal ini biasanya dialami oleh pihak yang memiliki posisi lemah, dimana biasanya persyaratan-persyaratan dalam perjanjian tersebut telah dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian baku. Perjanjian yang demikian sudah lazim dipergunakan dan memegang peranan penting dalam hukum bisnis yang pada umumnya dilandasi oleh nilai-nilai yang berorientasi pada efisiensi 14 . Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan kepada konsumen adalah melalui peraturan perundang-undangan, sehingga perlu melengkapi ketentuan perundang-undangan bidang perlindungan konsumen yang sudah ada. Hal ini perlu dilakukan dengan pertimbangan yang matang, dan tidak cukup hanya mencontoh undang-undang negara lain yang dianggap berhasil memberikan perlindungan kepada konsumen, karena keberhasilan undang-undang di negara lain belum tentu mencapai keberhasilan yang sama di Indonesia. Di samping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen “ditemukan” di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat peraturan perundang-undangan umum yang berlaku, memuat juga berbagai kaidah menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber dari hukum konsumen danatau hukum perlindungan konsumen. Beberapa di antaranya akan diuraikan berikut ini: 15 14 Peter Mahmud Marzuki, Pembaruan Hukum Ekonomi Indonesia, Universitas Airlangga Surabaya, tanpa tahun, hal.8 15 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta 2006, hal.31-40 Universitas Sumatera Utara 1. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke-4 berbunyi: “...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...” Umumnya, sampai saat ini, orang bertumpu pada kata “segenap bangsa” sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia asas persatuan bangsa. Tetapi di samping itu, dari kata “melindungi”, di dalamnya terkandung pula asas perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu, tentulah bagi segenap bangsa Indonesia, tanpa kecuali. Baik ia laki-laki atau perempuan, orang kaya atau orang miskin, orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan, dan pengusahapelaku usaha atau konsumen. Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945. Ketentuan tersebut berbunyi: “Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” Sesungguhnya apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu pihakpihak-pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah UUD 1945 melindungi segenap bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Universitas Sumatera Utara Permusyawaratan Rakyat MPR telah menetapkan berbagai Ketetapan MPR, khususnya sejak tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1993 TAP-MPR makin jelas kehendak rakyat atas adanya perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi berbeda-beda, pada masing-masing ketetapan. Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan dari TAP-MPR ini, haruslah jelas siapa yang dimaksudkan dengan pelaku usaha dan siapa pula kosnumen, apa hak-hak danatau kewajiban sesuai kepentingan masing-masing pihak. Pencampur-adukan keduanya, seperti pemikiran sementara orang pada saat ini, lebih banyak menimbulkan kerancuan dan kesulitan daripada kemanfaatan. Pelaku usaha adalah pelaku usaha, dan konsumen adalah konsumen; haruslah diciptakan keadaan yang seimbang, serasi dan selaras dalam kehidupan diantara keduanya. 2. Hukum Konsumen dan Hukum Perdata Dengan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis hukum adat. Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer. Di samping itu, tentu saja juga kaidah-kaidah hukum perdata adat, yang tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan-pengadilan dalam perkara-perkara tertentu. Patut kiranya Universitas Sumatera Utara diperhatikan kenyataan yang ada dalam pemberlakuan berbagai kaidah hukum perdata tersebut. Jadi, kalau dirangkum keseluruhannya, terlihat bahwa kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia barang danatau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing- masing terlihat termuat dalam: a. KUHPerdata, teruatama dalam Buku kedua, ketiga dan keempat. b. KUHD, Buku kesatu dan Buku kedua. c. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa dan konsumen. 3. Hukum Konsumen dan Hukum Publik Dengan hukum publik yang dimaksudkan adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan. 16 Termasuk hukum publik, dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan atau hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional. Jadi, segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang hukum publik itu sepanjang berkaitan dengan hubungan hukum konsumen danatau masalahnya dengan penyedia barang atau 16 Drs. C.S.T Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, P.N. Balai Pustaka, Jakarta, 1979, hal.10 Universitas Sumatera Utara penyelenggara jasa, dapat pula diberlakukan. Dalam kaitan ini antara lain ketentuan perizinan usaha, ketentuan-ketentuan pidana tertentu, ketentuan- ketentuan hukum acara dan berbagai konvensi dan atau ketentuan hukum pidana internasional. Diantara kesemua hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum internasional khususnya hukum perdata internasional, dan hukum acara perdata serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen. Ketentuan hukum administrasi, misalnya menentukan bahwa: Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang termuat dalam Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 20 Ayat 1 Undang-Undang tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 16 Thaun 1985 LN Tahun 1985 NO.75. Selanjutnya dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, Pasal 73 ditentukan: “Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaran upaya kesehatan”. Dalam Pasal 76 Undang-Undang itu dijelaskan pula peran pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah, sedangkan Pasal 77 menegaskan wewenang pemerintah untuk mengambil berbagai tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini. Dari peraturan perundang-undangan tersebut diatas terlihat beberapa departemen dan atau lembaga pemerintah tertentu menjalankan tindakan Universitas Sumatera Utara administratif berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan peraturan perundang- undangan tersebut. Misalnya, tindakan adiministratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melanggar undang-undang UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Pasal 77. Pasal 77 itu berbunyi: “Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini”. Penjelasan pasal ini menentukan: tindakan administratif dalam pasal ini dapat berupa pencabutan izin usaha, izin praktek, atau izin lain yang diberikan, serta penjatuhan hukum disiplin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dilakukan setelah mendengar pertimbangan majelis Disiplin Tenaga kesehatan. Setelah membincangkan hal-hal diatas, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan “perlindungan konsumen”. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Universitas Sumatera Utara Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk barangjasa antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan masyarakat. 17 Sedangkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian khusus hukum konsumen yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan produk barangjasa konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. 18 Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha. Dari latar belakang dan definisi tersebut kemudian muncul kerangka umum tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen, yang kurang lebih bisa dijabarkan sebagai berikut: 19 1. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha. 2. Konsumen mempunyai hak. 3. Pelaku usaha mempunya kewajiban. 4. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional. 5. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat. 6. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa. 7. Pemerintah perlu berperan aktif. 17 Az Nasution, Op.cit. , hal.37 18 Loc.it 19 A. Zen Umar Purba, Hukum Perlindungan Konsumen, Gramedia, Jakarta, 1992, hal.393- 408 Universitas Sumatera Utara 8. Masyarakat juga perlu berperan serta. 9. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang. 10. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap. Dalam penjelasan UUPK, disebutkan bahwa kedudukan UUPK dimaksudkan sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintahan dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Undang- Undang Perlindungan Konsumen merupakan “payung” yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakkan hukum perlindungan konsumen. Penjelasan UUPK juga memberikan dasar terbukanya kemungkinan pembentukan undang-undang baru yang bermaksud untuk melindungi konsumen. Keberadaan UUPK pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen. Pasal 64 UUPK menyebutkan bahwa: “Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan atau tidak benrtentangan dengan ketentuan dalam undang- undang ini”. Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan hukum di bidang perlindungan konsumen. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang perlindungan konsumen sebelum diundangkannya UUPK tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus atau tidak bertentangan dengan UUPK. Universitas Sumatera Utara

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen