Perkembangan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

dalam membongkar perkara bakal surut. Boleh jadi, tersangka maupun terdakwa bakal berpikir ulang bekerjasama dengan penyidik dan penuntut umum di pengadilan. Dan hal ini akan mempersulit tugas Jaksa dalam mengungkap kasus- kasus khusus. 49

B. Perkembangan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Namun sekalipun banyak pro dan kontra terhadap peran Justice Collaborator, peran Justice Collaborator sebenarnya efektif untuk digunakan, hanya saja pengaturan hukum mengenai Justice Collaborator inilah yang perlu lebih disempurnakan lagi. Tahapan korupsi yang telah berkembang di Indonesia ditunjukkan mulai dari terbentuknya negara pasca kolonial post colonial state, periode demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, Orde Baru, sampai setelah berakhirnya rezim Soeharto. Perkembangan tindak pidana korupsi dari setiap periodenya akan dijabarkan di bawah ini: 1. Kekuasaan negara Republik Indonesia –wewenang dan pelaksanaan kebijakan maupun programnya—terselenggara berkat sokongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Penyimpangan atas pendapatan dan anggaran rutin menjadi sumber korupsi bagi para pejabat dan pegawainya. 49 http:icjr.or.idproblem-penetapan-bagi-pelaku-yang-bekerjasama-masih-terjadi-di- pengadilan-hakim-dan-jaksa-masih-belum-sepakat-soal-status-pelaku-yang-bekerjasama, diakses pada 18 Juli 2016 Universitas Sumatera Utara 2. Nasionalisasi perusahaan asing tahun 1957 menjadi sumber keuangan bagi negara. Pengelolaan perusahaan-perusahaan ini telah menjadi rebutan bagi para pejabat yang mengelola perusahaan tersebut, terutama dari kalangan perwira Angkatan Darat AD, perusahaan negara yang penting pun mereka kuasai. Korupsi besar-besaran terjadi di tubuh Pertamina, Bulog, Bank-Bank Pemerintah, Perhutani, serta Telkom dan PLN. 3. Para birokrat, baik sipil maupun militer, telah terlibat kolusi dalam bisnis yang mengandalkan patron politik political patron baik melalui pemberian lisensi, proyek dan kredit, maupun monopoli dan proteksi sampai privatisasi BUMN. Dimulai dari program ekonomi Benteng, ekonomi Terpimpin, dan ekonomi Orde Baru sampai masa pemulihan ekonomi saat ini, patronasi bisnis business patronage tumbuh, berkembang, mencapai puncaknya, dan kini masih bertahan. 4. Berbagai lembaga militer dan kepolisian mengembangkan jaringan bisnisnya melalui operasi sejumlah yayasan kendati sebagian besar ordernya bersumber dari negara. Di samping menjadi “mesin uang” bagi pemupukan kekayaan pribadi pada sejumlah perwira, kekayaan yayasan juga digunakan bagi berbagai operasi militer dengan alasan minimnya anggaran militer. 5. Perluasan korupsi telah berkembang melalui praktik pembiaran bagi tumbuhnya orang kaya baru OKB dalam tubuh birokrasi seiring dengan meningkatnya jumlah APBN. Lapisan birokrat dan pegawai menjadi OKB adalah konsumen penting bagi barang-barang mewah, seperti produk Universitas Sumatera Utara otomotif dan elektronik yang pasarnya dikuasai oleh sejumlah konglomerat Agen Tunggal Pemegang Merek ATPM 6. Dunia peradilan dengan pasti telah mengikuti jejak perilaku birokrat dan para pegawainya yang korup. Suap-menyuap, “jual beli perkara”, dan pemerasan adalah potret mengenai julukan prestasinya yang disebut sebagai “mafia peradilan” yang terus berlangsung hingga kini. Aparat penegak hukum dan lembaga peradilan semakin kehilangan kepercayaan dari masyarakat. 7. Birokrasi tidak hanya menghabiskan anggaran rutin dan membocorkan dana pembangunan, tetapi juga mengembangkan dirinya secara komersial dalam melayani kebutuhan administrasi warga negara, terlebih lagi administrasi yang dibutuhkan para pelaku ekonomi setelah tumbuhnya sektor industri manufaktur ringan. Perkembangan ini disebut sebagai tahapan “birokrasi pungutan” collect money bureaucracy 8. Berbagai kelompok yang tumbuh dan menikmati sistem yang korup menemukan jalan untuk mengembangkan dirinya ke dalam kegiatan bisnis illegal, seperti penebangan hutan secara liar, pencurian kayu, penambangan pasir laut, perdagangan senjata api dan narkoba, serta proteksi atas sejumlah pengelolaan bisnis hiburan dan perjudian. 9. Setelah berkurangnya pendapatan negara dari sektor migas sejak dasawarsa 1980an dan Hak Pengusahaan Hutan HPH dikuasai segelintir orang serta kesenjangan pusat dan daerah telah menimbulkan pergolakan daerah dan terorisme. Selainmasalah timor timur, juga terjadi pergolakan bersenjata Universitas Sumatera Utara armed conflict di Aceh dan Papua. Belakangan dilengkapi dengan konflik komunal di Sambas, Sampit, Poso, dan Maluku. Berbagai aksi teror bom juga telah meningkatkan peredaran dan perdagangan bahan peledak dan senjata api. 10. Pemilihan umum Pemilu 1999 telah menjadi ajang perebutan kursi kekuasaan politik. Partai-partai politik yang bertahan dan mampu meraih hasil secara formal sebagai kekuatan yang besar –dengan merebut kursi DPR dan DPRD- telah menikmati hasil tersebut berkat sokongan dana yang populer disebut “politik uang” money politics dengan membagi- bagikannya kepada calon pemilh 11. Selain tumbuh sebagai bagian dari patronasi politik dalam kegiatan bisnis, para politisi birokrat di parlemen DPR –dengan menguatnya kedudukan mereka- telah pula timbul dugaan diantara mereka dalam menikmati permainan “politik daging sapi” baik dalam menghadapi lawan dan membentuk koalisi maupun menseleksi calon pejabat tertentu, Hakim Agung, dan anggota lembaga lainnya yang diajukan kepada parlemen. Selain itu, politik ini juga berguna untuk melindungi orang-orang yang diduga terlibat korupsi dengan mengorbankan satu-dua orang yang terlibat atau lawan politiknya. 12. Sejak paruh 1997, ekonomi Indonesia dilanda krisis sehingga terjadi peningkatan angka pengangguran dan kemskinan melalui penyaluran dana sosial. Program pemereintah dijalankan berupa menyalurkan dana Jaring Pengaman Sosial JPS serta dana kompensasi BBM. Seiring dengan Universitas Sumatera Utara timbulnya pengungsi akibat konflik di berbagai daerah, pemerintah pun terpaksa menyediakan bantuan bagi para pengungsi. Pengelolaan dana sosial ini juga telah membuka dugaan terjadinya penyimpangan. 13. Reformasi tidak hanya membuka jalan bagi terbentuknya pemerintahan sipil dan lapisan politisi sipil, tetapi juga timbulnya peluang bagi pengelolaan ekonomi daerah yang lebih besar. Selain ditunjukkan oleh peningkatan jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, daerah-daerah yang kaya akan Sumber Daya Alam SDA. Seperti Aceh, Riau, Papua, dan Kalimantan Timur juga telah menjadi incaran bagi praktik penyimpangan dalam pengelolaan anggaran dan SDA tersebut.

C. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia