Analisa Kasus Putusan Hakim

d. Memerintahkan agar terdakwa I dan Terdakwa II tetap berada dalam tahanan. e. Menetapkan agar para Terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 10.000,- sepuluh ribu rupiah

B. Analisa Kasus

1. Kedudukan Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti sebagai Justice Collaborator Bagaimana menentukan seseorang sebagai Justice Collaborator sudah memiliki ketentuan yang diatur pertama kali dalam SEMA No. 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana whistleblower dan saksi pelaku yang bekerjasama Justice Collaborator di dalam perkara tindak pidana tertentu. Di dalam SEMA No. 4 tahun 2011 pada butir 9 ditentukan bahwa syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Justice Collaborator saksi pelaku yang bekerjasama adalah sebagai berikut: a yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan; b Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat siginifikan sehingga penyidik danatau penuntut umum dapat menungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang Universitas Sumatera Utara memiliki peran lebih besar danatau mngembalikan aset-aset hasil suatu tindak pidana. Suatu tindak pidana tertentu yang dimaksud dalam butir 9 huruf a, disebutkan dalam butir 1 yaitu tindak pidana tertentu yang bersifat serius seperti tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tidak pidana lainnya yang bersifat terorganisir, telah menimbulkan masalah dan ancaman yang serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat sehingga meruntuhkan lembaga serta nilai- nilai demokrasi, etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum. Berdasarkan isi SEMA diatas maka untuk dapat menetapkan seseorang sebagai Justice Collaborator haruslah sesuai dengan apa yang telah dipersyaratkan. Syarat tersebut yaitu: 1. Yang bersangkutan merupakan salah satu peaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011 yaitu tindak pidana tertentu yang bersifat serius seperti tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tidak pidana lainnya yang bersifat terorganisir 2. Yang bersangkutan mengakui kejahatan yang dilakukannya 3. Yang bersangkutan bukan merupakan pelaku utama 4. Yang bersangkutan bersedia memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Universitas Sumatera Utara 5. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat siginifikan sehingga penyidik danatau penuntut umum dapat menungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar danatau mngembalikan aset-aset hasil suatu tindak pidana Syarat pertama yaitu Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti harus merupakan pelaku dalam tindak pidana serius dan atau terorganisir sebagaimana yang ditetapkan dalam SEMA tersebut, dalam kasus ini tindak pidana serius dan atau terorganisis tersebut adalah tindak pidana korupsi. Berdasarkan putusan hakim dalam putusan nomor 161 Pid. Sus TPK 2015 PN. Jkt. Pst, Gatot Pujo Nugroho Terdakwa I dan Evy Susanti Terdakwa II telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tercantum dalam dakwaan Pertama alternatif ke-1 Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana sebagaimana tercantum dalam Universitas Sumatera Utara dakwaan Kedua alternatif ke-2. Dalam melakukan tindak pidana korupsi ini, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti melakukannya bersama-sama dengan beberapa terdakwa lainnya, yaitu: Otto Cornelis Kaligis Penasehat Hukum Terdakwa, Moh. Yagari Bhastara Guntur Pengacara di Kantor O.C. Kaligis, Tripeni Irianto Putro Hakim Ketua PTUN Medan, Dermawan Ginting Hakim PTUN Medan, Amir Fauzi Hakim PTUN Medan, Syamsir Yusfan Panitera PTUN Medan, Patrice Rio Capella Anggota Komisi III DPR RI, Sekjen Partai NASDEM, dimana semua terdakwa tersebut baik pemberi maupun penerima suap akan dipidana. Syarat yang kedua menyatakan bahwa yang bersangkutan mengakui kejahatan yang dilakukannya. Mengenai syarat ini dapat dilihat dalam pengakuan terdakwa serta bagaimana terdakwa bersikap selama proses peradilan berlangsung. Dalam pertimbangan hakim, bagian keadaan yang meringankan disebutkan bahwa terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan menyesali perbuatan yang telah dilakukannya tersebut, tentu saja ini menjadi dasar bahwa dapat disimpulkan syarat yang kedua juga terpenuhi. Syarat yang ketiga menyatakan bahwa yang bersangkutan bukan pelaku utama. Tidak ada disebutkan bagaimana tolak ukur untuk menentukan apakah sesorang dapat dikatakan sebagai pelaku utama atau tidak. Namun, bila dikatakan pelaku utama hal ini dapat dilihat dari seberapa besar peran Justice Collaborator dalam tindak pidana yang diungkapkannya. 67 67 Abdul Haris Semendawai, op. cit, Hal. 19 Bila melihat kepada kasus yang menjerat Terdakwa I dan Terdakwa II, dapat dilihat bahwa kedua terdakwa Universitas Sumatera Utara memang memiliki peran yang cukup besar yaitu sebagai aliran dana dari kasus penyuapan Hakim dan Panitera PTUN Medan dan juga penyuapan terhadap mantan Sekjen NASDEM Patrice Rio Capella. Namun ide untuk melakukan penyuapan kepada Hakim dan Panitera PTUN adalah murni dari O.C. Kaligis, hal ini dapat dilihat pada keterangan para saksi dalam proses persidangan. Melihat bagaimana peran para terdakwa dalam kasus penyuapan hakim PTUN bahwa ide murni dari O.C.Kaligis, dan dalam pengakuan terdakwa terdakwa sempat tidak setuju dilakukannya pengajuan gugatan ke PTUN Medan karena sudah diadakan islah antara Gatot Pujo Nugroho dengan Wakil Gubernur Tengku Erry Nuradi yang diduga akibat konflik antara dua orang penting di Sumut ini yang membuat terbongkarnya kasus korupsi Dana Bantuan Sosial BANSOS, Bantuan Daerah Bawahan BDB, Bantuan Operasional Sekolah BOS dan Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil DBH di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang diduga dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara yaitu Gatot Pujo Nugroho, sehingga dianggap terdakwa bahwa tidak perlu lagi diajukan gugatan ke PTUN, namun O.C.Kaligis tetap menjalankan Gugatan ke PTUN dan mengenai uang yang diberikan kepada Hakim dan Panitera untuk uang suap, didahulukan oleh O.C.Kaligis. Disini dapat dilihat bahwa O.C.Kaligis adalah penggerak dari pemberian suap kepada Hakim dan Panitera PTUN sehingga O.C. Kaligis adalah pelaku utama dari tindak pidana yang dimaksud. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti telah memenuhi syarat bukan pelaku utama dari tindak pidana yang dimaksud. Universitas Sumatera Utara Syarat yang selanjutnya yaitu memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa tersangka dalam kasus dugaan suap Hakim PTUN bukan hanya Gatot dan Evy, tetapi juga ada beberapa orang lain yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Mengenai syarat ini dapat dilihat dalam pertimbangan hakim dimana disebutkan bahwa para Terdakwa telah memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara lain yang berhubungan dengan itu, sehingga dapat disimpulkan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II memenuhi syarat mengenai pemberian keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Syarat yang terakhir yaitu Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti- bukti yang sangat siginifikan sehingga penyidik danatau penuntut umum dapat menungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar danatau mngembalikan aset-aset hasil suatu tindak pidana. Dalam pertimbangan hakim disebutkan bahwa Hakim sependapat dengan Penuntut Umum terkait penetapan Gatot Pujo Nugroho sebagai Justice Collaborator dengan dalil bahwa peranan Terdakwa I dan Terdakwa II dalam kedudukannya sebagai Justice Collaborator telah membuat terang perkara mereka dan juga perkara pelaku lain dan juga mudah dilakukan pembuktiannya sehingga semua perkara lainpun jadi terbuka. Dari hal ini dapat disimpulkan juga bahwa syarat yang kelima sudah terpenuhi. Dengan terpenuhinya semua syarat yang ditentukan dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011 ini, maka Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti tepat untuk Universitas Sumatera Utara mendapatkan status sebagai Justice Collaborator. Selain yang diatur oleh SEMA Nomor 4 Tahun 2011, mengenai syarat sesorang dapat ditetapkan sebagai Justice Collaborator juga diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum danHAM RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Komisi Pemberantasan Korupsi RI serta Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Republik Indonesia serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam aturan-aturan ini sendiri, syarat untuk menetapkan seseorang sebagai Justice Collaborator juga tidak jauh berbeda dengan apa yang disebutkan dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011. Dalam Peraturan Bersama pada Pasal 4 dimana disebutkan untuk mendapat perlindungan, seseorang harus ditetapkan sebagai Justice Collaborator dengan syarat: tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana serius danatau terorganisir; memberikan keterangan yang signifikan, relevan dan andal untuk mengungkap suatu tindak pidana serius danatau terorganisir; bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang akan diungkapnya; kesediaan mengembalikan sejumlah aset yang diperolehnya dari tindak pidana yang bersangkutan, hal mana dinyatakan dalam pernyataan tertulis. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada Pasal 28 ayat 2 dimana disebutkan untuk mendapat perlindungan, seseorang harus ditetapkan sebagai Justice Collaborator dengan syarat tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK; sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh Saksi Pelaku Universitas Sumatera Utara dalam mengungkap suatu tindak pidana; bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya; kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis. Menentukan terpenuhi atau tidaknya syarat yang ditetapkan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh penetapan sebagai seorang Justice Collaborator menurut pendapat penulis haruslah benar-benar mempedomani peraturan yang ada. Jangan sampai seseorang yang mengajukan dirinya untuk mendapatkan penetapan sebagai seorang Justice Collaborator ternyata merupakan otak dari perbuatan korupsi yang dilakukan. Seperti halnya dalam putusan ini, penetapan Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti sebagai Justice Collaborator adalah untuk membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus Suap Hakim PTUN Medan dan suap terhadap Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella. Dalam putusan hakim, hakim sependapat dengan jaksa yang menetapkan kedua tersangka sebagai Justice Collaborator. Menurut penulis terungkapnya kasus suap ini membuat terang kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial BANSOS, Bantuan Daerah Bawahan BDB, Bantuan Operasional Sekolah BOS dan Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil DBH di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang diduga dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara yaitu Gatot Pujo Nugroho. Karena kasus suap terhadap Hakim dan Panitera PTUN Medan serta suap terhadap Patrice Rio Capella adalah upaya yang dilakukan para Terdakwa untuk menghindarkan Terdakwa I dari panggilan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Tetapi sekalipun Terdakwa I adalah Tersangka dalam Tindak Universitas Sumatera Utara Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial BANSOS, Bantuan Daerah Bawahan BDB, Bantuan Operasional Sekolah BOS dan Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil DBH di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, haruslah kasus yang para Terdakwa sedang telah berikan kesaksian diputus oleh pengadilan dan memperoleh ketentuan hukum yang tetap barulah setelah itu dapat dilakukan penuntutan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerjasama atas tindak pidana lain yang ia dituntut di dalamnya. Mengenai syarat tersebut bersesuaian dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42PUU-VIII2010, dengan pemohon Susno Duadji. Dalam putusan ini Susno Duadji memohonkan pengujian terhadap Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, dimana Susno Duadji merupakan saksi pelapor yang bekerjasama dengan penegak hukum, namun tidak lama setelah laporan yang ia berikan ia dituntut atas tindak pidana korupsi yang lain yang menjadikan statusnya sebagai tersangka. Namun dalam putusannya Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, membuat lebih terang mengenai apa yang harus dilakukan terhadap seseorang yang berkedudukan sebagai saksi pelapor namun kemudian dituntut terhadap kasus pidana lain yang ia menjadi tersangka di dalamya. Dilakukannya perubahan terhadap Pasal 10 ayat 2 disebutkan bahwa “Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, Universitas Sumatera Utara danatau Pelapor atas kesaksian danatau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Kasus yang menyeret Gubernur Sumatera Utara dan penetapannya sebagai Justice Collaborator dalam kasus suap Hakim dan Panitera PTUN Medan serta suap terhadap Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella, penulis sependapat dengan Jaksa dan Hakim yang menetapkan Terdakwa sebagai Justice Collaborator. 2. Penerapan Justice Collaborator terhadap Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti Ditetapkannya Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti sebagai Justice Collaborator dalam kasus suap Hakim dan Panitera PTUN Medan dan Patrice Rio Capella tentu akan mempengaruhi putusan hakim terhadap kedua Terdakwa tersebut. Setelah ditetapkan sebagai Justice Collaborator bagaimana penerapan status tersebut dilakukan terhadap Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti telah termuat dalam putusan hakim Nomor: 161Pid.SusTPK2015PN.Jkt.Pst, salah satunya yaitu pengurangan hukuman yang diberikan terhadap kedua Terdakwa. Pada tanggal 14 Maret 2016 Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat dalam Nomor Putusan 161Pid.SusTPK2015PN.Jkt.Pst menyatakan Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti, secara sah dan meyakinkan telah terbukti bersalah dengan melakukan tindak pidana turut serta dalam melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf Universitas Sumatera Utara a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Dalam putusan tersebut, hakim menjatuhkan vonis terhadap Terdakwa I Gatot Pujo Nugroho dengan pidana penjara selama 3 tiga tahun dan terhadap Terdakwa II Evy Susanti dengan pidana penjara selama 2 dua 6 enam bulan dan denda masing-masing sebesar Rp.150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 3 tiga bulan, dengan pertimbangan ada hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu terdakwa terus terang mengakui perbuatannya, terdakwa telah membuka semua perkara lain yang berkaitan, terdakwa menyesali perbuatannya dan terdakwa belum pernah dihukum. Selain itu, Hakim juga mempertimbangkan tentang status para Terdakwa sebagai Justice Collaborator saksi pelaku yang bekerjasama. Berdasarkan penjatuhan pidana penjara dan pidana denda yang diberikan oleh Majelis Hakim dapat dilihat bahwa penjatuhan pidananya lebih ringan daripada apa yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya, yaitu Universitas Sumatera Utara dimana dalam tuntutan Jaksa terhadap Terdakwa I dituntut dengan pidana penjara selama 4 empat tahun 6 enam bulan dan terhadap Terdakwa II pidana penjara selama 4 empat tahun ditambah pidana denda masing-masing sebesar Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah subsidair selama 5 lima bulan kurungan. Pengurangan hukuman yang didapatkan oleh Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti tentu tidak terlepas dari kedudukannya sebagai Justice Collaborator. Dimana sesuai pengaturan dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011 sebagaimana aturan yang dijadikan acuan hakim dalam pertimbangannya pada butir 9 huruf C disebutkan bahwa: “atas bantuannya tersebut, maka terhadap saksi pelaku yang bekerjasama , hakim dalam menentukan pidana yang akan dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut, yaitu: menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus dan atau menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud. Kasus suap Hakim PTUN Medan ini termasuk satu kasus yang unik, karena hampir semua terdakwa mendapatkan penetapan sebagai Justice Collaborator dan mendapatkan pengurangan hukuman. Terdakwa Yagari Bhastara Guntur anak buah O.C. Kaligis menerima putusan pidana penjara selama 2 dua tahun, pidana denda sebesar Rp. 150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah subsidair 6 enam bulan pidana kurungan. 68 68 Terdakwa Tripeni Irianto Putro yang merupakan Ketua PTUN Medan dan Hakim Ketua yang menadili http:www.cnnindonesia.comnasional20160217185549-12-111623anak-buah-oc- kaligis-divonis-dua-tahun-penjara, diakses pada 4 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara perkara terkait menerima putusan pidana penjara selama 2 dua tahun, pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah subsidair 2 dua bulan pidana kurungan. 69 Terdakwa Dermawan Ginting Hakim Anggota perkara terkait menerima putusan pidana penjara selama 2 dua tahun, pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah subsidair 2 dua bulan pidana kurungan. 70 Terdakwa Amir Fauzi Hakim Anggota perkara terkait menerima putusan pidana penjara selama 2 dua tahun, pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah subsidair 2 dua bulan pidana kurungan. 71 Terdakwa Syamsir Yusfan Panitera PTUN Medan menerima putusan pidana penjara selama 3 tiga tahun dan tanpa pidana denda. 72 Terdakwa Patrice Rio Capella menerima putusan pidana penjara selama 1 satu tahun 6 enam bulan, pidana denda sebesar Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah subsidair 1 satu bulan pidana kurungan. 73 Terdakwa Otto Cornelis Kaligis pada Pengadilan Tingkat Pertama mendapatkan putusan pidana penjara selama 5 lima tahun 6 enam bulan lalu Terdakwa mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi dan oleh Pengadilan Tinggi dijatuhkan pidana penjara selama 7 tujuh tahun, dan O.C. Kaligis berniat mengajukan banding. 74 69 Abdul Haris Semendawai Ketua LPSK tidak http:www.cnnindonesia.comnasional20151217202844-12-98978hakim-ptun-medan- penerima-suap-oc-kaligis-divonis-dua-tahun, diakses pada 4 Agustus 2016 70 http:www.cnnindonesia.comnasional20160120130913-12-105532hakim-ptun-medan- divonis-dua-tahun-bui, diakses pada 4 Agustus 2016 71 http:www.antaranews.comberita542223hakim-ptun-medan-divonis-dua-tahun-penjara, diakses pada 4 Agustus 2016 72 https:m.tempo.coreadnews20151203063724618kasus-gatot-panitera-ptun-medan- divonis-3-tahun-penjara, diakses pada 4 Agustus 2016 73 https:m.tempo.coreadnews20151221063729625dihukum-1-5-tahun-penjara-rio- capella-enggak-lama, diakses pada 4 Agustus 2016 74 http:news.okezone.comread201606033371405479pengadilan-tinggi-perberat- hukuman-oc-kaligis-7-tahun-penjara, diakses pada 4 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara menpermasalahkan seseorang dinyatakan sebagai Justice Collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum, sepanjang persyaratannya terpenuhi. Jumlah terdakwa yang menjadi Justice Collaborator juga tidak menjadi persoalan. Hanya, LPSK berharap kebijakan seperti yang dibuat penyidik dan hakim pada perkara Gatot dapat dilakukan secara konsisten, apabila terdapat kasus yang serupa. Abdul Haris jjuga mengatakan meski sudah ada syarat yang jelas soal siapa saja yang dapat menjadi Justice Collaborator, namun kewenangan memberi status itu dapat disalahgunakan. Karenanya, dia berharap aturan mengenai itu dilaksanakan secara konsisten. 75 Selain mengenai pemberian status sebagai Justice Collaborator di atas, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dalam pemberian perlindungan bagi status Justice Collaborator, yaitu berkaitan dengan pemberian perlindungan bagi seorang Justice Collaborator dimana baik dalam Undang-Undang Nor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan bagi Saksi dan Korban, Sema Nomor 4 Tahun 2011, maupun dalam peraturan bersama tidak ada diatur mengenai seberapa besar pengurangan hukuman yang didapatkan oleh seorang Justice Collaborator. Seperti dalam kasus yang terdapat dalam putusan ini, baik Terdakwa I maupun Terdakwa II mendapatkan keringanan hukuman yang berbeda, padahal mereka sama-sama terlibat baik dalam pemberian uang suap kepada Hakim PTUN Medan maupun terhadap Anggota Komisi III DPR Patrice Rio Capella. Bila melihat kepada aturan hukum yang terdapat di USA, mengenai pemberian perlindungan dalam bentuk keringanan hukuman ditegaskan secara jelas bahwa pengurangan 75 http:medanmetropolitan.comkriminalKasus-Gatot--Terdakwa-Rame-rame-Jadi-Justice- Collaborator, diakses pada 4 Agustus 2016 Universitas Sumatera Utara hukuman sekitar 35 dari ancaman pidana atau penurunan pelangaran dua atau tiga tingkat. 76 76 Firman Wijaya, op. cit, Hal. 39 Universitas Sumatera Utara 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan